Palahlar nusakambangan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wie146 (bicara | kontrib)
new article, taxobox, refs
Tag: pranala ke halaman disambiguasi
 
Wie146 (bicara | kontrib)
k Konservasi: reflnk
 
(4 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 2:
{{Taxobox
| color = {{tc2|tumbuhan}}
| name = KeruingPalahlar Nusakambangan
| image =
| image_width = 190px
Baris 23:
|}}
 
'''Palahlar nusakambangan'''<ref name=p20>Kementerian LHK. (2018). [https://ksdae.menlhk.go.id/assets/news/peraturan/P.20_Jenis_TSL_.pdf ''Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi'']. (Lampiran, hlm. 22 no. 807).</ref>{{rp|22}} ('''''Dipterocarpus littoralis''''') adalah [[spesies|sejenis]] [[pohon]] yang termasuk suku Dipterocarpaceae (meranti-merantian). Menyebar hanya terbatas ([[endemik]]) di [[Pulau Nusakambangan]], [[Jawa Tengah]], dan dengan populasi kecilnya yang terus menyusut, pohon penghasil kayu perdagangan ini dikategorikan sebagai Kritis (CR, ''Critically Endangered'') dalam skala ancaman kepunahan menurut [[IUCN]].<ref name=iucn/> Nama lokalnya adalah ''lalar'',<ref name=bl/>{{rp|224}} atau ''klalar'',<ref name=koor>{{aut|[[Sijfert Hendrik Koorders|Koorders, S.H.]] & [[Theodoric Valeton|Valeton, Th.]]}} (1900). "Bijdrage no. 1-13 tot de kennis der boomsoorten op Java". [https://archive.org/details/bijdrageno113tot5190koor/page/114/mode/2up No. (vol) '''5''': 114-115]. Batavia : G. Kolff & co.</ref>{{rp|115}} yang agaknya merupakan pengucapan lokal yang terkorupsi dari ''palahlar''. Juga dituliskan ''kalahlar'', dan ''pĕlahlar''.<ref name=ash/>{{rp|309}}
 
== Pengenalan ==
Baris 44:
 
== Konservasi ==
Uni Konservasi Dunia ([[IUCN]]) memasukkan ''Dipterocarpus littoralis'' ke dalam kategori Kritis (CR, ''Critically Endangered''), yang berarti sangat terancam oleh kepunahan. Beberapa pertimbangannya adalah bahwa wilayah sebarannya sangat terbatas, dan hanya terdapat di satu lokasi di Pulau Nusakambangan bagian barat; sementara itu populasinya pun sangat kecil, sejauh ini hanya berhasil ditemukan 47 pohon dewasa. Dalam pada itu ancaman berupa penebangan untuk kayunya belum dapat ditanggulangi, penyusutan tutupan hutan akibat perluasan permukiman dan lahan pertanian masih terus terjadi, dan habitatnya yang tersisa pun terancam oleh adanya invasi pohon langkap (''[[Arenga obtusifolia]]'') yang menjadi pesaingnya di hutan.<ref name=iucn/>
 
Dalam perundang-undangan Negara Indonesia, ''Dipterocarpus littoralis'' punsesungguhnya telah dimasukkan ke dalam daftar flora yang dilindungi semenjak tahun 1972 melalui Keputusan Menteri Pertanian No. 54/Kpts/Um/2/1972.<ref name=tuki/>{{rp|98}} Status ini masih tetap dan tidak berubah hingga terbitnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.10620 tahun 2018.<ref name=p20/>{{rp|22}} Akan tetapi anehnya enam bulan setelah itu, tumbuhan ini beserta beberapa spesies flora langka (misalnya [[kokoleceran]]) dan fauna yang lain dikeluarkan dari dalam daftar tersebut oleh Menteri LHK melalui Peraturan P.106/2018,<ref>Kementerian LHK. (2018). [https://jdih.maritim.go.id/id/peraturan-menteri-lingkungan-hidup-dan-kehutanan-no-p106menlhksetjenkum1122018-tahun-2018 ''Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua atas peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi'']; diakses tgl. 01/xi/2024.</ref> tanpa alasan yang jelas, serta tanpa meminta pertimbangan dari otoritas keilmuan; salah satunya misalnya [[LIPI]].<ref>Betahita: [https://betahita.id/news/detail/3322/ini-penyebab-menteri-siti-seharusnya-melindungi-ulin.html?v=1604814144 "Ini Penyebab Menteri Siti Seharusnya Melindungi Ulin"], berita ''Betahita'' hari Senin, 09 Maret 2020; diakses tgl. 01/xi/2024.</ref> Ditengarai, pencabutan nama-nama beberapa jenis flora dan fauna langka ini lebih dikarenakan adanya tekanan dari para pedagang dan pehobi flora-fauna langka dan dilindungi.<ref>ProFauna: [https://www.profauna.net/id/content/ratusan-organisasi-konservasi-protes-kebijakan-siti-nurbaya-merevisi-permen-lhk-nomor-20 "Ratusan Organisasi Konservasi Protes Kebijakan Siti Nurbaya Merevisi Permen LHK nomor 20 Tahun 2018"], berita ''ProFauna'' pada Sabtu, 09/22/2018 - 05:23; diakses tgl. 01/xi/2024.</ref><ref>DPR-RI: [https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/22168/t/Legislator+Apresiasi+Dicabutnya+Permen+LHK+Nomor+20=Tahun+2018 "Legislator Apresiasi Dicabutnya Permen LHK Nomor 20 Tahun 2018"], berita ''Komisi IV DPR RI'' pada 18-09-2018; diakses tgl. 01/xi/2024.</ref> Dengan pencabutan itu, perlindungan hukum terhadap palahlar nusakambangan kini dibatalkan.<ref>Betahita: [https://betahita.id/news/detail/7595/tantangan-besar-menyelamatkan-pelahlar-nusakambangan-yang-tersisa.html?v=1654083014 Tantangan Besar Menyelamatkan Pelahlar Nusakambangan yang Tersisa], artikel Raden Ariyo Wicaksono, Selasa, 31 Mei 2022; diakses tgl. 04/xi/2024.</ref>
 
BaruSebagai imbangan kabar yang memprihatinkan di atas, baru-baru ini, terbit kabar bahwa di media sosial [[Facebook]] dan [[Instagram]] telah dimuat serangkaian foto-foto buah dan dedaunan yang diidentifikasi sebagai ''Dipterocarpus littoralis''. Foto-foto ini disebutkan sebagai berasal dari wilayah [[Tasikmalaya]], kabupaten yang terletak sekitar 70 kilometer di barat Nusakambangan, pada hutan perbukitan di ketinggian lk. 100 m dpl. Jika benar demikian, maka diperlukan suatu sigi yang lebih serius untuk dapat memastikan status populasinya yang baru itu. Keberadaan populasi yang baru, di tempat yang baru, dapat berimplikasi pada harapan pelestarian dan perubahan status konservasi jenis ini.<ref>{{aut|Primananda, E. & I. Robiansyah}}. (2023). "A new record of the Critically Endangered tree ''Dipterocarpus littoralis'' discovered from social media". ''Oryx'', 2023, '''57'''(5): 553–560. doi: https://dx.doi.org/10.1017/S0030605323000601</ref>{{rp|558}}
 
== Etimologi ==
Baris 58:
Palahlar (''[[Dipterocarpus hasseltii|D. hasseltii]]'') memiliki daun yang berukuran relatif lebih kecil, dan tulang daun sekunder berjumlah antara 11-14 pasang (''D. littoralis'' berdaun lebih besar, dengan 19-24 pasang tulang daun sekunder).
 
Palahlar minyak (''[[Dipterocarpus retusus|D. retusus]]'') sangat mirip dengan palahlar nusakambangan; daun-daunnya berukuran besar namun dengan tulang daun sekunder yang berjumlah lebih sedikit, yakni antara 16-19 pasang. Perbedaan lainnya, tabung kelopak yang membungkus buah ''D. retusus'' berbentuk hampir bulat seperti bola (''subglobose''); sementara tabung kelopak buah ''D. littoralis'' berbentuk agak mengerucut (''obturbinate'').
 
== Referensi ==
Baris 68:
 
 
{{Taxonbar|from=Q3006795Q2398491}}
 
[[Kategori:Dipterocarpus]]