Budaya Minangkabau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Pinerineks (bicara | kontrib)
Tag: gambar rusak VisualEditor
Susilo budiman (bicara | kontrib)
 
(19 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Refimprove}}
'''Budaya Minangkabau''' adalah kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat [[Minangkabau]] dan berkembang di seluruh kawasan berikut daerah perantauan Minangkabau. Budaya ini merupakan salah satu dari dua kebudayaan besar di [[Nusantara]] yang sangat menonjol dan berpengaruh. Budaya ini memiliki sifat egaliter, demokratis, dan sintetik, yang menjadi anti-tesis bagi kebudayaan besar lainnya, yakni [[Kebudayaan Jawa|budaya Jawa]] yang bersifat [[feodal]] dan sinkretik.<ref>{{Cite web|work=melayuonline.com|url=http://melayuonline.com/ind/news/read/11500|title=Minangkabau-Jawa: Dialektika Dua Kebudayaan dan Identitas Budaya|date=16 Juni 2010|archive-url=https://web.archive.org/web/20170627094749/http://melayuonline.com/ind/news/read/11500|archive-date=2017-06-27|access-date=24 September 2020|status-url=dead|dead-url=no}}</ref>
 
Baris 5 ⟶ 6:
== Sejarah ==
 
Berdasarkan historis, budaya Minangkabau berasal dari [[Luhak|Luhak Nan Tigo]], yang kemudian menyebar ke wilayah rantau di sisi barat, timur, utara dan selatan dari Luhak Nan Tigo.<ref name="Kato">{{cite book|title=Adat Minangkabau dan merantau dalam perspektif sejarah|last= Kato|first=Tsuyoshi|authorlink=|coauthors=|year=2005|publisher=PT Balai Pustaka|location=|isbn=979-690-360-1|page=21|pages=|url=|accessdate=}}</ref> Saat ini wilayah budaya Minangkabau meliputi [[SumatraSumatera Barat]], bagian barat [[Riau]] ([[kabupaten Kampar|Kampar]], [[kabupaten Kuantan Singingi|Kuantan Singingi]], [[kabupaten Rokan Hulu|Rokan Hulu]]), pesisir barat [[SumatraSumatera Utara]] ([[Natal, Mandailing Natal|Natal]], [[Sorkam, Tapanuli Tengah|Sorkam]], [[Kota Sibolga|Sibolga]], dan [[Barus, Tapanuli Tengah|Barus]]), bagian barat [[Jambi]] ([[Kabupaten Kerinci|Kerinci]], [[Bungo]]), bagian utara [[Bengkulu]] ([[Kabupaten Mukomuko|Mukomuko]]), bagian barat daya [[Aceh]] ([[Kabupaten Aceh Barat Daya|Aceh Barat Daya]], [[Aceh Selatan]], [[Aceh Barat]], [[Nagan Raya]], dan [[Kabupaten Aceh Tenggara]]).
[[Berkas:Pengguna Bahasa Minang di Sumatra.png|jmpl|Peta wilayah penggunaan Bahasa Minangkabau]]
 
Baris 13 ⟶ 14:
 
== Produk kebudayaan ==
=== Persukuan/klan ===
 
 
{{utama|Daftar suku Minangkabau}}
 
Persukuan atau suku dalam tatanan Masyarakat Minangkabau merupakan suatu kesatuan kelompok kekerabatan secara genealogis, di mana para anggotanya terikat oleh suatu garis keturunan yang sama dari satu leluhur. Suku juga menjadi basis dari organisasi sosial, sekaligus tempat pertarungan kekuasaan yang fundamental. Pengertian awal kata ''suku'' dalam [[Bahasa Minangkabau|Bahasa Minang]] dapat bermaksud ''satu perempat''. Hal ini dikaitkan dengan pendirian suatu [[nagari]] di [[Minangkabau]]. Suatu nagari dapat dikatakan sempurna apabila telah terdiri dari komposisi empat suku yang mendiami kawasan tersebut. Setiap suku dalam tradisi Minang, diurut dari garis keturunan yang sama dari pihak ibu ([[Matrilineal Minangkabau|matilineal]]), dan diyakini berasal dari satu keturunan nenek moyang yang sama. <ref name="Datuk">{{cite book|last=Batuah|first=A. Dt.|last2=Madjoindo|first2=A. Dt.|year=1959|title=Tambo Minangkabau dan Adatnya|location=Jakarta|publisher=Balai Pustaka}}</ref>
 
Selain sebagai basis politik, suku juga merupakan basis dari unit-unit ekonomi. Kekayaan ditentukan oleh kepemilikan tanah keluarga, harta, dan sumber-sumber pemasukan lainnya yang semuanya itu dikenal sebagai harta pusaka. Harta pusaka merupakan harta milik bersama dari seluruh anggota kaum-keluarga. Harta pusaka tidak dapat diperjualbelikan dan tidak dapat menjadi milik pribadi. Harta pusaka semacam dana jaminan bersama untuk melindungi anggota kaum-keluarga dari kemiskinan. Jika ada anggota keluarga yang mengalami kesulitan atau tertimpa musibah, maka harta pusaka dapat digadaikan.<ref name="Datuk">{{cite book|last=Batuah|first=A. Dt.|last2=Madjoindo|first2=A. Dt.|year=1959|title=Tambo Minangkabau dan Adatnya|location=Jakarta|publisher=Balai Pustaka}}</ref>
 
Suku terbagi-bagi ke dalam beberapa cabang keluarga yang lebih kecil atau disebut ''payuang'' (payung). Adapun unit yang paling kecil setelah ''sapayuang'' disebut ''saparuik''. Sebuah ''paruik'' (perut) biasanya tinggal pada sebuah [[Rumah Gadang]] secara bersama-sama.<ref name="De Jong">{{cite book|last=De Jong|first=P.E de Josselin|year=1960|url=|title=Minangkabau and Negeri Sembilan: Socio-Political Structure in Indonesia|location=Jakarta|publisher=Bhartara|isbn=|doi=|authorlink=P. E. de Josselin de Jong|coauthors=}}</ref>
 
=== Kemasyarakatan dan filosofi ===
 
==== Kepemimpinan ====
[[Berkas:Batagak Penghulu.jpg|jmpl|ka|250px|Acara ''Batagak Penghulu'' untuk mengukuhkan pemimpin kaum di Minangkabau]]
 
Masyarakat Minangkabau memiliki filosofi bahwa "pemimpin itu hanyalah ditinggikan seranting dan didahulukan selangkah." Artinya seorang pemimpin haruslah dekat dengan masyarakat yang ia pimpin, dan seorang pemimpin harus siap untuk dikritik jika ia berbuat salah.<ref>Syamdani, PRRI, Pemberontakan atau Bukan?, Media Pressindo, 2008</ref> Dalam konsep seperti ini, Minangkabau tidak mengenal jenis pemimpin yang bersifat diktator dan totaliter. Selain itu konsep budaya Minangkabau yang terdiri dari republik-republik mini, dimana nagari-nagari sebagai sebuah wilayah otonom, memiliki kepala-kepala kaum yang merdeka. Mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama, serta dipandang sejajar di tengah-tengah masyarakat.
 
Baris 25 ⟶ 35:
Budaya Minangkabau mendorong masyarakatnya untuk mencintai pendidikan dan ilmu pengetahuan. Sehingga sejak kecil, para pemuda Minangkabau telah dituntut untuk mencari ilmu. Filosofi Minangkabau yang mengatakan bahwa ''"alam takambang manjadi guru''", merupakan suatu adagium yang mengajak masyarakat Minangkabau untuk selalu menuntut ilmu. Pada masa kedatangan Islam, pemuda-pemuda Minangkabau selain dituntut untuk mempelajari adat istiadat juga ditekankan untuk mempelajari ilmu agama. Hal ini mendorong setiap kaum keluarga, untuk mendirikan surau sebagai lembaga pendidikan para pemuda kampung.<ref>A.M.Z. Tuanku Kayo Khadimullah, Menuju Tegaknya Syariat Islam di Minangkabau: Peranan Ulama Sufi dalam Pembaruan Adat, Marja, 2007</ref>
 
Setelah kedatangan imperium Belanda, masyarakat Minangkabau mulai dikenalkan dengan sekolah-sekolah umum yang mengajarkan ilmu sosial dan ilmu alam. Pada masa [[Hindia Belanda]], kaum Minangkabau merupakan salah satu kelompok masyarakat yang paling bersemangat dalam mengikuti pendidikan Barat. Oleh karenanya, di SumatraSumatera Barat banyak didirikan sekolah-sekolah baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta.
 
Semangat pendidikan masyarakat Minangkabau tidak terbatas di kampung halaman saja. Untuk mengejar pendidikan tinggi, banyak di antara mereka yang pergi merantau. Selain ke negeri [[Belanda]], [[Pulau Jawa|Jawa]] juga merupakan tujuan mereka untuk bersekolah. Sekolah kedokteran [[STOVIA]] di Jakarta, merupakan salah satu tempat yang banyak melahirkan dokter-dokter Minang. Data yang sangat konservatif menyebutkan, pada periode 1900 – 1914, ada sekitar 18% lulusan STOVIA merupakan orang-orang Minang.<ref>Elizabeth E. Graves, The Minangkabau Response to Dutch Colonial Rule in the Nineteenth Century, 1981</ref>
Baris 35 ⟶ 45:
 
==== Demokrasi ====
{{Bagian tanpa referensi}}
Produk budaya Minangkabau yang juga menonjol ialah sikap demokratis pada masyarakatnya. Sikap demokratis pada masyarakat Minang disebabkan karena sistem pemerintahan Minangkabau terdiri dari banyak nagari yang otonom, dimana pengambilan keputusan haruslah berdasarkan pada musyawarah mufakat. Hal ini terdapat dalam pernyataan adat yang mengatakan bahwa "bulat air karena pembuluh, bulat kata karena mufakat". [[Abdurrahman Wahid]] dan [[Nurcholish Madjid]] pernah mengafirmasi adanya demokrasi Minang dalam budaya politik Indonesia. Sila keempat Pancasila yang berbunyi ''Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan'' ditengarai berasal dari semangat demokrasi Minangkabau, yang mana rakyat/masyarakatnya hidup di tengah-tengah permusyawaratan yang terwakilkan.
 
==== Harta pusaka ====
{{Bagian tanpa referensi}}
Dalam budaya Minangkabau terdapat dua jenis harta pusaka, yakni harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi merupakan warisan turun-temurun dari leluhur yang dimiliki oleh suatu keluarga atau kaum, sedangkan harta pusaka rendah merupakan hasil pencaharian seseorang yang diwariskan menurut [[hukum Islam]].
 
Baris 69 ⟶ 81:
 
=== Seni ===
{{Bagian tanpa referensi}}
 
==== Arsitektur ====
[[Berkas:Pagaruyung Istana.jpg|jmpl|Istano Basa Pagaruyung sebuah replika istana asli Kerajaan Minangkabau yang sudah terbakar]]
Arsitektur Minangkabau merupakan bagian dari seni arsitektur khas Nusantara, yang wilayahnya merupakan kawasan rawan gempa. Sehingga banyak rumah-rumah tradisionalnya yang berbentuk panggung, menggunakan kayu dan pasak, serta tiang penyangga yang diletakkan di atas batu tertanam. Namun ada beberapa kekhasan arsitektur Minangkabau yang tak dapat dijumpai di wilayah lain, seperti atap bergonjong. Model ini digunakan sebagai bentuk atap rumah, balai pertemuan, dan kini juga digunakan sebagai bentuk atap kantor-kantor di seluruh SumatraSumatera Barat. Di luar SumatraSumatera Barat, atap bergonjong juga terdapat pada kantor perwakilan Pemda SumatraSumatera Barat di [[Jakarta]], serta pada salah satu bangunan di halaman [[Istana Lama Seri Menanti|Istana Seri Menanti]], [[Negeri Sembilan]]. Bentuk gonjong diyakini berasal dari bentuk tanduk kerbau, yang sekaligus merupakan ciri khas etnik Minangkabau.
 
==== Masakan ====
Baris 83 ⟶ 95:
 
==== Literasi ====
{{Bagian tanpa referensi}}Masyarakat Minangkabau telah memiliki budaya literasi sejak abad ke-12. Hal ini ditandai dengan ditemukannya aksara Minangkabau. [[Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah]] merupakan salah satu literatur masyarakat Minangkabau yang pertama. [[Tambo Minangkabau]] yang ditulis dalam [[Bahasa Melayu]], merupakan literatur Minangkabau berupa historiografi tradisional. Pada abad pertengahan, sastra Minangkabau banyak ditulis menggunakan [[Huruf Jawi]]. Pada masa ini, sastra Minangkabau banyak yang berupa dongeng-dongeng jenaka dan nasihat. Selain itu ada pula kitab-kitab keagamaan yang ditulis oleh ulama-ulama tarekat. Di akhir abad ke-19, cerita-cerita tradisional yang bersumber dari mulut ke mulut, seperti ''[[Kaba Cindua Mato|Cindua Mato]]'', ''[[Kaba Anggun Nan Tongga|Anggun Nan Tongga]]'', dan ''[[Malin Kundang]]'' mulai dibukukan.
[[Berkas:Aksara Minangkabau.jpg|jmpl|kiri|150px|Aksara Minangkabau]]
 
Masyarakat Minangkabau telah memiliki budaya literasi sejak abad ke-12. Hal ini ditandai dengan ditemukannya aksara Minangkabau. [[Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah]] merupakan salah satu literatur masyarakat Minangkabau yang pertama. [[Tambo Minangkabau]] yang ditulis dalam [[Bahasa Melayu]], merupakan literatur Minangkabau berupa historiografi tradisional. Pada abad pertengahan, sastra Minangkabau banyak ditulis menggunakan [[Huruf Jawi]]. Pada masa ini, sastra Minangkabau banyak yang berupa dongeng-dongeng jenaka dan nasihat. Selain itu ada pula kitab-kitab keagamaan yang ditulis oleh ulama-ulama tarekat. Di akhir abad ke-19, cerita-cerita tradisional yang bersumber dari mulut ke mulut, seperti ''[[Kaba Cindua Mato|Cindua Mato]]'', ''[[Kaba Anggun Nan Tongga|Anggun Nan Tongga]]'', dan ''[[Malin Kundang]]'' mulai dibukukan.
 
Pada abad ke-20, sastrawan Minangkabau merupakan tokoh-tokoh utama dalam pembentukan bahasa dan sastra Indonesia. Lewat karya-karya mereka berupa novel, roman, dan puisi, [[sastra Indonesia]] mulai tumbuh dan berkembang. Sehingga novel yang beredar luas dan menjadi bahan pengajaran penting bagi pelajar di seluruh [[Indonesia]] dan [[Malaysia]], adalah novel-novel berlatarbelakang budaya Minangkabau. Seperti ''[[Tenggelamnya Kapal Van der Wijck]], Merantau ke Deli'' dan ''[[Di Bawah Lindungan Ka'bah (novel)|Di Bawah Lindungan Ka'bah]]'' karya [[Hamka]], ''[[Salah Asuhan]]'' karya [[Abdul Muis]], ''[[Sitti Nurbaya]]'' karya [[Marah Rusli]], dan ''[[Robohnya Surau Kami]]'' karya [[Ali Akbar Navis]]. Budaya literasi Minangkabau juga melahirkan tokoh penyair seperti [[Chairil Anwar]], [[Taufiq Ismail]] dan tokoh sastra lainnya [[Sutan Takdir Alisjahbana]].
Baris 92 ⟶ 102:
Dalam masyarakat Minangkabau, pantun dan pepatah-petitih merupakan salah satu bentuk seni persembahan dan diplomasi yang khas. Pada umumnya pantun dan pepatah-petitih menggunakan bahasa kiasan dalam penyampaiannya.<ref>Idrus Hakimy Dt Rajo Penghulu, Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau, Remaja Rosdakarya, 1994</ref> Sehingga di Minangkabau, seseorang bisa dikatakan tidak beradat jika tidak menguasai seni persembahan. Meski disampaikan dengan sindiran, pantun dan pepatah-petitih bersifat lugas. Di dalamnya tak ada kata-kata yang ambigu dan bersifat mendua. Budaya pepatah-petitih, juga digunakan dalam sambah-manyambah untuk menghormati tamu yang datang. Sambah-manyambah ini biasa digunakan ketika tuan rumah (''si pangka'') hendak mengajak tamunya makan. Atau dalam suatu acara pernikahan, ketika pihak penganten wanita (''anak daro'') menjemput penganten laki-laki (''marapulai'').
 
Selain berkembang di SumatraSumatera Barat, pantun dan pepatah-petitih Minangkabau juga mempengaruhi corak sastra lisan di [[Riau]] dan [[Malaysia]].<ref>http://www.harianhaluan.com [http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=14174:merajut-kebersamaan-dalam-sastra-alam-melayu&catid=41:kultur&Itemid=155 Merajut Kebersamaan Dalam Sastra Alam Melayu]</ref>
 
Contoh:<ref>Edwar Jamaris, Pengantar Sastra Rakyat Minangkabau, Yayasan Obor Indonesia, 2001</ref>
Baris 105 ⟶ 115:
 
==== Ukiran ====
{{Bagian tanpa referensi}}
 
Masyarakat Minangkabau sejak lama telah mengembangkan seni budaya berupa ukiran, pakaian, dan perhiasan. Seni ukir dahulunya dimiliki oleh banyak [[nagari]] di Minangkabau. Namun saat ini seni ukir hanya berkembang di nagari-nagari tertentu, seperti [[Pandai Sikek, Sepuluh Koto, Tanah Datar|Pandai Sikek]]. Kain merupakan media [[ukiran]] yang sering digunakan oleh masyarakat Minang. Selain itu ukiran juga banyak digunakan sebagai hiasan [[Rumah Gadang]]. Ukiran Rumah Gadang biasanya berbentuk garis melingkar atau persegi, dengan motif seperti tumbuhan merambat, akar yang berdaun, berbunga dan berbuah. Pola akar biasanya berbentuk lingkaran, akar berjajaran, berhimpitan, berjalinan dan juga sambung menyambung. Cabang atau ranting akar berkeluk ke luar, ke dalam, ke atas dan ke bawah. Disamping itu motif lain yang dijumpai dalam ukiran Rumah Gadang adalah motif geometri bersegi tiga, empat, dan genjang. Jenis-jenis ukiran Rumah Gadang antara lain ''kaluak paku, pucuak tabuang, saluak aka, jalo, jarek, [[itiak pulang patang]], saik galamai'', dan ''sikambang manis''.
 
==== Tarian ====
{{Bagian tanpa referensi}}
Tari-tarian merupakan salah satu corak budaya Minangkabau yang sering digunakan dalam pesta adat ataupun perayaan pernikahan. Tari Minangkabau tidak hanya dimainkan oleh kaum perempuan tapi juga oleh laki-laki. Ciri khas tari Minangkabau adalah cepat, keras, menghentak, dan dinamis. Adapula tarian yang memasukkan gerakan silat ke dalamnya, yang disebut [[randai]]. Tari-tarian Minangkabau lahir dari kehidupan masyarakat Minangkabau yang egaliter dan saling menghormati. Dalam pesta adat ataupun perkawinan, masyarakat Minangkabau memberikan persembahan dan hormat kepada para tamu dan menyambutnya dengan tarian galombang. Jenis tari Minangkabau antara lain: [[Tari Piring]], [[Tari Payung]], [[Tari Pasambahan]], dan [[Tari Indang]].
[[Berkas:Tari Piring.jpg|jmpl|Tari piring]]
Baris 125 ⟶ 136:
Budaya Minangkabau juga melahirkan banyak jenis alat musik dan lagu. Di antara alat musik khas Minangkabau adalah [[saluang]], [[talempong]], rabab, serta bansi. Keempat alat musik ini biasanya dimainkan dalam pesta adat dan perkawinan. Kini musik Minang tidak terbatas dimainkan dengan menggunakan empat alat musik tersebut. Namun juga menggunakan istrumen musik modern seperti orgen, piano, gitar, dan drum. Lagu-lagu Minang kontemporer, juga banyak yang mengikuti aliran-aliran musik modern seperti pop, hip-hop, dan remix.
 
Sejak masa kemerdekaan Indonesia, lagu Minang tidak hanya dinyanyikan di SumatraSumatera Barat saja, tetapi juga banyak didendangkan di perantauan. Bahkan adapula pagelaran Festival Lagu Minangkabau yang diselenggarakan di Jakarta. Era 1960-an merupakan masa kejayaan lagu Minang. Orkes Gumarang pimpinan [[Asbon Madjid]], merupakan salah satu kelompok musik yang banyak menyanyikan lagu-lagu khas Minangkabau. Selain Orkes Gumarang, penyanyi-penyanyi Minang seperti [[Elly Kasim]], [[Ernie Djohan]], [[Tiar Ramon]], dan [[Oslan Husein]], turut menyebarkan musik Minang ke seluruh Nusantara. Bahkan pada era ini penyanyi yang bukan berdarah minangpun turut andil melantunkan lagu-lagu minang yang memang cukup mudah diterima oleh pendengar dan pencinta musik tanah air. Terbukti dengan seringnya lagu-lagu minang ini diperdengarkan disaluran radio RRI jakarta dan lainnya.
 
Semaraknya industri musik Minang pada paruh kedua abad ke-20, disebabkan oleh banyaknya studio-studio musik milik pengusaha Minang. Selain itu, besarnya permintaan lagu-lagu Minang oleh masyarakat perantauan, dan menjadi faktor kesuksesan industri musik Minang.<ref>majalah.tempointeraktif.com [http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2011/05/09/SEL/mbm.20110509.SEL136656.id.html Gairah Rekaman Daerah, Geliat Superstar Desa] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20111005203400/http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2011/05/09/SEL/mbm.20110509.SEL136656.id.html |date=2011-10-05 }}</ref>
[[Berkas:D2D 9786 wikimedia2020 deni dahniel festival Budaya Miangkabau.jpg|jmpl|Festival Budaya Miangkabau]]
 
==== Upacara dan festival ====
{{Bagian tanpa referensi}}
* ''[[Tabuik]]''
* ''[[Makan bajamba]]''