Sejarah Paser: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-diantara +di antara) |
|||
(54 revisi perantara oleh 20 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{rapikan|date=27 April 2011}}
{{wikify|date=Oktober 2012}}
[[File:Lokasi Kalimantan Timur Kabupaten Paser.svg|thumb|Wilayah (warna merah) dan sejarah Paser]]
'''Sejarah kesultanan Paser''' diperkirakan mulai berdiri pada abad ke-16 atau ke-17. Awalnya, wilayah ini dihuni oleh [[suku Dayak Paser]] yang hidup dalam komunitas adat. Pada masa awal berdirinya, pengaruh [[Islam]] mulai masuk ke daerah [[Paser]] melalui jalur perdagangan di sepanjang pesisir Kalimantan yang membawa agama dan budaya Islam dari pedagang-pedagang luar, terutama dari [[Jawa]] dan [[Sumatra]].<ref>{{Cite web|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbkaltim/masa-pemerintahan-kerajaan-atau-kesultanan-paser/|title=Keberadaan Kesultanan Paser|date=2020|website=kemdikbud.go.id|access-date=17 Okt 2024}}</ref> Sejarah pertama dari [[Kesultanan Paser]] dimulai dari seorang putri yang disebut sebagai Putri didalam Petung (Ratu I), yang memimpin pada tahun 1516 dan dipercaya memulai era kesultanan dengan pengaruh Islam yang kuat.<ref>{{Cite web|url=https://humas.paserkab.go.id/assets/upload_download/Sejarah-Paser-Pimpinan-Daerah.pdf|title=SEJARAH PEMERINTAHAN KABUPATEN PASER |date=2020|website=paserkab.go.id|access-date=17 Okt 2024}}</ref>
Di sekitar abad ke-5, bermula dari Kalimantan bagian Selatan yang merupakan daerah [[Paser]], dengan [[Tanah Grogot]] sebagai salah satu pusatnya. Daerah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian timur yang merupakan dataran rendah, landai hingga bergelombang memanjang dari utara ke selatan, dan lebih melebar di bagian selatan yang berawa-rawa dan daerah aliran sungai. Bagian
Ditepi-tepi sungai inilah penduduk asli (pribumi) bermukim, mereka dikatakan ; masyarakat Bansu Tatau Datai Danum dengan artian Masyarakat hidup di tepi-tepi air / pantai. Mereka hidup berkelompok-kelompok, di tepi-tepi sungai yang dapat memberikan nutrisi, seperti ikan, kerang, air tawar dan lingkungan hutan yang memberikan umbi-umbian, buah-buahan juga binatang buruan hutan, cukup memberikan untuk kelangsungan hidup manusia.
Baris 9 ⟶ 11:
Setiap kelompok dipimpin oleh seorang yang kuat dan pemberani baik fisik maupun mental. Digambarkan pada masa itu belum ada tataan aturan yang dapat untuk mengatur tata cara kehidupan dan penghidupan masyarakat. Di saat itu yang berlaku dalam hukum rimba, siapa kuat dialah yang berkuasa dan dapat berbuat sekehendak hatinya, jadi kekuasaan tertinggi terletak di tangan orang-orang kuat dan berani, sehingga segala sesuatunya tergantung di tangannya, hal ini dikenal dengan hukum rimba, sistem ini mirip dengan apa yang disebut diktator sekarang ini. Sedangkan hukum adat sebagai penangkal mencegah kesewenang-wenangan, kelaliman masa itu belum dikenal.
Kekuasaan seperti ini, semakin hari bertambah kurang karena mereka mulai menyadari,
Jauh sebelum mengenal agama, di daerah Paser ini, masyarakat Paser mengenal kepercayaan [[animisme]] supernatural,
Di daerah Paser, dikenal dengan ilmu gaib, sebagai bentuk kepercayaan “Kuno” yang mempercayai adanya kekuatan maha dasyat terdapat di [[alam semesta]]. Desa yang diartikan sebagai penguasa tertinggi dalam kekuasaannya menguasai seluruh alam semesta, dalam sistem ini terlihat dalam tata cara pelaksanaan untuk maksud-maksud tertentu, misalkan pada saat pembukaan hutan untuk lahan perladangan atau persawahan, menanam padi dan sebagainya yang dilaksanakan oleh seorang [[dukun]] / mulung, yang mengetahui [[jampi-jampi]] atau [[soyong]] dalam bahasa Paser, diucapkan kata-kata permohonan sesuai dengan yang diharapkan.
Dunia ini dihuni oleh beberapa [[makhluk halus]], ada yang bersifat mengganggu [[manusia]], ada yang membantu dan ada pula yang tidak menggangu, juga tidak berfaedah bagi manusia. Makhluk halus dikenal mendiami tempat-tempat tertentu, seperti di [[hutan]], di pepohonan kayu besar di [[rawa-rawa]], di [[Tempat pemakaman|kuburan]] dan sebagainya. Menurut [[cerita rakyat]], bahwa salah satu pusat kediaman makhluk-makhluk halus di daerah Paser adalah daerah “Raya” yang terletak di antara Pondong dan Air Mati. Jika diklasifikasikan, makhluk halus itu ada bermacam-macam, di antaranya:
* Makhluk halus asal kejadiannya sudah gaib, seperti [[hantu]] atau uwok dalam bahasa Pasernya, jin dan setan.▼
▲* Makhluk halus asal kejadiannya sudah gaib, seperti hantu atau uwok dalam bahasa Pasernya, jin dan setan.
* Makhluk halus dari manusia yang lenyap tanpa melalui proses kematian seperti mahal imunan dan orang gaib.
* Makhluk halus dari roh manusia yang meninggal tidak secara wajar, misalnya meninggal karena [[kecelakaan]], meninggal karena dibunuh.
Dalam kepercayaan masyarakat Paser, makhluk halus kadang-kadang menjelma dalam bentuk [[manusia]], [[binatang]] atau menjelma dalam bentuk [[benda]]-benda dan lain sebagainya.
Masyarakat ini menempati rumah panggung segi empat panjang, atap miring empat puluh lima derajat kesamping kiri dan kanan, muka dan belakang, memakai dinding. Rumah ini tanpa ruang pemisah dan berdaun pintu, tinggi rumah dari permukaan tanah kurang lebih dua meter. Atap rumah terbuat dari daun nipah, bisa juga dari kulit kayu sungkai, lantai dari pohon niung atau bambu yang dipecah-pecah dan dijalin denga rotan, bahan bangunan dari anak-anak kayu bundar. Sebelum mengenal paku untuk bahan penikat masyarakat ini menggunakan rotan.
Masyarakat Paser, termasuk masyarakat homogen, jadi sudah terbiasa tinggal dalam satu rumah dua atau tiga kepal keluarga yang terdiri dari anak menantu, saudara dari Ibu atau Bapak tinggal dalam satu rumah, hidup rukun dan damai. Bergotong royong atau nyempolo dalam bahasa Paser, bekerja bergotong royong tanpa mengharapkan upah dan balas jasa. Kegotongroyongan atau nyempolo dalam bahasa Paser adalah ciri khas masyarakat Paser yang sudah membudaya sejak nenek moyang mereka.
Adanya kelompok kerjasama atau gotong royong bukanlah satu kelompok organisasi formal akan tetapi para pekerja dengan gotong royong itu secara spontan datang membantu petani lainnya yang membutuhkan bantuan. Pembagian kerja serta struktur organisasi tidak ada, informasi yang disampaikan hanya melalui mulut ke mulut, kerjasama ini oleh masyarakat Paser disebut '''''nyempolo''''', gotong-royong setengah hari tanpa makan siang, gotong-royong satu hari penuh disediakan makan siang.
Jauh sebelum agama dikenal di daerah Paser ini upacara penguburan ada tiga pelaksanaan, hal ini tergantung dengan kelompok masing-masing
* Orang yang sudah mati / meninggal dibuatkan sebuah tebela atau yang mereka sebut Lungun, lungun dibuat dari sepotong batang kayu yang dibelah menjadi dua bagian, dan masing-masing belahan diberi lubang seukuran orang yang mati, setelah mayat dimasukkan kedalam lungun lalu ditutup dengan belahan tadi dan selanjutnya diikat dengan rotan, selanjutnya lungun yang sudah berisi orang mati dibawa ke dalam hutan jauh dari perkampungan penduduk, dan diletakkan kebawah pohon atau digantung
* Ada juga orang yang sudah mati dibawa ke dalam hutan yang jauh dari perkampungan penduduk, disanalah si mayat didudukkan dan dilengkapi dengan sebilah parang atau otak dalam bahasa Pasernya diikatkan di pinggang si orang mati dan di tangan kanannya sebilah tombak.
Beberapa bulan kemudian setelah tulang belulang tengkorak menjadi kering, tulang tengkorak tersebut dikumpulkan menjadi satu, selanjutnya dikeramasi, dalam mengeramasi diiringi dengan upacara yang dipimpin oleh seorang dukun atau mulung, dan selanjutnya dibuat dalam sebuah rumah-rumah yang sengaja dibuat. Rumah-rumah ini diletakkan di ujung sebatang tihang.
Penguburan seperti ini, sebelum mereka mengenal agama, akan tetapi ada juga cara penguburan sampai hari ini mereka melakukan seperti berikut
* Orang mati dikuburkan dengan cara biasa saja akan tetapi di senja hari kerabat si mati berkumpul di halaman rumah, dengan dipimpin seorang mulung kematian membuat api unggun di halaman rumah, dengan membaca mantra atau bersoyong dalam bahasa Paser, jika asap api yang berasal dari api unggun tersebut lurus menuju kelangit, kerabat si mati bergembira sambil berkata naik ke langit atau dombo jaun, akan tetapi jika asap api tersebut tidak lurus karena ditiup angin para kerabat bersedih, karena anggapan mereka, jika tidak lurus berarti roh si mati tidak diterima oleh para dewa, sedangkan yang lurus roh si mati diterima oleh para dewa.
== Awal masyarakat Paser ==
Perkembangan dan perjalanan masyarakat Paser diawali sejak zaman prasejarah, dengan datangnya para imigran Austronesia. Imigran Austronesia meliputi Taiwan atau Formosa di sebelah Utara hingga New Zealand di Selatan, antara Madagaskar di sebelah barat sehingga pulau Paska atau Eastor Island bagian Timur, suatu wilayah yang luas hampir separuh dunia.<ref>Pigaud Th.G.Th.Java in the Feureenth Century, A Study in Cultural History Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Jakarta 1960</ref><ref>Jacob.T, Asal
Dengan kemampuan dan pengetahuan pelayaran yang dimiliki, mereka mampu menyeberangi selat dan laut sehingga mencapai wilayah Asia Tenggara kepulauan dan kepulauan Fasifik. Salah satu jalur imigran tersebut adalah kelompok manusia yang bergerak dari Formosa kemudian ke Filipina, dari sini para imigran terpecah menjadi dua jalur. Kalimantan dan Sulawesi<ref>Poesponegoro, Marawati Joened, et,al. Sejarah Nasional Indonesia Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta 1993</ref>
=== Fokler Oral Tradition ===
Dalam fokler oral tradition yang berhubungan dengan kerajaan di Tanah Paser. Pada zaman dahulu kala, pernah berdiri sebuah kerajaan yang bernama Padang Kero dengan rajanya yang bernama Nuas. Raja Nuas tidak lama memerintah, karena merasa uzur digantikan oleh si anak yang bernama Mandan. Begitu juga halnya dengan Raja Mandan, tidak lama kemudian raja meninggal dunia digantikan oleh si anak yang bemama Tampuk Gulung. Tampuk Gulung menyerahkan kekuasaan kerajaan kepada si anak yang bemama Selendo Tuo dan raja selanjutnya adalah Dato Tuo Puti Songkong. Tidak lama kemudian raja Dato Tuo Puti Songkong menyerahkan kepada si anak yang bernama Nalau,
Pada masa pemerintahan Raja Nalau ini, salah seorang sepupunya yang bernana Gasing Putih merasa iri hati kepada Nalau Raja Tondoi, sehingga timbul perselisihan di antara kedua bersepupu, terjadi perang yang berkepanjangan dan akhirnya peperangan dimenangkan oleh Nalau Raja Tondoi. Beberapa saat kemudian Nalau menyerahkan kerajaan kepada anaknya yang bernama Sumping.
Baris 59 ⟶ 60:
Di saat Sumping menjadi raja, ketiga anaknya mengadakan perjalanan hibah, perjalanan hibah ini terbagi dua kelompok, satu kelompok dipimpin oleh Andir Palai, anak Sumping dari istrinya yang pertama, satu kelompok lagi dipimpin oleh Nurang dan Anjang, anak Sumping dari istri yang kedua. Setelah melakukan perjalanan beberapa lamanya mereka akhirnya sampai di tepi sungai Lembok, disinilah Andir Palai bersama dengan pengikutnya bermukim.
Kelompok yang dipimpin oleh Nurang dan Ajang bertemu dengan [[sungai Kendilo]]. Di tepi sungai Kendilo inilah Nurang bersama kelompoknya bermukim. Sedangkan Anjang melanjutkan perjalanan bersama pengikutnya menuju ke arah Barat Laut, setelah beberapa lama dalam perjalanan akhirnya mereka sampai di sungai Komam. Di tepi sungai Komam ini Anjang meninggalkan pengikutnya sepertiga, dan yang lainnya melanjutkan perjalanan bersama Anjang ke arah Barat Daya dan akhirnya mereka bertemu dengan sungai Biu, Anjang bersama pengikutnya bermukim di tepi sungai Biu ini, akan tetapi Anjang memilih untuk tinggal di Samurangau.
Anjang mempunyai dua orang anak yang bernama Dengut dan Uma Dana. Anjang memberikan kekuasaan kepada Dengut untuk memimpin masyarakat di daerah sungai Komam, sedangkan Uma Dana memimpin di daerah sungai Biu. Anjang sendiri tetap di daerah Samurangau.
Baris 98 ⟶ 99:
Pego atau Temindong Doyong ingin mengundurkan diri, dan meminta kepada saudara-saudaranya agar mau menggantikan dirinya sebagai kepala penggawa, akan tetapi saudara-saudaranya menolak permintaan Temindong Doyong, karena mereka mengharapkan, anak Temindong Doyong yang akan menjadi raja mereka.
Sudah beberapa lama mereka menantikan agar putri Salika melahirkan anak akan tetapi yang diharapkan tidak kunjung ada. Sehingga mereka bersaudara berunding untuk mencari raja. Beberapa kali sudah melakukan perundingan akhirnya mendapat kata sepakat dan mufakat, agar mereka melakukan pelayaran dengan harapan dapat menemukan raja. Untuk melakukan pelayaran, disiapkan sebuah perahu atau Jong.
Disaat akan mencari raja, disiapkan sebuah perahu (JONG) yang didatangkan dari Telake, Mendik milik dua orang yang bernama Turi dan Kunkun, konon jong tersebut dapat dari hasil
Dalam pelayaran mencari raja tersebut. Menurut versi Aji Aqub, ada di beberapa orang sebagai berikut:
Baris 110 ⟶ 111:
# Bumbut Tuwaw Adang, dari Adang
Setelah mengadakan perundingan dengan saudara-saudaranya termasuk Dengut dan Uma Dana, diambil keputusan untuk mencari raja. Misi pencari raja memulai perjalanan dari sungai Sadu, dengan menggunakan jong/perahu, Jong berlayar dengan tenang dan melaju
Tiga bulan sudah misi pencari raja dalam perjalanan. Temindong Doyong bersama dengan saudaranya merasakan perahu mereka tidak bergerak maju, walaupun layar berkembang ditiup angin, Temindong Doyong meminta kepada salah seorang saudaranya untuk terjun ke laut memeriksa apa yang menjadi penyebab sehingga perahu mereka tidak dapat bergerak maju, temyata sepotong bambu yang terhalang di halauan perahu mereka, setelah bambu dilepaskan perahupun melancar di perrnukaan air laut dengan lajunya tiga kali bambu itu tersangkut dan yang ketiga kalinya terhalang di kemudi. Temindong Doyong meminta agar bambu tersebut dibawa naik ke atas perahu (jong). Tertunda tiga kali Temindong Doyong memberitahukan kepada juru mudi untuk memutar haluan menuju pulang.
Baris 116 ⟶ 117:
Beberapa hari sudah beristirahat di rumah, misi pencari raja kembali berlayar mengarungi lautan luas, dan singgah di beberapa kerajaan mengutarakan maksud dan tujuan mereka. Akan tetapi setiap raja yang disinggahi memberi jawaban yang sama bahwa raja yang mereka cari sudah ada di kampung halaman mereka.
Dua tahun sudah lamanya misi pencari raja dalam pelayaran, akhirnya mereka menuju pulang, dalam pelayaran pulang misi ini kekurangan air minum dan bahan pangan. Mereka singgah di sebuah pulau untuk mengisi air dan keperluan lain, setelah selesai misi pencari raja akan meninggalkan pulau, tetapi misi pencari raja diajak untuk mengikuti adu manusia oleh pimpinan pulau. Pertandingan adu manusia dengan menggunakan senjata tajam dan menaiki ayunan papan.
Disaat mayat Usin akan dibawa ke perahu masyarakat pulau meminta agar mayat Usin diserahkan saja kepada mereka untuk merawatnya, Pak Pego menyetujui saja permintaan masyarakat pulau, akan tetapi jika Usin diserahkan kepada masyarakat pulau, Usin pun hidup kembali, Pak Pego melihat Usin hidup meminta kembali. Serah terima mayat Usin berlaku tujuh kali, akhimya masyarakat pulau berkata kepada Pak Pego, “tinggalkan saja Usin kepada kami, dan kami memberikan kepada kalian, satu buah gong tujuh buah bungkusan dan satu peti pendala tane, sebagai tanda persahabatan kita”.
Baris 125 ⟶ 126:
* Jika sudah sampai di tengah kampung halaman, peti bendala tana baru dibuka.
Dalam pelayaran menuju pulang cukup lama menyita waktu selama dua tahun, sehingga mereka merasa jauh di dalam perahu (jong) di antara saudara Pak Pego memukul gong juga ada yang membuka ketujuh bungkusan dan peti pendata tana. Walaupun mereka mengetahui pesan masyarakat pulau
Ketika perahu misi pencari raja sampai di Muara Paser, gong dibunyikan, suaranya tidak seperti dipukul yang pertama, suaranya bergetar dan menggema, begitu juga dengan tujuh bungkusan ketika dibuka tidak ada reaksi apa-apa, juga peti pendala tana, ketika dibuka di tengah-tengah kampung tidak ada apa-apa kosong melompong, tidak seperti dibuka yang pertama, dari dalam peti tersebut memancarkan kuning.
Baris 143 ⟶ 144:
Tentang Abu Mansyur Indra Jaya. Dapat ditelusuri dari peninggalan batu-batuan yang diangkat dari kapal ketika Abu Mansyur Indra Jaya pertama datang di Paser.
Melihat dari nama Abu Mansyur Indra Jaya pasti
=== Islamisasi ===
Baris 158 ⟶ 159:
Di Kerajaan Paser sendiri sangat jelas bahwa Sayyid Ahmad Khairuddin mendapat gelar Sayyid Imam Pawa. Sayyid Ahmad Khairuddin masih berkaitan erat dengan Maulana Malik Ibrahim keturunan Zainal Abidin bin Husain bin Ali R.A .
Beberapa lama tinggal di Kerajaan Paser akhimya Sayyid Ahmad Khairuddin kawin dengan Aji Putri Mitir anak Putri Petong dengan Abu Mansyur Indra Jaya. Saudara dari Aji Mas Pati Indra, bibi Aji Mas Anom Indra. Sumber lain mengatakan bahwa yang menjadi Imam pada masa itu adalah Imam Mustafa (Vr, sumber dari Aji Zainal Abidin dan kawan-kawan). Lebih kurang 15 tahun menyiarkan agama Islam di Kerajaan Paser, Sayyid Ahmad Khairuddin menunaikan ibadah haji. Sebelum berangkat haji, pada saat anak
"Bismillahirrahmanirrahim"<br />
Baris 164 ⟶ 165:
Allah huu, Allah Allahu wal Bathin, Allah Wadh-Dhahir<br />
Allah huu, Allah maidandam ilham<br />
Allahu huu Allahu, air zam-zam karam di laut Bahaarullah.
Ayun-ayun silangka pulan<br />
Baris 174 ⟶ 175:
Ketika Sayyid Ahmad Khairuddin yang menjadi guru dari raja Paser Aji Mas Anom Indra diangkat menjadi imam di kerajaan Paser, Sareat Islam pun diperlakukan dalam kerajaan Paser, sehingga Islam masuk dalam struktur kekuasaan kerajaan Paser, sehingga islam menyebar dikalangan rakyat Paser.
Setelah Sayyid Ahmad Khairuddin menunaikan ibadah haji, rupanya takdir Allah menghendaki Sayyid Ahmad Khairuddin di Makatul Musyarrafah.<ref>A.S. Assegaff. Op cit hlm 40</ref> Siar Islam dilanjutkan keturunan
=== Masa kejayaan Kesultanan Paser ===
Baris 182 ⟶ 183:
Dengan persoalan geomorfologi bumi, menyebabkan Penemban Adam memindahkan istana dari Lempesu ke Gunung Sehari tempat rombongan Abu Mansyur Indra Jaya mendarat. Pemindahan istana ini terjadi pada tahun 1684.
Agar masyarakat tidak meninggalkan rumah mereka bila musim tanam, Penemban Adam membuka persawahan di Atang Gandeng dan Atang Jaya.
Dengan kemapanan dalam kekuasaan Penemban Adam ditandai dengan kebijakan-kebijakan dalam berbagai sektor, seperti pertahanan, pertanian dan pengetahuan keagamaan, walaupun terfokus pada figur Aji Geger (adik
Penemban Adam menerima kedatangan Andi Mappanyukki dari Bugis Penekki dengan kelapangan dada, dan mengikat perjanjian untuk bekerja sama dalam perdagangan.<ref>Vr, H. M Yusuf kedatangan Andi Mappanyukki di Kerajaan Paser Diterbitkan oleh BAPPEDA Kabupaten Pasir tahun 2000</ref> Sekembalinya Andi Mappanyukki dari Paser, tidak berapa lama kemudian datang rombongan pelamaran dari pihak Andi Mappanyukki untuk meminang Aji Rainah, putri Penemban Adam, untuk memberikan jawaban atas pinang tersebut Penamban Adam berjanji Andi Riajang untuk menanyakan lamaran anaknya, saat itu diwakili juru bicaranya, Petta Wattenge, ibu Andi Mappanyukki yang turut dalam rombongan pelamaran tersebut, ketika mendengar lamaran Andi Mappanyukki tidak diterima dengan alasan Aji Raenah masih kekanakan, belum dewasa. Penolakan lamaran ni tidak diterima oleh Andi Riajang diapun meninggalkan pertemuan dan kembali ke kapal. Disaat berada
Pasukan Bugis Penekki semakin banyak berdatangan, akan tetapi Aji Geger bersama pasukannya berhasil menyusup kedaerah pertahanan musuh, dan menghancurkan seluruh perbekalan mereka. Andi Mappanyukki melihat serangan dari Paser dua arah, pasukan Bugis dari Penekki yang dipimpin Andi Mappanyukki akhimya melarikan diri, dengan menggunakan perahu lepa-lepa yang laju disusul oleh pasukan kerajaan Paser dipimpin Aji Geger kalah cepat, karena menggunakan perahu biasa, ketika pasukan Bugis Penekki sampai di tempoleng mereka memasuki sungai seratai meneruskan ke sungai sambu, kapal kapal layar yang membawa perbekalan Andi Mappanyukki memasuki sungai Raya, sungai Pampang dan sungai Tedung. Di hutan belantara sungai sambu ini, Andi Mappanyukki membuat pertahanan untuk menyerang kembali Kerajaan Paser.
Baris 196 ⟶ 197:
ketiganya dianggap Penemban Adam "Al-Jimat kerajaan" dengan gelar panglima pikun. Ketiganya mempunyai tempat tinggal terpisah-pisah antara satu dengan yang lainnya, Kakak Lati tinggal di daerah Setui. Kakak Gaeng tinggal di daerah Peteban. Kakak Raba tinggal di daerah Raba, ketiga panglima pikun ini bekas panglima Aji Mas Pati Indra atau Kakek Penemban Adam.
Dengan bantuan tiga panglima pikun ini ditambah dengan 300 pengawal kerajaan dengan bersenjatakan sumpitan, senapang dan kelewang dapat mengusir pasukan Andi Mappanyukki. Ketiga panglima pikun bersama pengawal kerajaan dapat memenangkan pertempuran tersebut, dengan tanda kemenangan melalui bendera sesuai perjanjian Penemban Adam bersama ketiga panglima pikun. Jika menang dalam pertempuran kibarkan bendera pusaka yang berwarna kuning dan mengalami kekalahan kibarkan bendera putih. Disebabkan pada saat itu musim panas, bendera
==== Sultan Aji Muhammad Alamsyah ====
Baris 252 ⟶ 253:
Pembagian ini menurut Haji Aji Padang Sarjan, Haji Sardani Usman, et al, menjadi 6 wilayah. Penulisan 6 wilayah ini mengingat silsilah yang dibuat Aji Norman UK, justru ada 8, yang disebutnya, dengan raja raja kecil, yang berkembang dan hanya tercatat sejak tahun 1805. Dan menyebutkan tahun 1890 sudah ada raja Selan (Samuntai). Kemungkinan sejak awal wilayah ini sudah ada mengingat letak selang cukup strategis menghubungkan pusat wilayah dengan pendalaman.<ref>Haji Aji Padang Arjan, Haji Sardani Usman, et al, Op cit hlm 17</ref>
Segenap kepala wilayah diperintah oleh Sultan Aji Muhammad Alamsyah, untuk membangun masjid di ibu negeri. Fungsi Masjid antara lain:
* Sebagai tempat
* Sebagai wadah untuk mendekatkan rakyat dengan raja (pemerintahan).
* Sebagal tempat bagi raja untuk menerima dan mengetahui keadaan kehidupan dan penghidupan rakyat.<ref>A.S. Assegaff Ibid hlm.87</ref>
Baris 265 ⟶ 266:
==== Sultan Aji Sepuh Alamsyah ====
Setelah Sultan Aji Muhammad Alamsyah wafat. Majelis Adat dan Alim Ulama Kesultanan Paser di gunung sehari, kemudian memilih penggantinya. Aji Dipati Pangeran Sukma Ningrat bin Aji Duo (Penemban Adam) untuk penggantinya. Aji Dipati meminta restu ibunya, Dayang Cengal, si Ibu kemudian
Menyikapi surat Aji Dipati, Majelis Adat dan Alim Ulama Kesultanan Paser, memutuskan dengan mufakat untuk mengukuhkan Aji Ngara bin Aji Muhammad Alamsyah sebagai Sultan Paser, dengan gelar Sultan Sepuh Alamsyah, memerintah tahun 1150-1181 Hijriyah atau 1738-1763 Masehi.
Baris 275 ⟶ 276:
Dalam bidang keamanan di darat, Sultan Aji Sepuh Alamsyah mendatangkan 50 ekor kuda dari Sumbawa disertai beberapa pucuk senapang dari Pedang, menyebabkan senapang sudah mulai diperjualbelikan secara gelap, para pandai besi meniru pembuatan senapang yang dinamakan senapang ber-ujak. Pengangkut barang-barang yang cukup berat, digunakan kerbau sebagai alat angkut yang dikawal pasukan berkuda. Sistem pengawalan ini lazim dipakai pada masa lampau. Mengingat terbatasnya sarana pengangkutan darat, ditambah lagi keamanan yang selalu rawan, para pengangkut membawa barang-barang dari pedalaman ke pelabuhan dan sebaliknya dari pelabuhan ke pedalaman. Hasil hasil hutan di pedalaman, diangkut ke tepi-tepi sungai, sehingga kuantitas barang semakin bertambah, apalagi pengangkutan rotan, damar yang cukup memakan tenaga.
Masa pemerintahan Sultan Sepuh Alamsyah ditandai dengan kedatangan rombongan Bugis Wajo, dipimpin Andi Sibengngareng, kedatangan rombongan tersebut disambut dengan upacara adat Paser. Rombongan Andi Sibengngareng disediakan wisma untuk menginap lengkap dengan para pelayan lelaki dan perempuan, sesudah beberapa hari kemudian Andi Sibengngareng kembali ke Wajo. Beberapa bulan masa berlalu datang Andi Madukkeleng bersama permaisurinya Andi Abeng, untuk melamar Putri Aji Doyah. Semula agak ragu untuk mengawinkan Andi Sibengngareng dengan anak Sultan Paser mengingat peristiwa yang terjadi
Petta Colla Lowa sebagai juru bicara sekaligus ketua rombongan, dengan secara resmi melamar Putri Aji Doyah atas nama Andi Sibengngareng anak Andi Madukkeleng. Singkat cerita Sultan Aji Sepuh Alamsyah bersama keluarga menerima lamaran atas putri mereka. Mahar diputuskan 40 ringgit emas, 40 ringgit perak, 7 budak lelaki dan 7 budak perempuan.
Baris 290 ⟶ 291:
==== Sultan Aji Dipati Anom Alamsyah ====
Setelah wafatnya Sultan Aji Sepuh Alamsyah,
Sultan Aji Dipati memerintah dalam usia tua, kehidupan sebagai Sultan dijalankan dengan sederhana kegiatan rutin menghadiri
==== Sultan Sulaiman Alamsyah ====
Baris 298 ⟶ 299:
Pemerintahan Aji Panji bin Ratu Agung dimulai tahun 1213 sampai tahun 1225 Hijriyah atau 1799 sampai tahun 1811 Masehi. Bergelar Sultan Sulaiman Alamsyah. Pemerintah menyisakan berbagal persoalan di antaranya sebanyak 30 buah kapal pengawal pantai tenggelam. Kapal-kapal ini dipakai oleh Arung Turawe melawan [[Sunan Nata Alam|Sultan Nata Alam]] Sultan Banjar, bentuk partisipasi Paser membantu Pangeran Amir, yang masih berkerabat dengan Bugis Pagatan dan Kesultanan Paser.
Dalam tahun 1801 Masehi, Kerajaan Penekki yang masih berada dalam lingkungan kerajaan Wajo Sulawesi Selatan memerintah seorang Ratu, bernama Andi Tanra Tellu-e bersuamikan seorang keturunan Arab Ba'Alwi keluarga Sultan Banten yang bernama Sayyid Abu Bakar Adni Al-Idrus. gelar Petta Mattasi-e, seorang ulama besar dan keramat terkenal di kalangan orang-orang Bugis Penekki dan Wajo. Salah seorang anaknya bernama Sayyid Thaha, bergelar Puang Petta Saiye-e di Penekki bertugas sebagai penguasa perkapalan,
Utusan dipimpin Najanuddin Daeng Lallo, dan disambut syahbandar La Manrape Daeng Nattutu, orang Bugis kelahiran Paser, masih keturunan Luwuk, wilayah kerajaan besar Wajo. Sultan Paser bersedia menerima rombongan Sayyid Thaha. Rombongan diterima dengan baik bahkan Sultan bersedia bertemu muka dan berbicara dengan Sayyid Thaha. Dalam pembicaraan menyetujui pembuatan 40 buah kapal. Tenaga ahlinya Penekki Wajo.<ref>A.S Assegaff, Op cit hIm 133140. Haji Padang Sarjan. Haji Sardani Usman, et a], hlm 27</ref>
Baris 310 ⟶ 311:
(1) Tanjung Batu Jaya. (2) Tanjung Aru Jaya. (3) Tanjung Jemelai Jaya. (4) Tanjung Meruat Jaya. (5) Tanjung Tanah Merah<ref>A.S Assegaff, op cit hlm 142-144. Haji Padang Arjan, Haji Sardani Usman, et al. op cit hlm 28, menyatakan 5 buah kapal itu bernama; Tanjung Batu Jaya, Tanjung Aru Jaya, Tanjung Jumelai Jaya, Teluk Adang Jaya dan Teluk Aper Jaya</ref>
Sultan Sulaiman Alamsyah beserta keluarga dan kerabat
Sayyid Thaha yang cukup lama mengabdi untuk membangun angkatan laut Kesultanan Paser. Meminang Aji Renik, anak Sultan Sulaiman Alamsyah, Perkawinan berlangsung cukup meriah. Mengingat Sayyid Thaha adalah keturunan para habib, yang selalu dimuliakan kedudukannya oleh umat Islam, kemudian Sayyid Thaha bergelar Pangeran Sayyid Thaha perwira samudera,
Hasil dari perkawinan keduanya melahirkan 2 orang anak perempuan, yang pertama bernama Aji Syarifah, yang kawin dengan Pangeran Dipati dari keluarga si Ibu. Sedangkan si adik Syarifah Aji Muznah kawin dengan Sayyid Hamid Assegaff dari pihak keluarga si Ayah.<ref>A. S Assegaff, Ibid hlm 144-146</ref>
Peranan para Sayyid dari juriyat Rasullullah SAW dalam syiar Islam di Nusantara tidak diragukan lagi, pada umumnya mereka memasuki dalam istana sebagai penasehat para Sultan dan juga melangsungkan perkawinan dengan kerabat Kesultanan. Para Sayyid ini memiliki ilmu agama yang mendalam, mampu menjaga akhlak dan mudah diterima berbagai kalangan. Mereka bukan
Mobilitas mereka sangat dinamis sepanjang kurun waktu, sejak lslamisasi nusantara sampai saat ini. Umpamanya Kesultanan Cirebon sendiri memakai gelar Syarif. Para Sayyid memelihara dan melanggengkan kekuasaan para Sultan, sepanjang para Sultan taat dalam formal syariah, yang menjadikan landasan dakwah mereka, kebanyakan mereka menghindari konflik fisik, pandai berdiploma cakap dalam berdagang sehingga mudah bergaul
==== Sultan Ibrahim
Pemerintahan kesultanan Paser selanjutnya dipimpin Aji Sembilan bin Aji Muhammad Alamsyah memerintah tahun 1225-1230 Hijriyah. Dengan gelar Sultan Ibrahim Alamsyah.
| lang= nl
| pages= 94
| url= https://www.google.co.id/books/edition/Almanak_van_Nederlandsch_Indi%C3%AB_voor_het/T1ZVAAAAcAAJ?hl=id&gbpv=1&dq=Pangeran-Mangkoe-Sampanahan&pg=RA1-PA94&printsec=frontcover
| title= Almanak en NaamRegisteer van Nederlandsch-Indië voor 1851
| first= Landsdrukkerij
| last= Landsdrukkerij
| location= Batavia
| publisher= Ter Lands-Drukkerij
| year= 1851
| volume= 24
}}</ref>
Sultan ini menunjuk keponakannya Pangeran Syarif Thaha menjadi wajir (menteri 1) Kesultanan Paser. Panglima pertahanan keamanan dijabat Aji Karang bin Sultan Aji Panji. Dalam masa pemerintahan Sultan Ibrahim Alamsyah kehidupan petani penggarap sawah tadah hujan dan ladang, selama 2 tahun mengalami problem. Tanaman padi terkena wabah hama tikus dan burung pipit, akhimya Kesultanan Paser kekurangan persediaan beras. Sultan mendatangkan beras dari daerah lain, khususnya dari Kutai dan Banjar.
Dalam bidang, telah selesai dibuat 40 buah kapal. Pembuatan kapal sejak Sultan Aji Panji. Kesultanan Paser menjadikan 30 buah kapal sebagai kapal perang, 30 buah kapal dibagi di 3 pangkalan; 10 buah di pangkalan Tanjung Batu, 10 buah di pangkalan Tanjung Aru, 10 buah lagi di pangkalan Tanjung Jemelai. sisanya 8 buah dijadikan kapal dagang untuk mengangkut hasil hutan seperti; Rotan, Madu, Getah, Tengkawang, Damar dan lain-lain.
Sultan Ibrahim Alamsyah memfokuskan pelabuhan Benuo sebagai Bandar utama Kesultanan Paser. Semua kapal-kapal yang ingin berdagang dan bertransaksi harus bertambat di pelabuhan Benuo, pelabuhan ini menjadi ramai. Banyak pedagang kaya membangun rumah di kawasan pelabuhan, mereka membangun gudang-gudang penyimpanan barang, rumah dan gudang dibangun sejajar pelabuhan. Pemukiman sangat heterogen, dari berbagai suku bangsa di antara ; Bugis, Banjar, Kutai, Jawa, Cina dan Arab. Dari pelabuhan ini Sultan sering melakukan pelayaran mengunjungi 3 pangkalan angkatan lautnya. Di tiap pangkalan Sultan membangun rumah peristirahatan.<ref>A.S Assegaff, Ibid hlm 146-147</ref> Sebenarnya, urutan Sultan yang memerintah Paser sejak Aji Panji.
Perdagangan di Kesultanan Paser Benuo masih bersifat barter, masyarakat Paser masih memakai plat emas yang dinilai berdasarkan berat timbangan, dengan menggunakan biji buah kupang dan buah biji mata burung. Walaupun demikian mata uang asing cukup lama masuk Kesultanan Paser. Seperti uang Cina, Uang Belanda VOC, Uang Portugis, Uang Spanyol dan sebagainya. Akan tetapi belum sepenuhnya beredar di masyarakat Paser. Sultan Ibrahim Alamsyah kemudian memerintah menggunakan mata uang real, bermacam-macam nilai uang di antaranya sebagai berikut:
* 1 Real = 1 Batu dari bahan perak
Baris 342 ⟶ 356:
===== Kedatangan bajak laut =====
Aji Karang tiba di sebelah Barat Teluk Adang, pasukan pengintai menemukan markas bajak laut, ternyata dipimpin La Makkarodda Daeng Sitaba. Pasukan bajak laut dibantu oleh masyarakat Bajau. Dengan pasukan kurang lebih 1500 orang, pasukan Aji Karang menggempur markas bajak laut secara mendadak, para bajak laut terkejut, segera La Makkarodda Daeng Sitaba mengatur anak buahnya, dengan teknik tempur yang baik menyebabkan pasukan Aji Karang kewalahan. Aji Karang dengan pasukannya terpaksa mundur. Dengan mengirim sepucuk surat, Aji Karang meminta bantuan Sultan Ibrahim, Sultan mengirirnkan bantuan angkatan laut dipimpin Mangku Bulu Sumi, yang berani dan kebal. Dengan kekuatan pasukan 200 orang pasukan dan diperkuat pasukan Anden Segara dari Tanjung Jemelai, sehingga seluruh pasukan menjadi 150 orang. Dini hari, pasukan Mangku Bulu Sami merapat di Teluk Adang dan masuk melalui sungai-sungai yang berhutan bakau dan menyerang secara tiba-tiba, dengan menggunakan panah berapi memanahi atap-atap gubuk bajak laut yang terbuat dari daun nipah, kontan saja api menyala melalap atap-atap nipah yang sudah kering.
Baris 355 ⟶ 369:
Aji Karang membuka hutan dengan berladang, kemudian ditanami rotan dan buah-buahan. Aji Karang juga membuat nama-nama wilayah sesuai dengan yang dialaminya dalam pertempuran dalam melawan bajak laut. Seperti Semuntae "Samun" adalah tempat penyamun. "tae" adalah artinya kampung, jadi "kampung penyamun" Modang tempat "Menyanggul" atau menghadang bajak laut Muru artinya disana "mo'ro' Dialek Paser Modang "Mo'aru" Dialek Paser Peteban. Selang artinya Mempertahankan Nasib.<ref>A.S Assegaff, Ibid hIrn 156-157</ref>
==== محمود خان سلطان فاسیر Sultan Mahmud
Majunya bandara Benuo dan mulai intensifnya hegemoni Belanda menyebabkan Kesultanan Paser lambat laun juga terpengaruh oleh Belanda. Mereka kemudian memiliki kantor dagang di pelabuhan Benuo, peristiwa ini di mulal sejak pemerintahan Aji Karang bin Sultan Sulaiman Alamsyah tahun 1230-1259 Hijrah atau 1815-1843 Masehi, dia menggantikan Sultan Ibrahim dengan gelar Sultan Mahmud Han Alamsyah ([[4 November]] [[1857]]). Sejak mulai dibukanya kantor dagang oleh Belanda Kesultanan Paser mulai mengalami proses penetrasi Barat. Satu era munculnya upaya monopoli dagang yang lambat laun menghancurkan struktur kekuasaan Kesultanan Paser.<ref name="Almanak 1861">{{cite book
| lang= nl
| pages= 147
| url= https://books.google.co.id/books?id=elRVAAAAcAAJ&pg=RA1-PA147&dq=Machmoed-Han-Pasir&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwj2y_S3qOSDAxXkcmwGHRqNDT0Q6AF6BAgIEAI#v=onepage&q=Machmoed-Han-Pasir&f=false
| title= Almanak en NaamRegisteer van Nederlandsch-Indië voor 1861
| first= Landsdrukkerij
| last= Landsdrukkerij
| location= Batavia
| publisher= Ter Lands-Drukkerij
| year= 1861
| volume= 34
}}</ref><ref name="Almanak 39">{{cite book
| lang= nl
| pages= 280
| url= https://books.google.co.id/books?id=aVVVAAAAcAAJ&pg=RA5-PA280&dq=sulthan-van-Sumbawa&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiVwLHk0snqAhWR8XMBHd5xBy4Q6AEwAXoECAIQAg#v=onepage&q=sulthan-van-Sumbawa&f=false
| title= Regeerings-Almanak voor Nederlandsch-Indië 1865
| contribution= Landsdrukkerij
| location= Batavia
| publisher= Ter Lands-Drukkerij
| year= 1865
| volume= 39
}} [[4 November]] [[1857]]</ref>
==== Sultan Adam Alamsyah ====
Sultan Adam Alamsyah telah menandatangani surat perjanjian dengan Residen Kalimantan Tenggara pada tanggal 25 Oktober 1843. Kedua persetujuan atau perjanjian yang ditandatangani Sultan Adam Alamsyah itu pada dasarnya leblh bersifat mendekatkan pertalian persahabatan antara Kesultanan Paser dan pemerintah Belanda. Oleh sebab itu, sampai disini sesungguhnya Sultan Paser masih memiliki kedaulatan untuk mengatur sendiri kerajaan.<ref name="Almanak 1848">{{cite book
| lang= nl
| pages= 95
| url= https://books.google.co.id/books?id=yVVVAAAAcAAJ&pg=RA1-PA95&dq=sulthan-adam-van-passir&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwiA7vy3ruSDAxUeUGcHHZUTACsQ6AF6BAgFEAI#v=onepage&q=sulthan-adam-van-passir&f=false
| title= Almanak en NaamRegisteer van Nederlandsch-Indië voor 1848
| first= Landsdrukkerij
| last= Landsdrukkerij
| location= Batavia
| publisher= Ter Lands-Drukkerij
| year= 1848
| volume= 21
}}</ref>
==== Sultan Sepuh II Alamsyah (Sultan Muhammad Sapuh Adil Khalifat al-Mu'minim) سلطان محمد سفوه عديل خليفة الموءمنين ====
Pada bulan Januari 1847 Sultan Adam Alamsyah wafat, akan tetapi tidak meninggalkan ahli waris lelaki, maka para pembesar Paser melalui perdebatan yang menegangkan, akhirnya sepakat menunjuk Aji Tenggara bin Aji Kimas bergelar Pangeran Nata Kesuma (Pangeran Mangku Bumi), patih Sultan sebagai pengganti. Sultan baru ini memakai gelar Sultan Sepuh II Alamsyah memerintah diperkirakan sampai tahun 1873 (Vr, Ikhtisar keadaan Politik, Op cit hlm XCII, 176. Bandingkan juga dengan Haji Aji Padang Arjan Sejarah singkat Kerajaan Sadurengas atau Kesultanan Paser, tanpa tahun, hlm 14-35*). Sampai pada masa pernerintahan Sultan Sepuh II berakhir, masih belum ada keinginan Belanda untuk menguasai Kesultanan Paser secara langsung. Setelah menderita sakit berkepanjangan Sultan Sepuh II Alamsyah akhirnya wafat.
Baris 371 ⟶ 417:
Sultan Abdurrahman Alamsyah yang memerintah sejak tahun 1874 sampai 1885. Seperti peristiwa sebelumnya, sebelum ditetapkannya sebagai Sultan, didahului oleh pertentangan di kalangan pembesar kerajaan.
Pada masa Sultan Abdurrahman Alamsyah menjadi penandatangan perjanjian dengan pihak Belanda. Isinya sangat menentukan perkembangan sejarah kesultanan Paser berikutnya.
==== Sultan Muhammad Ali Adil Khalifatul Mukminin====
Pemerintahan Sultan Abdurrahman Alamsyah kedaulatan Paser benar benar telah hilang dan kerajaan telah berada langsung di bawah pemerintahan Hindia Belanda. Sultan Muhammad Ali tidak memiliki kekuasaan apa-apa lagi terkecuali mengabdi saja kepada pemerintah Hindia Belanda, bahkan ketika julius Broers berkuasa sebagai Residen dari tahun 1894 sampai 1899 Sultan Muhammad Ali diberhentikan sebagai Sultan langsung di bawah lingkungan pemerintahan Hindia Belanda.
Baris 379 ⟶ 425:
==== Sultan Ibrahim Khaliluddin ====
Pemerintah Belanda mengeluarkan keputusan Gubernmen No. 43, tertanggal 31 Januari 1990 yang memberi kuasa Residen untuk mengaku Sultan Ibrahim Khaliluddin
Sehubungan dengan pemerintahnya Belanda mengadakan pembagian dalam dua wilayah (1) Wilayah Gubernemen yakni wilayah yang langsung diperintah oleh pejabat-pejabat Gubernemen. (2) Wilayah kerajaaan (Swapraja/Zelfbestuureride Landschappen), pemerintahan di wilayah ini diserahkan kepada raja-raja yang dituangkan dalam suatu Verklaring (keterangan/pemyataan) seperti Korte Verklaring dan Lange Contract.<ref>Dachlanaj ahranie, et al, (eds), Op cit, hlm 3</ref>
Isi Korte Verklaring umumnya menyatakan:
Baris 390 ⟶ 436:
Memories van Overgave/penyerahan (MVO) dengan Paser oleh Asisten Residen (Kontroleur) W.Van Slooten (1936) dan BJ Themas (193 8).<ref>Ibid hlm 157</ref>
Antara tahun 1936 dan 1938 telah dikeluarkan beberapa ordonansi dengan besluit GG mengenai pembentukan Gouvernementen
Khusus wilayah Residen BZO sejak 1 Juli 1938 terbagi atas lima daerah, yakni affdeeling Banjarmasin, Hulu Sungai, Kapuas, Barito, Samarinda dan Bolong.
Baris 396 ⟶ 442:
== Referensi ==
{{reflist}}
== Lihat pula ==
* [[Adji Tenggal]]
== Pranala luar ==
* https://www.youtube.com/watch?v=PACM6ydXoXk Sadurengas api cinta di tana paser
[[Kategori:Kabupaten Paser]]
|