Petulai Jurukalang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Ekandreas (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(5 revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{italic title}}
'''Jurukalang''' atau '''''Jêkalang'''''{{sfn|Basrin|2018|pp=6}} (kadang dieja '''''Jikalang'''''), adalah salah satu dari empat ''[[petulai]]'' atau subsukuklan suku Rejang.{{sfn|Hazairin|1936|pp=1}} ''Petulai'' ini didirikan oleh Biku Bembo, dengan [[Topos, Topos, Lebong|Topos]] (kala itu bernama ''Sukau Nêgrai''; Suka Negeri) sebagai permukian pertama sekaligus asal-usul anak keturunan ''petulai'' Jurukalangini. Topos pula diakui sebagai permukiman atau desa tertua di [[Tanah Rejang]].{{sfn|Basrin|2018|pp=33}}{{efn|Sebelum berdirinya Topos dan adanya petulai, masyarakat Rejang sudah memiliki adat dan struktur sosial, hidup mengelompok dan dipimpin oleh seorang ketua yang bergelar ''ajai''. Pada masa pemerintahan ''ajai'', sudah ada ''kutai''-''kutai'' (desa otonom yang berdiri sendiri), seperti ''Kutai Pakua'', ''Kutai Mawua'', dan sebagainya. Namun, Topos tetap dianggap sebagai yang tertua, setidaknya pada masa pemerintahan ''bikau''.}} Catatan tertua mengenai petulai ini termaktub dalam ''The History of Sumatra'' (1783), karya William Marsden.{{sfn|Marsden|1783|pp=178}}
 
== Konsep kewilayahan ==
Salah satu konsep mengenai wilayah yang dimiliki ''petulai'' ini adalah ''tanêak tanai'', sebutan bagi hamparan tanah yang dimiliki secara komunal, tetapi dikelola warga secara individu.<ref name="Akar Foundation"/> Konsekuensi kepemilikan individu pada ''tanêak tanai'' adalah kewajiban individu pengelola untuk menanam tanaman-tanaman keras yang bernilai ekonomi dan konservasi, seperti [[petai]] atau [[durian]]. Tanaman-tanaman tersebut kelak menjadi penanda bahwa bidang tanah tersebut telah digarap oleh seseorang atau keluarga tertentu.<ref name="Akar Foundation"/>
 
Selain itu, masyarakat ''petulai Jurukalang'' mempercayai adanya hutan larangan, yang secara lokal dikenal sebagai ''imbo piandan''. Salah satu hutan larangan petulai ini terdapat di kawasan [[Bukit Serdang]]. Hutan larangan dipercaya sebagai tempat bermukimnya roh-roh gaib dan oleh karenanya tak boleh dibuka.<ref name="Akar Foundation">{{cite web |author=Akar Foundation |title=Melirik Kearifan Lokal Suku Rejang Jurukalang dalam Tata Kelola Hutan |url=https://akar.or.id/melirik-kearifan-lokal-suku-rejang-jurukalang-da/ |access-date=12 Desember 2021}}</ref>
 
== Marga dan desa ==
Keturunan ''petulai Jurukalang'' awalnya mendiami desa-desa yang nantinya oleh Belanda diorganisasi menjadi [[marga Jurukalang]], yang terletak di Kabupaten Lebong yang sekarang. Desa-desa iniatau ''kutai-kutai'' yang dimaksud meliputi [[Topos, Topos, Lebong|Topos]], [[Teluk Dien, Rimbo Pengadang, Lebong|Teluk Dien]], [[Rimbo Pengadang, Rimbo Pengadang, Lebong|Rimbo Pengadang]], dan [[Kutai Donok, Lebong Selatan, Lebong|Kutai Donok]]. Anak cucu Jurukalang nantinya menuruskan kegiatan ''mênyusuk'' atau membuka desa-desa baru ke luar Lebong. Ada yang ke daerah Pesisir, [[Kabupaten Empat Lawang|Lintang Empat Lawang]], serta Ulu Rawas.{{sfn|Basrin|2018|pp=33-34}}
 
==
== Catatan ==
{{notes}}
Baris 17:
 
== Daftar pustaka ==
* {{cite book
|last= Basrin
|first= Erwin
|editor-last= Kusdinar
|editor-first= Pramasty Ayu
|title= Jurukalang Tanah yang Terlupakan: Menelisik Dominasi Penguasaan Tanah di Marga Jurukalang
|url= http://akar.or.id/wp-content/uploads/2018/01/Jurukalang-Tanah-yang-Terlupakan.pdf
|location= Bengkulu
|publisher= Akar Foundation
|origin-year= 2013
|year= 2018
|access-date= 9 Desember 2021
|page= 9, 100
|ISBN=
|ref= harv}}
* {{Cite book
|last= Hazairin