Bawazier: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Tugas pengguna baru Newcomer task: copyedit |
|||
(46 revisi perantara oleh 23 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{copy edit}}
'''Bawazier''' (Bawazeer, Bawazir,
== Nasab lengkap ==
Secara lengkap, Keturunan Ba-Wazir bernasab dari
[[Berkas:Tampilnasab.jpg|493x649px]]
{{Silsilah Suku Quraisy}}
{{AbbasiyahFamilyTree}}
== Gelar/Title ==
[[
== Ahlul Bait ==
== Syekh Ya’qub bin Yusuf bin Ali Al Wazir ==▼
Ahlul-Bait adalah anggota keluarga Nabi Muhammad yang dalam hadits disebutkan haram menerima zakat, seperti keluarga Ali dan Fatimah beserta putra-putra mereka (Hasan dan Husain) serta keturunan mereka. Juga keluarga [[Abbas bin Abdul-Muththalib]], serta keluarga-keluarga Ja’far dan Aqil yang bersama Ali merupakan putra-putra Abu Thalib.
Pada akhir abad ke – 5 Hijriyah atau awal abad ke 6 Yakub bin Yusuf bin Ali bin Thirad lahir di Baghdad. Ayahnya yusuf meninggal pada saat Yakub masih kecil. Oleh sebab itu Yakub dirawat dan di didik oleh kakeknya Ali bin Thirad pemimpin Bani Abasiyah dan menjadi menteri pada 2 masa khalifah yaitu Al-Mustarsyid dan Al –Muqtafi. Kakeknya sangat mengawasi masalah pendidikan dan pelajaran sehingga Ya’qub memperoleh banyak ilmu dan pengetahuan. Dan diantara para guru Ya’qub adalah Abu al- Fatuh Al-Ghozali saudara dari Hujjatul – Islam pengarang kitab Ihya’ulumuddin, Imam Sahruwirdi, Ahmad Ar-rifa’i dan lain-lain dari para pembesar ulama Ilmu dan pengetahuan. ▼
Adapun risalah lengkap sebagaimana yang tercantum dalam Shahih Muslim adalah sebagai berikut:
Kemudian Ya’qub meminta izin kakeknya untuk pergi ke daerah Bashroh, Kuffah dan Hijaz untuk menuntut ilmu setelah itu diapun kembali ke Iraq dan menetap di Baghdad baru untuk mengajar dan menyebarkan ilmu menjauhi megahnya istana dan kekuasaan. Karena beliau tidak suka dengan keadaan pemerintahan yang mengalami kerusakan akhlak, kegoncangan politik, dan semakin bertambah ketidaksukaan beliau dan semakin tertekan manakala pemerintah saat itu yaitu Al-Mustarsyid menangkap dan memenjarakan kakeknya, maka dia pun pergi ke Baghdad lama dan bersembunyi di sana. Pada saat itu kakeknya dibebaskan dan sebelum menjadi menteri pada khilafah Al-Muqtafi tahun 531 H, Ya’qub mendatangi kakeknya menasehati dan mengingatkan tentang akibat terlalu loyal dengan pemerintahan yang berakhlak buruk, menyibukkan diri dengan kelezatan dunia sehingga lalai akan tugas dan kewajibannya sebagai Kholifah tetapi kakeknya tidak memperdulikan nasehat Yakub, maka Yakub pun meninggalkan kakeknya dan membiarkannya. Ternyata apa yang diperkirakan cucunya itu benar, pada suatu waktu Al-Muqtafi berbeda pendapat dengan menteri Ali bin Thirad sehingga beliau di tangkap dan dipenjarakan. Setelah dibebaskan beliau berlindung kapada sulthan Mas’ud bin Muhammad. Oleh Sulthan Mas’ud bin Muhammad, Ali diparlakukan dengan baik, dan diperbolehkan tinggal ditempatnya sulthan sampai beliau wafat pada tahun 538 H. ▼
[[Yazid bin Hayyan]] berkata, "Aku pergi ke [[Zaid bin Arqam]] bersama [[Husain bin Sabrah]] dan [[Umar bin Muslim]]. Setelah kami duduk, Husain berkata kepada Zaid bin Arqam, 'Hai Zaid, kau telah memperoleh kebaikan yang banyak. Kau melihat Rasulullah, kau mendengar sabda dia, kau bertempur menyertai dia, dan kau telah salat dengan diimami oleh dia. Sungguh kau telah memperoleh kebaikan yang banyak. Karena itu, sampaikan kepada kami hai Zaid, apa yang kau dengar dari Rasulullah!'"
Yakub merasa sedih dan tertekan setelah kakeknya meninggal dan tidak sanggup untuk tinggal di Bagdad, ia sepakat bersama ketiga anaknya untuk meninggalkan Bagdad, anaknya Umar pergi ke daerah Bukhara yang berada di Turkistan, Abdullah pergi ke daerah Syiroz yang merupakan bagian dari daerah Persia hingga ia menikah dengan seorang wanita terpandang dari kalangan Abasiyah, di daerah Syiroz dan memperoleh anak bernama Salim, sementara Ya’qub dan anaknya yang ketiga Yusuf pergi ke daerah Khuratan, tetapi karena perasaan rindu akan negeri Iraq setelah menetap di daerah ‘ajam mereka sepakat kembali ke Iraq pada tahun 549 H. ▼
"Kata Zaid bin Arqam, 'Hai kemenakanku, demi Allah, aku ini sudah tua dan ajalku sudah semakin dekat. Aku sudah lupa sebagian dari apa yang aku dengar dari Rasulullah. Apa yang bisa aku sampaikan kepadamu terimalah dan apa yang tidak bisa aku sampaikan kepadamu janganlah kamu memaksaku untuk menyampaikannya.'"
"Kemudian Zaid bin Arqam mengatakan, 'Pada suatu hari Rasulullah berdiri dengan berpidato di suatu tempat air yang disebut Khumm antara Mekkah dan Madinah. Ia memuji Allah, kemudian menyampaikan nasihat dan peringatan, lalu dia bersabda, Ketahuilah saudara-saudara bahwa aku adalah manusia seperti kalian. Sebentar lagi utusan Tuhanku (malaikat pencabut nyawa) akan datang lalu dia diperkenankan. Aku akan meninggalkan untuk kalian dua hal yang berat, yaitu: 1) Al-Qur'an yang berisi petunjuk dan cahaya, karena itu laksanakanlah isi Al-Qur'an dan pegangilah. (Dia mendorong dan mengimbau pengamalan Al-Qur'an). 2) Keluargaku. Aku ingatkan kalian agar berpedoman dengan hukum Allah dalam memperlakukan keluargaku (tiga kali)".
Husain bertanya kepada Zaid bin Arqam, "Hai Zaid, siapa Ahlul Bait (keluarga) Rasulullah itu? Bukankah istri-istri dia Ahlul Baitnya?"
Kata Zaid bin Arqam, "Istri-istri dia adalah Ahlul Baitnya, tetapi Ahlul Bait dia adalah orang yang diharamkan menerima zakat sampai sepeninggal dia."
Kata Husain, "Siapa mereka itu?"
Kata Zaid bin Arqam, "Mereka adalah keluarga "Ali", keluarga "Aqil", keluarga "Ja'far" dan keluarga [[Abbas bin Abdul-Muththalib|Abbas]] ."
Kata Husain, "Apakah mereka semua diharamkan menerima zakat?"
Jawab Zaid, "Ya."<ref name="Ahlulbait">AL-ALBANI, M. Nashiruddin; Ringkasan Shahih Muslim. Jakarta: Gema Insani Press, 2005. ISBN 979-561-967-5. Hadist no. 1657</ref>.
Tetapi mereka tidak tahan menetap di Baghdad dan menyadari tidak cocok menetap disana dikarenakan keadaan politik dan keamanan yang tidak stabil serta keadaan aparatur penegak hukum yang buruk. Banyak terjadi fitnah sehingga semakin kuat tekad Yakub untuk hijrah dari Baghdad. Sebagian pendapat mengatakan sebagian sahabat Ya’qub memberi saran untuk hijrah ke daerah Yaman. Diantara sahabatnya adalah [[Syekh Abdul Qadir Jaelani|Al-Allamah Syaikh Abdulqodir Al-Jailani]] salah seorang pemuka Tasawuf dimasa itu. Ia berkata kepada mereka : “Sesungguhnya negeri Yaman tempat yang lebih baik untuk agama, lebih jauh dari fitnah, lebih mudah mencari penghidupan.<ref name="AlImam">Al Asas fi Ansab Bani Abbas oleh Syekh Husni Bin Ahmad Bin Ali Al Abbasi Al Hasyimi▼
▲Pada akhir abad ke – 5 Hijriyah atau awal abad ke 6 Yakub bin Yusuf bin [[Ali
Oleh karena itu keluarga ini disebut keluarga menteri. Karena leluhur keluarga ini Ali bin Thirad menjadi menteri bagi 2 khalifah yaitu Al-Mustarsyid dan Al-Muqtafi, berkata Hamdani : Tidak ada menteri dari kalangan Bani Abasiyah selain dia. Berkata Ibnu Katsir : Tidak dikenal seorangpun dari kalangan Abasiyah yang menjadi / mencari selain dia (Ali bin Thirod). Berkata Adz – Dahabi : Ali bin Thirad kuat hapalannya, berakhlak mulya, sahabat yang setia, dalam pemahamannya, pandangannya jauh kedepan, mempunyai visi dan misi oleh karena itu dikenal keluarga ini dengan keluarga Al-Wazir seperti yang pernah dijelaskan. ▼
▲Kemudian Ya’qub meminta izin kakeknya untuk pergi ke daerah Bashroh, Kuffah dan Hijaz untuk menuntut ilmu setelah itu diapun kembali ke Iraq dan menetap di Baghdad baru untuk mengajar dan menyebarkan ilmu menjauhi megahnya istana dan kekuasaan. Karena
▲Yakub merasa sedih dan tertekan setelah kakeknya meninggal dan tidak sanggup untuk tinggal di Bagdad, ia sepakat bersama ketiga anaknya untuk meninggalkan Bagdad, anaknya Umar pergi ke daerah Bukhara yang berada di Turkistan, Abdullah pergi ke daerah Syiroz yang merupakan bagian dari daerah Persia hingga ia menikah dengan seorang wanita terpandang dari kalangan Abasiyah, di daerah Syiroz dan memperoleh anak bernama Salim, sementara Ya’qub dan anaknya yang ketiga Yusuf pergi ke daerah Khuratan, tetapi karena perasaan rindu akan negeri Iraq setelah menetap di daerah ‘ajam mereka sepakat kembali ke Iraq pada tahun 549 H.
▲Tetapi mereka tidak tahan menetap di Baghdad dan menyadari tidak cocok menetap disana dikarenakan keadaan politik dan keamanan yang tidak stabil serta keadaan aparatur penegak hukum yang buruk. Banyak terjadi fitnah sehingga semakin kuat tekad Yakub untuk hijrah dari Baghdad. Sebagian pendapat mengatakan sebagian sahabat Ya’qub memberi saran untuk hijrah ke daerah Yaman.
▲Oleh karena itu keluarga ini disebut keluarga menteri. Karena leluhur keluarga ini Ali bin Thirad menjadi menteri bagi 2 khalifah yaitu Al-Mustarsyid dan Al-Muqtafi, berkata Hamdani
Keluarga Al-Wazir hijrah dari Baghdad secara sembunyi – sembunyi yaitu dengan cara menyamar, mereka bermaksud menuju hijaz untuk melaksanakan haji, ketika selesai melaksanakan ibadah haji dan ziarah ke Madinah Munawaroh mereka melanjutkan perjalanan dari Jeddah menggunakan perahu layar mengarungi samudra Hindia dan Laut Arab. Pada saat perahu telah sampai ke pantai Hadromaut, maka Ya’qub dan ketiga anaknya memutuskan untuk tinggal dan menetap di daerah Mukalla (sekarang menjadi bagian dari distrik Hadromaut Republik Yaman disamping Katsib Abyad, pada saat itu daerah tersebut masih merupakan kampung kecil, tidak ditemukan selain pondok kayu para nelayan di daerah itu.
Ketika Yakub merasa ajal sudah semakin dekat, diapun mengumpulkan ketiga anaknya dan cucunya Salim dia berbicara banyak dan berwasiat agar berpegang teguh pada taqwa dan zuhud, bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu dan menyebarkannya, sabar dalam menghadapi kesulitan-kesulitan kehidupan serta tetap istiqomah. Ia juga meperingatkan dari sifat – sifat malas, sombong, ujub dan mencari ketenaran. Ia wafat pada tahun 553 H dan dimakamkan di daerah Katrib, yang terkenal sekarang di daerah Ashimah dengan Turbah Ya’kub, kuburannya terkenal dengan tempat ziarah sampai sekarang, dan kuburannya memiliki kubbah yang tinggi.
Mukalla pada saat itu bukan tempat yang layak huni bagi keluarga Al-Wazir, merekapun berpindah dari Mukalla ke daerah Syihr. Syihr merupakan tempat yang luas dan layak untuk ditempati juga sebuah kota di daerah pantai. Mereka pun tinggal dan menetap disana sambil mengajar dan menyebarkan ilmu serta memberi manfaat bagi manusia, sehingga penduduk daerah tersebut berdatangan untuk belajar dan memuliakan keluarga Al-Wazir, pada saat mereka tahu akan kemuliaan akhlak dan bagusnya jalan hidup mereka.
Baris 31 ⟶ 52:
== Syeikh Al faqih: Sayyid Muhammad Bin Salim ==
Al Allamah Abdullah bin Ya’qub pada saat berada di daerah Syiroz menikahi wanita terpandang dari salah seorang anak pamannya dari kalangan bani Abasiyah dan dikaruniai seorang putra bernama Salim bin Abdullah yang ditakdirkan dilahirkan di daerah Syiroz (pinggiran) daerah Baghdad. Ia menghabiskan masa mudanya dan sebagian hidupnya tidak di daerah Iraq dan tidak pula di daerah Persia tetapi di daerah Hadromaut tanah air kaum ‘Ad dan negara Hamir serta Kandah.<ref name="Sayyid">
Salim bin Abdullah menyelesaikan pendidikannya di daerah Syihr di bawah arahan orang tuannya, atas saran ayahnya Salim berpindah dari satu negeri pegunungan ke negeri pegunungan yang lain untuk mengajarkan ilmu dan melakukan rekonsilisasi damai
Muhammad (penguasa / wali) merupakan salah satunya ahli waris di Hadromaut dari keluarga Al Wazir (Menteri) yang hijrah dari Iraq dan merupakan Bani Abasyiah pertama yang dilahirkan pertama di Hadromaut. Dua saudara kakeknya yaitu Yusuf dan Umar telah meninggal dan tidak mempunyai keturunan. Kakeknya Abdullah telah meninggal di daerah Syihr dan mempunyai seorang anak yaitu Salim dan dimakamkan di daerah Juwaib sebelah barat Huroh. Ia merupakan salah satu pemuka Ulama Tasawuf pada abad ke 7 hijriah.
Hasil penelitian salah satu tulisan tangan kuno milik salah seorang Syaikh di Huroh, Bahwa
Adapun orang-orang yang belajar kepada Syaikh Sayyid Muhammad bin Salim sangat banyak,
== Sayyid Abdurrahim bin Umar bin Muhammad bin Salim ==
Syaikh Sayyid Abdurrahim bin Umar ('''Pendiri Kota Ghil Bawazir''') datang ke daerah Sahil pada tahun 706 H untuk mencari daerah yang layak dijadikan tempat tinggal, kemudian diikuti oleh orang sesudah
Setelah berlalu 40 tahun sejak Syaikh Sayyid Abdurrahim bin Umar meletakkan batu pertama kota ini, banyak ahli ibadah yang datang ketika menjelang malam. Pengajar yang aktif mengajar ketika siang. Urusan agama di masjid tidak terlalu berlebihan sehingga merusak tatanan kehidupan dunia. Sebaliknya tatanan kehidupan dunia tidak terlalu berlebihan sehingga merusak urusan agama, antara kehidupan agama dan kehidupan dunia seimbang. Di setiap waktunya
Demikianlah peran serta Syaikh Sayyid Abdurrohim bin Umar bagi lingkungan sekitarnya baik dibidang agama khususnya pendidikan ataupun ekonomi sosial. Ia menghabiskan sisa umurnya untuk beribadah sampai akhir hidupnya. Ia meninggal pada pertengahan bulan Sya’ban tahun 747 H dan dimakamkan di samping masjid dekat dinding sebelah timur (sekarang terletak di dalam
== Sayyid Datuk Abdurahim Bauzir
Makam kuno Sayyid Datuk Abdurahim Bauzir di Kelurahan Lateng, Banyuwangi, Jawa Timur. merupakan tempat yang paling banyak dituju oleh sebagian umat muslim Banyuwangi, Jawa Timur dan Bali. Ia adalah Wali Besar yang berperan dalam penyebaran Islam di kota Banyuwangi dan sekitarnya serta penyebaran ajaran Islam di Loloan, Jembrana, Bali.
Sayyid Datuk Abdurahim Bauzir adalah ulama dari Arab. Pertama ia menginjakkan kaki di bumi Nusantara tahun 1770-an. Partama datang, ia memilih Blambangan sebagai daerah transit. Kemudian ia melanjutkan siarnya ke arah timur, hingga di perkampungan Melayu, Loloan.
Di tempat ini, Datuk Abdurahim menikahi seorang gadis setempat, Zaenab, dan memiliki putra.
Putra pertama Datuk Abdurahim, Syekh Sayyid Bakar Bauzir, meninggal di Loloan dan dimakamkan di sana. Beberapa tahun kemudian, istrinya, Zaenab, menyusul berpulang. Sejak itu, Datuk memilih kembali ke Banyuwangi, bertempat tinggal di perkampungan Arab di Lateng.
Di Banyuwangi, Datuk meneruskan menyebarkan Islam, mengajak putra keduanya, Datuk Ahmad, dan seorang sahabat karibnya, Syekh Hasan. Penyebaran agama Islam dilakukannya hingga tutup usia tahun 1876. Datuk wafat pada umur 86 tahunan. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman umum warga Arab di Lateng. Sebagian umat muslim menyakralkan makam ini sampai sekarang. Banyak karomah yang dimiliki oleh Sayyid Datuk Abdurahim Bauzir
Di Banyuwangi ada dua makam kuno lagi yang disakralkan. Dua makam anak kedua Datuk dan sahabat karibnya itu berdampingan. Peziarah biasanya membludak ketika malam Jumat. Puncaknya pada perayaan kelahiran Datuk tiap minggu ketiga bulan Rajab. Peziarah yang juga datang dari luar kota Banyuwangi, seperti Lampung, Jakarta, dan Bali.
Di areal makam, Datuk meninggalkan sumur kuno. Sumur ini diyakini memiliki mukzijat yang mampu menyembuhkan penyakit dan mendatangkan berkah. Para pejiarah biasanya membawa air suci ini untuk dibawa pulang. Di dekat makam juga dibangun musala kecil. Di sekitar makam terdapat beberapa makam lain dari keturunan Datuk.
== Lihat pula ==
Baris 73 ⟶ 94:
* [[Bani Hasyim]]
* [[Ibrahim Al Imam]]
* [[Ali ibn Tirad al-Zaynabi|Ali Bin Tirad]]
* [[Marga Arab Hadramaut]]
{{reflist}}
==
* [http://www.kutaikartanegara.com/news.php?id=616 Kutaikartanegara News: Sultan Kamal Bawazier Investasi $US 250 juta untuk Bandara, Mall Hotel dan Golf]
* [http://www.bawazir.com Web Site of the BAWAZIR Abbasid Hashimite Family]
* [http://www.alwazir.net Web Site Bawazir-Al Wazir Family]{{Pranala mati|date=Februari 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
* [http://ratib-bawazir.blogspot.com Ratib-Bawazir]
* [https://archive.today/20121129183902/http://ahlulbaitbawazir.blogspot.
{{DEFAULTSORT:Bawazier}}
[[Kategori:Marga Arab]]
[[Kategori:Marga Bani
[[Kategori:Alawiyyin]]
|