Hoegeng Iman Santoso: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Mengembalikan suntingan oleh 140.213.230.222 (bicara) ke revisi terakhir oleh Dimas Laksani
Tag: Pengembalian
Syadhamskii (bicara | kontrib)
~Fix
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android App section source
 
(21 revisi perantara oleh 12 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{tambah referensi}}
{{Infobox Officeholder
| honorific-prefix =
| name = Hoegeng Iman Santoso
| image = Police chief HoegengHugeng Iman Santoso, Sekilas Lintas Kepolisian ColorizedRepublik byIndonesia, Colorbykevinp20.jpg
| imagesize = 200px
| caption =
| order = ke-5
| office = Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
| president = [[Soeharto]]
| term_start = 9 Mei 1968
| term_end = 2 Oktober 1971
| predecessor = [[Soetjipto Joedodihardjo]]
| successor = [[M. Hasan]]
| office2 = Sekretaris Kabinet Indonesia
| order2 = ke-23
| president2 = [[Soekarno]]
| term_start2 = 27 Maret 1966
| term_end2 = 25 Juli 1966
| predecessor2 = [[Djamin Ginting]]
| successor2 = [[Sudharmono]]
| office3 = Direktorat Jenderal Imigrasi Indonesia{{!}}Direktur Jenderal Imigrasi
| order3 = ke-4
| president3 = [[Soekarno]]
| term_start3 = 19 Januari 1961
| term_end3 = 22 Juni 1965
| predecessor3 = [[Notohatyanto]]
| successor3 = Widikdo Soedikman
| birth_date = {{birth date|1921|10|14}}
| birth_place = {{flagicon|Hindia Belanda}} = [[Pekalongan]], [[Jawa Tengah]], [[Hindia Belanda]]
| death_date = {{death date and age|2004|7|14|1921|10|14}}
| death_place = {{flagicon|Indonesia}} = [[Jakarta]], [[Indonesia]]
| party =
| spouse = Meriyati "Merry" Roeslani
| children = 3
|relation relatives = [[Rudy{{hlist|Roos Wowor]]Mini Agoes Salim (menantukeponakan)<br>|[[Kasino Hadiwibowo(pelawak)|Kasino]] (Keponakankeponakan)}}
| residence =
| alma_mater =
| occupation =
| allegiance = {{unbulleted list|{{flag|Kekaisaran Jepang}} (1944–1945)|{{flag|Indonesia}} (1945–1971)}}
|religion = [[Islam]]
| branch = [[Berkas:Insignia of the Indonesian National Police.svg|25px]] [[Kepolisian Republik Indonesia]]
|allegiance = {{unbulleted list|{{flag|Kekaisaran Jepang}} (1944–1945)|{{flag|Indonesia}} (1945–1971)}}
| unit =
|branch = [[Berkas:Insignia of the Indonesian National Police.svg|25px]] [[Kepolisian Republik Indonesia]]
| rank = [[Berkas:PDU JEN.png|25px]] [[Jenderal Polisi]]
|unit =
| serviceyears = 1944—1971
|rank = [[Berkas:PDU JEN.png|25px]] [[Jenderal Polisi]]
|serviceyears = 1944—1971
}}
 
[[Jenderal Polisi]] ([[Purnawirawan|Purn.]]) [[Doktorandus|Drs.]] '''Hoegeng Iman Santoso'''<ref>{{Cite web|title=Pejabat Kapolri dari Masa ke Masa|url=https://polri.go.id/sejarah-kapolri|website=Website Resmi Polri|access-date=25 September 2021}}</ref><ref>{{Cite web|title=Detail biodata Pejabat Menteri - Jenderal (Purn.) Dr. Hoegeng Imam Santoso|url=https://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/cabinet_personnel/popup_profil_pejabat.php?id=231&presiden_id=&presiden=|website=Kepustakaan Presiden Republik Indonesia|access-date=14 Oktober 2022}}</ref><ref>{{Cite book|last=Muradi|date=2014|url=https://www.worldcat.org/oclc/881367626|title=Politics and Governance in Indonesia : the Police in the Era of Reformasi.|publisher=Taylor & Francis|isbn=1-306-86105-5|pages=185|oclc=881367626|url-status=live}}</ref><ref>{{Cite book|last=van Dijk|first=C. (Kees)|date=2021|url=https://www.worldcat.org/oclc/1276859752|title=A Country in Despair Indonesia Between 1997 And 2000.|location=Boston|publisher=Brill|isbn=978-90-04-43487-5|pages=197|oclc=1276859752|url-status=live}}</ref> ({{lahirmati|[[Pekalongan]], [[Jawa Tengah]]|14|10|1921|[[Jakarta]]|14|7|2004}}) adalah satu tokoh [[kepolisian]] [[Indonesia]] yang pernah menjabat sebagai [[Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia]] ke-5dari tahun 1968 hingga 1971. Hoegeng terkenalsecara historis dikenal sebagai pejabat polisi yang paling berani dan [[jujur]] di Indonesianegara oleh [[media]] dan [[masyarakat]]. Hoegeng hidupini, pada era di manasaat banyakmayoritas pejabat pemerintah yang [[korupsi|korup]]. [[AbdurrahmanBeliau Wahid|Gusterkenal Dur]],karena mantantindakan [[presidendan Indonesia]]upayanya pernahyang memujiterus kejujuranmenerus Hoegeng,dalam beliaumemberantas mengatakankorupsi bahwadan ''“hanyapermainan adakekuasaan 3dalam polisikepolisian jujurIndonesia diserta negaramendorong ini:peradilan polisipidana tidur, patung polisi, danyang Hoegeng”''setara. Hoegeng adalahmerupakan salah satu orangKepala tersingkatKepolisian yangRepublik mengepalaiIndonesia badandengan kepolisianmasa nasional Indonesia dari tahunjabatan 1968–1971terpendek.
Hoegeng juga merupakan salah satu penandatangan [[Petisi 50]]. Namanya kini diabadikan sebagai nama [[Rumah Sakit Bhayangkara]] di [[Mamuju]], [[Sulawesi Barat]] dengan nama Rumah Sakit Bhayangkara Hoegeng Iman Santoso dan namanya juga diabadikan sebagai nama stadion sepak bola di [[Kota Pekalongan]] dengan nama [[Stadion Jenderal Hoegeng]].<!--Hoegeng dikenal sebagai pribadi yang sangat sederhana dan luar biasa jujur, namun demikian oleh sebagian kalangan ia dianggap seorang yang tidak memiliki prestasi yang signifikan dalam memimpin kepolisian karena tiada keberanian untuk bertindak tegas ke dalam internal kepolisian, sehingga pada masa jabatannya sebagai Kapolri terjadi dua kasus akbar yang melahirkan rekayasa berujung pada peradilan sesat guna melindungi para anak pejabat yang terlibat kejahatan.
Yang pertama yaitu peristiwa pemerkosaan seorang penjual telur ;Sum Kuning, pada tanggal 18 September 1970, oleh anak-anak pejabat di [[Yogyakarta]], namun kemudian direkayasa oleh penyidik polisi seolah-olah laporan palsu sehingga Sum Kuninglah yang kemudian dituntut hukuman oleh jaksa, lalu kemudian direkayasa sekali lagi dengan memunculkan seorang tukang bakso yang dipaksa untuk mengaku sebagai pelakunya. Disinyalir kuat bahwa pelaku utama pemerkosaan tersebut adalah KPH Anglingkusumo (yang di kemudian hari pada tahun 2012 mengangkat dirinya sendiri sebagai "KGPAA Paku Alam IX tandingan" sebagai rival KGPAA Paku Alam yang asli.).
Kemudian peristiwa kedua adalah ditembak matinya Rene Louis Conrad ; seorang mahasiswa Institut Teknologi Bandung oleh para taruna AKABRI Kepolisian pada 6 Oktober 1970 seusai pertandingan olahraga antara ITB dengan AKABRI Kepolisian ; namun kemudian guna melindungi para taruna AKABRI Kepolisian tersebut yang notabene merupakan putera-putera pejabat (diantaranya terdapat nama taruna Nugroho Djajusman yang di kemudian hari berhasil menjadi jenderal polisi dan dikenal sangat dekat dengan tokoh-tokoh Front Pembela Islam / FPI) maka dibuat rekayasa ; dikorbankan seorang bintara Brimob (Djani Maman Surjaman) yang justru sedang bertugas jaga di lapangan dan berusaha melerai pertikaian namun malah dituduh seolah-olah melakukan penembakan itu (pada persidangan Djani Maman Surjaman, ia dibela oleh advokat Adnan Buyung Nasution yang mengemukakan sama sekali tiada ada bukti apapun bahwa ia bersalah, orang tua almarhum Rene Louis Conrad dan seluruh civitas academica ITB juga sebulatnya yakin bahwa bukan ia yang melakukan penembakan, namun karena hal tersebut merupakan rekayasa yang berpusat pada tokoh-tokoh penting di kepolisian, Djani Maman Surjaman divonis penjara 5 tahun 8 bulan.). Pada pengusutan peristiwa penembakan Rene Louis Conrad itu,tidak ada pengujian balistik yang berusaha menguji kebenaran materil tentang dari senjata mana asal proyektil yang menewaskan itu, padahal para taruna AKABRI Kepolisian itu terbukti membawa senjata api ketika peristiwa terjadi. Setelah ditembak mati, jenazah Rene Louis Conrad dibawa pergi oleh para taruna AKABRI Kepolisian dan kemudian diletakkan dengan begitu saja dalam sebuah ruangan di kantor polisi di Jalan Merdeka, Bandung. Kedua peristiwa ini merupakan catatan hitam rekayasa kasus ketika Hoegeng menjadi Kapolri.-->
 
== Biografi ==
Baris 70 ⟶ 64:
Suatu hari setelah [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|proklamasi]], Soeprapto, teman ayah Hoegeng, mengumpulkan anggota polisi, termasuk Hoegeng dan atasannya Soekarno Djojonegoro, dan memberi tahu mereka tentang kemerdekaan Indonesia dan akan ada pemindahan kekuasaan. Pada bulan Oktober, Hoegeng dirawat di sebuah rumah sakit (sekarang [[Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Kariadi]]) di Semarang setelah menderita gegar otak selama bertugas menjaga tahanan Jepang. Saat itu, [[Pertempuran Lima Hari]] antara pejuang Indonesia dan tawanan Jepang terjadi. Pagi hari sebelum rumah sakit diserbu oleh Jepang, Hoegeng kabur karena tidak suka dengan suasana rumah sakit dan kabur dari tempat dia dirawat. Setelah pertempuran mulai berhenti, Hoegeng disarankan oleh dokter untuk beristirahat. Ia lalu pamit dan beristirahat di Pekalongan.{{sfn|Santoso|Sutrisno|Sirait|Hasibuan|2014|pp=20-23}}
 
Selama di Pekalongan, Hoegeng dikunjungi Komodor [[Mohammad Nazir|M. Nazir]] yang kemudian menjadi [[Kepala Staf Angkatan Laut]] pertama. Nazir tertarik pada Hoegeng karena dia ingin membentuk polisi militer angkatan laut dan menawarkan yang terakhir untuk menjadi bagian dari angkatan laut. Hoegeng kemudian menerima tawaran itu terutama karena dia ingin tantangan karena kepolisian sudah mapan. Sebagai perwira militer berpangkat Mayor, ia diberi hak untuk tinggal di Hotel Merdeka, Yogyakarta, dan dibayar Rp 400 per bulan. Di bawah pimpinan Letnan Kolonel Darwis, Komandan Pangkalan TNI Angkatan Laut di Tegal, tugas pertamanya adalah merumuskan landasan dasar kepolisian militer yang pada mulanya bernama satuan Penyelidik Militer Laut Chusus (PMLC). Selama tinggal di hotel, Hoegeng dibujuk oleh [[Soekanto Tjokrodiatmodjo]], kepala kepolisian, untuk kembali menjadi polisi. Di Yogyakarta, Hoegeng memiliki aktivitas lain sebagai pemeran utama sandiwara radio ''Saija dan Adinda'' yang disiarkan oleh radio Angkatan Laoet, Darat, dan Oedara (ALDO) dan [[RadioRRI Republik Indonesia|RRIYogyakarta]] Yogya. Ia kemudian menikah dengan lawan mainnya dalam lakon, Merry, pada 31 Oktober 1946 di Jetis, Yogyakarta. Setelah mereka menikah, Hoegeng mengundurkan diri sebagai perwira angkatan laut untuk mengejar impian masa kecilnya menjadi seorang perwira polisi.{{sfn|Santoso|Sutrisno|Sirait|Hasibuan|2014|pp=23-26}}
 
===Kemerdekaan Indonesia dan pendudukan Belanda===
Baris 76 ⟶ 70:
[[Raden Soemarto|Soemarto]] yang saat itu menjabat [[Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia|Wakil Kepala Djawatan Kepolisian Negara]] dan diminta menjadi bawahannya. Hoegeng diterima tetapi ingin mengunjungi Yogyakarta. Dia dibantu oleh Soemarto dan meninggalkan istrinya dan pergi sendiri pada bulan September. Di Yogyakarta, Hoegeng melaporkan tugasnya kepada Soekanto dan meminta izin sebagai bawahan Soemarto di Jakarta; Soekanto memberikan izin. Pada bulan November, Hoegeng bekerja sebagai asisten Soemarto dan diberi tugas untuk mengamati tahanan politik Indonesia dan membantu mereka jika memungkinkan. Di Jakarta, ia berkorespondensi dengan [[Sudirman]], [[Hamengkubuwono IX]], [[Oerip Soemohardjo]], [[Suryadi Suryadarma]], dan M. Nazir.{{sfn|Santoso|Sutrisno|Sirait|Hasibuan|2014|pp=26-30}}
 
Ia pernah menjadi Kepala Dinas Pengawasan Keamanan Negara (DPKN) di [[Surabaya]], [[Jawa Timur]] pada tahun 1952. Ia menjadi kepala [[Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia|Badan Reserse Kriminal]] (Bareskrim) di [[Medan]], [[SumatraSumatera Utara]] pada tahun 1956. Pada tahun 1959, ia mengikuti sekolah pelatihan [[Korps Brigade Mobil|Mobile Brigade]] (Mobrig) dan menjadi staf direktorat II di Markas Besar Polri pada tahun 1960, ia menjadi Kepala Djawatan Imigrasi pada tahun 1960, menjadi Menteri Iuran Negara pada tahun 1965, dan menjadi [[Sekretaris Kabinet Indonesia|Menteri Sekretaris Kabinet Inti]] pada tahun 1966. Setelah Hoegeng mengundurkan diri sebagai kepala polisi, ia tampil di [[TVRI (saluran televisi)|TVRI]] bermain gitar Hawaii bersama dengan band "The Hawaiian Seniors", dan menjadi pembawa acara musik The Hawaiian Seniors (aslinya ''Irama Lautan Teduh'') dari tahun 1968 sampai 1979. Kadang ia tampil bersama istrinya, Merry Hoegeng dan putrinya, Reny Hoegeng atau Aditya Hoegeng.<ref>{{harvnb|Santoso|Sutrisno|Sirait|Hasibuan|2009|p=3}}</ref>
 
=== Karier ===
Sewaktu pendudukan [[Jepang]], ia mengikuti latihan kemiliteran Nippon (1942) dan Koto Keisatsu Ka I-Kai (1943). Setelah itu ia diangkat menjadi Wakil Kepala Polisi Seksi II Jomblang Semarang (1944), Kepala Polisi Jomblang (1945), dan Komandan Polisi Tentara Laut [[Jawa Tengah]] (1945-1946). Kemudian mengikuti pendidikan Polisi Akademi dan bekerja di bagian Purel, Jawatan Kepolisian Negara.
 
Tahun 1950, Hoegeng mengikuti Kursus Orientasi di Provost Marshal General School pada Military Police School Port Gordon, Georgia, [[Amerika Serikat]]. Dari situ, dia menjabat Kepala DPKN Kantor Polisi Jawa Timur di Surabaya (1952). Lalu menjadi Kepala Bagian Reserse Kriminil Kantor Polisi SumatraSumatera Utara (1956) di [[Medan]]. Tahun 1959, mengikuti pendidikan Pendidikan [[Brimob]] dan menjadi seorang Staf Direktorat II Mabes Kepolisian Negara (1960), Kepala Jawatan Imigrasi (1960), Menteri luran Negara (1965), dan menjadi Menteri Sekretaris Kabinet Inti tahun 1966. Setelah Hoegeng pindah ke markas Kepolisian Negara kariernya terus menanjak. Dari situ, dia menjabat Deputi Operasi Pangak (1966), dan Deputi Men/Pangak Urusan Operasi juga masih dalam 1966.
 
==== Kepala Kepolisian Republik Indonesia ====
Baris 94 ⟶ 88:
 
== Meninggal dunia ==
Hoegeng wafat di Jakarta pada tanggal 14 Juli 2004<ref>{{Cite book|last=Hendrowinoto|first=Nurinwa Ki S.|last2=Penulis|first2=Tim|date=2007|title=Ensiklopedi Kapolri: Jenderal Polisi Drs. Hoegeng Iman Santoso|location=Jakarta|publisher=Panitia Penulisan Ensiklopedi Kapolri|isbn=978-979-16296-0-7|editor-last=Bahasa|editor-first=Tim Penyunting|pages=31-32|url-status=live}}</ref> dalam usia 82 tahun dan dimakamkan di Taman Pemakaman Bukan Umum (TPBU) Giri Tama, Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
 
== Penghargaan ==