Keyakinan dalam Buddhisme: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
→Mahāyāna: +{{Mahayana}} |
||
(41 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{short description|unsur penting dari ajaran Buddha}}
{{
[[Berkas:Buddhist Altar in Indonesia.jpg|jmpl|Altar di Pusdiklat Buddhis Sikkhādama Santibhūmi, [[Tangerang]], [[Jawa Barat]], [[Indonesia]]. [[Rupang Buddha]] sebagai simbol [[Buddha]], [[Dharmacakra]] di belakang kepala Buddha sebagai simbol [[Dhamma]], dan dua murid teladan-Nya ([[Sariputta]] dan [[Moggallana]]) di kedua sisi sebagai simbol [[Sangha|Saṅgha]].|300x300px]]
{{Buddhist term|title=''
|pi=saddhā
|sa=śraddhā
Baris 19:
|th=[[:th:ศรัทธา|ศรัทธา]]
|th-Latn=satthaa
|en=faith, confidence|id=keyakinan, iman}}
{{Buddhisme|dhamma}}{{Cetasika|indah}}
Dalam [[Buddhisme]], '''keyakinan
<li> '''Keyakinan terhadap Buddha''', yaitu meyakini para Buddha masa lalu, Buddha masa kini ([[Siddhattha Gotama]]), dan kedatangan [[bodhisatwa]] masa depan; juga pencapaian [[Kebuddhaan]]-Nya di [[Nibbāna|Nirwana]].</li>
<li>'''
<li>
</ol>Pada jenis klasifikasi di atas,
▲<li>'''Iman kepada Dhamma''', yaitu meyakini ajaran yang disampaikan oleh Buddha.</li>
<li>'''Iman kepada Saṅgha''', yaitu meyakini komunitas para pengikut yang dianggap maju secara spiritual atau komunitas rahib yang berupaya mencapai [[Kecerahan (Buddhisme)|kecerahan]].</li>▼
▲</ol>Pada jenis klasifikasi di atas, iman kepada [[Hukum Karma|hukum karma]] merupakan bagian dari iman kepada Dhamma. Akan tetapi, beberapa bagian [[Tripitaka|kitab suci]] juga secara spesifik merincikan iman kepada kepemilikan karma (''kammassakatā-saddhā''), yaitu meyakini bahwa semua makhluk bertanggung jawab atas perbuatan dan akibatnya masing-masing, sebagai dua poin tambahan:
<ol start=4>
<li> '''
<li >'''
* '''Karakteristik''' (''lakkhaṇa''): meyakini (''saddahana'') atau memercayai (''okappana'') objeknya.
* '''Fungsi''' (''rasa''): untuk menjernihkan (''pasādana'') hati dari kotoran-kotoran batin atau untuk melompati (''pakkhandana'') hal-hal sulit.
* '''Manifestasi''' (''paccupaṭṭhāna''): bebas dari kotoran (''akālussiya''), atau keputusan/ketetapan hati (''adhimutti'').
* '''Sebab-terdekat''' (''padaṭṭhāna''): objek yang pantas untuk memunculkan keyakinan (''saddheyyavatthu''), yaitu Triratna, atau faktor-faktor [[Empat tingkat kesucian|Pengarungan Arus]] (''sotāpattiyaṅga'').
Keyakinan adalah [[Cetasika|faktor mental]] yang memercayai (''saddahati'') objek. Faktor-mental keyakinan dalam Buddhisme bukanlah kepercayaan yang sepenuhnya memerlukan kepatuhan buta (''amūlika-saddhā'') dengan mengesampingkan fakta, investigasi, dan kebijaksanaan. Seseorang juga tidak akan bisa menyakiti makhluk lain atas dasar keyakinannya.<ref name=":0" />
Secara tradisional, pernyataan iman ditunjukkan dengan pengambilan perlindungan kepada [[Tiga Permata]] dalam syair "Tiga Perlindungan" (Tisarana):<ref>{{Cite web|title=SuttaCentral: Saraṇattaya|url=https://suttacentral.net/kp1/|website=SuttaCentral|language=en|access-date=2024-05-22}}</ref><ref>{{Cite web|title=The Threefold Refuge: tisarana|url=https://www.accesstoinsight.org/ptf/tisarana.html|website=www.accesstoinsight.org|access-date=2024-05-22}}</ref><ref>{{Cite web|title=Refuge in the Buddha|url=https://www.accesstoinsight.org/lib/authors/bodhi/bps-essay_21.html|website=www.accesstoinsight.org|access-date=2024-05-22}}</ref>▼
[[Tradisi Abhidhamma]] Theravāda juga menguraikan ''saddhā'' menjadi dua jenis:<ref name=":0" />
# '''Keyakinan awal''' (''amūlika-saddhā''), yaitu keyakinan tanpa dasar pengalaman secara langsung.
# '''Keyakinan kukuh''' atau '''sempurna''' (''aveccapasāda''), yaitu keyakinan yang didasarkan pada pengalaman secara langsung.
Konsep ''saddhā'' erat kaitannya dengan konsep "menjaga atau melestarikan kebenaran" (''saccānurakkhaṇa'') dan "mengalami kebenaran" (''saccānubodha''). Penjagaan atau pelestarian kebenaran dilakukan dengan tidak menyimpulkan "hanya ini saja yang benar, yang lainnya salah," sebelum mengalami kebenaran secara langsung.<ref name=":0" />
Secara tradisional, pernyataan keyakinan ditunjukkan dengan pengambilan perlindungan kepada [[Tiga Permata|Triratna]] dalam syair "Tiga Perlindungan" (Tisaraṇa):
{{Verse translation|Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi,
Baris 43 ⟶ 54:
Aku berlindung kepada Saṅgha|attr1=Khuddakapāṭha 1, Khuddaka Nikāya}}
Seorang umat awam yang berlindung kepada
Sementara itu, [[Buddhisme
Pada masa berikutnya dalam sejarah
Dengan demikian, peran keyakinan terus meningkat sepanjang sejarah
== Peran dalam ajaran Buddha ==
Keyakinan diartikan sebagai kepercayaan bahwa praktik ajaran Buddha akan membuahkan hasil.{{sfn|Gómez|2004b|p=277}}{{sfn|Buswell|Lopez|2013|loc=Śraddhā}} Keyakinan adalah rasa percaya dan berserah diri kepada tokoh-tokoh yang tercerahkan atau mereka yang dianggap sudah maju secara spiritual, seperti para Buddha atau ''[[bodhisatwa]]'',<!--Gomez--> atau bahkan [[bhikkhu|biksu]] atau [[lama]] tertentu yang sangat dihormati.{{sfn|Gómez|2004b|p=277}}{{sfn|Kinnard|2004|p=907}}{{sfn|Melton|2010|p=2392}} Umat Buddha biasanya mengakui berbagai objek keyakinan, tetapi beberapa penganut secara khusus berbakti kepada satu objek keyakinan tertentu, seperti seorang Buddha tertentu.{{sfn|Gómez|2004b|p=277}} Namun,
Berikut adalah beberapa istilah dipakai dalam
* ''Śraddhā'' ([[Sansekerta|Sanskerta]]; {{lang-pi|saddhā|italics=yes}}; [[Tionghoa klasik]]: ''wen-hsin'') yang berarti komitmen atau kepercayaan kepada orang lain, atau bentuk ikrar atau komitmen untuk berpraktik.{{sfn|Gómez|2004b|p=277}}{{sfn|Jayatilleke|1963|pp=388–9}} ''Śraddhā'' sering kali dipandang sebagai penawar niat buruk dalam pikiran.{{sfn|Buswell|Lopez|2013|loc=Ānanda, Pañcabala, Śraddhā}}{{sfn|Conze|2003|page=14}} Lawan kata ''śraddhā'' adalah ''āśraddhya'', yang merujuk kepada ketiadaan kemampuan untuk mengembangkan keyakinan kepada guru dan ajaran-ajarannya, sehingga tak dapat mengembangkan energi pada perjalanan spiritual.{{sfn|Buswell|Lopez|2013|loc=Āśraddhya}} Kata ''śraddhā'' berasal dari kata ''śrat'', "memiliki keyakinan", dan ''dhā'', "mempertahankan".{{refn|group=note|Beberapa cendekiawan tak sepakat dengan pengartian tersebut. Selain itu, ''śraddhā'' dalam [[Weda]] diartikan sebagai "sikap pikiran berdasarkan pada kebenaran".{{sfn|Rotman|2008|loc=Footnotes n.23}}}} Dengan demikian, cendekiawan kajian agama Sung-bae Park menyimpulkan bahwa ''śraddhā'' berarti "mempertahankan kelangsungan kepercayaan, tetap bertekad kuat, atau menopang kepercayaan, yang berarti berpegang teguh".{{sfn|Park|1983|page=15}}
* ''Prasāda'' ([[Sansekerta|Sanskerta]]; {{lang-pi|pasāda|italics=yes}}; [[Tionghoa klasik]]: ''ching-hsin'') yang lebih afektif ketimbang ''śraddhā''. Istilah ini digunakan dalam konteks yang berkenaan dengan ritual dan upacara. Istilah tersebut merujuk kepada penerimaan diri secara khusyuk atas berkah dan keagungan objek bakti.{{sfn|Gómez|2004b|p=278}} Kata ''prasāda'' berasal dari awalan ''pra'' dan ''sād'', yang artinya "tenggelam, duduk", dan diartikan oleh Park sebagai "duduk dalam kejernihan dan kesejukan".{{sfn|Park|1983|page=15}} Dengan demikian, ''prasāda'' merujuk kepada fokus pikiran sang penganut, komitmennya, dan kualitasnya yang telah mengalami peningkatan.{{sfn|Findly|2003|page=200}}<!-- Istilah tersebut dideskripsikan dengan pemaknaan yang lebih spontan ketimbang ''śraddhā''.{{sfn|Rotman|2008|loc=Seeing and Knowing}}-->
Keyakinan biasanya dikaitkan dengan [[Tiga Mestika]], yang meliputi Buddha, [[Dharma (Buddha)|Dharma]] (ajarannya), dan [[sangha|Saṅgha]] (komunitasnya). Oleh sebab itu, keyakinan sering kali menjadikan individu tertentu sebagai objeknya. Walaupun begitu, keyakinan dalam
== Sejarah ==
<!--[[Hajime Nakamura]] membedakan dua arus dalam
===
{{utama|Sejarah
Dalam teks-teks agama Buddha awal, seperti teks-teks dalam [[bahasa Pāli]], ''saddhā'' biasanya diterjemahkan sebagai "keyakinan", tetapi dengan makna tambahan yang berbeda ketimbang istilah Inggris-nya.{{sfn|De Silva|2002|p=214}} Istilah tersebut terkadang juga diterjemahkan menjadi "kepercayaan", dalam hal kepercayaan akan doktrin.{{sfn|Findly|2003|p=203}}{{sfn|Gombrich|1995|pages=69–70}} Menurut cendekiawan John Bishop, keyakinan dalam agama Buddha awal pada dasarnya "religius tanpa nuansa teistik".{{sfn|Bishop|2016}} Keyakinan Buddha awal tidaklah menjadikan [[teosentrisme|Tuhan sebagai pusat dari agama]].{{sfn|Gombrich|1995|page=71}} Berlawanan dengan [[Brahmanisme Weda]], yang mendahului agama Buddha, gagasan keyakinan dalam agama Buddha lebih berkaitan dengan ajaran-ajaran yang dipelajari dan dipraktikkan, ketimbang berfokus pada dewa-dewi.{{sfn|Findly|1992|p=258}} Hal ini bukan berarti bahwa pendekatan realitas menurut agama Buddha tak dipengaruhi oleh tradisi lain: pada saat agama Buddha berkembang, beberapa komunitas agama India sudah mengajarkan pendekatan kritis dalam memahami kebenaran.{{sfn|Jayatilleke|1963|page=277}}▼
▲Dalam teks-teks
Keyakinan bukan sekadar komitmen batin atas sejumlah prinsip,{{sfn|Lamotte|1988|pp=74–5}} tetapi juga memiliki sifat afektif.{{sfn|Buswell|Lopez|2013|loc=Śraddhā}}{{sfn|Werner|2013|page=45}} Para cendekiawan dalam agama Buddha awal membedakan antara keyakinan sebagai [[Pīti|kebahagiaan]] dan keyakinan sebagai ketenangan, memperluas pikiran menuju tingkat yang lebih tinggi;{{sfn|Werner|2013|page=45}} dan keyakinan sebagai sebuah [[Vīrya|energi]] yang memproduksi kepercayaan diri, wajib menghadapi cobaan dan pengendalian diri.{{sfn|Buswell|Lopez|2013|loc=Śraddhā}}{{sfn|De Silva|2002|p=216}} Karena keyakinan membantu mengurangi kebingungan, ini menginspirasi dan memberikan energi kepada penganutnya.{{sfn|Barua|1931|page=332}}▼
▲Keyakinan bukan sekadar komitmen batin atas sejumlah prinsip,{{sfn|Lamotte|1988|pp=74–5}} tetapi juga memiliki sifat afektif.{{sfn|Buswell|Lopez|2013|loc=Śraddhā}}{{sfn|Werner|2013|page=45}} Para cendekiawan dalam
Seorang penganut Buddha berkeyakinan kepada Tiga Mestika, yang meliputi Buddha, [[Dharma (Buddha)|Dharma]] dan Saṅgha, serta kedisiplinan. Namun, dalam teks agama Buddha awal, keyakinan bukan berarti bermusuhan atau menyangkal keberadaan dewa-dewi lainnya. Meskipun Buddha menolak pengurbanan hewan, ia sendiri tidaklah menentang persembahan damai kepada dewa-dewi, tetapi menganggap hal tersebut kurang bermanfaat bila dibandingkan dengan persembahan amal kepada saṅgha biksu.{{sfn|Giustarini|2006|p=162}}{{sfn|Lamotte|1988|pp=74–5}} Oleh sebab itu, segala hal memiliki kodratnya tersendiri terkait dengan kemanfaatannya, dan perilaku moral lebih dihargai dibandingkan upacara atau ritual.{{sfn|Lamotte|1988|p=81}}▼
▲Seorang penganut Buddha berkeyakinan kepada Tiga Mestika, yang meliputi Buddha, [[Dharma (Buddha)|Dharma]] dan Saṅgha, serta kedisiplinan. Namun, dalam teks
Keyakinan adalah konsekuensi dari ketidakkekekalan dan pemahaman benar atas penderitaan (''[[dukkha]]''). Refleksi tentang penderitaan dan ketidakkekekalan menuntun para penganut merasakan [[samvega|takut dan agitasi]] ({{lang-pi|saṃvega|italic=yes}}), yang memotivasi mereka untuk mengambil perlindungan kepada Tiga Mestika dan menumbuhkan keyakinan sebagai sebuah hasil.{{sfn|Trainor|1989|pages=185–6}} Kemudian, keyakinan pada gilirannya mengantarkan kepada beberapa kualitas mental penting lainnya sepanjang jalan menuju ''[[Nirwana]]'', seperti sukacita, konsentrasi, dan kebijaksanaan.{{sfn|Harvey|2013a|pp=31, 49}} Namun, hanya berbekal keyakinan saja tak pernah dianggap cukup untuk mencapai ''Nirwana''.{{sfn|Thomas|1953|p=258}}{{sfn|Jayatilleke|1963|p=384}}
Baris 78 ⟶ 90:
Umat Buddha awam laki-laki dan perempuan yang berbudi luhur disebut ''[[upasaka dan Upasika|upāsaka atau upāsika]]''. Untuk menjadi umat Buddha, tak ada ritual formal yang diwajibkan.{{sfn|Tremblay|2007|p=87}}{{sfn|Lamotte|1988|p=247}} Beberapa ayat dalam [[Kitab Pāli]], serta para ahli tafsir pada masa berikutnya seperti [[Buddhaghosa]], menyatakan bahwa umat awam Buddhis dapat mencapai surga hanya dengan memperkuat keyakinan mereka dan kasih sayang kepada Buddha, demikian juga dalam ayat lainnya, menyatakan bahwa keyakinan disandingkan dengan kebajikan lainnya, seperti moralitas, sebagai penyebab yang menuntun penganutnya terlahir ke surga.{{sfn|De Silva|2002|p=215}}{{sfn|Thomas|1953|pp=56, 117}} Terlepas dari semua itu, keyakinan adalah bagian penting dari cara pandang umat awam Buddhis, karena keyakinan diwujudkan dalam bentuk kebiasaan bertemu dengan saṅgha, menyimak ajarannya, dan yang terpenting, memberikan dana kepada saṅgha. ''Saddhā'' dalam kehidupan awam berkaitan erat dengan [[dana (Buddha)|''dāna'' (kedermawanan)]]: Pemberian tulus adalah pemberian spritual yang paling penting.{{sfn|Findly|2003|pp=200, 202}}
Keyakinan termasuk dalam daftar kebajikan untuk umat awam, sehingga dideskripsikan sebagai kualitas progresif untuk para umat Buddha, karena umat yang baru masuk
==== Mengambil perlindungan ====
Baris 84 ⟶ 96:
{{Main|Perlindungan (Buddha)}}
[[Berkas:Luang Prabang Takuhatsu ルアンパバーン 托鉢僧 DSCF6990.JPG|jmpl|Dalam [[Kitab Pāli]], [[biksu Buddha]] memberikan peran signifikan dalam mempromosikan dan menegakkan keyakinan di kalangan [[Upāsaka dan Upāsikā|kaum awam]].{{sfn|Wijayaratna|1990|pages=130–1}}{{sfn|Buswell|Lopez|2013|loc=Kuladūșaka}}]]
Sejak
Teks-teks awal mendeksripsikan saṅgha sebagai "[[ladang kasih|ladang kebajikan]]", karena penganut Buddha awal memberikan persembahan kepada mereka sehingga bisa mendatangkan karma baik.{{sfn|Harvey|2013b|p=246}} Para penganut awam mendukung dan menghormati saṅgha, mereka yakin dengan cara demikian akan menghasilkan kebajikan dan membawa mereka semakin dekat dengan pencerahan.{{sfn|Werner|2013|page=39}} Sementara itu, biksu Buddhis memberikan peran signifikan dalam meningkatkan dan mempertahankan keyakinan umat awam. Meskipun ada banyakcontoh dalam kitab suci menyebutkan perilaku baik para monastik, tetapi ada juga kasus para biksu berperilaku buruk. Kasus biksu berperilaku buruk ditanggapi dengan hati-hati sebagaimana reaksi dari para umat, hal demikian disebutkan dalam kitab suci. Saat Buddha mulai menetapkan aturan baru dalam [[Vinaya|peraturan monastik]] untuk menangani perilaku buruk monastiknya, Beliau menyatakan bahwa perilaku demikian hendaknya dihentikan, karena tak akan "menyakinkan umat lain" dan "umat sendiri akan menjauh". Beliau mengharapkan para biksu, biksuni dan [[samanera]]-samaneri untuk hidup bukan hanya demi memberikan manfaat untuk diri sendiri saja, tetapi juga menopang keyakinan masyarakat. Di sisi lain, tugas menginspirasi keyakinan umat bukanlah demi menyuburkan kemunafikan atau hal yang tidak sepantasnya, sebagai contohnya, monastik yang tidak menjalankan tugas sebagai monastik malahan berprofesi lain, atau memberikan oleh-oleh kepada umat awam dengan harapan untuk meminta bantuannya.{{sfn|Wijayaratna|1990|pages=130–1}}{{sfn|Buswell|Lopez|2013|loc=Kuladūșaka}}
Dengan demikian, mengambil perlindungan merupakan sebuah bentuk aspirasi untuk menjadikan Tiga Mestika sebagai pedoman inti kehidupan. Mengambil perlindungan dilakukan lewat formula singkat, seseorang menyebutkan Buddha, Dharma dan Saṅgha sebagai perlindungan.{{sfn|Irons|2008|p=403}}{{sfn|Robinson|Johnson|1997|p=43}} Pada naskah-naskah Buddhis awal, mengambil perlindungan adalah sebuah pernyataan tekad untuk mengikuti petunjuk dari Buddha, tetapi bukan berarti melepaskan tanggung jawab.{{sfn|Kariyawasam|1995}}
▲Secara tradisional, pernyataan iman ditunjukkan dengan pengambilan perlindungan kepada [[Tiga Permata|Triratna]] dalam syair "Tiga Perlindungan" (
{{Verse translation|Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi,
Dhammaṁ saraṇaṁ gacchāmi
Saṅghaṁ saraṇaṁ gacchāmi|Aku berlindung kepada Buddha
Aku berlindung kepada Dhamma
Aku berlindung kepada Saṅgha|attr1=Khuddakapāṭha 1, Khuddaka Nikāya}}
==== Melalui verifikasi ====
[[Berkas:Kesariya.jpg|jmpl|upright=1.3|[[Stupa Kesaria|Stūpa]] Buddha di [[Kesaria|Kesariya]], [[Bihar]], India, didirikan untuk menghormati [[Kalama Sutta|Kalāma Sutta]]]]
Keyakinan dapat menuntun para praktisi untuk memegang teguh perlindungan kepada Tiga Mestika, hal ini juga yang membukakan jalan menuju pengalaman spiritual baru yang belum pernah mereka ketahui. Ini adalah aspek bakti atau aspek mistis dari keyakinan. Namun, ada juga aspek rasional, makna perlindungan berakar pada verifikasi pribadi.{{sfn|Nakamura|1997|p=392}} Dalam ''[[Kalama Sutta|Kalāma Sutta]]'', Buddha menegaskan bahwa Ia tidak setuju dengan prinsip seseorang mengikuti otoritas suci, tradisi, doktrin logika, atau demi menghormati seorang guru.{{sfn|Suvimalee|2005|p=604}} Pengetahuan yang datang dari sumber seperti itu berdasarkan pada [[kilesa|kesombongan, kebencian dan delusi]] dan para buddhis harus menyerap pengetahuan demikian secara berimbang dan jangan percaya begitu saja. Namun, ajaran seperti itu juga perlu dipertanyakan. Mereka perlu mencari tahu apakah ajaran itu benar melalui verifikasi pribadi atas kebenaran spiritual, membedakan apa saja yang menuntun kepada kebahagiaan dan memberikan manfaat, dan apa saja yang sebaliknya.{{sfn|Jayatilleke|1963|p=390}}{{sfn|Fuller|2004|page=36}}{{refn|group=note|Catatan tersebut dapat ditemukan di dunia maya di [http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an03/an03.065.soma.html Kalāma Sutta, diterjemahkan oleh [[Soma Thera]]]}} Setelah memberikan contoh melalui pendekatan seperti itu, Buddha menyatakan bahwa praktik yang mengurangi kebencian, keserakahan, dan kegelapan batin akan bermanfaat bagi para praktisi, terlepas dari apakah retribusi karma dan kelahiran kembali itu ada atau tiada.{{sfn|Blakkarly|2014}} Dengan demikian, pengalaman pribadi dan penilaian sangat ditekankan apabila berkenaan dengan apakah seseorang berkenan menerima Buddha dan
Dalam ''Canki Sutta'', Buddha menekankan bahwa cara seseorang memunculkan keyakinan terdiri dari dua bentuk: keyakinan tulus yang berlandaskan fakta dan tidak keliru atau sia-sia, kosong dan palsu. Sehingga, saat seseorang menganut keyakinan tertentu, mereka tak harus memberikan pernyataan "Hanya ini yang benar, sisanya keliru," namun sebagai gantinya "menyajikan kebenaran" dengan kesadaran "Ini adalah keyakinanku".{{sfn|Suvimalee|2005|p=603}}{{sfn|Fuller|2004|page=36}}{{refn|group=note|Catatan tersebut dapat ditemukan di:
Baris 105 ⟶ 125:
Selain ''saddhā'', istilah lainnya yaitu ''pasāda'', dan sinonim-sinonim terkaitnya ''pasanna'' dan ''pasidati'', terkadang juga diterjemahkan menjadi 'keyakinan', tetapi memberi nilai yang lebih tinggi daripada ''saddhā''.<!--p=214--> ''Saddhā'' menjadi semakin mendalam ketika seseorang semakin maju dalam perjalanan spiritualnya, dan teks-teks awal terkadang menyebutnya sebagai ''pasāda'',<!--p=216-->{{sfn|De Silva|2002|pp=214, 216}}{{sfn|Harvey|2013b|p=31}}{{sfn|Trainor|1989|page=187}} dan terkadang sebagai ''bhakti''.{{sfn|Barua|1931|page=333}} ''Pasāda'' adalah keyakinan dan kecenderungan tertarik kepada seorang guru, tetapi dibarengi oleh kejernihan batin, kedamaian hati, dan pengertian..{{sfn|Trainor|1989|page=187}} Sang murid yang berlatih mulai mengembangkan dan menstabilkan keyakinannya berlandaskan kewawasan spiritual.{{sfn|De Silva|2002|p=216}}{{sfn|Jayatilleke|1963|p=297}} Semua ini menuntun keyakinan menjadi "tak tergoyahkan".{{sfn|Suvimalee|2005|pp=601–2}}{{sfn|De Silva|2002|p=217}}
Dengan demikian, keyakinan saja belumlah cukup untuk mencapai keselamatan, tetap itu hanyalah langkah pertama menuju kebijaksanaan dan pencerahan..{{sfn|Findly|1992|page=265}} Beberapa ajaran dalam
Dalam Kitab Pali menjelaskan beberapa pendekatan berbeda berkenaan dengan keyakinan. Saat mengembangkan keyakinan kepada seseorang atau kepada Buddha, upaya ini memberikan manfaat kecil apalagi terlalu berlebihan berkaitan dengan fitur tidak signifikan seperti tampak fisik, lalu tidak terlalu fokus pada ajaran Buddha. Pendekatan keyakinan seperti ini mengarahkan kepada perasaan sayang dan marah dan juga ada kekurangan lainnya. Hal demikian merupakan penghalang dalam menyusuri jejak Buddha dan pencapaian pencerahan, serupa dengan kasus Vakkali. Keyakinan dan bakti perlu berjalan bersama-sama dengan dibarengi dengan [[upekkha|Ekuanimitas]].{{sfn|Harvey|2013b|p=28}}{{sfn|Jayatilleke|1963|p=388}}{{sfn|Werner|2013|page=47}}
=== Theravāda ===
{{Theravada}}
Pada umumnya, praktik-pratik dalam aliran [[Theravāda]] serupa dengan praktik-praktik dalam [[Buddhisme awal|Buddhisme Awal]]. Akan tetapi, aliran Theravāda juga secara khusus membahas tentang keyakinan dalam [[Aṭṭhakathā|kitab-kitab komentarnya]].
==== Formula ====
Menurut aliran [[Theravāda]], ''saddhā'' dipusatkan pada keyakinan terhadap [[Kecerahan (Buddhisme)|kecerahan]] Buddha (''tathāgatabodhi-saddhā'') atau, secara alternatif, terhadap [[Triratna]] (''ratanattaya-saddhā''):<ref name=":032" /><ref name=":1" /><ref name=":2" /><ref name=":3" /><ref name=":4" />
# '''Keyakinan terhadap Buddha''', yaitu meyakini para Buddha masa lalu, Buddha masa kini ([[Siddhattha Gotama]]), dan kedatangan [[bodhisatwa]] masa depan; juga pencapaian [[Kebuddhaan]]-Nya di [[Nibbāna|Nirwana]].
# '''Keyakinan terhadap Dhamma''', yaitu meyakini ajaran yang disampaikan oleh Buddha.
▲
Pada jenis klasifikasi di atas, keyakinan terhadap [[Hukum Karma|hukum karma]] merupakan bagian dari keyakinan terhadap Dhamma. Akan tetapi, beberapa bagian [[Tripitaka|kitab suci]] juga secara spesifik merincikan keyakinan terhadap kepemilikan karma (''kammassakatā-saddhā''), yaitu meyakini bahwa semua makhluk bertanggung jawab atas perbuatan dan akibatnya masing-masing, sebagai dua poin tambahan:
<ol start=4>
<li> '''Keyakinan terhadap karma''' (''kamma-saddhā''), yaitu meyakini adanya perbuatan berkehendak yang secara moral dikategorikan sebagai baik atau buruk.</li>
<li >'''Keyakinan terhadap buah karma''' (''vipāka-saddhā''), yaitu meyakini adanya akibat dari perbuatan berkehendak yang secara moral baik atau buruk.</li></ol>
==== Definisi ====
[[Atthakatha|Kitab komentar]] untuk [[Abhidhamma Piṭaka]] milik aliran [[Theravāda]] menjelaskan definisi ''saddhā'' sebagai suatu [[Cetasika|faktor mental]] dalam empat batasan:<ref name=":0">{{Cite book|last=Kheminda|first=Ashin|date=2019-09-01|url=https://books.google.co.id/books?id=2ZQXEAAAQBAJ&printsec=copyright&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false|title=Manual Abhidhamma: Bab 2 Faktor-Faktor-Mental|publisher=Yayasan Dhammavihari|isbn=978-623-94342-7-4|language=id}}</ref>
* '''Karakteristik''' (''lakkhaṇa''): meyakini (''saddahana'') atau memercayai (''okappana'') objeknya.
* '''Fungsi''' (''rasa''): untuk menjernihkan (''pasādana'') hati dari kotoran-kotoran batin atau untuk melompati (''pakkhandana'') hal-hal sulit.
* '''Manifestasi''' (''paccupaṭṭhāna''): bebas dari kotoran (''akālussiya''), atau keputusan/ketetapan hati (''adhimutti'').
* '''Sebab-terdekat''' (''padaṭṭhāna''): objek yang pantas untuk memunculkan keyakinan (''saddheyyavatthu''), yaitu [[Triratna]], atau faktor-faktor [[Empat tingkat kesucian|Pengarungan Arus]] (''sotāpattiyaṅga'').
==== Dua jenis keyakinan ====
[[Tradisi Abhidhamma]] Theravāda juga menguraikan ''saddhā'' menjadi dua jenis:<ref name=":0" />
# '''Keyakinan awal''' (''amūlika-saddhā''), yaitu keyakinan tanpa dasar pengalaman secara langsung.
# '''Keyakinan kukuh''' atau '''sempurna''' (''aveccapasāda''), yaitu keyakinan yang didasarkan pada pengalaman secara langsung.
Konsep ''saddhā'' erat kaitannya dengan konsep "menjaga atau melestarikan kebenaran" (''saccānurakkhaṇa'') dan "mengalami kebenaran" (''saccānubodha''). Penjagaan atau pelestarian kebenaran dilakukan dengan tidak menyimpulkan "hanya ini saja yang benar, yang lainnya salah," ketika meyakini sesuatu yang didasarkan pada keyakinan tanpa dasar pengalaman langsung sebelum muncul keyakinan kukuh atau sempurna karena telah mengalami kebenaran secara langsung.<ref name=":0" />
=== Mahāyāna ===
[[Berkas:Shakyamuni Buddha with Avadana Legend Scenes - Google Art Project.jpg|jmpl|upright=1.1|[[Buddha Gautama]] dengan adegan-adegan dari legenda [[Awadāna]]]]
{{Mahayana}}
Dalam periode [[Ashoka|kaisar Ashoka]] (abad ke-3 sampai ke-2 SM), umat Buddha banyak menitikberatkan pada keyakinan, karena Ashoka membantu mengembangkan
Pada umumnya, peran keyakinan dalam Mahāyāna mirip dengan Theravāda{{sfn|Harvey|2013b|p=31}}{{sfn|Spiro|1982|p=34 n.6}}—keyakinan merupakan bagian tak terhindarkan dari praktik Mahāyāna maupun Theravāda.{{sfn|Blakkarly|2014}} Bahkan dalam aliran Theravāda saat ini, yang bermula dari teks Pāli, keyakinan masih merupakan bagian penting dalam masyarakat Buddhis tradisional. Penganut aliran Theravāda memandang keyakinan kepada Tiga Mestika sebagai unsur protektif dalam kehidupan sehari-hari, khususnya saat dipadukan dengan [[Sila|etika Buddhis]].{{sfn|Spiro|1982|p=15m1}} Namun, dengan kebangkitan aliran Mahāyāna, kedalaman dan rangkaian ajaran tentang keyakinan semakin intensif. Sejumlah besar ''[[bodhisatwa]]'' menjadi fokus bakti dan keyakinan, memberikan nuansa "teistik" kepada aliran Mahāyāna.{{sfn|Harvey|2013b|p=172}}{{sfn|Leaman|2000|page=212}} Dalam
Dimulai dari bakti kepada para Buddha di tanah murni,{{sfn|Harvey|2013b|p=175}}{{sfn|Leaman|2000|p=215}} sosok-sosok ''bodhisatwa'' tingkat tinggi, yang merupakan gagasan-gagasan Mahāyāna, secara bertahap menjadi fokus dari ibadah dan kultus ekstensif.{{sfn|Conze|2003|p=150}} Semenjak abad ke-6, penggambaran para bodhisatwa dalam ikonografi buddhis menjadi suatu hal yang lumrah,{{sfn|Harvey|2013b|p=175}} seperti ''bodhisatwa'' Awalokiteśwara yang mewakili welas asih, dan [[Manjusri]] manifestasi dari kebijaksanaan.{{sfn|Higham|2004|p=210}} Catatan tentang para ''bodhisatwa'' akan perbuatan baik mereka sering kali meliputi tindakan-tindakan dengan pengorbanan besar, dan para penulis tampaknya mengartikan catatan tersebut lebih condong pada praktik bakti ketimbang sebagai panutan.{{sfn|Derris|2005|page=1084}}
Berdasarkan itulah, pada abad ke-12 dan ke-13,
Istilah untuk keyakinan yang umum dipakai dalam
Terlepas dari betapa pentingnya perkembangan yang terjadi pada kemunculan
==== Aliran Tiantai, Tendai, dan Nichiren ====
Baris 139 ⟶ 192:
{{Main|Aliran Tanah Murni|Shinjin}}
[[Berkas:Chinesischer Maler des 8. Jahrhunderts 001.jpg|jmpl|Buddha [[Amitābha]]]]
Tampaknya sutra dari aliran "Tanah Murni" yang menjadi keyakinan dan bakti menjadi hal paling penting tertinggi dalam konteks [[soteriologi]]. Ketika bakti kepada emanasi para Buddha di tanah murni mulai berkembang dalam Mahāyāna, gagasan yang berkembang menyatakan bahwa para Buddha tersebut dapat menciptakan 'Setra Buddha' {{lang-sa|buddha-kṣetra|italic=yes}}), atau Tanah-Tanah Murni ({{lang-sa|sukhāwatī|italic=yes}}).{{sfn|Smart|1997|p=282}} Dalam Aliran Tanah Murni, ini adalah keyakinan seseorang dalam welas kasih dari Buddha Amitābha,{{sfn|Green|2013|p=122}} didukung dengan kombinasi permintaan tulus untuk memasuki Tanah Murni-Nya yang dijelaskan bahwa akan merealisasi pembebasan di sana. Aliran Tanah Murni tersebut mempersiapkan para penganutnya untuk merealisasi pencerahan dan Nirwana.{{sfn|Hsieh|2009|pp=236–7}}{{sfn|Green|2013|p=123}} Aliran Tanah Murni memiliki beberapa perbedaan dengan
Penganut Mahāyāna menganggap Amitābha ([[Sansekerta|Sanskerta]], 'terang tanpa batas') sebagai salah satu emanasi Buddha.{{sfn|Smart|1997|page=282}}{{sfn|Gómez|2004a|p=14}} [[Sūtra Sukhāvatīvyūha Panjang]] mendeskripsikan Buddha Amitābha sebagai seorang biksu yang berpraktik di bawah bimbingan seorang Buddha pada masa sebelumnya, berkomitmen untuk menciptakan sebuah area melalui kekuatan spiritualnya. Melalui area ideal tersebut, Amitabha akan dengan mudah menuntun banyak makhluk merealisasikan pencerahan final.{{sfn|Harvey|2013b|p=173}} Dengan demikian Ia bertekad seketika mencapai pencerahan sebagai seorang Buddha, melalui penjapaan namanya saja akan cukup untuk terlahir ke Tanah Murni itu.{{sfn|Buswell|Lopez|2013|loc=Dharmākara}} Praktik bakti kepada Amitabha tersebar di Jepang, Korea, Tiongkok, dan Tibet,<!--Smart--> yang mana tradisi ini awalnya berkembang di India pada permulaan Era Masehi.<!--Gomez-->{{sfn|Gómez|2004a|p=14}}{{sfn|Smart|1997|page=284}} Inti dari Aliran Tanah Murni adalah gagasan bahwa manusia masa sekarang hidup dalam Zaman Kemunduran Dharma (''[[bahasa Tionghoa|Tionghoa:]] mofa'', ''[[bahasa Jepang|Jepang:]] mappō''), tahap akhir dari periode [[Buddha Gautama|Buddha saat ini]].{{sfn|Hsieh|2009|pp=236–7}}{{sfn|Green|2013|p=123}} Umat Buddha penganut Aliran Tanah Murni meyakini bahwa pada periode ini, kemampuan rata-rata orang sangat terbatas dalam meraih pembebasan. Mereka perlu mengandalkan kekuatan eksternal (Buddha Amitābha) untuk mencapai pembebasan, dan menunda perealisasian Nirwana pada kehidupan lain (yaitu merealisasi Nirwana pada kelahiran kembali ke Tanah Murni).{{sfn|Hsieh|2009|pp=236–7}}{{sfn|Green|2013|p=123}} Kepercayaan serupa ini terjadi barangkali disebabkan oleh kekerasan, konflik sipil, kelaparan, kebakaran dan kehancuran institusi monastik.{{sfn|Andrews|1987|p=4119}} Namun, gagasan tentang mengandalkan kekuatan ekstenal bisa saja juga merupakan konsekuensi dari ajaran Mahāyāna tentang hakikat Buddha, yang mana konsep tersebut membedakan antara yang belum tercerahkan dan pencapaian Buddha yang lebih tinggi.{{sfn|Williams|2008|page=247}}
Baris 153 ⟶ 206:
Konsep keyakinan yang diadopsi oleh Shinran berasal dari Shandao:{{sfn|Williams|2008|page=262}} mula-mula, kepercayaan tulus pada sosok Buddha Amitābha; kedua, kepercayaan mendalam atas tekad Buddha Amitābha, dan menyadari bahwa kemampuan diri sendiri yang masih lemah, dan terakhir, keinginan kuat untuk mendedikasikan tumpukan kebajikan dari berbuat kebajikan agar bisa terlahir ke Tanah Murni yang merupakan tempat Amitābha Buddha bersemayam.<!--both--> Tiga kepercayaan itu juga dikenal sebagai 'hati tanpa bentuk' (''[[bahasa Jepang|Jepang]]: isshin'').<!--only Dobbins-->{{sfn|Conze|2003|p=158}}{{sfn|Dobbins|2002|pp=34–5}} Lebih jauh lagi, Shinran mengajarkan bahwa dengan membangkitkan keyakinan penuh seperti itu membuat seseorang setara dengan Maitreya (Buddha akan datang), karena sudah bisa dipastikan bahwa pencerahan yang akan mereka cara sudah tidak bisa mundur lagi.{{sfn|Dobbins|2002|pp=42–3}}{{sfn|Williams|2008|p=264}}
Shinran menganut ajaran Hōnen sampai titik ekstrem: dia yakin bahwa dirinya akan jatuh ke dalam neraka tanpa bantuan Buddha Amitābha, bakti dan kepercayaan akan tekadnya Buddha Amitābha adalah jalan tunggal menuju pembebasan.{{sfn|Abe|1997|p=692}}{{sfn|Porcu|2008|page=17}} Walaupun Hōnen juga pada umumnya menitikberatkan praktik bakti kepada Buddha Amitābha, ia tak melakukannya secara eksklusif berlebihan: sementara itu, Shinran hanya mengajarkan bakti tunggal kepada Buddha Amitābha.{{sfn|Irons|2008|page=258}} Kemudian,
Ordo-ordo Buddhis lama sangat menentang gerakan tersebut, karena memulai sebuah aliran baru, menyingkirkan ajaran-ajaran Buddha, dan memelintir Buddha Gautama. Saat kaisar merasa bahwa ada beberapa monastik Honen bertindak tak pantas, Hōnen dicekal pada sebuah provinsi terpencil selama empat tahun.{{sfn|Abe|1997|pp=691–2}}{{sfn|Andrews|1987|p=4120}}{{sfn|Buswell|Lopez|2013|loc=namu Amidabutsu}} Saat Shinran mulai mengajarkan tentang ketidaksetujuannya terhadap praktik selibat, menyatakan bahwa ini mengindikasikan kurangnya kepercayaan terhadap Buddha Amitābha, ia juga dicekal.{{sfn|Abe|1997|pp=691–2}}{{sfn|Dobbins|2004a|page=413}} Selain Shinran, para pendeta lain yang menunjung keyakinan dalam tafsiran-tafsiran mereka juga dicekal, karena ajaran mereka sering kali tak diterima otoritas aristokrat yang berkuasa.{{sfn|Dobbins|2002|page=19}}
Baris 167 ⟶ 220:
{{Main|Awalokiteswara}}
[[Berkas:Sculpture of Khasarpana Lokeshvara (c 11th–12th century), Indian Museum, Kolkata, India - 20150807.jpg|jmpl|Patung [[Awalokiteswara|Awalokiteśwara]], dengan lima Buddha Kelestial di tepi atas luar]]
Dalam
Teks yang disebut ''Sūtra Awalokiteśwara'' menyatakan bahwa Awalokiteśwara akan membantu siapapun yang menyebut namanya dengan penuh keyakinan, memenuhi berbagai jenis harapan, dan membangkitkan sifat welas asih Buddha setiap orang.{{sfn|Harvey|2013b|pp=250–1, 253}}{{sfn|Irons|2008|p=98}} Awalokiteśwara berkaitan erat dengan Buddha Amitābha, saat ia diyakini berada di Tanah Murni yang sama, dan akan datang untuk menyelamatkan mereka yang menyebut nama Buddha Amitābha.{{sfn|Gómez|2004a|p=15}}{{sfn|Birnbaum|1987|p=705}} Berfokus pada manfaat keduniawian dan keselamatan,<!--Ford--> bakti kepada Awalokiteśwara dipromosikan melalui penyebaran Sūtra Teratai, terdapat satu bab tentang Awalokiteśwara,<!--Stone and Birnbaum-->{{sfn|Stone|2004a|p=474}}{{sfn|Birnbaum|1987|p=705}}{{sfn|Ford|2006|p=90}} serta melalui ''sūtra''-''sūtra'' [[Prajnaparamita|Kesempurnaan Kebijaksanaan]].{{sfn|Powers|2013|loc=Avalokiteśvara}} Para pengikut Awalokiteśwara sering kali menggambarkannya sebagai seorang perempuan, dan dalam bentuk perempuannya, ia dikenal sebagai [[Guanyin]] di Tiongkok,<!--all refs--> bermula dari sebuah asosiasi dengan Istadewata [[Tara (Buddha)|Tārā]].<!--Snellgrove-->{{sfn|Harvey|2013b|pp=250–1, 253}}{{sfn|Irons|2008|p=98}}{{sfn|Snellgrove|1987|p=1079}} Saat ini, Awalokiteśwara dan bentuk perempuannya Guanyin adalah salah satu figur yang paling banyak digambarkan dalam
=== Perkembangan sejarah lain ===
==== Dewa-dewi ====
Dalam
Dalam sejarah penyebaran
Di beberapa negara buddhis seperti Jepang, muncul beberapa perspektif tentang manusia di muka bumi ini merupakan mikrokosmos dari makrokosmik ranah para Buddha. Hal demikian mengizinkan tolerasi lebih lebar bagi tradisi lokal dan kepercayaan leluhur, yang mana tradisi tersebut berkaitan dengan makrokosmos tersebut, oleh karena itulah dianggap bagian dari
==== Milenarianisme ====
{{Main|Milenarianisme}}
Tradisi-tradisi Asia Timur secara khusus mengasosiasikan berakhirnya dunia ini dengan kedatangan Buddha masa depan, yakni [[Maitreya]].<!--p=537, p=66--> Teks-teks Pāli awal hanya secara singkat menyebutkannya, tetapi Maitreya banyak disebutkan dalam tradisi-tradisi Sanskerta yang berkembang belakangan seperti [[Mahāsāṃghika]]. Tiongkok, Myanmar, dan Thailand, menghormati Maitreya sebagai bagian dari gerakan-gerakan milenarian, dan mereka meyakini bahwa Buddha Maitreya akan hadir pada masa-masa penderitaan dan krisis, untuk mengantarkan mereka ke era kebahagiaan yang baru.<!--p=538, p=67 (last sentence)-->{{sfn|DuBois|2004|pp=537–8}}{{sfn|Lazich|2000|pp=66–7}} Dari abad ke-14, sektarianisme [[Teratai Putih]] berkembang di Tiongkok, yang mencakup keyakinan akan kedatangan Maitreya pada zaman apokalips.{{sfn|DuBois|2004|p=537}} Para penganut sekte Teratai Putih mempercayai bahwa keyakinan mereka akan ajaran-ajaran yang benar akan menyelamatkan mereka ketika era dunia baru.{{sfn|Naquin|1976|p=13}} Kepercayaan milenarianis Teratai Putih akan menunjang persisten dan selamat sepanjang jalan menuju abad ke-19, saat Tiongkok mengaitkan zaman Maitreya dengan revolusi politik. Namun, abad ke-19 tak menjadi abad pertama yang mana kepercayaan milenarian menimbulkan perubahan politik: pada sebagian besar sejarah Tiongkok, keyakinan dan pemujaan terhadap Buddha Maitreya sering kali menyulut pemberontakan untuk mengubah masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik, untuk menunggu Maitreya.{{sfn|DuBois|2004|pp=537, 539}}{{sfn|Lazich|2000|pp=67–8}} Beberapa pemberontakan tersebut berujung pada revolusi-revolusi berpengaruh dan kehancuran dinasti-dinasti kerajaan.{{sfn|Landes|2000|p=463}} Meskipun demikian, keyakinan akan kedatangan era baru Maitreya tak sekadar propaganda politik untuk menyulut pemberontakan, tetapi "mengakar dalam kehidupan pemujaan yang ada secara berkelanjutan" menurut cendekiawan kajian Tiongkok Daniel Overmyer.{{sfn|Overmyer|2013|pp=83–4}}
Baris 194 ⟶ 247:
==== Modernisme Buddhis ====
{{Main|Modernisme Buddhis}}
Meskipun pada zaman pra-modern, beberapa aliran
[[Berkas:Daisetsu Teitarō Suzuki photographed by Shigeru Tamura.jpg|kiri|jmpl|lurus|[[Daisetsu Teitarō Suzuki]], difoto oleh [[Shigeru Tamura (fotografer)|Shigeru Tamura]]]]
Di Jepang, dari [[zaman Meiji]], Jepang sangat menyerang
Walaupun tren modernisasi di Asia semakin merebak, para cendekiawan juga menemukan bahwa rasionalisme dan kemunculan kembali ajaran dan praktik religius pra modern semakin menurun. Dari tahun 1980an dan setelah itu, mereka juga menemukan bahwa
==== Buddhisme abad kedua puluh di dunia Barat ====
[[Berkas:Bhikku Bodhi.jpg|jmpl|lurus|[[Bhikkhu Bodhi]]|alt=Bhikkhu Bodhi]]
Melalui penyebaran
Berseberangan dengan tipikal tren modernis, beberapa komunitas Buddhis barat juga tampak menunjukkan komitmen besar kepada praktik dan keyakinan mereka, dan untuk itu, akal budi menjadi lebih relijius tradisional ketimbang kebanyakan bentuk spiritualitas [[Zaman Baru]].{{sfn|Phillips|2005|p=228}} Lebih jauh lagi, ada beberapa guru Buddhis telah menyuarakan ketidaksetujuan atas interpretasi
Di penghujung abad ke-20 muncul keadaan unik berkaitan dengan
==== Nawayāna ====
{{Main|Nawayāna|Gerakan Buddha Dalit}}
Pada 1956, ''[[Dalit]]'' (kaum tak berkasta) India dan tokoh ikonik [[Babasaheb Ambedkar|Ambedkar]] (1891–1956) memimpin perpindahan agama massal ke
Para cendekiawan mendeskripsikan [[Ambedkarisme|sudut pandang Ambedkar tentang
== Lihat pula ==
Baris 340 ⟶ 393:
* [https://www.youtube.com/watch?v=MuHi9Zpx7zo Debate held by the Melbourne Insight Meditation Group about being Buddhist, orthodoxy and faith], between Ajahn Brahmali and [[Stephen Batchelor (author)|Stephen Batchelor]]
{{
[[Kategori:Kepercayaan, tradisi, dan pergerakan agama]]
|