Paku Alam I: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Akuindo (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(7 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 22:
| birth_name = Bendara Pangeran Harya Natakusuma
| birth_date = 21 Maret 1764
| birth_place = [[Kraton Yogyakarta Hadiningrat|Kraton Yogyakarta]], [[Yogyakarta]]
| death_date = {{death date and age|1829|1210|314|1764|3|31|df=y}}
| death_place = [[Pura Pakualaman]], [[Yogyakarta]]<ref name="bio"/>
| burial_place = [[Kotagede]], [[Yogyakarta]]
Baris 49:
}}
 
'''Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam I''' (lahir dengan nama '''Bendara Pangeran Harya Natakusuma''' pada [[21 Maret]] [[1764]] (versi lain [[1760]])) adalah Adipati Pakualaman yang pertama. Ia adalah putera ketiga [[Hamengkubuwono I]] dan Raden Ayu (R.Ay.) Srenggara, seorang selir yang berasal dari desa Karangnangka. Di dalam urutan seluruh putra-putri [[Hamengkubuwono I]] Notokusumo adalah urutan ke 11. Ia merupakan salah satu putra terkasih Sultan HB I.
 
== Perjalanan Panjang Menuju Tahta Paku Alam ==
Baris 74:
Konflik dan intrik berdarah ternyata tidak berhenti. Kondisi yang berbalik seratus delaan puluh derajat ini menyebabkan Adipati Anom menjadi ketakutan. Kali ini konflik turut menyeret [[Kasunanan Surakarta]] dan [[Kadipaten Mangkunagaran]]. Setelah ibundanya ditahan oleh Sultan Sepuh-karena dianggap ikut memengaruhi Adipati Anom, Adipati Anom bekerja sama dengan Kapten [[Tan Jin Sing]] menemui [[John Crawford]], residen [[Inggris]] untuk Yogyakarta. Dari hasil pertemuannya Crawford dalam suratnya kepada Raffles mengusulkan Adipati Anom di angkat lagi menjadi sultan. Dalam surat itu pula Natakusuma diusulkan menjadi Pangeran Merdika. Akhirnya diusulkan Wakil Gubernur Jenderal datang ke Yogyakarta dengan membawa pasukan untuk berperang.
 
'''Versi kedua:'''
 
Segera setelah penyerahan kekuasaan dari Belanda-Prancis kepada [[Inggris]], Hamengkubuwana II kembali mengambil alih tahta dari putranya. Kepada pemerintah [[Inggris]] Sultan mengusulkan bebrapa tuntutan, diantaranya, pembayaran kembali uang ganti rugi daerah pesisiran yang diambil Belanda, Penyerahan makam-makam leluhur, dan diserahkannya BPH Natakusuma dan RT Natadiningrat .
Baris 89:
Pada [[29 Juni]] 1812 Natakusuma diangkat oleh Pemerintah Kerajaan [[Inggris]] menjadi Gusti Pangeran Adipati Paku Alam. Pengangkatan ini berdasarkan jasa-jasanya terhadap Pemerintah Inggris (lihat Perjalanan Panjang Menuju Tahta Paku Alam di atas). Melalui [[Perjanjian Politik 17 Maret 1813]] (sering disebut dengan ''Politiek Contract'') Natakusuma secara resmi diangkat sebagai Pangeran Merdika dibawah Pemerintah Inggris dengan gelar Pangeran Adipati Paku Alam. Kepadanya diberikan tanah dan tunjangan, [[Legiun Pakualaman|tentara kavaleri]], hak memungut pajak, dan hak tahta yang turun temurun. Semua ini diperoleh dengan imbalan kesetiaan kepada Pemerintah [[Inggris]]. Daerah kekuasaan Paku Alam meliputi sebuah [[kemantren]] di kota Yogyakarta (sekarang menjadi wilayah kecamatan Pakualaman) dan Daerah Karang Kemuning (Adikarto) di bagian selatan Kabupaten [[Kulon Progo]] sekarang.
 
Pekerjaan sebagai penguasa baru telah menunggu. Di samping mengurusi daerahnya sendiri Paku Alam I juga diangkat Raffles menjadi wali [[Hamengkubuwana IV]] antara 1814-1820. Tugas perwalian ini sangat terbatas karena harus berbagi dengan GK Ratu Ageng dan GK Ratu Kencana, nenek dan bunda Sultan, serta Patih Kasultanan. Semasa [[Hamengkubuwana V]] (ditahtakan ketika berusia balita), Paku Alam tidak lagi diikutkan pada perwalian. Pada [[7 Maret]] [[1822]] secara resmi oleh Pemerintah Hindia Belanda diberi gelar Pangeran Adipati. Selanjutnya gelar ini hanya digunakan untuk para penguasa Kadipaten yang telah berusia lebih dari 40 tahun. Dalam [[Perang Jawa]] 1825-1830 Paku Alam bersifat pasif. Setelah memerintah selama sekitar 16 tahun Paku Alam mangkat dan dimakamkan di [[Kotagede, Yogyakarta]].{{Butuh rujukan}} Ia meninggal pada tanggal 19 Desember 1829.<ref>{{Cite book|last=Sulistyowati, N. A., dan Priyatmoko, H.|date=2019|url=http://repository.usd.ac.id/37889/1/Ebook_Toponim%20Jogja-.pdf|title=Toponim Kota Yogyakarta|location=Jakarta|publisher=Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan|isbn=978-623-7092-08-7|pages=320|url-status=live}}</ref> Pendiri Kadipaten Pakualaman ini meninggalkan 11 putra-putri.
 
== Referensi ==
{{reflist}}
 
== Bacaan tambahan ==
* [[Soedarisman Poerwokoesoemo]], KPH, Mr. ''Kadipaten Pakualaman''. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 1985.
* Fredy Heryanto, Mengenal Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Baris 108 ⟶ 109:
{{lifetime|1760|1829|Paku Alam 01}}
 
[[Kategori:Adipati Paku Alam|1]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]