Bahasa Jawa: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Menghapus templat peringatan. Sudah disediakan kotak info Bahasa Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android App section source |
||
(47 revisi perantara oleh 18 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{status artikel|AB|1|1|2020}}
{{Infobox Bahasa
| name = Bahasa Jawa
| nativename = ''Basa Jawa''<br
{{jav|ꦧꦱꦗꦮ}} | image
| imagecaption
| pronunciation = [
[bɔsɔ d͡ʒɔwɔ] <small>(dialek tengah & timur)</small><br> [basə d͡ʒawə] <small>(dialek Serang)</small>
| states = {{plainlist|
*{{flag|Indonesia}}
*{{flag|Belanda}}
*{{flag|Malaysia}}
*{{flag|Suriname}}
*{{flag|Kaledonia Baru}}
}} dan negara-negara lainnya
| region = {{flagicon image|Flag of Province of Central Java.svg}} [[Jawa Tengah]]<br>{{flagicon image|Flag of Yogyakarta.svg}} [[Daerah Istimewa Yogyakarta]]<br>{{flagicon image|Flag of East Java.svg}} [[Jawa Timur]]<br>{{flagicon image|Flag of Lampung.svg}} [[Lampung]]<br>dan wilayah transmigrasi lainnya di [[Indonesia]]; daerah dengan diaspora Jawa yang signifikan di [[Belanda]], [[Suriname]], [[Malaysia]], dan [[Kaledonia Baru]]
| ethnicity = {{plainlist|
*[[Suku Jawa|Jawa]]
*• [[orang Banyumasan|Banyumasan]]
*• [[Suku Tengger|Tengger]]
*• [[Suku Cirebon|Cirebon]]
*• [[suku Osing|Osing]]}}
| speakers = {{sigfig|58,4|3}} juta [[bahasa ibu|penutur jati]]
| date = 2023
| ref = <ref name=":2">{{Cite web|last=Wulandari|first=Trisna|title=Badan Bahasa: Ada Kemunduran Penutur Bahasa Jawa, Bagaimana agar Tak Punah?|url=https://www.detik.com/edu/edutainment/d-6625656/badan-bahasa-ada-kemunduran-penutur-bahasa-jawa-bagaimana-agar-tak-punah|website=detikedu|language=id-ID|access-date=2023-11-25}}</ref>
| familycolor = Austronesia
| fam2 = <!-- PARAMETER USANG -->
| ancestor = [[Bahasa Jawa Kuno]]
| ancestor2 = [[Sastra Jawa Pertengahan|Bahasa Jawa Pertengahan]]
| stand1 = Bahasa Jawa Surakarta
| dialects = {{infobox
|bodyclass=collapsible autocollapse
|bodystyle={{Subinfobox bodystyle}}
|datastyle= text-align:left
|header1= [[#Dialek|''Lihat bagian dialek]]
|data2={{Tree list}}{{
| script = [[Alfabet Latin]]<br/>[[Aksara Jawa]]<br/>[[Abjad Pegon]]
| nation = [[Daerah Istimewa Yogyakarta]]<ref name="perda-no-2-tahun-2021" />
| agency = Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah<br>Balai Bahasa DI Yogyakarta<br>Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur
| iso1 = jv
| iso2 = jav
| lc1 = jav
|
| lc2 = jvn
| ld2 = [[bahasa Jawa Suriname]]
| lc3 = jas
|
| lc4 = osi
| ld4 = [[bahasa Osing]]
| lc5 = tes
| ld5 = [[bahasa Tengger]]
| lc6 = kaw
| ld6 = [[bahasa Jawa Kuno]]
| glotto = java1253
| glottorefname = Javanesic
| map = Javanese language distribution.png
| mapcaption = {{legend3|#070|Wilayah tempat bahasa Jawa sebagai bahasa mayoritas}} {{legend3|#0f0|Wilayah tempat bahasa Jawa sebagai bahasa minoritas}}
| contoh_berkas = WIKITONGUES- Disa and Niken speaking Javanese.webm
| contoh_deskripsi = Dua orang penutur bahasa Jawa yang sedang berbincang-bincang
| sk = NE
| HAM = ya
| contoh_cat = (Ditulis dalam [[aksara Jawa]] dan [[Pegon]])
|contoh_teks={{PWB norm text|Aksara Jawa|https://unicode.org/udhr/d/udhr_jav_java.html|mati}}<div style="line-height:1.7;">{{Lang|jv|꧋ꦱꦧꦼꦤ꧀ꦲꦸꦮꦺꦴꦁ ꦏꦭꦲꦶꦂꦫꦏꦺ ꦏꦤ꧀ꦛꦶ ꦩꦂꦢꦶꦏ ꦭꦤ꧀ꦢꦂꦧꦺ ꦩꦂꦠꦧꦠ꧀ꦭꦤ꧀ꦲꦏ꧀ꦲꦏ꧀ꦏꦁ ꦥꦝ꧉ ꦏꦧꦺꦃ ꦥꦶꦤꦫꦶꦁꦔꦤ꧀ꦲꦏꦭ꧀ꦭꦤ꧀ꦏꦭ꧀ꦧꦸ ꦱꦂꦠ ꦏꦲꦗꦧ꧀ꦥꦱꦿꦮꦸꦁꦔꦤ꧀ꦲꦁꦒꦺꦴꦤ꧀ꦤꦺ ꦩꦼꦩꦶꦠꦿꦤ꧀ꦱꦶꦗꦶ ꦭꦤ꧀ꦱꦶꦗꦶꦤꦺ ꦏꦤ꧀ꦛꦶ ꦗꦶꦮ ꦱꦸꦩ ꦢꦸꦭꦸꦂ꧉}}</div>
{{PWB norm text|Pegon}}
{{rtl-para|سابَين أووَوڠ كالائيراكَي كانڟي مرديكا لان داربَي مرتبة لان حق كاڠ ڤاڎا. كابَيه ڤيناريڠان أكال لان كالبو سارتا كاأجاب ڤاسراوُونڠان أڠڮَونَي مَيميتران سيجي لان كانڟي جيوا سومادولور.}}
| contoh_romanisasi = Saben uwong
| pranala_HAM = https://www.ohchr.org/en/human-rights/universal-declaration/translations/javanese
| contoh_suara = Universal Declaration of Human Rights - jav - Article 1.ogg
| notice = IPA
| notice2 = Jawa
| catatan =<references group="ib"/>
}}
'''Bahasa Jawa'''
Sejarah tulisan bahasa Jawa bermula sejak abad ke-9 dalam bentuk bahasa [[bahasa Jawa Kuno|Jawa Kuno]], yang kemudian berevolusi hingga menjadi bahasa [[#Bahasa Jawa Baru|Jawa Baru]] sekitar abad ke-15. Bahasa Jawa awalnya ditulis dengan [[aksara Brahmik|sistem aksara dari India]] yang kemudian diadaptasi menjadi [[aksara Jawa]], walaupun bahasa Jawa masa kini lebih sering ditulis dengan [[alfabet Latin]]. Bahasa Jawa memiliki tradisi sastra kedua tertua di antara bahasa-bahasa Austronesia setelah [[bahasa Melayu]].
Baris 63 ⟶ 81:
== Klasifikasi ==
[[Berkas:Klasifikasi bahasa Jawa.png|jmpl|ka|300px|Posisi bahasa Jawa (ditebalkan) dalam rumpun bahasa [[rumpun bahasa Austronesia|Austronesia]] menurut beberapa skema klasifikasi ahli bahasa dari masa ke masa.]]
Bahasa Jawa merupakan bagian dari subkelompok Melayu-Polinesia dalam rumpun bahasa Austronesia.{{
Pengelompokan Melayu-Jawanik telah dikritik dan ditolak oleh berbagai ahli bahasa.{{
== Sejarah ==
Secara garis besar, perkembangan bahasa Jawa dapat dibagi ke dalam dua fase bahasa yang berbeda, yaitu 1) bahasa Jawa Kuno dan 2) bahasa Jawa Baru.{{
=== Bahasa Jawa Kuno ===
{{utama|Bahasa Jawa Kuno}}
Bentuk terawal bahasa Jawa Kuno yang terlestarikan dalam tulisan, yaitu [[Prasasti Sukabumi]], berasal dari tahun 804 Masehi.{{
Ragam bahasa Jawa Kuno yang digunakan pada beberapa naskah dari abad ke-14 dan seterusnya terkadang disebut juga "bahasa Jawa Pertengahan". Walaupun ragam bahasa Jawa Kuno dan Jawa Pertengahan tidak lagi digunakan secara luas di Jawa setelah abad ke-15, kedua ragam tersebut masih lazim digunakan di Bali untuk keperluan ritual keagamaan.{{
=== Bahasa Jawa Baru ===
Bahasa Jawa Baru tumbuh menjadi ragam literer utama bahasa Jawa sejak abad ke-16. Peralihan bahasa ini terjadi secara bersamaan dengan datangnya pengaruh Islam.{{
Kebangkitan [[Kesultanan Mataram|Mataram]] menyebabkan ragam tulisan baku bahasa Jawa beralih dari wilayah pesisir ke pedalaman. Ragam tulisan inilah yang kemudian dilestarikan oleh penulis-penulis Surakarta dan Yogyakarta, dan menjadi dasar bagi ragam baku bahasa Jawa masa kini.{{
Buku-buku cetak dalam bahasa Jawa mulai muncul sejak tahun 1830-an, awalnya dalam [[aksara Jawa]], walaupun kemudian [[alfabet Latin]] juga mulai digunakan. Sejak pertengahan abad ke-19, bahasa Jawa mulai digunakan dalam novel, cerita pendek, dan puisi bebas. Kini, bahasa Jawa digunakan dalam berbagai media, mulai dari buku hingga acara televisi. Ragam bahasa Jawa Baru yang digunakan sejak abad ke-20 hingga sekarang terkadang disebut pula "bahasa Jawa Modern".{{
== Demografi dan persebaran ==
[[Berkas:Numbers of Javanese speakers by province (dec point).svg|jmpl|500px|Jumlah penduduk setiap provinsi di Indonesia yang menggunakan bahasa Jawa sebagai [[bahasa ibu]], berdasarkan [[Sensus Penduduk Indonesia 2010|sensus 2010]].]]
Di antara bahasa-bahasa Austronesia, bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa dengan komunitas [[bahasa ibu|penutur jati]]
Sebagian besar penutur bahasa Jawa mendiami wilayah tengah dan timur Pulau Jawa.{{
=== Status hukum ===
Bahasa Jawa ditetapkan sebagai [[bahasa resmi]] [[Daerah Istimewa Yogyakarta]] berdasarkan Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2021.<ref name="perda-no-2-tahun-2021">{{cite web|title=Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pemeliharaan dan Pengembangan Bahasa, Sastra, dan Aksara Jawa|url=https://peraturan
== Fonologi ==
Bahasa Jawa memiliki 23–25 fonem konsonan dan 6–8 fonem vokal.{{
=== Vokal ===
Terdapat perbedaan pendapat mengenai jumlah [[fonem]] vokal dalam bahasa Jawa. Menurut ahli bahasa Jawa [[E. M. Uhlenbeck]], bahasa Jawa memiliki enam fonem vokal yang masing-masingnya memiliki dua variasi pengucapan ([[alofon]]), kecuali fonem pepet {{IPA|/ə/}}.{{
{| class="wikitable" style="text-align: center;"
|+ 1. Vokal{{
|-
!
Baris 128 ⟶ 146:
Mengikuti analisis enam vokal, fonem-fonem di atas memiliki [[alofon]] sebagai berikut:
* Fonem {{IPA|/i/}} memiliki dua alofon, yaitu {{IPA|[i]}} yang umumnya muncul dalam suku kata terbuka, dan {{IPA|[ɪ]}} dalam suku kata tertutup.{{
:{|
| ||''mari''||{{IPA|[mari]}}||'sembuh'
Baris 134 ⟶ 152:
| ||''wit''||{{IPA|[wɪt]}}||'bibit'
|}
* Fonem {{IPA|/u/}} memiliki dua alofon, yaitu {{IPA|[u]}} yang umumnya muncul dalam suku kata terbuka, dan {{IPA|[ʊ]}} dalam suku kata tertutup.{{
:{|
| ||''kuru''||{{IPA|[kuru]}}||'kurus'
Baris 140 ⟶ 158:
| ||''mung''||{{IPA|[mʊŋ]}}||'hanya'
|}
* Fonem {{IPA|/e/}} memiliki dua alofon, yaitu {{IPA|[e]}} dan {{IPA|[ɛ]}} yang dapat muncul baik dalam suku kata terbuka maupun tertutup.{{
:{|
| ||''saté''||{{IPA|[sate]}}||'satai'
Baris 148 ⟶ 166:
| ||''kalèn''||{{IPA|[kalɛn]}}||'selokan'
|}
* Fonem {{IPA|/o/}} memiliki dua alofon, yaitu {{IPA|[o]}} yang umumnya muncul dalam suku kata terbuka, dan {{IPA|[ɔ]}} yang dapat muncul baik dalam suku kata terbuka maupun tertutup.{{
:{|
| ||''loro''||{{IPA|[loro]}}||'dua'
Baris 156 ⟶ 174:
| ||''sorot''||{{IPA|[sorɔt]}}||'cahaya'
|}
* Fonem {{IPA|/a/}} memiliki dua alofon, yaitu alofon {{IPA|[a]}} yang umumnya muncul dalam suku kata [[penultima]] (kedua terakhir) dan antepenultima (ketiga dari akhir),{{efn|[[Ultima]] merujuk pada suku kata terakhir sebuah kata. Penultima merupakan suku kata kedua dari belakang, dan antepenultima merupakan suku kata ketiga dari belakang.}} baik yang terbuka maupun yang tertutup, serta alofon {{IPA|[ɔ]}} yang dapat muncul dalam suku kata terbuka.{{
:{|
| ||''bali''||{{IPA|[bʰali]}}||'pulang'
Baris 164 ⟶ 182:
| ||''kaya''||{{IPA|[kɔyɔ]}}||'seperti'
|}
* Fonem {{IPA|/ə/}} selalu diucapkan sebagai {{IPA|[ə]}}.{{
:{|
| ||''metu''||{{IPA|[mətu]}}||'keluar'
Baris 172 ⟶ 190:
=== Konsonan ===
Bahasa Jawa memiliki 21 fonem konsonan jika hanya menghitung kosakata "asli". Sekitar 2–4 fonem konsonan tambahan dapat ditemui dalam kata-kata pinjaman. Dalam tabel di bawah ini, fonem dalam tanda kurung menandakan fonem pinjaman.{{
{| class="wikitable" style="text-align: center" |
|+ 2. Konsonan{{
|-
!
! [[Konsonan bibir|Labial]]
! [[Konsonan dental|Dental]]/[[Konsonan alveolar|alveolar]]{{efn|Fonem {{IPA|/n/}}, {{IPA|/l/}}, {{IPA|/r/}}, dan {{IPA|/s/}} (serta {{IPA|/z/}}) ditandai sebagai fonem dental dalam analisis {{harvcoltxt|Ogloblin|2005}}, alveolar dalam analisis {{harvcoltxt|Wedhawati
! [[Retrofleks]]
! [[Palatal]]
Baris 195 ⟶ 213:
| {{IPA|p}} {{IPA|b}}
| {{IPA|t}} {{IPA|d}}
| {{IPA|ʈ}} {{IPA|ɖ}}{{efn|Kedua konsonan ini ditandai sebagai "apiko-palatal" oleh {{harvcoltxt|Wedhawati
| {{IPA|tʃ}} {{IPA|dʒ}}
| {{IPA|k}} {{IPA|ɡ}}
| {{IPA|ʔ}}
|-
! [[Frikatif]]{{efn|{{harvcoltxt|Wedhawati
| {{IPA|(f)}}
| {{IPA|s}} {{IPA|(z)}}
Baris 224 ⟶ 242:
|
|}
Kecuali dalam kluster sengau homorganik{{efn|Kluster homorganik adalah gabungan konsonan yang diucapkan pada satu tempat artikulasi yang sama, seperti {{IPA|/mb/}} dan {{IPA|/nd/}}.}}, fonem {{IPA|/b/}}, {{IPA|/d/}}, {{IPA|/ɖ/}}, {{IPA|/dʒ/}}, dan {{IPA|/ɡ/}} dalam posisi awal suku kata cenderung diucapkan dengan [[Aspirasi (linguistik)|aliran udara]] yang lebih besar daripada biasanya dan hampir tanpa [[Suara (fonetik)|menggetarkan pita suara]], sehingga mendekati bunyi {{IPA|[pʰ]}}, {{IPA|[tʰ]}}, {{IPA|[ʈʰ]}}, {{IPA|[tʃʰ]}}, dan {{IPA|[kʰ]}}.{{
=== Fonotaktik ===
Struktur suku kata paling umum dalam bahasa Jawa adalah {{abbr|V|vokal}}, {{abbr|K|konsonan}}V, VK, dan KVK. Suku kata dapat pula diawali dengan gabungan konsonan, yang umumnya terbagi menjadi tiga jenis: 1) gabungan konsonan homorganik yang terdiri dari bunyi sengau ditambah bunyi letup bersuara ({{abbr|N|konsonan nasal/sengau}}KV, NKVK), 2) gabungan konsonan yang terdiri dari bunyi letup ditambah bunyi likuida atau semivokal (KKV, KKVK), dan 3) gabungan konsonan sengau homorganik yang diikuti dengan bunyi [[likuida]] dan [[semivokal]] (NKKV, NKKVK).{{
:{|
| ||V||: ''ka-'''é''''' 'itu'
Baris 237 ⟶ 255:
| ||KVK||: ''ku-'''lon''''' 'barat'
|-
| ||KKV (termasuk NKV)||: '''''bla'''-bag'' 'papan', '''''
|-
| ||KKVK (termasuk NKVK)||: '''''prap'''-ta'' 'datang'
Baris 243 ⟶ 261:
| ||NKKVK||: '''''ngglam'''-byar'' 'tidak fokus'
|}
Deret konsonan antarvokal umumnya terdiri dari konsonan sengau + letup homorganik (seperti [mp], [mb], [ɲtʃ], dan seterusnya), atau [ŋs]. Bunyi /l/, /r/, dan /j/ dapat pula ditambahkan di akhir deret konsonan semacam ini. Contoh deret konsonan semacam ini adalah ''wo'''nt'''en'' 'ada', ''ba'''ngs'''a'' 'bangsa', dan ''sa'''ntr'''i'' 'santri, Muslim yang taat'. Dalam bahasa Jawa, suku kata sebelum deret konsonan semacam ini secara konvensional dianggap sebagai suku kata terbuka, sebab bunyi /a/ dalam suku kata seperti ini akan mengalami [[Kebulatan vokal|pembulatan]] menjadi {{IPA|[ɔ]}}. Kata ''tampa'' 'terima', misalnya, diucapkan sebagai [tɔmpɔ]. Bandingkan dengan kata ''tanpa'' 'tanpa' yang diucapkan sebagai [tanpɔ].{{
Sebagian besar (85%) morfem dalam bahasa Jawa terdiri dari 2 suku kata; morfem sisanya memiliki satu, tiga, atau empat suku kata. Penutur bahasa Jawa memiliki kecenderungan yang kuat untuk mengubah morfem dengan satu suku kata menjadi morfem dengan dua suku kata. Morfem dengan empat suku kata kadang pula dianalisis sebagai gabungan dua morfem yang masing-masingnya memiliki dua suku kata.{{
== Tata bahasa ==
{{main|Tata bahasa Jawa}}
=== Pronomina persona ===
Bahasa Jawa tidak memiliki [[pronomina]] persona khusus untuk menyatakan jamak kecuali kata ''kita''
{| class="wikitable" style="text-align: left;"
|+ 3. Pronomina persona{{
|-
! rowspan="2" | Glos
Baris 265 ⟶ 283:
! ''[[Kata krama inggil|Krama inggil]]/''<br />''[[Kata krama andhap|andhap]]''
|-
| {{gcl|1SG
| ''aku''
| –
Baris 272 ⟶ 290:
| ''tak''-, ''dak''-
| -''ku''
|-
|{{gcl|1PL.EXCL|persona pertama, jamak eksklusif}} 'kami'
|''kami''
|–
|–
|–
|–
|–
|-
| {{gcl|1PL.INCL|persona pertama, jamak inklusif}} 'kita'
Baris 290 ⟶ 316:
|-
| {{gcl|3SG}}, {{gcl|3PL}}<br />'dia, ia, ia, mereka'
| ''dhèwèké''{{efn|Varian ''dhèwèkné'', ''dhèkné'', dan ''dhèknéné'' juga umum ditemui.{{
| –
| ''piyambakipun''
| ''panjenengané'',<br />''panjenenganipun''{{efn|''Panjenengané'' dipakai dalam konteks ''ngoko'', sementara ''panjenenganipun'' dipakai dalam konteks ''krama''.{{
| ''di''-, ''dipun-''
| -''(n)é'', -''(n)ipun''
|}
Pronomina persona dalam bahasa Jawa, terutama untuk persona kedua dan ketiga, lebih sering digantikan dengan nomina atau gelar tertentu.{{
=== Demonstrativa ===
[[Demonstrativa]] atau kata tunjuk dalam bahasa Jawa adalah sebagai berikut:{{
{| class="wikitable" style="text-align: left;"
|+ 4. Demonstrativa{{
|-
!
Baris 341 ⟶ 367:
|}
Kata ''iki'' dan ''iku'' dapat digunakan baik dalam tulisan maupun percakapan. Bentuk ''kiyi'', ''kiyé'', ''kuwi'', dan ''kuwé'' utamanya digunakan dalam percakapan sehari-hari. Bentuk ''ika'' hanya dipakai dalam tembang. Bentuk ''madya'' dari ''iki/kiyi/kiyé'', ''iku/kuwi/kuwé'' dan ''kaé'' adalah ''niki'', ''niku'', dan ''nika''. Ketiga jenis demonstrativa ini memiliki bentuk krama yang sama, yaitu ''punika'' atau ''menika'', walaupun dalam beberapa kasus, kata ''mekaten'' atau ''ngaten'' juga digunakan sebagai padanan ''krama'' dari ''kaé''.{{
=== Nomina ===
Dalam bahasa Jawa, atribut pewatas (''modifier'') nomina inti diletakkan setelah nomina.{{
:{|
| ||''wit kinah''||'pohon kina'
Baris 356 ⟶ 382:
| ||''omahé Marsam''||'rumahnya Marsam'
|}
Imbuhan ''-(n)ing'', yang utamanya digunakan dalam ragam tulisan, memiliki beberapa makna berbeda yang menyatakan hubungan antara inti dan atribut.{{
:{|
| ||''ratuning buta''||'rajanya para raksasa'
Baris 366 ⟶ 392:
=== Numeralia ===
[[Numeralia]] atau angka umumnya diletakkan setelah nomina.{{
:{|
| ||''wong siji''||'satu orang'
Baris 375 ⟶ 401:
|}
Numeralia diletakkan sebelum nomina jika nomina tersebut merupakan penunjuk satuan ukuran atau satuan bilangan. Numeralia dalam posisi ini akan mendapatkan pengikat nasal ''-ng'' jika berakhir dengan bunyi vokal, atau ''-ang'' jika berakhir dengan konsonan non-sengau. Satu-satunya pengecualian adalah numeralia ''siji'' 'satu' yang diganti dengan imbuhan ''sa-/se-/s-'' dalam konteks ini.{{
:{|
| ||''
|-
| ||''
|-
| ||''sa-genthong''||'satu tempayan'
Baris 395 ⟶ 421:
TR2:transitif II, kausatif
</div><section end="list-of-glossing-abbreviations"/>
Paradigma verba bahasa Jawa baku dapat diringkaskan sebagai berikut:{{
{| class="wikitable" style="text-align: left"
|+ 5. Paradigma verba{{
|-
! rowspan="2" |modus
Baris 460 ⟶ 486:
|}
Tidak semua imbuhan verba dalam paradigma yang dijabarkan di atas lazim digunakan dalam percakapan sehari-hari. Selain itu, dialek bahasa Jawa lainnya umumnya memiliki paradigma verba yang lebih sederhana, seperti misalnya dialek Tengger yang tidak menggunakan imbuhan berbeda bagi verba dengan modus [[modus subjungtif|subjungtif]] dan [[modus imperatif|imperatif]] (walaupun dialek baku juga tidak membedakan keduanya dalam bentuk aktif, sama-sama ditandai dengan imbuhan ''N-'' dan ''-a'').{{
Verba [[transitif]] dalam bahasa Jawa dapat dibentuk dengan merangkaikan awalan sengau ''N-'' pada kata dasar untuk bentuk aktif atau awalan pronominal seperti ''di-'', ''tak-'', dan ''kok-'' untuk bentuk pasif.{{
:{{interlinear |lang=jv |number=(1) |indent=2
|Wis '''nemu''' akal aku
Baris 474 ⟶ 500:
}}
Penambahan akhiran ''-i'' dan ''-aké'' umumnya menandakan [[Valensi (linguistik)|valensi]] yang lebih tinggi.{{efn|Valensi adalah konsep tata bahasa mengenai hubungan antara verba dengan jumlah [[Argumen (linguistik)|argumen]] yang dirujuk olehnya. Semakin tinggi valensi sebuah verba, semakin banyak argumen yang bisa dirujuk olehnya. Verba intransitif, misalnya, memiliki valensi terkecil, karena hanya dapat merujuk pada satu argumen saja.}}{{
:{{interlinear |lang=jv |number=(3) |indent=2
|Kuwi '''mangan-i''' godhong tèh
Baris 486 ⟶ 512:
}}
Baik verba transitif maupun intransitif memiliki beberapa bentuk tergantung [[modus|modus gramatikanya]]. Selain bentuk dasar atau bentuk [[Modus indikatif|indikatif]], ada pula bentuk [[Modus irealis|irealis]]/subjungtif, imperatif, dan propositif.{{
* Menyatakan kemungkinan (''potential'').
:{{interlinear |lang=jv |number=(5) |indent=2
Baris 512 ⟶ 538:
}}
Verba dengan modus imperatif tidak dapat diawali dengan [[pelengkap]] yang berupa pelaku, dan ditandai dengan imbuhan ''-en'' atau ''-a''. Verba intransitif tidak memiliki bentuk imperatif khusus.{{
:{{interlinear |lang=jv |number=(9) |indent=2
|Mripat{{=}}mu '''tutup-an-a'''
Baris 519 ⟶ 545:
}}
Bentuk propositif merupakan bentuk imperatif yang digunakan untuk memerintahkan diri sendiri atau mengekspresikan keinginan untuk melakukan sesuatu.{{
:{{interlinear |lang=jv |number=(10) |indent=2
|Aku '''tak''' '''nusul''' Bapak dhéwéan
Baris 531 ⟶ 557:
}}
Imbuhan ''-é'' atau ''-ipun'' digunakan untuk menandakan bentuk propositif pasif.{{
:{{interlinear |lang=jv |number=(12) |indent=2
|'''Tak{{=}}Ø-plathok-an-é''' kayu{{=}}mu
Baris 538 ⟶ 564:
}}
Dalam bentuk-bentuk non-indikatif (irealis/subjungtif, imperatif, dan propositif), imbuhan ''-i'' dan ''-aké'' bersinonim dengan imbuhan ''-an'' dan ''-n'' seperti dalam rangkaian imbuhan ''-an-a'', ''-an-é'', ''-n-a'', dan ''-n-é''. Imbuhan-imbuhan ini sering dianggap sebagai bentuk yang padu (''-ana'', ''-ané'', ''-na'', dan ''-né''), walaupun beberapa linguis menganggap bahwa imbuhan-imbuhan ini sejatinya terdiri dari dua komponen yang berbeda, yaitu ''-an'' dan ''-n'' yang merupakan imbuhan derivatif, serta ''-a'' dan ''-é'' yang merupakan pemarkah modus.{{
== Sistem penulisan ==
Baris 545 ⟶ 571:
=== Aksara Jawa ===
{{utama|Aksara Jawa}}
Aksara Jawa merupakan [[Rumpun aksara Brahmi|aksara berumpun Brahmi]] yang diturunkan dari [[aksara Pallawa]] lewat [[aksara Kawi]]. Aksara tersebut muncul pada abad ke-16 tepatnya pada era keemasan hingga akhir Majapahit.<ref name=":1">{{Cite book|first=Javaholic Genk Kobra Community|url=https://www.worldcat.org/oclc/953823997|title=Gaul aksara Jawa|location=Yogyakarta|publisher=LKiS Pelangi Aksara|isbn=978-602-0809-08-3|edition=1|others=|oclc=953823997|url-status=live}}</ref><ref>{{Cite book|last=Kozok|first=Uli|date=1999|url=https://www.worldcat.org/oclc/46390839|title=Warisan leluhur : sastra lama dan aksara Batak|location=Jakarta [Indonesia]|publisher=Ecole française d'Extrême-Orient|isbn=979-9023-33-5|others=École française d'Extrême-Orient., Kepustakaan Populer Gramedia.|oclc=46390839|access-date=2019-12-25|archive-url=https://web.archive.org/web/20230412225703/https://www.worldcat.org/title/46390839|archive-date=2023-04-12|url-status=live|dead-url=no}}</ref>
Pengurutan aksara Jawa secara tradisional menggunakan pengurutan Hanacaraka. Pengurutan aksara ini diciptakan menurut legenda [[Aji Saka]] untuk mengenang dua orang pembantunya, Dora dan Sembada, yang berselisih paham tentang pusaka Aji Saka. Sembada ingat bahwa hanya Aji Sakalah yang boleh mengambil pusaka tersebut, sedangkan Dora diminta Aji Saka untuk membawakan pusaka Aji Saka ke Tanah Jawa. Perselisihan ini berujung pada pertarungan sengit; mereka memiliki kesaktian yang setara dan kedua-duanya pun mati.<ref>{{Cite book|last=Dwiyanto|first=Djoko|date=2009|url=https://www.worldcat.org/oclc/320349826|title=Kraton Yogyakarta : sejarah, nasionalisme & teladan perjuangan|
Aksara Jawa saat ini digunakan secara luas di ruang publik, terutama di wilayah Surakarta dan Yogyakarta. Aksara Jawa dipasang mendampingi alfabet Latin pada papan nama jalan, papan nama instansi, maupun di tempat umum.<ref>{{Cite news|url=https://news.okezone.com/read/2008/02/04/1/80815/solo-wajibkan-aksara-jawa-di-papan-nama|title=Solo Wajibkan Aksara Jawa di Papan Nama|last=Sumarno|date=2008-02-04|work=[[Okezone.com]]|language=id-ID|access-date=2019-12-25|archive-date=2019-12-25|archive-url=https://web.archive.org/web/20191225043647/https://news.okezone.com/read/2008/02/04/1/80815/solo-wajibkan-aksara-jawa-di-papan-nama|dead-url=no}}</ref><ref>{{Cite news|url=https://travel.tempo.co/read/874712/papan-nama-jalan-di-yogyakarta-akan-tampil-antik-dan-khas|title=Papan Nama Jalan di Yogyakarta Akan Tampil Antik dan Khas|last=
Aksara yang berkerabat dengan aksara Jawa adalah [[aksara Bali]]
=== Abjad Pegon ===
{{utama|Abjad Pegon}}
[[Berkas:Javanese John 3 16.png|jmpl|Sampel teks Pegon untuk Alkitab terjemahan bahasa Jawa ([[Yohanes 3:16|Yoh 3:16]])]]
Muncul bersama masuknya Islam di Jawa serta berkembang selama masa-masa keemasan Kerajaan Demak hingga Pajang, [[abjad Pegon]] yang bersaudara dengan [[abjad Jawi]] (Arab-Melayu) mengadopsi huruf-huruf Arab standar dengan ditambahkan huruf-huruf baru yang sama sekali tidak ada dalam abjad Arab maupun bahasa Arab asli. Kecuali jika orang Arab memahami dan menguasai bahasa Jawa, huruf-huruf pegon tidak bisa dipahami oleh orang Arab. Jika abjad Jawi selalu tanpa [[harakat]] (penanda vokal), abjad Pegon ada yang berharakat dan ada yang tidak. Pegon yang tidak berharakat disebut Gundhil. Abjad Pegon menjadi materi wajib yang diajarkan di banyak pesantren Jawa. Kata ''pegon'' berarti "menyimpang", maksudnya adalah bahwa "bahasa Jawa yang ditulis menggunakan abjad Arab merupakan sesuatu yang tidak lazim."<ref name=":0">{{Cite web|url=https://islamindonesia.id/budaya/budaya-mengenal-aksara-arab-pegon-simbol-perlawanan-dan-pemersatu-ulama-nusantara.htm|title=BUDAYA–Mengenal Aksara Arab Pegon: Simbol Perlawanan dan Pemersatu Ulama Nusantara|access-date=2019-09-05|archive-date=2019-09-05|archive-url=https://web.archive.org/web/20190905152326/https://islamindonesia.id/budaya/budaya-mengenal-aksara-arab-pegon-simbol-perlawanan-dan-pemersatu-ulama-nusantara.htm|dead-url=no}}</ref><ref>{{Cite web|date=2016-07-01|title=Huruf Pegon, Sarana Kreativitas Umat Islam di Jawa Masa Lalu|url=http://poskotanews.com/2016/07/01/huruf-pegon-sarana-kreativitas-umat-islam-di-jawa-masa-lalu/
=== Alfabet Latin ===
Baris 563 ⟶ 588:
=== Aksara lain ===
Pada masa lampau, bahasa Jawa kuno ditulis menggunakan [[aksara Kawi]] dan [[Aksara Nāgarī|aksara Nagari]]. Banyak dijumpai di prasasti-prasasti dari abad ke-8 hingga abad ke-16, aksara ini terus mengalami perubahan baik dari segi bentuk dan tipografinya.<ref>{{Cite book|last=Nala|first=Ngurah|date=2006|url=https://www.worldcat.org/oclc/170909278|title=Aksara Bali dalam Usada|
== Sastra ==
{{utama|Sastra Jawa}}
Di antara bahasa-bahasa Austronesia, bahasa Jawa merupakan bahasa dengan budaya kesusastraan paling tua. Bahasa Melayu Kuno, walaupun lebih dulu muncul secara kronologis dalam prasasti-prasasti dari abad ke-7, tidak merepresentasikan sebuah budaya kesusastraan yang stabil.{{
Sejak setidaknya awal abad ke-20, pertumbuhan pesat dalam populasi serta tingkat literasi telah menjadikan karya sastra tulisan sebagai sesuatu yang tidak lagi eksklusif ditemui pada kalangan aristokrat semata. Karya-karya sastra pun bermunculan dalam genre yang lebih beragam.{{
<!--sastra lisan-->
Baris 575 ⟶ 600:
{{utama|Daftar dialek bahasa Jawa}}
<!--ringkasan klasifikasi dialek Poerwadarminta, Wurm/Hattori, dan Ras; penjabaran variasi fonologi utama (pengucapan /a/ di posisi ultima, realisasi fonem hambat, dst)-->
Bahasa Jawa dapat dibagi ke dalam dua kelompok dialek utama, yaitu kelompok barat yang masih mempertahankan pengucapan /a/ sebagai {{IPA|[a]}} di posisi terbuka, serta kelompok tengah dan timur yang mengganti {{IPA|[a]}} dengan {{IPA|[ɔ]}}. Konsonan hambat dalam kelompok dialek barat umumnya juga masih diucapkan dengan [[Suara (fonetik)|menggetarkan pita suara]].{{
Menurut [[J. J. Ras]], profesor emeritus bahasa dan sastra Jawa di [[Universitas Leiden]], dialek-dialek bahasa Jawa dapat digolongkan berdasarkan persebarannya menjadi tiga, yaitu 1) dialek-dialek barat, 2) dialek-dialek tengah, dan 3) dialek-dialek timur. Penjabarannya adalah sebagai berikut:{{
# Dialek-dialek yang dipertuturkan di wilayah barat
## Banyumas–Wonosobo–Kebumen Barat ([[Bahasa Jawa Banyumasan|Banyumasan]])
##
##
## Banten ([[Bahasa Jawa Serang|
# Dialek-dialek yang dipertuturkan di wilayah tengah (Tengah)
## Kebumen–Bagelen–Magelang–Temanggung ([[Bahasa Jawa Kedu|
## Surakarta–Yogyakarta ([[Bahasa Jawa Surakarta|Mataram]])
## Madiun–Kediri–Blitar ([[Bahasa Jawa Mataraman|Mataraman]])
## Semarang–Demak–Kudus–Jepara ([[Bahasa Jawa Semarang|
## Blora–Rembang–Pati–Bojonegoro–Tuban ([[Bahasa Jawa Muria|Muria/Aneman]])
# Dialek-dialek yang dipertuturkan di wilayah timur (Wetanan)
## Surabaya–Malang–Pasuruan ([[Rumpun dialek Arekan|Arekan]])
## Banyuwangi ([[Bahasa Osing|Osing]])
== Tingkat tutur ==
Baris 597 ⟶ 622:
{{dab|Informasi lebih lanjut mengenai kosakata: [[Kata ngoko]], [[Kata krama]], dan [[Kata krama inggil]]/[[Kata krama andhap|andhap]]}}
[[Berkas:WIKITONGUES- Disa and Niken speaking Javanese.webm|jmpl|320px|Percakapan bahasa Jawa yang menggunakan tingkat tutur ''krama'']]
Bahasa Jawa memiliki beberapa tingkat tutur, atau ragam bahasa yang berhubungan dengan etika pembicara pada lawan bicara atau orang yang dibicarakan. Penggunaannya bergantung pada hal-hal seperti derajat tingkat sosial, umur, jarak kekerabatan dan keakraban.{{
Selain tiga ragam kosakata yang didasarkan pada derajat formalitas, ada pula jenis kosakata yang digunakan untuk menandakan penghormatan (''honorific'') atau perendahan diri (''humilific''), yaitu ''krama inggil'' dan ''krama andhap''.{{
Padu-padan kosakata dari kategori-kategori ini membentuk tiga tingkat tutur kalimat, sesuai nama leksikon utama yang digunakan, yaitu ''ngoko'', ''madya'', dan ''krama'', yang masing-masingnya juga memiliki beberapa subtingkat. Pilihan penggunaan tingkat tutur ini bergantung pada keakraban atau kedekatan hubungan antara pembicara dengan lawan bicaranya. Perbedaan antara subtingkat dalam setiap tingkat tutur biasanya tergantung pada penggunaan leksikon ''krama inggil'' dan ''krama andhap'' yang menandakan penghormatan pembicara kepada lawan bicara yang memiliki status sosial yang lebih tinggi.{{
=== Perubahan Pronomina Persona ===
{| class="wikitable"
|+Perubahan Pronomina Persona<ref name=":3">{{Cite book|last=Yulianti|first=Fitri Eva|date=2023|url=https://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/220432|title=Analisis Kontrastif Verba dalam Ragam Keigo Bahasa Jepang dan Ragam Krama Bahasa Jawa|location=Yogyakarta|publisher=Universitas Gadjah Mada|url-status=live}}</ref>
!Bahasa Jawa Ngoko
!Bahasa Indonesia
!Bahasa Jawa Krama
!Bahasa Indonesia
|-
|''aku''
|aku
|''kula''
|Saya
|-
|''kowé''
|kamu
|''panjenengan''
|Anda
|}
=== Perubahan Affiks ===
{| class="wikitable"
|+Perubahan Affiks<ref name=":3" />
!Bahasa Jawa Ngoko
!Bahasa Indonesia
!Bahasa Jawa Krama
!Bahasa Indonesia
|-
|''di-''
|
|''dipun-''
|
|-
|''kok-''
|
|''panjenengan-''
|
|-
|''tak-''
''dak-''
|
|''kula-''
|
|-
|''-é''
|
|''-ipun''
''-nipun''
|
|-
| -''ku''
|
| -''kula''
|
|-
| -''mu''
|
| -''panjenengan''
|
|}
== Keterangan ==
Baris 627 ⟶ 712:
* {{cite book |last1=Subroto |first1=Daliman Edi |last2=Soenardji |last3=Sugiri |year=1991 |title=Tata bahasa deskriptif bahasa Jawa |url=https://books.google.com/books?id=V6ZkAAAAMAAJ |location=Jakarta |publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan |ref=harv}}
* {{cite book |last=Uhlenbeck |first=Eugenius Marius |authorlink=Eugenius Marius Uhlenbeck |year=1982 |title=Kajian morfologi bahasa Jawa |url=https://books.google.com/books?id=lW9JSQAACAAJ |series=Indonesian Linguistics Development Project |volume=4 |location=Jakarta |publisher=Penerbit Djambatan |ref=harv}}
* {{cite book |
== Bacaan lanjutan ==
Baris 671 ⟶ 756:
[[Kategori:Bahasa di Indonesia]]
[[Kategori:Bahasa di Suriname]]
[[Kategori:Bahasa di Ngawi]]
[[Kategori:Bahasa di Jawa Timur]]
[[Kategori:Bahasa di Jawa]]
[[Kategori:Bahasa di Jawa Tengah]]
[[Kategori:Bahasa di Banten]]
[[Kategori:Bahasa di Surakarta]]
[[Kategori:Bahasa di Surabaya]]
[[Kategori:Bahasa di Semarang]]
[[Kategori:Rumpun bahasa Melayu-Polinesia]]
[[Kategori:Bahasa aglutinatif]]
[[Kategori:Bahasa di Malaysia]]
[[Kategori:Bahasa
|