Kerajaan Pagaruyung: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kembangraps (bicara | kontrib)
Ryan Ikhsan R (bicara | kontrib)
 
(553 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan)
Baris 1:
{{pp-protected|reason=Perlindungan artikel pilihan dari suntingan vandalisme|small=yes}}
[[Berkas:Pagaruyung.jpg|275px|right|thumb|Istana Pagaruyung, [[Sumatera Barat]]]]
{{Redirect|Pagaruyung|[[nagari]] dengan nama yang sama, lihat [[Pagaruyung, Tanjung Emas, Tanah Datar]]. Untuk kegunaan lain}}
'''Kerajaan Pagaruyung''' adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri, meliputi provinsi [[Sumatra Barat]] sekarang dan daerah-daerah di sekitarnya. Nama kerajaan ini berasal dari ibukotanya, yakni [[nagari]] [[Pagaruyung]]. Kerajaan ini didirikan oleh seorang pangeran dari [[Majapahit]] bernama [[Adityawarman]] pada tahun [[1347]]. Kerajaan Pagaruyung menjadi Kesultanan Islam sekitar tahun 1600-an. Kerajaan ini runtuh pada masa [[Perang Padri]].
{{Infobox Former Country
| native_name = ڤݢرويڠ دار القرار<br/> ''Pagaruyuang'' <br /> ملاياڤورا <br/> ''Malayapura''
| conventional_long_name = Pagaruyung Dārul Qarār
| common_name = Pagaruyung
| continent = Asia
| region = [[Asia Tenggara]]
| country = [[Indonesia]]
| religion = Dari [[Buddha]] berubah menjadi [[Islam]]
| image_flag = Flag of Minang.svg
| image_coat = Minangkabau royal seal.jpg
| symbol_type = Cap Mohor
| p1 = Kerajaan Dharmasraya
| flag_p1 =
| p2 = Kemaharajaan Majapahit
| flag_p2 = Naval flag of Majapahit Kingdom.svg
| p3 = Kerajaan Siguntur
| flag_p3 =
| p4 = Alam Surambi Sungai Pagu{{!}}Konfederasi Sungai Pagu
| flag_p4 =
| p5 = Luak{{!}}Konfederasi Luhak Nan Tigo
| flag_p5 = Flag of Minang.svg
| p6 = Daftar Raja Inderapura{{!}}Kerajaan Indrajati
| flag_p6 =
| p7 = Kesultanan Barus
| flag_p7 =
| p8 = Kemaharajaan Malayapura
| flag_p8 =
| s1 = Kesultanan Malaka
| flag_s1 =
| s2 = Kerajaan Indragiri
| flag_s2 =
| s3 = Kesultanan Jambi
| flag_s3 =
| s4 = Kesultanan Inderapura
| flag_s4 = Flag of Minang.svg
| s5 = Kesultanan Aceh
| flag_s5 = Flag of Aceh Sultanate.svg
| s6 = Perang Padri{{!}}Pendudukan Kaum Padri atas Kerajaan Pagaruyung
| flag_s6 = Flag of Afghanistan (1880–1901).svg
| s7 = Kerajaan Tambusai
| flag_s7 =
| s8 = Kerajaan Rambah
| flag_s8 =
| s9 = Kerajaan Rokan IV Koto
| flag_s9 =
| s10 = Kedatukan Tapung
| flag_s10 =
| s11 = Kerajaan Kampar Kiri
| flag_s11 =
| s12 = Kerajaan Kuantan
| flag_s12 =
| s13 = Kedatukan Singingi
| flag_s13 =
| s14 = Kesultanan Siak Sri Inderapura
| flag_s14 = Flag of Sultanate of Siak Sri Indrapura.svg
| s15 = Hindia Belanda
| flag_s15 = Flag of the Netherlands.svg
| year_start = 1347
| year_end = 1825
| date_start =
| date_end =
| event_start =
| event_end = Perang Padri
| image_map =
| capital = [[Pagaruyung, Tanjung Emas, Tanah Datar|Pagaruyung]]
| common_languages = [[Bahasa Minang|Minangkabau]], [[Bahasa Melayu|Melayu]], [[bahasa Sanskerta|Sanskerta]] (zaman Buddha)
| government_type = Monarki
| title_leader = Maharajadiraja - Sultan - [[Yang Dipertuan Pagaruyung]]
| currency =
| footnotes =
| leader_name1 =
| year_leader1 =
| leader1 =
}}
 
'''Kerajaan Pagaruyung''' ([[bahasa Minangkabau|Bahasa Minang]]: ''Pagaruyuang'', nama lain: ''Pagaruyung Dārul Qarār'') adalah kerajaan yang pernah berdiri di bagian tengah pulau Sumatra, yang wilayahnya sekarang menjadi bagian daratan Provinsi [[Sumatera Barat]], sebagian Provinsi [[Riau]], dan bagian pesisir barat Provinsi [[Sumatera Utara]].
==Sistem pemerintahan==
Raja Pagaruyung memerintah dibantu oleh dua orang raja lain, [[Raja Adat]] yang berkedudukan di [[Buo]], dan [[Raja Ibadat]] yang berkedudukan di [[Sumpur Kudus]]. Raja Adat memutuskan masalah-masalah adat sedangkan Raja Ibadat mengurus masalah-masalah agama. Bila ada masalah yang tidak selesai barulah dibawa ke Raja Pagaruyung yang disebut sebagai [[Raja Alam]].
 
Nama kerajaan ini dirujuk dari nama pohon [[Nibung]] atau Ruyung,<ref>Anonim. 1822. Malayan Miscellanies, Vol II: The Geneology of Rajah of Pulo Percha. Printed And Published at Sumatra Mission Press. Bencoolen</ref> selain itu juga dapat dirujuk dari inskripsi cap mohor [[Bagagarsyah dari Pagaruyung|Sultan Tunggul Alam Bagagar dari Pagaruyung]],<ref name="Amran"/> yaitu pada tulisan beraksara [[Jawi]] dalam lingkaran bagian dalam yang berbunyi (Jawi: سلطان توڠݢل عالم باݢݢر ابن سلطان خليفة الله يڠ ممڤوڽاءي تختا کراجأن دالم نݢري ڤݢرويڠ دار القرار جوهن برداولة ظل الله في العالم; [[Alfabet Latin|Latin]]: ''Sulthān Tunggul Alam Bagagar ibnu Sulthān Khalīfatullāh yang mempunyai tahta kerajaan dalam negeri '''Pagaruyung Dārul Qarār''' Johan Berdaulat Zhillullāh fīl 'Ālam'').<ref name="Note">''Lihat'': [[Bagagarsyah dari Pagaruyung#Cap mohor|Cap mohor Bagagarsyah dari Pagaruyung]] </sup></ref> sayangnya pada cap mohor tersebut tidak tertulis angka tahun masa pemerintahannya. Kerajaan ini runtuh pada masa [[Perang Padri]], setelah ditandatanganinya perjanjian antara [[Kaum Adat]] dengan pihak Belanda yang menjadikan kawasan Kerajaan Pagaruyung berada dalam pengawasan Belanda.<ref name="Stuers"/>
Selain kedua raja tadi Raja Alam dibantu pula oleh ''Basa Ampek Balai'', artinya orang besar yang berempat. Mereka adalah:
# ''Bandaro'' (bendahara) atau ''Tuanku Titah'' yang berkedudukan di [[Sungai Tarab]]. Kedudukannya hampir sama seperti Perdana Menteri. Bendahara ini dapat dibandingkan dengan jabatan bernama sama di [[Kesultanan Melaka]]
# ''Makhudum'' yang berkedudukan di [[Sumanik]]. Bertugas memelihara hubungan dengan rantau dan kerajaan lain.
# ''Indomo'' yang berkedudukan di [[Saruaso]]. Bertugas memelihara adat-istiadat
# ''Tuan Kadi'' berkedudukan di [[Padang Ganting]]. Bertugas menjaga syariah agama
''Tuan Gadang'' di [[Batipuh, Tanah Datar|Batipuh]] tidak termasuk dalam Basa Ampek Balai, namun derajatnya sama. Tuan Gadang bertugas sebagai panglima angkatan perang.
 
Sebelumnya kerajaan ini tergabung dalam '''[[Malayapura]]''',<ref name="de Casparis">{{cite book|last=Casparis|first= J.G.|authorlink=Johannes Gijsbertus de Casparis|title=Indonesian palaeography: a history of writing in Indonesia from the beginnings to C. A, Part 1500|publisher= E. J. Brill|year= 1975|id= ISBN 978-90-04-04172-1}}</ref> sebuah kerajaan yang pada [[Prasasti Amoghapasa]] disebutkan dipimpin oleh [[Adityawarman]],<ref>Mhd. Nur, et al. (2016) "[http://repositori.kemdikbud.go.id/10454/1/ST.BAGAGARSYAH.pdf Perjuangan Sultan Alam Bagagar Syah Dalam Melawan Penjajah Belanda di Minangkabau pada Abad ke 19]" Agam : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan</ref> yang mengukuhkan dirinya sebagai penguasa ''Bhumi Malayu'' di ''[[Sumatra|Suwarnabhumi]]''. Termasuk pula di dalam Malayapura adalah kerajaan [[Dharmasraya]] dan beberapa kerajaan atau daerah taklukan Adityawarman lainnya.<ref name="Cap"/>
==Wilayah kekuasaan==
Kerajaan Pagaruyung memerintah 500 lebih nagari yang merupakan satuan wilayah otonom. Nagari-nagari ini diperintah oleh para penghulu yang dipilih oleh warga nagari. Di daerah [[rantau]] kekuasaan penghulu ini sering berpindah kepada raja-raja kecil. Nagari-nagari dan kerajaan kecil tersebut berwenang mengatur daerahnya sendiri.
 
==Runtuhnya PagaruyungSejarah ==
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Islam}}
Kekuasaan raja Pagaruyung sudah sangat lemah pada saat menjelang perang Padri, meskipun raja masih tetap dihormati. Daerah-daerah di pesisir barat jatuh ke dalam pengaruh [[Aceh]], sedangkan [[Inderapura]] di pesisir selatan praktis menjadi kerajaan merdeka meskipun resminya masih tunduk pada raja Pagaruyung. Kerajaan ini runtuh pada masa [[Perang Padri]] akibat konflik yang terjadi dan campur tangan kolonial [[Belanda]] pada pertengahan abad ke-19.
=== Berdirinya Pagaruyung ===
{{utama|Adityawarman}}
[[Berkas:Adityawarman.jpg|jmpl|kiri|200px|[[Arca Bhairawa]] di [[Museum Nasional Republik Indonesia]], [[Jakarta]].]]
 
Munculnya nama [[Pagaruyung]] sebagai sebuah kerajaan tidak dapat diketahui dengan pasti, dari [[Tambo Minangkabau|Tambo]] yang diterima oleh masyarakat [[Minangkabau]] tidak ada yang memberikan penanggalan dari setiap peristiwa-peristiwa yang diceritakan, bahkan jika menganggap [[Adityawarman]] sebagai pendiri dari kerajaan ini, Tambo sendiri juga tidak jelas menyebutkannya. Namun dari beberapa prasasti yang ditinggalkan oleh Adityawarman, menunjukan bahwa Adityawarman memang pernah menjadi raja di negeri tersebut, tepatnya menjadi ''Tuan Surawasa'', sebagaimana penafsiran dari [[Prasasti Batusangkar]].
 
Dari [[Prasasti Amoghapasa|manuskrip]] yang dipahat kembali oleh Adityawarman pada bagian belakang [[Arca Amoghapasa]]<ref name="Kern">Kern, J.H.C., (1907), ''De wij-inscriptie op het Amoghapāça-beeld van Padang Candi(Batang Hari-districten); 1269 Çaka'', Tijdschrift voor Indische Taal-, Land-, en Volkenkunde.</ref> disebutkan pada tahun 1347 Adityawarman memproklamirkan diri menjadi raja di [[Malayapura]], Adityawarman merupakan putra dari [[Adwayawarman]] seperti yang terpahat pada [[Prasasti Kuburajo]], dan anak dari [[Dara Jingga]] putri dari Kerajaan [[Dharmasraya]] seperti yang disebut dalam [[Pararaton]]. Ia sebelumnya bersama-sama Mahapatih [[Gajah Mada]] berperang menaklukkan Bali dan Palembang,<ref>Berg, C.C., (1985), ''Penulisan Sejarah Jawa'', (terj.), Jakarta: Bhratara</ref> pada masa pemerintahannya kemungkinan Adityawarman memindahkan pusat pemerintahannya ke daerah pedalaman Minangkabau.
 
Dari [[prasasti Suruaso]] yang beraksara [[Melayu]] menyebutkan Adityawarman menyelesaikan pembangunan selokan untuk mengairi ''taman Nandana Sri Surawasa yang senantiasa kaya akan padi''<ref name="Cas">{{cite journal |last=Casparis |first= J.G. |authorlink=Johannes Gijsbertus de Casparis |title=An ancient garden in West Sumatra |journal=Kalpataru |year=1990 |issue=9|pages= 40-49}}</ref> yang sebelumnya dibuat oleh pamannya yaitu [[Akarendrawarman]] yang menjadi raja sebelumnya, sehingga dapat dipastikan sesuai dengan [[adat Minangkabau]], pewarisan dari ''mamak'' (paman) kepada ''kamanakan'' (kemenakan) telah terjadi pada masa tersebut,<ref name="Kozok">{{cite book|last=Kozok|first=U.|authorlink=Uli Kozok|title=Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah: Naskah Melayu yang Tertua|location=Jakarta|publisher=Yayasan Obor Indonesia|year=2006|id= ISBN 979-461-603-6}}</ref> walaupun kemungkinannya [[adat Minangkabau]] baru diterapkan oleh Kerajaan Pagaruyung setelah beradaptasi dengan lingkungan masyarakat terutama di wilayah [[Luak|Luhak Nan Tigo]] di awal pemerintahannya. Sementara pada sisi lain dari saluran irigasi tersebut terdapat juga sebuah prasasti yang beraksara ''Nagari'' atau [[Tamil]], sehingga dapat menunjukan adanya sekelompok masyarakat dari selatan [[India]] dalam jumlah yang signifikan pada kawasan tersebut.<ref name="Cas"/>
{{indo-stub}}
 
Adityawarman pada awalnya dikirim untuk menundukkan daerah-daerah penting di Sumatra, dan bertahta sebagai raja bawahan (''uparaja'') dari [[Majapahit]].<ref name="Mul">{{cite book|last=Muljana|first=S.|authorlink=Slamet Muljana|title=Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara|location=Yogyakarta|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|year=2005|id= ISBN 979-98451-16-3}}</ref> Namun dari prasasti-prasasti yang ditinggalkan oleh raja ini belum ada satu pun yang menyebut sesuatu hal yang berkaitan dengan ''Bhumi Jawa'' dan kemudian dari [[berita Tiongkok]] diketahui Adityawarman pernah mengirimkan utusan ke [[Tiongkok]] sebanyak 6 kali selama rentang waktu 1371 sampai 1377.<ref name="Kozok" />
 
Setelah meninggalnya Adityawarman, kemungkinan Majapahit mengirimkan kembali ekspedisi untuk menaklukan kerajaan ini pada tahun 1409.<ref name="Mul" /> Legenda-legenda Minangkabau mencatat pertempuran dahsyat dengan tentara Majapahit di daerah [[Padang Sibusuk]]. Konon daerah tersebut dinamakan demikian karena banyaknya mayat yang bergelimpangan di sana. Menurut legenda tersebut tentara [[Jawa]] berhasil dikalahkan.
 
Sebelum kerajaan ini berdiri, sebenarnya masyarakat di wilayah Minangkabau sudah memiliki sistem politik semacam [[konfederasi]], yang merupakan lembaga musyawarah dari berbagai [[Nagari]] dan [[Luhak]]. Dilihat dari kontinuitas sejarah, kerajaan Pagaruyung merupakan semacam perubahan sistem administrasi semata bagi masyarakat setempat ([[Suku Minangkabau|Etnis Minang]]).
 
=== Pengaruh Hindu-Budha ===
[[Berkas:Adityawarman batu tulis.jpg|jmpl|kiri|200px|Prasasti Adityawarman]]
 
Pengaruh Hindu-Budha di Sumatra bagian tengah telah muncul kira-kira pada abad ke-13,<ref name="Sanskrit in Southeast Asia">{{cite book|last=Mahāwitthayālai Sinlapākō̜n|first=|coauthors=Phāk Wichā Phāsā Tawanʻō̜k|title=Sanskrit in Southeast Asia|year=2003|publisher=Sanskrit Studies Centre, Silpakorn University|location=|id=ISBN 974-641-045-8 }}</ref> yaitu dimulai pada masa pengiriman [[Ekspedisi Pamalayu]] oleh [[Kertanagara]], dan kemudian pada masa pemerintahan Adityawarman dan putranya [[Ananggawarman]]. Kekuasaan dari Adityawarman diperkirakan cukup kuat mendominasi wilayah Sumatra bagian tengah dan sekitarnya.<ref name="Cap">{{cite journal |last=Casparis |first= J.G. |authorlink=Johannes Gijsbertus de Casparis |title=Peranan Adityawarman Putera Melayu di Asia Tenggara |journal=Tamadun Melayu |year=1989 |volume=3|pages=918-943}}</ref> Hal ini dapat dibuktikan dengan gelar ''Maharajadiraja'' yang disandang oleh Adityawarman seperti yang terpahat pada bahagian belakang [[Arca Amoghapasa]], yang ditemukan di hulu sungai [[Batang Hari]] (sekarang termasuk kawasan [[Kabupaten Dharmasraya]]).
 
Dari [[prasasti Batusangkar]] disebutkan Ananggawarman sebagai ''yuvaraja'' melakukan ritual ajaran Tantris dari [[agama Buddha]] yang disebut ''hevajra'' yaitu upacara peralihan kekuasaan dari Adityawarman kepada putra mahkotanya, hal ini dapat dikaitkan dengan kronik Tiongkok tahun 1377 tentang adanya utusan ''San-fo-ts'i'' kepada [[Kaisar Tiongkok]] yang meminta permohonan pengakuan sebagai penguasa pada kawasan ''San-fo-ts'i''.<ref>{{cite book|last=Suleiman|first=S.|authorlink=Satyawati Suleiman|title=The archaeology and history of West Sumatra|publisher=Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional, Departemen P & K|year=1977}}</ref>
 
Beberapa kawasan pedalaman Sumatra tengah sampai sekarang masih dijumpai pengaruhi agama Buddha antara lain kawasan percandian [[Candi Padang Roco|Padangroco]], kawasan percandian [[Candi Padang Lawas|Padanglawas]] dan kawasan percandian [[Candi Muara Takus|Muara Takus]]. Kemungkinan kawasan tersebut termasuk kawasan taklukan Adityawarman.<ref name="Mul"/> Sedangkan tercatat penganut taat ajaran ini selain Adityawarman pada masa sebelumnnya adalah [[Kubilai Khan]] dari [[Mongol]] dan raja [[Kertanegara]] dari [[Singhasari]].<ref name="Poepo">{{cite book|last=Poesponegoro|first=M.D.|authorlink=|coauthors=Notosusanto, N.|title=Sejarah nasional Indonesia: Jaman kuno|year=1992|publisher=PT Balai Pustaka|location=Jakarta|id=ISBN 979-407-408-X }}</ref>
 
=== Pengaruh Islam ===
[[Berkas:Pagaruyung.jpg|jmpl|[[Istano Basa]] Pagaruyung tempat raja bertakhta]]
Perkembangan agama [[Islam]] setelah akhir abad ke-14 sedikit banyaknya memberi pengaruh terutama yang berkaitan dengan sistem patrialineal, dan memberikan fenomena yang relatif baru pada masyarakat di pedalaman Minangkabau. Pada awal abad ke-16, ''[[Suma Oriental]]'' yang ditulis antara tahun 1513 dan 1515, mencatat dari ketiga raja Minangkabau, hanya satu yang telah menjadi [[muslim]] sejak 15 tahun sebelumnya.<ref name="Cortes">Cortesão, Armando, (1944), ''The Suma Oriental of Tomé Pires'', London: Hakluyt Society, 2 vols.</ref>
 
Pengaruh [[Islam]] di Pagaruyung berkembang kira-kira pada abad ke-16, yaitu melalui para musafir dan guru agama yang singgah atau datang dari Aceh dan Malaka. Salah satu murid ulama Aceh yang terkenal Syaikh [[Abdurrauf Singkil]] (Tengku Syiah Kuala), yaitu Syaikh [[Burhanuddin Ulakan]], adalah ulama yang dianggap pertama-tama menyebarkan agama Islam di Pagaruyung. Pada abad ke-17, Kerajaan Pagaruyung akhirnya berubah menjadi kesultanan Islam. Raja Islam yang pertama dalam tambo adat Minangkabau disebutkan bernama ''[[Sultan Alif]]''.<ref name="Dt" />
 
Dengan masuknya agama Islam, maka aturan adat yang bertentangan dengan ajaran agama Islam mulai dihilangkan dan hal-hal yang pokok dalam adat diganti dengan aturan agama Islam. Pepatah adat Minangkabau yang terkenal: ''"[[Adat bersendi syarak|Adaik basandi syarak, syarak basandi Kitabullah]]"'', yang artinya adat Minangkabau bersendikan pada agama Islam, sedangkan agama Islam bersendikan pada [[Al-Qur'an]]. Namun dalam beberapa hal masih ada beberapa sistem dan cara-cara adat masih dipertahankan dan inilah yang mendorong pecahnya perang saudara yang dikenal dengan nama [[Perang Padri]] yang pada awalnya antara ''Kaum Padri'' (ulama) dengan ''Kaum Adat'', sebelum Belanda melibatkan diri dalam peperangan ini.<ref name="Kep">Kepper, G., (1900), ''Wapenfeiten van het Nederlands Indische Leger; 1816-1900'', M.M. Cuvee, Den Haag.</ref>
 
Islam juga membawa pengaruh pada sistem pemerintahan kerajaaan Pagaruyung dengan ditambahnya unsur pemerintahan seperti ''Tuan Kadi'' dan beberapa istilah lain yang berhubungan dengan Islam. Penamaan negari [[Sumpur Kudus, Sijunjung|Sumpur Kudus]] yang mengandung kata ''kudus'' yang berasal dari kata ''Quddūs'' (suci) sebagai tempat kedudukan ''Rajo Ibadat'' dan [[Limo Kaum, Lima Kaum, Tanah Datar|Limo Kaum]] yang mengandung kata ''qaum'' jelas merupakan pengaruh dari bahasa Arab atau Islam. Selain itu dalam perangkat [[adat]] juga muncul istilah [[Imam]], [[Katik]] (Khatib), [[Bila]] (Bilal), [[Malin]] (Mu'alim) yang merupakan pengganti dari istilah-istilah yang berbau [[Agama Hindu|Hindu]] dan [[Buddha]] yang dipakai sebelumnya misalnya istilah ''Pandito'' (pendeta).
 
=== Hubungan dengan Belanda dan Inggris ===
{{quote box|width=45%|align=right|quote="Terdapat keselarasan yang mengagumkan dalam corak penulisan, bukan saja dalam buku [[prosa]] dan [[puisi]], tetapi juga dalam perutusan [[surat]], dan pengalaman saya sendiri telah membuktikan kepada saya bahwa tidak ada masalah dalam menterjemahkan surat daripada raja-raja dari kepulauan [[Maluku]], maupun menterjemahkan surat daripada raja [[Kedah]] dan [[Terengganu]] di [[Semenanjung Malaya]] atau dari [[Minangkabau]] di [[Sumatra]]."|source=— Pendapat dari [[William Marsden]].{{butuh rujukan}}}}
 
Pada awal abad ke-17, kerajaan ini terpaksa harus mengakui kedaulatan [[Kesultanan Aceh]],<ref>Kathirithamby-Wells, J., (1969), ''Achehnese Control over West Sumatra up to the Treaty of Painan of 1663'', JSEAH 10, 3:453-479.</ref> dan mengakui para gubernur Aceh yang ditunjuk untuk daerah pesisir pantai barat Sumatra. Namun sekitar tahun 1665, masyarakat Minang di pesisir pantai barat bangkit dan memberontak terhadap gubernur Aceh. Dari surat penguasa Minangkabau yang menyebut dirinya ''Raja Pagaruyung'' mengajukan permohonan kepada VOC, dan VOC waktu itu mengambil kesempatan sekaligus untuk menghentikan monopoli Aceh atas emas dan lada.<ref>Basel, J.L., (1847), ''Begin en Voortgang van onzen Handel en Voortgang op Westkust'', TNI 9, 2:1-95.</ref> Selanjutnya VOC melalui seorang ''regent''nya di Padang, ''Jacob Pits'' yang daerah kekuasaannya meliputi dari Kotawan di selatan sampai ke Barus di utara Padang mengirimkan surat tanggal 9 Oktober 1668 ditujukan kepada ''[[Ahmadsyah dari Pagaruyung|Sultan Ahmadsyah]], Iskandar Zur-Karnain, Penguasa Minangkabau yang kaya akan emas'' serta memberitahukan bahwa VOC telah menguasai kawasan pantai pesisir barat sehingga perdagangan emas dapat dialirkan kembali pada pesisir pantai.<ref>NA, VOC 1277, ''Mission to Pagaruyung'', fols. 1027r-v</ref> Menurut catatan Belanda, Sultan Ahmadsyah meninggal dunia tahun 1674<ref name="Dobbin">{{cite book|last=Dobbin|first=C.E.|coauthors=|title=Islamic revivalism in a changing peasant economy: central Sumatra, 1784-1847|publisher=Curzon Press|year=1983|id=ISBN 0-7007-0155-9}}</ref> dan digantikan oleh anaknya yang bernama [[Indermasyah dari Suruaso|Sultan Indermasyah]].<ref>SWK 1703 VOC 1664, f. 117-18</ref>
 
Ketika [[Vereenigde Oostindische Compagnie|VOC]] berhasil mengusir [[Kesultanan Aceh]] dari pesisir Sumatera Barat tahun 1666,<ref name="Amran">{{cite book|last=Amran|first=Rusli|authorlink=Rusli Amran|title=Sumatera Barat hingga Plakat Panjang|publisher=Penerbit Sinar Harapan|year=1981}}</ref> melemahlah pengaruh Aceh pada Pagaruyung. Hubungan antara daerah-daerah rantau dan pesisir dengan pusat Kerajaan Pagaruyung menjadi erat kembali. Saat itu Pagaruyung merupakan salah satu pusat perdagangan di pulau Sumatra, disebabkan adanya produksi [[emas]] di sana. Demikianlah hal tersebut menarik perhatian [[Belanda]] dan [[Inggris]] untuk menjalin hubungan dengan Pagaruyung. Terdapat catatan bahwa tahun 1684, seorang Portugis bernama Tomas Dias melakukan kunjungan ke Pagaruyung atas perintah gubernur jenderal Belanda di Malaka.<ref>Haan, F. de, (1896), ''Naar midden Sumatra in 1684'', Batavia-'s Hage, Albrecht & Co.-M. Nijhoff. 40p. 8vo wrs. Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde, Deel 39.</ref>
 
Sekitar tahun 1750 kerajaan Pagaruyung mulai tidak menyukai keberadaan VOC di [[Padang]] dan pernah berusaha membujuk Inggris yang berada di [[Bengkulu]], bersekutu untuk mengusir Belanda walaupun tidak ditanggapi oleh pihak Inggris.<ref name="Kato">{{cite book|last=Kato|first=Tsuyoshi|authorlink=Tsuyoshi Kato|title=Adat Minangkabau dan merantau dalam perspektif sejarah|publisher=PT Balai Pustaka|year=2005|id=ISBN 979-690-360-1}}</ref> Namun pada tahun 1781 Inggris berhasil menguasai Padang untuk sementara waktu,<ref name="Raffles, chapter V">{{cite book|last=Raffles|first=Sophia|coauthors=|title=Memoir of the life and public services of Sir Thomas Stamford Raffles|publisher=J. Duncan|volume=Volume I|chapter=Chapter V|page=|year=1835|id=|ISBN= }}</ref> dan waktu itu datang utusan dari Pagaruyung memberikan ucapan selamat atas keberhasilan Inggris mengusir Belanda dari Padang.<ref name="Marsden">{{cite book|last=Marsden|first=William|authorlink=William Marsden|title=The history of Sumatra: containing an account of the government, laws, customs and manners of the native inhabitants, with a description of the natural productions, and a relation of the ancient political state of that island|url=https://archive.org/details/historysumatrac01marsgoog|year=1784}}</ref> Menurut Marsden tanah Minangkabau sejak lama dianggap terkaya dengan emas, dan waktu itu kekuasaan raja Minangkabau disebutnya sudah terbagi atas ''raja Suruaso'' dan ''raja Sungai Tarab'' dengan kekuasaan yang sama.<ref name="Marsden"/> Sebelumnya pada tahun 1732, ''regent'' VOC di Padang telah mencatat bahwa ada seorang ''ratu'' bernama ''Yang Dipertuan Puti Jamilan'' telah mengirimkan tombak dan pedang berbahan emas, sebagai tanda pengukuhan dirinya sebagai penguasa ''bumi emas''.<ref name="Barbara">{{cite book|last=Andaya|first=B.W.|authorlink=Barbara Watson Andaya|title=To live as brothers: southeast Sumatra in the seventeenth and eighteenth centuries|publisher=University of Hawaii Press|year=1993|id=ISBN 0-8248-1489-4}}</ref> Walaupun kemudian setelah pihak Belanda maupun Inggris berhasil mencapai kawasan pedalaman Minangkabau, tetapi mereka belum pernah menemukan cadangan emas yang signifikan dari kawasan tersebut.<ref>Miksic, John., (1985), ''Traditional Sumatran Trade'', Bulletin de l'Ecole française d'Extrême-Orient.</ref>
 
Sebagai akibat konflik antara Inggris dan [[Prancis]] dalam [[Peperangan era Napoleon|Perang Napoleon]] di mana Belanda ada di pihak Prancis, maka Inggris memerangi Belanda dan kembali berhasil menguasai pantai barat Sumatera Barat antara tahun 1795 sampai dengan tahun 1819. [[Stamford Raffles|Thomas Stamford Raffles]] mengunjungi Pagaruyung pada tahun 1818, yang sudah mulai dilanda peperangan antara kaum Padri dan kaum Adat. Saat itu Raffles menemukan bahwa ibu kota kerajaan mengalami pembakaran akibat peperangan yang terjadi.<ref name="Raffles">{{cite book|last=Raffles|first=Sophia|coauthors=|title=Memoir of the life and public services of Sir Thomas Stamford Raffles|publisher=J. Duncan|volume=Volume I|chapter=Chapter XII|page=|year=1835|id=|ISBN= }}</ref> Setelah terjadi perdamaian antara Inggris dan Belanda pada tahun 1814, maka Belanda kembali memasuki Padang pada bulan Mei tahun 1819. Belanda memastikan kembali pengaruhnya di pulau Sumatra dan Pagaruyung, dengan ditanda-tanganinya [[Perjanjian London tahun 1824|Traktat London]] pada tahun 1824 dengan Inggris.
 
=== Runtuhnya Pagaruyung ===
{{utama|Perang Padri}}
{{quote box|width=45%|align=right|quote="Dari reruntuhan kota (Pagaruyung) ini menjadi bukti bahwa di sini pernah berdiri sebuah peradaban Melayu yang luar biasa, menyaingi Jawa, situs dari banyak bangunan kini tidak ada lagi, hancur karena perang yang masih berlangsung."|source=— Pendapat dari [[Thomas Stamford Raffles]].{{butuh rujukan}}}}
Kekuasaan raja Pagaruyung sudah sangat lemah pada saat-saat menjelang perang Padri, meskipun raja masih tetap dihormati. Daerah-daerah di pesisir barat jatuh ke dalam pengaruh [[Aceh]], sedangkan [[Kerajaan Inderapura|Inderapura]] di [[kabupaten Pesisir Selatan|pesisir selatan]] praktis menjadi kerajaan merdeka meskipun resminya masih tunduk pada raja Pagaruyung. Sedangkan daerah pesisir timur sudah lebih dulu dibawah pengaruh [[Kesultanan Melaka]] dan di masa mendatang pada daerah yang lain saat terjadinya perebutan kekuasaan atas sebagian besar wilayah [[Kerajaan Pagaruyung]] oleh [[Kaum Padri]] pun di antaranya menjadi wilayah yang merdeka, seperti [[Kerajaan Kampar Kiri|Kampar Kiri]], [[Kedatukan Singingi|Singingi]] dan [[Kerajaan Kuantan|Kuantan]].
 
Pada awal abad ke-19 pecah konflik antara [[Kaum Padri]] dan [[Kaum Adat]]. Dalam beberapa perundingan tidak ada kata sepakat antara mereka. Seiring itu dibeberapa negeri dalam Kerajaan Pagaruyung bergejolak, dan puncaknya Kaum Padri dibawah pimpinan [[Tuanku Pasaman]] menyerang Pagaruyung pada tahun 1815. [[Muning Alamsyah dari Pagaruyung|Sultan Arifin Muningsyah]] terpaksa menyingkir dan melarikan diri dari ibu kota kerajaan ke [[Lubuk Jambi, Kuantan Mudik, Kuantan Singingi|Lubuk Jambi]].<ref>{{cite book|last=Francis||first=E.|title=Herinneringen uit den Levensloop van een Indisch Ambtenaar van 1815 tot 1851: Medegedeeld in briefen door E. Francis|publisher=van Dorp|year=1859}}</ref><ref>Nain, Sjafnir Aboe, (2004), ''Memorie Tuanku Imam Bonjol (MTIB)'', transl., Padang: PPIM.</ref>
 
Karena terdesak oleh Kaum Padri, keluarga kerajaan Pagaruyung meminta bantuan kepada [[Belanda]], dan sebelumnya mereka telah melakukan diplomasi dengan [[Inggris]] sewaktu Raffles mengunjungi Pagaruyung serta menjanjikan bantuan kepada mereka.<ref name="Amran"/> Pada tanggal [[10 Februari]] [[1821]]<ref name="Stuers">{{cite book|last=Stuers||first=H.J.J.L.|coauthor= Veth, P.J.|title=De vestiging en uitbreiding der Nederlanders ter westkust van Sumatra|publisher=P.N. van Kampen|year=1849}}</ref> [[Bagagarsyah dari Pagaruyung|Sultan Tunggul Alam Bagagarsyah]], yaitu kemenakan dari Sultan Arifin Muningsyah yang berada di [[Padang]],<ref name="Dobbin"/> beserta 19 orang pemuka adat lainnya menandatangani perjanjian dengan Belanda untuk bekerja sama dalam melawan Kaum Padri. Walaupun sebetulnya Sultan Tunggul Alam Bagagar waktu itu dianggap tidak berhak membuat perjanjian dengan mengatasnamakan kerajaan Pagaruyung.<ref name="Amran"/> Akibat dari perjanjian ini, Belanda menjadikannya sebagai tanda penyerahan kerajaan Pagaruyung kepada pemerintah Belanda.<ref name="Kep" /> Kemudian setelah Belanda berhasil merebut Pagaruyung dari Kaum Padri, pada tahun 1824 atas permintaan Letnan Kolonel Raaff, Yang Dipertuan Pagaruyung Raja Alam Muningsyah kembali ke Pagaruyung, tetapi pada tahun 1825 Sultan Arifin Muningsyah, raja terakhir di Minangkabau ini, wafat dan kemudian dimakamkan di Pagaruyung.<ref name="Dobbin"/>
 
[[Berkas:Naar-beide-zijden-front.jpg|jmpl|kiri|250px|Pasukan Belanda dan [[Kaum Padri|Padri]] saling berhadapan di medan perang. Lukisan sekitar tahun 1900.]]
Sementara Sultan Tunggul Alam Bagagarsyah pada sisi lain ingin diakui sebagai ''Raja Pagaruyung'', tetapi pemerintah [[Hindia Belanda]] dari awal telah membatasi kewenangannya dan hanya mengangkatnya sebagai ''Regent'' Tanah Datar.<ref name="Dobbin"/> Kemungkinan karena kebijakan tersebut menimbulkan dorongan pada Sultan Tunggul Alam Bagagar untuk mulai memikirkan bagaimana mengusir Belanda dari negerinya.<ref name="Amran"/>
 
Setelah menyelesaikan [[Perang Diponegoro]] di [[Jawa]], Belanda kemudian berusaha menaklukkan Kaum Padri dengan kiriman tentara dari Jawa, [[Pulau Madura|Madura]], [[Bugis]] dan [[Ambon]].<ref>Teitler, G., (2004), ''Het einde Padri Oorlog: Het beleg en de vermeestering van Bondjol 1834-1837'': Een bronnenpublicatie, Amsterdam: De Bataafsche Leeuw.</ref> Namun ambisi kolonial Belanda tampaknya membuat kaum adat dan Kaum Padri berusaha melupakan perbedaan mereka dan bersekutu secara rahasia untuk mengusir Belanda. Pada tanggal [[2 Mei]] [[1833]] Sultan Tunggul Alam Bagagar ditangkap oleh Letnan Kolonel [[Cornelis Pieter Jacob Elout|Elout]] di Batusangkar atas tuduhan pengkhianatan. Ia dibuang ke Batavia ([[Jakarta]] sekarang) sampai akhir hayatnya, dan dimakamkan di pekuburan Mangga Dua.<ref>Hamka (12 Februari 1975). Pidato Prof. Dr. Hamka dalam upacara pemakaman kembali Sultan Alam Bagagar Syah di Balai Kota Jakarta. Jakarta:Penerbit Pustaka Panjimas.</ref>
 
Setelah kejatuhannya, pengaruh dan prestise Kerajaan Pagaruyung tetap tinggi terutama pada kalangan masyarakat Minangkabau yang berada di rantau. Salah satu ahli waris Kerajaan Pagaruyung diundang untuk menjadi penguasa di Kuantan.<ref>Anon, (1893), ''Mededelingen...Kwantan''. TBG 36: 325–42.</ref> Begitu juga sewaktu Raffles masih bertugas di Semenanjung Malaya, dia berjumpa dengan kerabat Pagaruyung yang berada di [[Negeri Sembilan]], dan Raffles bermaksud mengangkat Yang Dipertuan Ali Alamsyah yang dianggapnya masih keturunan langsung raja Minangkabau sebagai raja di bawah perlindungan [[Inggris]].<ref name="Amran"/> Sementara setelah berakhirnya [[Perang Padri]], [[Tuan Gadang]] di [[Batipuh, Tanah Datar|Batipuh]] meminta pemerintah Hindia Belanda untuk memberikan kedudukan yang lebih tinggi daripada sekadar ''Regent'' Tanah Datar yang dipegangnya setelah menggantikan Sultan Tunggul Alam Bagagar, tetapi permintaan ini ditolak oleh Belanda,<ref name="Radjab">{{cite book|last=Radjab|first=M.,|authorlink=Muhamad Radjab|coauthors=|title=Perang Paderi di Sumatera Barat, 1803-1838|year=1964|publisher=Balai Pustaka|location=|id= }}</ref> hal ini nantinya termasuk salah satu pendorong pecahnya [[Pemberontakan di Pantai Barat Sumatra (1841)|pemberontakan tahun 1841]] di [[Batipuh, Tanah Datar|Batipuh]] selain masalah ''[[cultuurstelsel]]''.<ref name="Dobbin"/>
 
== Wilayah kekuasaan ==
Menurut [[Tomé Pires]] dalam ''Suma Oriental'',<ref name="Cortes" /> tanah Minangkabau selain dataran tinggi pedalaman Sumatra tempat di mana rajanya tinggal, juga termasuk wilayah pantai timur ''Arcat'' (antara [[Aru (disambiguasi)|Aru]] dan [[Sungai Rokan|Rokan]]) ke [[Jambi]] dan kota-kota pelabuhan pantai barat ''Panchur'' [[Barus, Tapanuli Tengah|Barus]], Tiku dan [[Pariaman]]. Dari catatan tersebut juga dinyatakan tanah Indragiri, [[Kabupaten Siak|Siak]] dan Arcat merupakan bagian dari tanah Minangkabau, dengan [[Teluk Kuantan]] sebagai pelabuhan utama raja Minangkabau tersebut. Namun belakangan daerah-daerah rantau seperti [[Kerajaan Siak Gasib|Siak (Gasib)]], [[Kerajaan Kampar Pekan Tua|Kampar Pekan Tua]] dan Indragiri kemudian lepas dan ditaklukkan oleh [[Kesultanan Malaka]] dan [[Kesultanan Aceh]].<ref>{{cite book
|author=Cheah Boon Kheng, Abdul Rahman Haji Ismail
|title=Sejarah Melayu
|publisher=the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society
|date=1998}}</ref>
 
Wilayah pengaruh politik Kerajaan Pagaruyung adalah wilayah tempat hidup, tumbuh, dan berkembangnya kebudayaan Minangkabau. Wilayah ini dapat dilacak dari pernyataan [[Tambo Minangkabau|Tambo]] (legenda adat) berbahasa Minang ini:<ref>Djamaris, Edwar, (1991), ''Tambo Minangkabau'', Jakarta: Balai Pustaka.</ref>
 
:''Dari Sikilang Aia Bangih''
:''Hinggo Taratak Aia Hitam''
:''Dari Durian Ditakuak Rajo''
:''Hinggo Aia Babaliak Mudiak''
 
''Sikilang Aia Bangih'' adalah batas utara, sekarang di daerah [[Kabupaten Pasaman Barat|Pasaman Barat]], berbatasan dengan [[Kabupaten Mandailing Natal|Natal]], [[Sumatera Utara]]. ''Taratak Aia Hitam'' adalah daerah [[Bengkulu]]. ''Durian Ditakuak Rajo'' adalah wilayah di [[Kabupaten Bungo]], [[Jambi]]. Yang terakhir, ''Aia Babaliak Mudiak'' adalah wilayah di hilir sungai Kampar, [[Kabupaten Pelalawan]], [[Riau]] sekarang. Secara lengkapnya, di dalam tambo dinyatakan bahwa ''Alam Minangkabau'' (wilayah Kerajaan Pagaruyung) adalah sebagai berikut:
 
{{col-begin}}
{{col-2}}
:''Nan salilik Gunuang Marapi''
:''Saedaran Gunuang Pasaman''
:''Sajajaran Sago jo Singgalang''
:''Saputaran Talang jo Kurinci''
:''Dari Sirangkak nan Badangkang''
:''Hinggo Buayo Putiah Daguak''
:''Sampai ka Pintu Rajo Hilia''
:''Hinggo Durian Ditakuak Rajo''
:''Sipisau-pisau Hanyuik''
:''Sialang Balantak Basi''
:''Hinggo Aia Babaliak Mudiak''
:''Sailiran Batang Bangkaweh''
:''Sampai ka ombak nan badabua''
:''Sailiran Batang Sikilang''
:''Hinggo lauik nan sadidieh''
:''Ka timua Ranah Aia Bangih''
:''Rao jo Mapek Tunggua''
:''Gunuang Mahalintang''
:''Pasisia Banda Sapuluah''
:''Taratak Aia Hitam''
:''Sampai ka Tanjuang Simalidu''
:''Pucuak Jambi Sambilan Lurah''
{{col-2}}
: Daerah [[Luhak Nan Tigo]]
: Daerah di sekeliling [[Gunung Pasaman]]
: Daerah sekitar [[Gunung Sago]] dan [[Gunung Singgalang]]
: Daerah sekitar [[Gunung Talang]] dan [[Gunung Kerinci]]
: Daerah [[Pariangan, Pariangan, Tanah Datar|Pariangan Padang Panjang]] dan sekitarnya
: Daerah sekitaran [[Inderapura, Pancung Soal, Pesisir Selatan|Indropuro]] ([[Kabupaten Pesisir Selatan]]) dan [[Kabupaten Mukomuko]]
: Daerah [[Jambi]] sebelah barat
: Daerah yang berbatasan dengan [[Jambi]]
: Daerah sekitar [[Kabupaten Indragiri Hulu|Indragiri Hulu]]
: Daerah sekitar Gunung Sailan dan [[Kabupaten Kuantan Singingi|Singingi]]
: Daerah Rantau Hilir Kampar ([[Kabupaten Pelalawan]])
: Daerah sekitar [[Danau Singkarak]] dan [[Batang Ombilin]]
: Daerah hingga Samudra Indonesia
: Daerah pinggiran Batang Sikilang, [[Pasaman Barat]]
: Daerah yang berbatasan dengan Samudra Indonesia
: Daerah sebelah timur [[Sungai Beremas]], [[Pasaman Barat]]
: Daerah di kawasan [[Rao, Pasaman|Rao]] dan [[Mapat Tunggul, Pasaman]]
: Daerah perbatasan dengan [[Kabupaten Tapanuli Selatan|Tapanuli selatan]]
: Daerah sepanjang wilayah pesisir di sebagian besar [[Kabupaten Pesisir Selatan]]
: Daerah sekitar Silauik dan [[Lunang]]
: Daerah hingga [[Tanjung Simalidu]]
: Daerah sehiliran [[Batang Hari]]''
{{col-end}}
 
=== Pengaruh ===
Pengaruh Kerajaan Pagaruyung melingkupi hampir seluruh [[Pulau Sumatra]] seperti yang ditulis William Marsden dalam bukunya ''The history of Sumatra'' (1784).<ref name="Marsden"/> Beberapa kerajaan lainnya di luar Sumatra juga mengakui kedaulatan Pagaruyung, walaupun bukan dalam hubungan pemberian upeti. Ada sebanyak 62 hingga 75 kerajaan kecil di Nusantara yang menginduk pada Pagaruyung, yang tersebar di [[Filipina]], [[Brunei]], [[Thailand]], dan [[Malaysia]], serta di [[Sumatra]], [[Nusa Tenggara Timur]] dan [[Nusa Tenggara Barat]] di Indonesia. Hubungan tersebut dibedakan berdasarkan ''[[gradasi]]'' hubungan, yakni ''sapiah balahan'' (garis keturunan perempuan), ''kuduang karatan'' (garis keturunan laki-laki), ''kapak radai'', serta ''timbang pacahan'' yang merupakan keturunan kerajaan.<ref name="travel.kompas.com">[http://travel.kompas.com/read/2013/06/22/0943204/Pagaruyung.Simbol.Perekat.Nusantara "Pagaruyung, Simbol Perekat Nusantara"] ''[[Kompas.com]]'', 22 Juni 2013. Diakses 23 Juni 2015.</ref>
 
== Sistem pemerintahan ==
=== Raja ===
{{main|Raja Pagaruyung}}
Adityawarman pada awalnya menyusun sistem pemerintahannya mirip dengan sistem pemerintahan yang ada di [[Majapahit]]<ref name="Dt">Batuah, A. Dt. & Madjoindo, A. Dt., (1959), ''Tambo Minangkabau dan Adatnya'', Jakarta: Balai Pustaka.</ref> masa itu, meskipun kemudian menyesuaikannya dengan karakter dan struktur kekuasaan kerajaan sebelumnya ([[Kerajaan Dharmasraya|Dharmasraya]] dan [[Sriwijaya]]) yang pernah ada pada masyarakat setempat. Ibu kota diperintah secara langsung oleh raja, sementara daerah pendukung tetap diperintah oleh [[Datuk di Minangkabau|Datuk]] setempat.<ref>{{cite book|last=Muljana|first=S.|authorlink=Slamet Muljana|title=Sriwijaya|url=https://archive.org/details/Sriwijaya|location=Yogyakarta|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|year=2006|id= ISBN 979-8451-62-7}}</ref>
 
Pagaruyung memiliki sistem raja triumvirat yang disebut ''rajo tigo selo'' ("tiga orang raja yang bersila"), yang terdiri atas:<ref>{{Cite book|last=[[Mochtar Naim]]|first=|date=2002|url=https://books.google.co.id/books?id=WupuAAAAMAAJ&q=pagaruyung+%22+triumvirat%22&dq=pagaruyung+%22+triumvirat%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwjdtf_Ar8DrAhWCeisKHX_mAO4Q6AEwAHoECAEQAg|title=Menelusuri jejak Melayu-Minangkabau|location=|publisher=Yayasan Citra Budaya Indonesia|isbn=978-979-95830-8-6|pages=6|language=id|url-status=live}}</ref>
# '''Raja Alam''' yang berkedudukan di [[Pagaruyung, Tanjung Emas, Tanah Datar|Pagaruyung]];
# '''Raja Adat''' yang berkedudukan di [[Buo, Lintau Buo, Tanah Datar|Buo]];
# '''Raja Ibadat''' yang berkedudukan di [[Sumpur Kudus, Sijunjung|Sumpur Kudus]].
 
=== Menteri ===
Raja-raja Pagaruyung memiliki empat orang pembesar utama yang disebut ''[[Basa Ampek Balai]]'', yaitu:
# '''Bandaro''' yang berkedudukan di [[Sungai Tarab, Sungai Tarab, Tanah Datar|Sungai Tarab]];
# '''Makhudum''' yang berkedudukan di [[Sumanik, Salimpaung, Tanah Datar|Sumanik]];
# '''Indomo''' yang berkedudukan di [[Suruaso, Tanjung Emas, Tanah Datar|Suruaso]];
# '''[[Tuan Gadang]]''' yang berkedudukan di [[Batipuh, Tanah Datar|Batipuh]].
 
Belakangan, pengaruh [[Islam]] menempatkan '''Tuan Kadi''' yang berkedudukan di [[Padang Ganting, Padang Ganting, Tanah Datar|Padang Ganting]] menggeser kedudukan Tuan Gadang di [[Batipuh, Tanah Datar|Batipuh]], dan bertugas menjaga syariah agama.{{citation needed}}
 
Sebagai aparat pemerintahan, masing-masing [[Basa Ampek Balai Tapan, Pesisir Selatan|Basa Ampek Balai]] punya daerah-daerah tertentu tempat mereka berhak menagih upeti sekadarnya, yang disebut rantau masing-masing pembesar tersebut. Bandaro memiliki rantau di [[Bandar Sepuluh|Bandar X]], rantau Tuan Kadi adalah di [[Koto VII, Sijunjung|VII Koto]] dekat [[Kabupaten Sijunjung|Sijunjung]], Indomo punya rantau di bagian utara Padang sedangkan Makhudum punya rantau di [[Semenanjung Malaya|Semenanjung Melayu]], di daerah permukiman orang Minangkabau di sana.{{citation needed}}
 
Selain itu dalam menjalankan roda pemerintahan, kerajaan juga mengenal aparat pemerintah yang menjalankan kebijakan dari kerajaan sesuai dengan fungsi masing-masing, yang sebut ''[[Langgam nan Tujuah]]''. Mereka terdiri dari:
# Pamuncak Koto [[Suku Piliang|Piliang]]
# Perdamaian Koto Piliang
# Pasak Kungkuang Koto Piliang
# Harimau Campo Koto Piliang
# Camin Taruih Koto Piliang
# Cumati Koto Piliang
# Gajah Tongga Koto Piliang{{citation needed}}
 
=== Pemerintahan Darek dan Rantau ===
Dalam laporannya, [[Tomé Pires]] telah memformulasikan struktur wilayah dari tanah Minangkabau dalam '''darek''' (''land'') dan '''rantau''' (''sea/coast''),<ref name="Cortes" /> walaupun untuk beberapa daerah pantai timur Sumatra seperti [[Jambi]] dan [[Palembang]] disebutkan telah dipimpin oleh seorang ''patih'' yang ditunjuk dari [[Jawa]].
 
Kerajaan Pagaruyung membawahi lebih dari 500 ''[[nagari]]'', yang merupakan satuan wilayah otonom pemerintahan. Nagari-nagari ini merupakan dasar kerajaan, dan mempunyai kewenangan yang luas dalam memerintah. Suatu nagari mempunyai kekayaannya sendiri dan memiliki pengadilan adatnya sendiri. Beberapa buah nagari kadang-kadang membentuk persekutuan. Misalnya [[Bandar Sepuluh|Bandar X]] adalah persekutuan sepuluh nagari di selatan [[Kota Padang|Padang]]. Kepala persekutuan ini diambil dari kaum [[penghulu]], dan sering diberi gelar [[raja]]. Raja kecil ini bertindak sebagai wakil Raja Pagaruyung.
 
Dalam pembentukan suatu nagari sejak dahulunya telah dikenal dalam istilah pepatah yang ada pada masyarakat adat Minang itu sendiri yaitu ''Dari '''Taratak''' manjadi '''Dusun''', dari Dusun manjadi '''Koto''', dari Koto manjadi '''Nagari''', Nagari ba Panghulu''. Jadi dalam sistem administrasi pemerintahan di kawasan Minang dimulai dari struktur terendah disebut dengan Taratak, kemudian berkembang menjadi Dusun, kemudian berkembang menjadi Koto dan kemudian berkembang menjadi Nagari. Biasanya setiap nagari yang dibentuk minimal telah terdiri dari 4 suku yang mendomisili kawasan tersebut.<ref name="Dt" />
 
==== Darek ====
{| class="wikitable" style="text-align:center; width:45%; margin:0 0em 1em .25em; float:right;line-height:1em;"
! colspan="3" | Luhak nan Tigo
|-
! Luhak Tanah Data !! Luhak Agam !! Luhak Limopuluah
|-
| Tampuak Tangkai Pariangan Salapan Koto dan Tujuah Langgam Di Hilia || Ampek-Ampek Angkek ||Hulu
|-
| Limo Kaum - Duo Baleh Koto dan Sambilan Koto Di Dalam, Tanjuang Nan Tigo Lubuak Nan Tigo, Tabek Sawah Tangah dan Limo Kaum Bunsu || Matua - Palembayan || Lareh
|-
| Sungai Tarok Salapan Batua - Nan Baikua Bakapalo, Bakapak Baradai, Bagombak Bakatitiran Di Ujuang Tunjuak dan Langgam Nan Tujuah || Sapuluah Koto Maninjau ||Luhak
|-
| Batipuah - Sapuluah Koto || Garagahan Lubuak Basuang ||Ranah dan Sehilir Kampar Kanan (Ujuang Luhak)
|-
| Pagaruyuang, Buo, Sumpu Kudus, Sumaniak, Saruaso dan Padang Gantiang sekitarnya || Tigo Koto Batu Kambiang dan Sitalang ||Sandi
|-
| Duo Puluah Koto || Bonjo dan Lubuak Sikapiang ||
|-
| Kubuang Tigo Baleh dan sekitarnya|| ||
|-
| Koto Tujuah dan sekitarnya || ||
|-
| Tujuah Koto Sungai Lansek dan Ampek Baleh Koto Aia Amo || ||
|-
| Alam Surambi Sungai Pagu || ||
|}
Di daerah ''Darek'' atau daerah inti Kerajaan Pagaruyung terbagi atas 3 [[luhak]] (''Luhak Nan Tigo'', yaitu Luhak ''Tak nan Data'', belakangan menjadi [[Luhak Tanah Data]], [[Luhak Agam]] dan [[Luhak Limopuluah]]). Sementara pada setiap nagari pada kawasan luhak ini diperintah oleh para penghulu, yang mengepalai masing-masing suku yang berdiam dalam nagari tersebut. [[Penghulu]] dipilih oleh anggota suku, dan warga [[nagari]] untuk memimpin dan mengendalikan pemerintahan nagari tersebut. Keputusan pemerintahan diambil melalui kesepakatan para penghulu di ''Balai Adat'', setelah dimusyawarahkan terlebih dahulu. Di daerah inti Kerajaan Pagaruyung, [[Raja Pagaruyung]] tetap dihormati walau hanya bertindak sebagai penengah dan penentu batas wilayah.
 
==== Rantau ====
Raja Pagaruyung mengendalikan secara langsung daerah ''[[Rantau]]''. Ia boleh membuat peraturan dan memungut pajak di sana. Rantau merupakan suatu kawasan yang menjadi pintu masuk ke alam Minangkabau. Rantau juga berfungsi sebagai tempat mencari kehidupan, kawasan perdagangan. Rantau di Minangkabau dikenal dengan ''Rantau Nan Duo'' terbagi atas ''Rantau Di Hilia'' (kawasan pesisir timur) dan ''Rantau Di Mudiak'' (kawasan pesisir barat).
 
Masing-masing luhak memiliki wilayah rantaunya sendiri. Penduduk Tanah Datar merantau ke arah barat, selatan dan timur, penduduk Agam merantau ke arah utara dan barat, sedangkan penduduk Limopuluah merantau ke arah timur. Selain itu, terdapat daerah perbatasan wilayah luhak dan rantau yang disebut sebagai ''Ujuang Darek Kapalo Rantau''. Di daerah rantau seperti di Pasaman, kekuasaan penghulu ini sering berpindah kepada raja-raja kecil, yang memerintah turun temurun. Di [[Kerajaan Inderapura|Inderapura]], raja mengambil gelar [[sultan]]. Sementara di kawasan lain mengambil gelar [[Yang Dipertuan Besar]].
 
Pembagian daerah rantau adalah sebagai berikut:
 
{{Col-begin|width=}}
{{Col-3}}
'''Rantau Di Hilia'''
 
''Rantau sehilir batang Sumpu - Rokan dan sekitarnya''
* Daerah Tuanku Sontang Cubadak (Duo Koto)
* Kabuntaran Talu
* Rao - Mapek Tunggua
* Rokan
* Kunto
* Tambusai
* Rambah
* Kapanuahan
* Tanah Putiah
 
''Rantau sehilir batang Tapuang Kiri dan Kanan''
* Tapuang Kiri
* Tapuang Kanan
 
''Taratak Buluah dan Tigo Kampuang''
* Taratak Buluah
* Tigo Kampuang (Buluah Cino, Lubuak Siam dan Buluah Nipis)
 
''Rantau sehilir batang Kampar Kiri dan Singingi''
* Rantau Kampar Kiri (Batu Sanggan, Ludai, Ujuang Bukik, Kuntu, Lipek Kain dan Gunuang Sailan) dan Lapan Koto Sitingkai
* Rantau Singingi
 
''Nan Kurang Aso Tigo Puluah (Kampar Hilir)''
 
''Rantau sehilir batang Kuantan''
* Rantau Nan Kurang Aso Duo Puluah dan sekitarnya
* Tigo Lorong (Paranok)
 
''Rantau sehilir batang Hari''
* Rantau Duo Baleh Koto (Lubuak Gadang, Lubuak Malako, Bidar Alam, Abai, Dusun Tangah, Sungai Kunyik dan Lubuak Ulang Aliang)
* Sambilan Koto (Silago)
* Pulau Punjuang
* Siguntua
* Sitiuang
* Padang Laweh
* Koto Basa
 
'''Rantau Pasisia'''
 
''Batahan, Aia Bangih dan Parik''
 
''Langgam Pasaman dan sekitarnya''
* Sungai Aua
* Muaro Kiawai dan Rabi Jonggor
* Pasaman (Lingkuang Aua, Aia Gadang dan Aua Kuniang)
* Sasak
* Kapa dan Koto Baru
 
''Kinali''
 
''Tiku - Pariaman''
* Tiku dan Duo Baleh Koto Sungai Garinggiang
* Pilubang dan Limo Koto (Gunuang Padang Alai, Kudu Gantiang, Limau Puruik, Sikucua dan Campago)
* Tujuah Koto (Tandikek, Sungai Durian, Batu Kalang, Koto Dalam, Koto Baru, Sungai Sariak dan Ampalu)
* Piaman Sabatang Panjang (Sakarek Ulu dan Sakarek Ilia)
* Nan Sabarih (Kurai Taji, Sunua, Pauah Kamba, Padang Bintuangan, Kapalo Koto, Ulaan, Tapakih dan Katapiang)
* Duo Kali Sabaleh Anam Lingkuang
* Sintuak dan Lubuak Aluang sekitarnya (Sintuak, Toboh Gadang, Lubuak Aluang dan Sungai Buluah)
 
''Padang Salapan Suku dan sekitarnya''
* Kasang
* Koto Tangah
* Nanggalo
* Pauah Sambilan
* Pauah Limo
* Limau Manih
* Lubuak Kilangan
* Nan Duo Puluah
* Bunguih dan Taluak Kabuang
* Nan Salapan Suku
 
''Koto Sabaleh Tarusan''
 
''Bayang Nan Tujuah Koto Nan Salapan''
 
''Banda Sapuluah''
 
''Ranah Indojati''
* Indopuro
* Tapan
* Lunang
* Silauik
* Ampek Baleh Koto Mukomuko
* Limo Koto Mukomuko
* Teramang Mukomuko
* Ipuah Mukomuko
 
''Ujuang Darek Kapalo Rantau luhak Tanah Data''
* Sumpu Kudus
* Alam Surambi Sungai Pagu
* Duo Kali Sabaleh Anam Lingkuang
* Tujuah Koto Sungai Lansek
{{Col-3}}
 
''Ujuang Darek Kapalo Rantau luhak Agam''
* Bonjo dan Lubuak Sikapiang
* Garagahan Lubuak Basuang
* Sitalang dan Tigo Koto Batu Kambiang
* Gunuang Padang Alai
* Tandikek
{{Col-3}}
 
''Ujuang Darek Kapalo Rantau luhak Limo Puluah''
* Galugua Ateh (Muaro Sungai Lolo)
* Galugua Bawah (Galugua)
* Tigo Baleh Koto Kampar
* Kapua Nan Sambilan
* Anam Koto Pangkalan (Koto Alam, Manggilang, Gunuang Malintang, Pangkalan, Tanjuang Balik dan Tanjuang Pauah)
* Limo Koto (Kuok, Salo, Bangkinang, Aia Tirih dan Rumbio)
* Tigo Koto Sibalimbiang
* Tigo Koto Di Hilia (Kampa, Tambang dan Tarantang)
{{Col-end}}
 
Di kawasan ''Rantau Pasisia Panjang'' atau [[Banda Sapuluah]] (Bandar Sepuluh) dipimpin oleh ''Rajo nan Ampek'' (4 orang yang bergelar raja; Raja Airhaji, Raja Bungo Pasang, Raja Kambang, Raja Palangai). Kawasan ini merupakan semacam konfederasi dari 10 daerah atau nagari (negeri), yang masing-masing dipimpin oleh 10 orang penghulu. Nagari-nagari tersebut adalah
* Airhaji
* Bungo Pasang atau Painan Banda Salido
* Kambang
* Palangai
* Lakitan
* Tapan
* Tarusan
* Batang Kapeh
* Ampek Baleh Koto [[Kabupaten Mukomuko|Mukomuko]]
* Limo Koto [[Kabupaten Mukomuko|Mukomuko]]
 
Nagari-nagari ini kemudian dikenal sebagai bagian dari [[Kerajaan Inderapura]], termasuk daerah Anak Sungai, yang mencakup lembah Manjuto dan Airdikit (disebut sebagai nagari ''Ampek Baleh Koto''), dan Muko-muko (''Limo Koto'').<!--Tarusan, awalnya tidak termasuk karena ia bukan rantau orang Sungai Pagu tapi rantau orang [[Muaro Paneh, Bukit Sundi, Solok|Muaro Paneh]], [[nagari]] anggota konfederasi [[Luhak Kubuang Tigo Baleh|Kubuang Tigo Baleh]].-->
 
Selain ketiga daerah-daerah rantau tadi, terdapat suatu daerah rantau yang terletak di wilayah [[Semenanjung Malaya]] ([[Malaysia]] sekarang). Beberapa kawasan rantau tersebut menjadi nagari, kemudian masyarakatnya membentuk [[konfederasi]] (semacam [[Luhak]]), dan pada masa awal meminta dikirimkan [[raja]] sebagai pemimpin atau pemersatu mereka kepada [[Yang Dipertuan Pagaruyung]], kawasan tersebut dikenal sebagai [[Negeri Sembilan]], nagari-nagari tersebut adalah
* Jelai (Jolai)
* Jelebu (Jolobu)
* Johol (Johol)
* Klang (Kolang)
* Naning (Naning)
* Pasir Besar (Pasie Bosa)
* Rembau (Ghombau)
* Segamat (Sogamat)
* Sungai Ujong (Sungai Ujong)
 
== Catatan kaki ==
{{Reflist|colwidth=30em}}
 
== Bacaan lanjut ==
* {{cite book
|last=Amran
|first=Rusli
|title=Sumatera Barat hingga Plakat Panjang
|publisher=Penerbit Sinar Harapan
|year=1981}}
* {{cite book
|last=Hamka
|authorlink=Haji Abdul Malik Karim Amrullah
|first=Prof. Dr.
|title=Pidato Prof. Dr. Hamka dalam upacara pemakaman kembali Sultan Alam Bagagar Syah di Balai Kota Jakarta
|publisher=Penerbit Pustaka Panjimas, Jakarta
|date=12-02-1975}}
* {{cite book
|last=Stuers
|first=Hubert Joseph Jean Lambert
|authorlink=Hubert Joseph Jean Lambert de Stuers
|coauthor=Veth, Pieter Johannes
|authorlink=Pieter Johannes Veth
|title= De vestiging en uitbreiding der Nederlanders ter westkust van Sumatra
|publisher=P.N. van Kampen
|year=1849}}
 
== Lihat pula ==
* [[Daftar raja Pagaruyung|Daftar Raja Pagaruyung]]
* [[Perang Padri]]
 
== Pranala luar ==
* {{id}} {{Cite news|date=2013-06-22|title=Pagaruyung, Simbol Perekat Nusantara|url=https://travel.kompas.com/read/xml/2013/06/22/0943204/Pagaruyung.Simbol.Perekat.Nusantara|work=[[Kompas.com]]|language=id|access-date=2021-11-02|editor-last=Asdhiana|editor-first=I Made}}
 
{{col|2; font-size:1%;}}<br />{{EndDiv}}
{{Kerajaan di Sumatra}}
 
[[Kategori:Kerajaan Pagaruyung| ]]
[[Kategori:Kerajaan di Nusantara|Pagaruyung]]
[[Kategori:Kerajaan di Sumatera Barat|Pagaruyung]]
[[Kategori:Negara dan wilayah yang didirikan tahun 1347]]
[[Kategori:Artikel pilihan bertopik Indonesia]]