Festival Film Indonesia: Perbedaan antara revisi
[revisi terperiksa] | [revisi terperiksa] |
Konten dihapus Konten ditambahkan
Gibranalnn (bicara | kontrib) Typo singkatan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Semampunya (bicara | kontrib) |
||
(46 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 2:
{{Infobox award
|name = Festival Film Indonesia
|current_awards = Festival Film Indonesia
|image = Logo Festival Film Indonesia.png
|image_upright =
|alt =
|caption =
Baris 29:
[[Berkas:A Hady, Fifi Young, AN Alcaff, Dhalia at First IFF, Dunia Film 1 May 1955 p4.jpg|jmpl|[[A. Hadi]], [[Fifi Young]], [[A.N. Alcaff]] dan [[Dhalia]] pada [[Festival Film Indonesia 1955]].]]
Festival Film Indonesia pertama kali digelar di Jakarta pada 30 Maret—5 April 1955. Dilaksanakan pada masa pemerintahan [[Wali Kota Jakarta]] [[Sudiro]] dan [[Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia|Menteri PPK]] [[Bahder Djohan|Prof. Dr. Bahder Djohan]], FFI 1955 mengambil tempat di Rumah Dinas Wali Kota Jakarta Raya, Jl. Taman Suropati No. 7, [[Menteng, Jakarta Pusat|Menteng]], [[Jakarta Pusat]].<ref name=DKI>{{cite web |url=http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/579/Festival-Film-Indonesia-FFI |title=Festival Film Indonesia |website=Jakarta.go.id |accessdate=4 September 2017 |archive-date=30 Maret 2013 |archive-url=https://web.archive.org/web/20130330200444/https://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/579/Festival-Film-Indonesia-FFI}}</ref> Sebelumnya, kedua pioner perfilman nasional itu menghadiri acara pembentukan Persatuan Produser Film Asia (''Federation of Motion Picture Producers in Asia''/FPA) di [[Manila]], [[Filipina]]. Hal inilah yang menyebabkan Indonesia harus mengadakan FFI dan pemenangnya akan diperebutkan di FPA, yang diselenggarakan secara bergiliran di negara-negara anggotanya. Dibuatnya festival film untuk upaya menarik perhatian masyarakat yang cenderung agak skeptis dengan produksi perfilman lokal, dan memungkinkan untuk mengubah stereotip buruk tersebut, dengan alasan film Indonesia juga memiliki kualitas yang tidak kalah baiknya dengan film asing. Tentu hal ini niat yang gagah untuk menumbuhkan apresiasi terhadap film Indonesia. Momentum yang tepat, yaitu tahun 1955 yang baru sepuluh tahun Indonesia merdeka. Niat lain yang digulirkan Djamaluddin Malik ialah festival film itu sebagai peristiwa budaya.<ref name="sejarah">{{Cite news |url=https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20181208104357-220-352053/sejarah-polemik-dan-wajah-baru-festival-film-indonesia |title=Sejarah, Polemik dan 'Wajah' Baru Festival Film Indonesia |author=Tim |work=[[CNN Indonesia]] |date=8 Desember 2018 |accessdate=2 Februari 2022 |archive-date=2022-03-17 |archive-url=https://web.archive.org/web/20220317151858/https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20181208104357-220-352053/sejarah-polemik-dan-wajah-baru-festival-film-indonesia |dead-url=no }}</ref> Artinya untuk evaluasi film produksi dalam negeri selama satu tahun. Tetapi yang lebih penting festival film tahun 1955 adalah dijadikan forum pertemuan antara pembuat dan penonton film, sekaligus forum penilaian mengenai kualitas teknis penggarapan serta penyajian atas karya film.<ref name="apa" />
[[Berkas:Marlia Hardi receiving award for Best Supporting Actress on 1967 Indonesian Film Festival.jpg|jmpl|ki|[[Marlia Hardi]] menerima Piala Citra [[Pekan Apresiasi Film Nasional 1967|FFI 1967]].]]
Baris 52:
[[Berkas:Ifa Isfansyah, film producer "Kucumbu Tubuh Indahku" give speech after his winning on 2019 Indonesian Film Festival.jpg|jmpl|kiri|[[Ifa Isfansyah]] memberi pidato kemenangan film ''[[Kucumbu Tubuh Indahku]]'' sebagai Film Bioskop Terbaik [[Festival Film Indonesia 2019|FFI 2019]].]]
Era ini dianggap sebagai era kebangkitan perfilman nasional.<ref name="Krishna Sen">{{cite book |last=Sen |first=Krishna |editor=Giecko, Anne Tereska |title=Contemporary Asian Cinema, Indonesia: Screening a Nation in the Post-New Order |publisher=Berg |year=2006 |location=Oxford/New York |pages=96–107 |isbn=978-1-84520-237-8 |language=en}}</ref> Kebangkitan ini ditunjukkan dari kondisi perfilman Indonesia yang mengalami pertumbuhan jumlah produksi yang menggembirakan. Hal inilah yang kemudian membuat Festival Film Indonesia kembali diadakan pada tahun 2004 setelah vakum selama 12 tahun, Namun penyelenggaraannya sempat diwarnai keluhan beberapa penerima penghargaan mengenai acara penghargaan yang tak ditayangkan di televisi.<ref>{{cite web|url=http://www.detikhot.com/index.php/tainment.read/tahun/2005/bulan/08/tgl/08/time/204154/idnews/418363/idkanal/229|title=FFI 2005 Pisah Piala Vidya dan Piala Citra|website=[[Detik.com]]|date=8 Agustus 2005|accessdate=21 Maret 2008|archive-date=2008-01-06|archive-url=https://web.archive.org/web/20080106152659/http://www.detikhot.com/index.php/tainment.read/tahun/2005/bulan/08/tgl/08/time/204154/idnews/418363/idkanal/229|dead-url=no}}</ref> Piala Vidia kembali diadakan pada tahun 2004, berbarengan dengan FFI. Kembali terhenti tahun 2007 hingga 2010, pemberian Piala Vidia kembali diadakan pada FFI tahun 2011 hingga 2014.<ref>{{Cite news |url=https://tekno.kompas.com/read/2011/08/19/03330782/festival.film.indonesia.lakukan.perubahan |title=Festival Film Indonesia Lakukan Perubahan |work=[[Kompas.com]] |date=19 Agustus 2011 |accessdate=22 Agustus 2011 |archive-date=2022-03-17 |archive-url=https://web.archive.org/web/20220317183535/https://tekno.kompas.com/read/2011/08/19/03330782/festival.film.indonesia.lakukan.perubahan |dead-url=no }}</ref>
[[Festival Film Indonesia 2006]] mengundang kontroversinya sendiri, ketika film ''[[Ekskul]]'' dinyatakan sebagai Film Terbaik. Penobatan Ekskul sebagai Film Terbaik menuai kontroversi dari [[Masyarakat Film Indonesia]] (MFI). MFI yang terdiri dari sejumlah insan perfilman di antaranya Sutradara [[Riri Riza]] dan [[Mira Lesmana]] yang meraih Piala Citra [[Festival Film Indonesia 2005]] untuk film ''[[Gie]]'' dan sebanyak 22 peraih Piala Citra dari tahun 2004 hingga 2006 memprotes penyelenggaraan FFI 2006 ini karena telah memberikan penghargaan Film terbaik pada film ''Ekskul'' dan Sutradara Terbaik pada sutradaranya, [[Nayato Fio Nuala]], yang menurut mereka sarat dengan unsur plagiat. Akibatnya kemenangan film ini dibatalkan berdasarkan Surat Keputusan (SK) bernomor 06/KEP/BP2N/2007, tentang Pembatalan Piala Citra Utama untuk Film Terbaik dan Piala Citra untuk Sutradara Terbaik Festival Film Indonesia 2006 itu ditanda-tangani oleh ketua [[Badan Pertimbangan Perfilman Nasional]] (BP2N), [[Deddy Mizwar]].<ref>{{Cite news|url=http://news.liputan6.com/read/135217/puluhan-insan-film-mengembalikan-piala-citra|title=Puluhan Insan Film Mengembalikan Piala Citra|work=[[Liputan6.com]]|date=4 Januari 2007|
Perbaikan Festival Film Indonesia terus dilakukan pasca kontroversi ''Ekskul'' tersebut, termasuk dalam bidang penjurian dan pelaksanaan FFI. Hal tersebut dilakukan untuk semakin meningkatkan mutu dan objektivitas penjurian sehingga hasilnya bisa lebih dipertanggungjawabkan. Penyelenggara pun silih berganti, mulai dari Komite Festival Film Indonesia yang menggantikan Badan Pertimbangan Perfilman Nasional sejak 2009 hingga berdirinya [[Badan Perfilman Indonesia]] (BPI) tahun 2014.<ref>{{Cite news|url=http://entertainment.kompas.com/read/2009/11/11/e103618/118.Film.Ikut.FFI.2009..MFI.Absen.Lagi |archive-url=https://web.archive.org/web/20110725214535/http://entertainment.kompas.com/read/2009/11/11/e103618/118.Film.Ikut.FFI.2009..MFI.Absen.Lagi |archive-date=July 25, 2011 |title= 118 Film Ikut FFI 2009, MFI Absen Lagi |date=11 November 2009 |work=[[Kompas.com]] |first=Aditya |last=Oktavirmana |accessdate=12 Juli 2010 |deadurl=yes}}</ref>
Baris 73:
Mereka yang terpilih, diberikan penghargaan berupa "Piala Citra", "Piala Vidia" (Widya) untuk [[sinema elektronik]], "Piala S. Tutur" untuk poster film, dan "Piala Mitra" untuk kritik film.<ref name=DKI />
Mulai tahun 2014, FFI dilaksanakan oleh [[Badan Perfilman Indonesia]] (BPI). Dan sejak 2014 itu, sistem penjurian FFI diubah. Kemala Atmojo, yang membawahi bidang Festival Film Dalam negeri (Sekarang Ketua BPI), mengubah total sistem penjurian FFI. Sejak 1955, FFI selalu dinilai oleh panel Dewan Juri antara 7 sampai 9 orang. Namun, mulai 2014 diubah menjadi 100 orang. Sistem penjuriannya dilakukan dalam dua tahap dan melibatkan akuntan publik.<ref>{{Cite news|url=http://www.tribunnews.com/seleb/2016/09/09/ada-100-juri-ffi-2016-ini-sistem-penjuriannya|title=Ada 100 Juri FFI 2016, Ini Sistem Penjuriannya|author=Nurul Hanna|date=9 September 2016|work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]|accessdate=22 Desember 2016|last=Hanna|first=Nurul|language=id|editor-last=Nurdin|editor-first=Wahid|archive-date=2019-04-11|archive-url=https://web.archive.org/web/20190411145333/http://www.tribunnews.com/seleb/2016/09/09/ada-100-juri-ffi-2016-ini-sistem-penjuriannya|dead-url=no}}</ref><ref>{{Cite news|url=http://celebrity.okezone.com/read/2016/10/17/206/1517305/olga-lidya-ffi-perketat-kualitas-juri-tahun-ini|title=Olga Lidya: FFI Perketat Kualitas Juri Tahun Ini|author=Rima Wahyuningrum|date=17 Oktober 2016|work=[[Okezone.com]]|accessdate=22 Desember 2016|archive-date=2021-06-19|archive-url=https://web.archive.org/web/20210619215031/https://celebrity.okezone.com/read/2016/10/17/206/1517305/olga-lidya-ffi-perketat-kualitas-juri-tahun-ini|dead-url=no}}</ref>
Pada tahap awal (pertama), dibentuk kelompok dewan juri sesuai dengan keahlian masing-masing bidang. Dewan juri tahap I ini hanya menilai bidang tertentu saja, misalnya, editing atau musik. Hasil penilaian juri tahap awal ini dikirim langsung ke akuntan publik, yang kemudian melakukan rekapitulasi. Hasil rekapitulasi dari tiap-tiap kelompok dewan juri ini menghasilkan nominasi.<ref>{{Cite news|url=https://m.tempo.co/read/news/2015/10/20/111711146/ffi-2015-terapkan-penjurian-lifetime-membership|title=FFI 2015 Terapkan Penjurian Lifetime Membership|author=Luhur Tri Pambudi|date=20 Oktober 2015|work=[[Tempo.co]]|accessdate=22 Desember 2016|editor-last=Yuliastuti|editor-first=Dian|language=id|archive-date=2017-08-29|archive-url=https://web.archive.org/web/20170829074914/https://m.tempo.co/read/news/2015/10/20/111711146/ffi-2015-terapkan-penjurian-lifetime-membership|dead-url=no}}</ref>
Lalu, nominasi masing-masing kategori dikirim ke semua dewan juri lagi. Pada tahap ini seluruh dewan juri menilai semua kategori (namun yang sudah masuk dalam nominasi). Hasil penilaian tahap II ini juga dikirim langsung ke akuntan publik. Kemudian akuntan publik merekapitulasi kembali dan hasilnya diserahkan kepada pembaca pemenang pada saat Malam Puncak. Sistem penilaian model baru ini kemudian diteruskan dalam FFI 2015 yang juga dilaksanakan oleh BPI hingga seterusnya.<ref>{{Cite news|url=http://www.cnnindonesia.com/hiburan/20141020074053-220-6858/ajang-ffi-dengan-penjurian-ala-oscar/|title=Ajang FFI dengan Penjurian ala Oscar|author=Rizky Sekar Afrisia|date=20 Oktober 2014|work=[[CNN Indonesia]]|accessdate=22 Desember 2016|last=Afrisia|first=Rizky Sekar|archive-date=2021-10-28|archive-url=https://web.archive.org/web/20211028145746/https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20141020074053-220-6858/ajang-ffi-dengan-penjurian-ala-oscar/|dead-url=no}}</ref>
Pada tahun 2022, komite Festival Film Indonesia membentuk Akademi Citra, yang beranggotakan para peraih "Piala Citra" minimal 1 (satu) kali, masih terlibat aktif dalam produksi dan kegiatan perfilman hingga saat ini, serta diutamakan yang sudah terdaftar pada salah satu asosiasi profesi perfilman. Anggota Akademi Citra FFI berperan dalam menentukan nominasi sesuai kategori yang pernah diraih.<ref>{{cite web |url=https://www.liputan6.com/showbiz/read/4925986/reza-rahadian-perkenalkan-akademi-citra-bukti-ffi-selalu-berbenah |title=Reza Rahadian Perkenalkan Akademi Citra, Bukti FFI Selalu Berbenah |first=Wayan |last=Diananto |date=31 Maret 2022 |accessdate=22 November 2022 |website=Liputan6.com |archive-date=2022-11-23 |archive-url=https://web.archive.org/web/20221123064611/https://www.liputan6.com/showbiz/read/4925986/reza-rahadian-perkenalkan-akademi-citra-bukti-ffi-selalu-berbenah |dead-url=no }}</ref> Akademi Citra menarik karena mengadopsi sistem di mana tiap profesi akan menentukan atau menilai sesuai dengan divisinya masing-masing seperti aktor menilai khusus bidang akting, editor menilai khusus bidang penyuntingan, dan seterusnya. Akademi Citra adalah respons terhadap masukan dari banyak pihak agar FFI melibatkan peran asosiasi-asosiasi profesi yang terlibat dalam produksi film mengingat film adalah kerja kolektif.<ref>{{cite web |url=https://www.indozone.id/movie/9Dsb7dv/mengenal-akademi-citra-di-festival-film-indonesia-2022-bentuk-penghargaan-insan-perfilman |title=Mengenal Akademi Citra di Festival Film Indonesia 2022, Bentuk Penghargaan Insan Perfilman |date=6 Oktober 2022 |accessdate=22 November 2022 |website=Indozone.id |archive-date=2022-11-23 |archive-url=https://web.archive.org/web/20221123064617/https://www.indozone.id/movie/9Dsb7dv/mengenal-akademi-citra-di-festival-film-indonesia-2022-bentuk-penghargaan-insan-perfilman |dead-url=no }}</ref>
== Piala ==
Baris 86:
Dalam tradisi FFI, "Citra" kemudian dijadikan nama piala sebagai simbol supremasi prestasi tertinggi untuk bidang perfilman.<ref>{{cite web |url=http://festivalfilmindonesia.net/index.php?option=com_content&task=view&id=28&Itemid=113 |archive-url=https://web.archive.org/web/20090416075153/http://festivalfilmindonesia.net/index.php?option=com_content&task=view&id=130&Itemid=113 |archive-date=2009-04-16 |title=Piala Citra akan didesain baru |date=4 November 2008 |website=festivalfilmindonesia.net |accessdate=12 Juli 2010 |deadurl=yes }}</ref>
Pada [[Festival Film Indonesia 2008|FFI 2008]] mulai digunakan Piala Citra bentuk baru. Sejumlah seniman seni rupa dan seni patung bekerja membuat rancangan Piala Citra dengan mengubah desain Piala Citra, yaitu [[Heru Sudjarwo|Heru Sudjarwo, S.Sn., M.A.]], (Koordinator), Prof. Drs. Yusuf Affendi MA, Drs. H. Dan Hisman Kartakusumah, Indros Sungkowo, dan Bambang Noorcahyo, S.Sn.<ref>{{cite web |url=http://festivalfilmindonesia.net/index.php?option=com_content&task=view&id=130&Itemid=113 |archive-url=https://web.archive.org/web/20090416075153/http://festivalfilmindonesia.net/index.php?option=com_content&task=view&id=130&Itemid=113 |archive-date=2009-04-16 |title=Dewan Juri FFI 2008 tersusun, acara puncak di Bandung |date=4 November 2008 |website=festivalfilmindonesia.net |accessdate=12 Juli 2010 |deadurl=yes }}</ref> Rancangan menjadi simbol bagi semangat baru penyelenggaraan FFI.<ref>{{cite web|url=http://www.beritasatu.com/film/218256-festival-film-indonesia-2014-lakukan-beberapa-terobosan-baru.html|title=Festival Film Indonesia 2014 Lakukan Beberapa Terobosan Baru|author=Hendro D Situmorang|date=18 Oktober 2014|website=[[BeritaSatu.com]]|accessdate=22 Desember 2016|archive-date=2019-04-11|archive-url=https://web.archive.org/web/20190411144347/https://www.beritasatu.com/film/218256-festival-film-indonesia-2014-lakukan-beberapa-terobosan-baru.html|dead-url=no}}</ref>
Namun, pada penyelenggaraan [[Festival Film Indonesia 2014|FFI 2014]] piala citra kembali diubah kembali ke bentuk awalnya yakni rancangan [[Gregorius Sidharta]] dengan sedikit modifikasi ulang oleh [[Dolorosa Sinaga]], salah satu anak didik Sidharta di [[Institut Kesenian Jakarta]] (IKJ).<ref>{{cite web|url=http://www.thejakartapost.com/yesterdaydetail.asp?fileid=20061005.A08 |title=A sculptor who always had time for his students |date=5 Oktober 2006 |first=Kurniawan |last=Hari |archiveurl=https://web.archive.org/web/20070929111353/http://www.thejakartapost.com/yesterdaydetail.asp?fileid=20061005.A08|archivedate=29 September 2007 |accessdate=22 Desember 2016 |website=[[The Jakarta Post]] |language=en}}</ref> Hal ini sebagai simbol kembalinya penyelenggaraan FFI kepada semangat awal.<ref>{{Cite news |url=https://seleb.tempo.co/read/620057/ffi-2014-kembalikan-piala-citra-ke-bentuk-awal |title=FFI 2014, Kembalikan Piala Citra ke Bentuk Awal |work=[[Tempo.co]] |date=6 November 2014 |accessdate=8 November 2014 |first=Rina |last=Atmasari |editor=Hadriani P. |editor-last=Pudjiarti |editor-first=Hadriani |language=id |archive-date=2022-01-27 |archive-url=https://web.archive.org/web/20220127095528/https://seleb.tempo.co/read/620057/ffi-2014-kembalikan-piala-citra-ke-bentuk-awal |dead-url=no }}</ref>
== Kategori penghargaan ==
Baris 130:
* [[Skenario Terbaik Festival Film Indonesia|Skenario Terbaik]] (terakhir tahun 2013)
* [[Cerita Asli Terbaik Festival Film Indonesia|Cerita Asli Terbaik]] (terahir tahun 2013)
* [[Pemeran Anak Terbaik Festival Film Indonesia|Pemeran Anak Terbaik]] (terakhir tahun 2018)<ref>{{Cite news|url=https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20181209210334-220-352311/ffi-hapus-kategori-pemeran-anak-terbaik-mulai-tahun-depan|title=FFI Hapus Kategori Pemeran Anak Terbaik Mulai Tahun Depan|work=[[CNN Indonesia]]|date=9 Desember 2018|accessdate=12 November 2019|archive-date=2021-12-19|archive-url=https://web.archive.org/web/20211219102750/https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20181209210334-220-352311/ffi-hapus-kategori-pemeran-anak-terbaik-mulai-tahun-depan|dead-url=no}}</ref>
Pada tahun [[Festival Film Indonesia 2021|2021]], FFI memberi empat penghargaan khusus seperti Penghargaan [[Tanete Pong Masak]] (Karya Kritik Film Terbaik), Penghargaan [[Chitra Dewi]] (Aktris Terfavorit Pilihan Penonton), Penghargaan [[Bambang Irawan]] (Aktor Terfavorit Pilihan Penonton) dan Penghargaan [[Djamaluddin Malik]] (Film Terfavorit Pilihan Penonton).<ref>{{cite web |url=https://festivalfilm.id/artikel/di-balik-nama-penghargaan-khusus-pada-festival-film-indonesia-2021-nzl |title=Di Balik Nama Penghargaan Khusus Pada Festival Film Indonesia 2021 |date=11 November 2021 |accessdate=2 Februari 2022 |website=Situs web Festival Film Indonesia |archive-date=2022-08-10 |archive-url=https://web.archive.org/web/20220810142729/https://www.festivalfilm.id/artikel/di-balik-nama-penghargaan-khusus-pada-festival-film-indonesia-2021-nzl |dead-url=no }}</ref>
== Perayaan penghargaan ==
Baris 147:
!style="background-color:#ECC850; color:"black"|Pembawa Acara
!style="background-color:#ECC850; color:"black"|Lokasi
|-▼
|[[Festival Film Indonesia 2018]]▼
|-▼
|[[Festival Film Indonesia 2019]]▼
|[[Garin Nugroho]] ▼
|-
|[[Festival Film Indonesia 2020]]
Baris 181 ⟶ 163:
|[[Chicco Kurniawan]]
|[[Arawinda Kirana]]
|[[Tissa Biani]], [[Prilly Latuconsina]], [[Jefri Nichol]], [[
|-
|[[Festival Film Indonesia 2022]]
Baris 190 ⟶ 172:
|[[Ladya Cheryl]]
|| [[Cut Mini Theo|Cut Mini]], [[Marsha Timothy]], [[Prilly Latuconsina]], [[Shenina Cinnamon]]
▲|-
| 14 November 2023
| ''[[Perempuan Berkelamin Darah]]''
| [[Jeremias Nyangoen]]
| [[Reza Rahadian]]
| [[Sha Ine Febriyanti]]
| rowspan="2" {{n/a}}
| [[Ciputra Artpreneur]], [[Jakarta Selatan]]
▲|-
| 20 November 2024
| ''[[Jatuh Cinta Seperti di Film-Film]]''
| [[Ringgo Agus Rahman]]
| [[Nirina Zubir]]
| [[Indonesia Convention Exhibition]], [[BSD City]]
|}
== Rekor penghargaan ==
Sejauh ini, belum ada satupun film yang memenangkan keenam piala utama di penghargaan ini (Film Terbaik, Penyutradaraan Terbaik, Pemeran Utama Pria Terbaik, Pemeran Utama Wanita Terbaik, Pemeran Pendukung Pria Terbaik, dan Pemeran Pendukung Wanita Terbaik). Rekor tertinggi masih dipegang oleh ''[[Di Balik Kelambu]]'' pada tahun [[Festival Film Indonesia 1983|1983]] dan ''[[3 Hati Dua Dunia, Satu Cinta]]'' pada tahun [[Festival Film Indonesia 2010|2010]] – keduanya memenangkan 5 piala dari 6 piala utama yaitu Film Terbaik, Penyutradaraan Terbaik, Pemeran Utama Pria Terbaik, Pemeran Utama Wanita Terbaik, dan Pemeran Pendukung Pria Terbaik;
Pada tahun [[Festival Film Indonesia 2018|2018]], ''[[Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak]]'' mencatatkan suatu sejarah baru. Dinominasikan untuk 14 kategori (rekor nominasi terbanyak), film ini berhasil memenangkan 10 di antaranya (rekor memenangkan terbanyak). Rekor ini sebelumnya dipegang selama 32 tahun oleh ''[[Ibunda]]'' pada [[Festival Film Indonesia 1986|1986]] dengan memenangkan 9 penghargaan dari 11 nominasi. Namun ''Marlina'' pun hanya memenangkan 4 dari 6 piala utama; yaitu Film Terbaik, Penyutradaraan Terbaik, Pemeran Utama Wanita Terbaik, dan Pemeran Pendukung Wanita Terbaik – pada kategori yang sama untuk ketiga kalinya; setelah ''Ibunda'' pada 1986 dan ''Sang Penari'' pada 2011.
Pada tahun [[Festival Film Indonesia 2019|2019]], ''[[Kucumbu Tubuh Indahku]]'' menambah daftar pemenang 4 piala dari 6 piala utama; dengan memenangkan kategori Film Terbaik, Penyutradaraan Terbaik, Pemeran Utama Pria Terbaik, dan Pemeran Pendukung Pria Terbaik. Disamping itu juga berhasil meraup 8 penghargaan dari 12 nominasi – menjadikannya film peraih nominasi terbanyak yang memenangkan penghargaan terbanyak pada tahun ini. Meskipun demikian belum bisa mematahkan rekor ''Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak'' (2018) ataupun ''Ibunda'' (1986), dan hanya menyamai rekor ''[[Pacar Ketinggalan Kereta]]'' ([[Festival Film Indonesia 1989|1989]]).<ref>{{Cite news |url=https://celebrity.okezone.com/read/2019/12/08/206/2139466/kucumbu-tubuh-indahku-sabet-8-piala-citra-di-festival-film-indonesia-2019 |title=Kucumbu Tubuh Indahku Sabet 8 Piala Citra di Festival Film Indonesia 2019 |first=Hana |last=Futari |date=8 Desember 2019 |accessdate=2 Februari 2022 |work=[[Okezone.com]] |archive-date=2021-07-18 |archive-url=https://web.archive.org/web/20210718024339/https://celebrity.okezone.com/read/2019/12/08/206/2139466/kucumbu-tubuh-indahku-sabet-8-piala-citra-di-festival-film-indonesia-2019 |dead-url=no }}</ref>
Pada tahun [[Festival Film Indonesia 2020|2020]], ''[[Perempuan Tanah Jahanam]]'' mencatatkan rekor baru. Film ini dinominasikan untuk 17 kategori (rekor nominasi terbanyak), rekor yang sebelumnya
Pada FFI [[Festival Film Indonesia 2021|2021]], ''[[Penyalin Cahaya]]'' menyamai rekor ''Perempuan Tanah Jahanam'' (2020) dan ''Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak'' (2018) dimana film ini dinominasikan untuk 17 kategori dan memecahkan rekor penghargaan terbanyak dengan 12 penghargaan dari 17 nominasi, mengalahkan ''Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak'' (2018) dan ''Ibunda'' (1986).
Pada FFI [[Festival Film Indonesia 2023|2023]], ''[[Budi Pekerti (film)|Budi Pekerti]]'' juga menyamai rekor ''Penyalin Cahaya'' (2021), ''Perempuan Tanah Jahanam'' (2020) dan ''Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak'' dengan 17 nominasi, namun hanya mendapatkan 2 penghargaan diantaranya Pemeran Utama Perempuan Terbaik dan Pemeran Pendukung Perempuan Terbaik.
Pada [[Festival Film Indonesia 2024]], ''[[Jatuh Cinta Seperti di Film-film]]'' menjadi film pertama yang memenangkan keempat kategori akting, [[Ringgo Agus Rahman]] untuk [[Pemeran Utama Pria Terbaik Festival Film Indonesia|Pemeran Utama Pria Terbaik]], [[Nirina Zubir]] untuk [[Pemeran Utama Perempuan Terbaik Festival Film Indonesia|Pemeran Utama Perempuan Terbaik]], [[Alex Abbad]] untuk [[Pemeran Pendukung Pria Terbaik Festival Film Indonesia|Pemeran Pendukung Pria Terbaik]], dan [[Sheila Dara Aisha]] untuk untuk [[Pemeran Utama Perempuan Terbaik Festival Film Indonesia|Pemeran Utama Perempuan Terbaik]].
'''Daftar rekor'''
▲Pada tahun 2020, ''[[Perempuan Tanah Jahanam]]'' mencatatkan rekor baru. Film ini dinominasikan untuk 17 kategori (rekor nominasi terbanyak), rekor yang sebelumnya diterima oleh ''Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak'' pada tahun 2018.<ref>{{cite web |url=https://www.beritasatu.com/hiburan/696295/perempuan-tanah-jahanam-borong-17-nominasi-di-ffi |title=Perempuan Tanah Jahanam Borong 17 Nominasi di FFI |date=8 November 2020 |first=Dina Fitri |last=Anisa |accessdate=2 Februari 2022 |website=Beritasatu.com}}</ref>
*[[Daftar film dengan dua Piala Citra atau lebih dalam kategori akting]]
*[[Daftar film dengan keempat nominasi akting Piala Citra]]
*[[Daftar film dengan lebih dari satu nominasi Piala Citra pada kategori yang sama]]
== Kontroversi ==
=== 1955 dan 1974: Pemenang "kembar" ===
[[Berkas:Poniman, Djamaluddin Malik, Dhalia, Fifi Young, AN Alcaff, Kusdiningsih, A Hadi, Awaluddin at first IFF Dunia Film 15 May 1955 p6.jpg|jmpl|Dari kiri ke kanan: [[Poniman]], [[Djamaluddin Malik]], [[Dhalia]], [[Fifi Young]], [[A.N. Alcaff]], Kusdiningsih, [[A. Hadi]] dan [[Awaludin]] pada Festival Film Indonesia 1955.]]
Kontroversi menjerat FFI saat pertama kali diprakarsai oleh [[Usmar Ismail]] dan [[Djamaluddin Malik]] pada penyelenggaraan pertamanya tahun [[Festival Film Indonesia 1955|1955]]. Ketika itu dewan juri mendapuk ''[[Tarmina]]'' garapan [[Lilik Sudjio]] sebagai Film Terbaik. Namun, para kritikus film menganggap keputusan itu janggal, karena film ''[[Lewat Djam Malam]]'' dari Usmar Ismail dianggap lebih layak mendapat titel Film Terbaik. Akhirnya, pada tahun tersebut FFI memiliki 2 pemenang Film Terbaik. FFI 1955 turut memunculkan pemenang kembar untuk kategori Pemeran Utama Pria Terbaik, Pemeran Utama Wanita Terbaik, dan Pemeran Pendukung Pria Terbaik.<ref name="polemik">{{Cite news |url=https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20171111141650-220-254978/polemik-perebutan-piala-citra-dari-tahun-ke-tahun |title=Polemik Perebutan Piala Citra dari Tahun ke Tahun |first=Puput Tripeni |last=Juniman |work=[[CNN Indonesia]] |date=11 November 2017 |accessdate=12 November 2017 |archive-date=2023-03-20 |archive-url=https://web.archive.org/web/20230320173028/https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20171111141650-220-254978/polemik-perebutan-piala-citra-dari-tahun-ke-tahun |dead-url=no }}</ref>
Munculnya tiga kategori dengan pemenang kembar pada FFI 1955 dianggap usaha menyenangkan Djamaluddin Malik, pendiri [[Persari]] yang juga penggagas FFI. Tiga pemenang ([[A. Hadi]], [[Fifi Young]], [[Awaludin]]) adalah bintang Persari, yang dicurigai dimenangkan untuk mendampingi pemenang sesungguhnya dari [[Perfini]] ([[A.N. Alcaff]], [[Dhalia]], [[Bambang Hermanto]]). Begitu pula pemberian penghargaan sutradara terbaik pada Lilik Sudjio dalam film produksi Persari, ''Tarmina'', mengalahkan Usmar Ismail pada ''Lewat Djam Malam'' produksi Perfini. Keputusan kontroversial tersebut terulang pada tahun [[Pekan Apresiasi Film Nasional 1960|1960]], saat film ''[[Pedjuang]]'' karya Usmar Ismail, dikandaskan film ''[[Turang]]'' karya sutradara [[Bachtiar Siagian]]. Lantaran kecewa dengan keputusan tersebut, Usmar Ismail tak lagi berniat menyertakan karyanya dalam FFI selanjutnya.<ref name="kontroversi1">{{cite web|url=https://www.beritasatu.com/hiburan/20853-sejarah-kontroversi-penyelenggaraan-ffi.html|title=Sejarah Kontroversi Penyelenggaraan FFI|date=10 Desember 2011
Hal yang sama terulang pada [[Festival Film Indonesia 1974]], namun dengan pembedaan tingkat pemenang. Film, Pemeran Utama Pria, dan Pemeran Utama Wanita “dengan pujian” menerima Piala Citra, sedangkan yang disebut “dengan penghargaan” tidak menerimanya, sehingga dianggap sebagai ''runner-up''. Pada tahun itu pula, dewan juri FFI tidak memiliki pemenang Pemeran Pembantu Pria dan Wanita Terbaik.<ref name="Risalah" />
Baris 213 ⟶ 223:
Tahun [[Pekan Apresiasi Film Nasional 1967|1967]], sineas tanah air pun dikejutkan dengan keputusan kontroversial panitia FFI, lantaran dinyatakan tidak ada pemenang dalam kategori Film Terbaik. Pada tahun tersebut, [[Misbach Yusa Biran]] dinobatkan sebagai sutradara terbaik, dengan film yang berjudul ''[[Dibalik Tjahaja Gemerlapan]]''. FFI 1967 sangat bersifat politis, antara lain untuk menggairahkan kembali produksi film nasional yang lama tersendat akibat pergolakan politik nasional pasca-[[Gerakan 30 September]]. Karena itu juri bersikap sangat keras hingga tidak ada film terbaik.<ref name="kontroversi1" />
Kejadian pada tahun 1967 terulang kembali sepuluh tahun kemudian. Penyelenggaraan [[Festival Film Indonesia 1977]] mendadak geger lantaran Ketua Dewan Juri saat itu, D. Djayakusumah pingsan saat membacakan pertimbangan dan keputusannya. Bukan hanya itu, Dewan Juri juga memutuskan tidak ada pemenang Film Terbaik pada edisi FFI tahun tersebut. Padahal dua film yang tengah bersaing dianggap layak dinobatkan sebagai Film Terbaik tahun itu, diantaranya ''[[Si Doel Anak Modern]]'' yang disutradarai [[Sjumandjaja]] dan ''[[Sesuatu yang Indah]]'' garapan [[Wim Umboh]].<ref name="polemik" /> Dewan juri FFI 1977 memutuskan tidak ada film terbaik karena tidak satu film pun memenangi sekaligus empat kategori yang disyaratkan: penyutradaraan, penulisan skenario, penataan fotografi, dan penyuntingan. Persyaratan tersebut ditetapkan sendiri oleh para juri, dan bukan merupakan kriteria baku.<ref name="Risalah">{{cite web |url=http://filmindonesia.or.id/article/risalah-2012-ganti-sistem-penjurian-dan-rezim-juri-ffi#.XBn3H-gzaUk |title=Risalah 2012: Ganti Sistem Penjurian dan Rezim Juri FFI |date=31 Januari 2013 |first=Totot |last=Indrarto |accessdate=2 Februari 2013 |website=filmindonesia.or.id |publisher=Konfiden Indonesia |archive-date=2013-04-03 |archive-url=https://web.archive.org/web/20130403193252/http://filmindonesia.or.id/article/risalah-2012-ganti-sistem-penjurian-dan-rezim-juri-ffi#.XBn3H-gzaUk |dead-url=no }}</ref>
Pada [[Festival Film Indonesia 1984]], FFI lagi-lagi tidak menetapkan peraih Piala Citra untuk Film Terbaik. Kejadian itu diperparah lantaran saat malam penganugerahan, kategori Film Terbaik yang saat itu dibacakan oleh [[Menteri Penerangan]] [[Harmoko]] ini kenyataannya hanya membawa amplop kosong tanpa adanya nama pemenang Film Terbaik, meski dewan juri saat itu bersikukuh telah memilih pemenang kategori tersebut.<ref name="kontroversi1" /> Alasan tidak ada film terbaik pada FFI 1984 berbeda lagi. Favorit pemenang, ''[[Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI]]'' karya Arifin C Noer oleh juri diangap bukan film cerita, tetapi lebih merupakan [[Dokudrama|doku-drama]].<ref name="Risalah" /> Sejak saat itu, FFI menetapkan aturan bahwa dewan juri harus memilih Film Terbaik.<ref name="polemik" />
Baris 221 ⟶ 231:
=== 2006: ''Ekskul'' sebagai Film Terbaik ===
Pada tahun [[2006]] FFI menyatakan ''[[Ekskul]]'' sebagai film terbaik dengan menyabet tiga piala Citra dalam ajang [[Festival Film Indonesia 2006]]. Hal ini menimbulkan protes dari seluruh sineas film yang pernah menerima penghargaan Piala Citra sebelumnya. Sebagai bentuk protes mereka mengembalikan seluruh penghargaan mereka, karena menganggap bahwa film ''Ekskul'' tidak layak sebagai film terbaik, di antaranya karena adanya unsur plagiat, dan melanggar hak cipta sebab menggunakan ilustrasi musik dari film-film luar negeri yakni ''[[Taegukgi (film Korea Selatan)|Taegukgi]]'', ''[[Gladiator (film)|Gladiator]]'', dan ''[[Munich (film)|Munich]]''. Mereka secara tegas menolak keputusan juri FFI 2006.<ref>{{Cite news|url=http://news.liputan6.com/read/135497/kontroversi-ekskul-titik-tolak-perbaikan-film-indonesia|
Berdasarkan Surat Keputusan (SK) bernomor 06/KEP/BP2N/2007, tentang Pembatalan Piala Citra Utama untuk Film Terbaik yang ditandatangani oleh ketua BP2N, [[Deddy Mizwar]], Piala Citra untuk Sutradara Terbaik Festival Film Indonesia 2006 itu secara resmi dibatalkan.<ref>{{Cite news|url=http://celebrity.okezone.com/read/2009/12/17/206/285916/widyawati-ffi-untuk-apa-dipermasalahkan|title=Widyawati: FFI untuk Apa Dipermasalahkan|first=Elang Riki
=== 2010: Pemberhentian dewan juri oleh panitia ===
Komite Festival Film Indonesia (KFFI), panitia yang menaungi FFI saat itu, memberhentikan dengan hormat dewan juri [[Festival Film Indonesia 2010]] yang diketuai [[Jujur Prananto]] dan mengangkat dewan juri baru pada 1 Desember 2010 malam.<ref>{{Cite news|url=https://www.jpnn.com/news/dewan-juri-ffi-2010-dipecat|title=Dewan Juri FFI 2010 Dipecat
Sampai menjelang pengumuman nominasi di [[Batam]], dewan juri FFI 2010 tetap pada pendirian walau KFFI telah meminta mereka hanya menilai sepuluh judul film. Hal ini membuahkan jalan buntu sehingga nominasi batal diumumkan dan ditunda hingga 3 Januari 2010. Sepanjang sejarah FFI yang dimulai pada tahun 1955, baru kali ini dewan juri dipecat oleh panitia.<ref>{{cite web |url=http://arsip.gatra.com/2010-12-06/majalah/artikel.php?pil=23&id=143863 |title=Beda Juri Lain Pemenang |first1=Basfin |last1=Siregar |first2=Edward |last2=Luhukay |date=6 Desember 2010 |accessdate=8 Desember 2010 |website=[[Gatra]] |archive-date=2020-08-31 |archive-url=https://web.archive.org/web/20200831142035/http://arsip.gatra.com/2010-12-06/majalah/artikel.php?pil=23&id=143863 |dead-url=no }}</ref>
=== 2017: ''Posesif'' sebagai peserta FFI 2017 ===
Penyelenggaraan FFI tahun [[Festival Film Indonesia 2017|2017]] turut diwarnai kontroversi. Pasalnya, film ''[[Posesif]]'' garapan sutradara [[Edwin]] dianggap tidak sah oleh beberapa kalangan mengikuti ajang FFI tahun itu karena belum dirilis di bioskop sampai hari pengumuman nominasi tanggal 5 Oktober 2017. Sutradara [[Riri Riza]] selaku Ketua Bidang Penjurian menjelaskan bahwa meski ''Posesif'' belum dirilis secara komersial, sebenarnya pada bulan September ''Posesif'' sudah ditayangkan dalam beberapa bioskop kecil di Jakarta dan Bandung, dan bersama perubahan aturan lain, membuat film itu lolos seleksi FFI 2017. Sebelumnya film ''[[Siti]]'' yang memenangkan Film Terbaik di FFI 2015 juga belum dirilis secara komersial sebelum pembacaan nominasi tapi sudah dirilis di beberapa bioskop terpilih, meloloskan ''Siti'' untuk FFI tahun itu.<ref>{{Cite news |url=http://www.liputan6.com/showbiz/read/3139535/juri-ffi-2017-bicara-soal-kontroversi-film-posesif |title=Juri FFI 2017 Bicara soal Kontroversi Film Posesif |accessdate=24 Oktober 2017 |work=[[Liputan6.com]] |last=Soejoethi |first=Istihanah |language=id |archive-date=2023-06-05 |archive-url=https://web.archive.org/web/20230605193806/https://www.liputan6.com/showbiz/read/3139535/juri-ffi-2017-bicara-soal-kontroversi-film-posesif |dead-url=no }}</ref>
== Referensi ==
Baris 237 ⟶ 247:
== Pranala luar ==
* {{id}} [http://festivalfilm.id Situs web resmi Festival Film Indonesia] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20230602060617/https://www.festivalfilm.id/ |date=2023-06-02 }}
{{Festival Film Indonesia}}
Baris 243 ⟶ 253:
[[Kategori:Festival Film Indonesia| ]]
[[Kategori:Penghargaan film Indonesia]]
|