Taman Nasional Kayan Mentarang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Anangyb001 (bicara | kontrib) Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan. Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Tugas pengguna baru Disarankan: tambahkan pranala |
||
(31 revisi perantara oleh 22 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox Protected area
[[Berkas:People transporting gasoline by boat.JPG|thumb|350px|right|Transportasi BBM yang dilakukan melalui Sungai Bahau]]▼
[[Berkas:Boat A.JPG|thumb|350px|right|Sungai yang mengering di perbukitan Long Pujungan dipergunakan sebagai lahan parkir ketinting dan long boat]]▼
| iucn_category = II
'''Taman Nasional Kayan Mentarang''' (TNKM) ditetapkan pertama kali pada tahun 1980 sebagai [[Cagar Alam]] oleh [[Menteri Pertanian]] [[Indonesia]]. Kemudian pada tahun 1996, atas desakan masyarakat lokal (adat) dan rekomendasi dari [[WWF]], kawasan ini diubah statusnya menjadi [[Taman Nasional]] agar kepentingan masyarakat lokal dapat diakomodasikan. TNKM memiliki kawasan hutan primer dan skunder tua terbesar yang masih tersisa di Pulau [[Borneo]] dan kawasan [[Asia Tenggara]]. Nama Kayan Mentarang diambil dari dua nama sungai penting yang ada di kawasan taman nasional, yaitu [[Sungai Kayan]] di sebelah selatan dan [[Sungai Mentarang]] di sebelah utara. Sumber lain menyebutkan bahwa nama tersebut diambil dari nama dataran tinggi / plato di pegunungan setempat yang bernama Apau Kayan yang membentang luas (mentarang) dari daerah Datadian / Long Kayan di selatan melewati Apau Ping di tengah dan Long Bawan di utara. Dengan luas lahan sekitar 1,35 juta hektare, hamparan hutan ini membentang di bagian utara [[Provinsi]] [[Kalimantan Timur]], tepatnya di wilayah [[Kabupaten Malinau]], [[Kabupaten Nunukan]] dan [[Kabupaten Bulungan]], berbatasan langsung dengan [[Sabah]] dan [[Sarawak]], [[Malaysia]]. Sebagian besar kawasan masuk dalam Kabupaten Malinau dan sebagian lagi masuk dalam Kabupaten Nunukan. Potensi wisata di Taman Nasional Kayan Mentarang ialah [[Hulu Pujungan]], [[Hulu Krayan]] dan [[Hulu Kayan]]/Datadian.▼
| photo = Boat A.JPG
▲
| map = North Kalimantan in Indonesia.svg
| map_caption =
| map_width = 280
| label = '''TNKM'''
| label_position = right
| location = [[Kalimantan Utara]], [[Indonesia]]
| nearest_city = [[Malinau Kota, Malinau|Kota Malinau]]
| area = 1.271 km²
| established = 1980
| visitation_num = Tidak ada data
| visitation_year = 2020
| governing_body = [[Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan]]
| world_heritage_site =
}}
▲[[Berkas:People transporting gasoline by boat.JPG|
'''Taman Nasional Kayan Mentarang''' (TNKM) ([[bahasa Inggris]]: ''Kayan Mentarang National Park''), ditetapkan pertama kali pada tahun 1980 sebagai [[Cagar Alam]] oleh [[Menteri Pertanian]] [[Indonesia]].<ref name="TNKM2">{{cite web|url=https://gpswisataindonesia.info/taman-nasional-kayan-mentarang-kalimantan-utara/|date=11 April 2019|last=|first=GWI|title=Taman Nasional Kayan Mentarang - Kalimantan Utara|website=www.gpswisataindonesia.info|accessdate=16 April 2021}}</ref> Kemudian pada tahun 1996, atas desakan masyarakat lokal (adat) dan rekomendasi dari [[WWF]], kawasan ini diubah statusnya menjadi [[Taman Nasional]] agar kepentingan masyarakat lokal dapat diakomodasikan. TNKM memiliki kawasan [[hutan primer]] dan skunder tua terbesar yang masih tersisa di Pulau [[Borneo]] dan kawasan [[Asia Tenggara]].<ref name="TNKM2"/>
Kawasan TNKM terletak pada ketinggian antara 200 meter sampai sekitar ±2.500 m di atas permukaan laut, mencakup lembah-lembah dataran rendah, dataran tinggi pegunungan, serta gugus pegunungan terjal yang terbentuk dari berbagai formasi sedimen dan vulkanis.▼
== Letak dan luas ==
Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) memiliki luas 1.271.696,56 [[hektar]] (berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.4787/Menhut-VII/KUH/2014) yang terletak di 2 (dua) kabupaten, yakni kabupaten [[Kabupaten Malinau|Malinau]] dan [[Kabupaten Nunukan|Nunukan]]). Secara administrasi kecamatan, kawasan TNKM yang berada di Kabupaten Malinau meliputi wilayah kecamatan [[Kayan Hilir, Malinau|Kayan Hilir]], [[Pujungan, Malinau|Pujungan]], [[Bahau Hulu, Malinau|Bahau Hulu]], [[Sungai Tubu, Malinau|Sungai Tubu]], dan [[Mentarang Hulu, Malinau|Mentarang Hulu]].<ref name="TNKM">{{cite web|url=https://kayanmentarangnationalpark.com/letak-geografis-kondisi/|last=|first=|title=Letak Geografis & Kondisi Taman Nasional Kayan Mentarang|website=www.kayanmentarangnationalpark.com|accessdate=16 April 2021|archive-date=2021-04-16|archive-url=https://web.archive.org/web/20210416054733/https://kayanmentarangnationalpark.com/letak-geografis-kondisi/|dead-url=yes}}</ref> Sedangkan secara administrasi kecamatan, kawasan TNKM yang berada di Kabupaten Nunukan yang meliputi wilayah kecamatan [[Krayan Selatan, Nunukan|Krayan Selatan]], [[Krayan, Nunukan|Krayan]] dan [[Lumbis Ogong, Nunukan|Lumbis Ogong]]. Kawasan TNKM mencakup 11 (sebelas) wilayah adat besar, yaitu [[Lumbis Hulu, Nunukan|Lumbis Hulu]], Krayan Hulu, [[Krayan Tengah, Nunukan|Krayan Tengah]], Krayan Hilir, Krayan Darat, Mentarang Hulu, Tubu, Hulu Bahau, Pujungan, Kayan Hilir dan Kayan Hulu.<ref name="TNKM"/>
Secara geografis, TNKM berada pada 40 07’ 38,94” s/d 20 08’ 48,12’’ Lintang Utara dan 1150 54’ 06,27” s/d 1140 48’ 38,90’’ Bujur Timur . Taman Nasional ini berbentuk panjang menyempit dan mengikuti batas internasional dengan negara bagian [[Malaysia]], yakni wilayah [[Sabah]] dan [[Serawak]]. TNKM merupakan kawasan konservasi terbesar di pulau [[Pulau Kalimantan|Kalimantan]] dan termasuk salah satu yang terbesar di wilayah [[Asia Pasifik]].<ref name="TNKM"/>
== Nama ==
▲
▲Kawasan TNKM terletak pada ketinggian antara 200 meter sampai sekitar ±2.500 m di atas permukaan laut, mencakup lembah-lembah dataran rendah, dataran tinggi pegunungan, serta gugus pegunungan terjal yang terbentuk dari berbagai formasi sedimen dan vulkanis. Tingginya tingkat perusakan hutan di [[Kalimantan]] dan banyaknya bagian hutan yang beralih fungsi, menyebabkan kawasan TNKM menjadi sangat istimewa dan perlu mendapat prioritas tinggi dalam hal pelestarian keanekaragaman hayati dan budaya masyarakat yang masih tersisa.
== Keanekaragaman hayati ==
[[Berkas:Sunrise A.JPG|
Tipe-tipe utama adalah [[hutan]] Dipterokarp, hutan Fagaceae-Myrtaceae atau hutan Ek, hutan pegunungan tingkat tengah dan tinggi (di atas 1.000 m di atas permukaan laut), hutan agathis, hutan kerangas, hutan rawa yang terbatas luasnya, serta suatu tipe khusus “hutan lumut” dipuncak-puncak gunung diatas ketinggian 1.500 m di atas permukaan laut. Selain itu, terdapat pula berbagai jenis hutan sekunder. Hutan di wilayah sepanjang sungai Bahau adalah hutan perbukitan dengan tebing-tebing terjal yang sangat sulit untuk didaki dari tepi sungai.<ref name="TNKM2"/>
Hutan di wilayah ini memiliki banyak sekali air terjun dari berbagai ukuran, alur aliran air terjun yang berukuran kecil mempunyai tepi sungai yang cukup landai dan dipergunakan oleh masyarakat sekitar untuk memasuki hutan di kawasan ini. Kecamatan [[Pujungan, Malinau|Pujungan]] juga dikenal sebagai daerah di mana matahari tidak pernah terbit dan tidak pernah tenggelam sebab sering tertutup oleh kabut atau awan. Walaupun demikian, pendarnya sinar matahari dari balik kabut atau awan tersebut mampu membuat kulit kita memerah terbakar tanpa merasakan teriknya panas matahari karena cukup dinginnya suhu di daerah ini. Dapat dibayangkan dinginnya suhu di daerah Apau Ping di hulu Pujungan. Bukan seperti pada umumnya sungai yang berasal dari 1 mata air di daerah hulu pegunungan yang kemudian mengalir bercabang-cabang ke hilir hingga menuju ke muara, sungai-sungai di taman nasional Kayan Mentarang berasal dari banyak mata air di banyak hulu daerah pegunungan dan mengalir menjadi 1 sungai yang besar menuju ke hilir hingga ke muara. Pada wilayah selatan taman nasional terdapat sungai Kayan yang bermuara setelah membelah kecamatan Tanjung Selor dan Tanjung Palas, berasal dari belasan mata air di hulu Kayan dan hulu Pujungan.
Simpang Koala adalah area pertemuan antara sungai Bahau dan sungai Kayan adalah batas wilayah kabupaten Bulungan dan kabupaten Malinau. Arus sungai Kayan di daerah Tanjung Selor sangat tenang dan mulai bergejolak saat memasuki wilayah Long Lejau. Arus sungai Bahau sangat bervariasi dari ketenangan yang tidak berarus hingga gejolak arung jeram. Masyarakat [[Suku Dayak|Dayak]] di hulu Pujungan memberi sebutan sungai Bahau sebagai sei giram yang berarti sungai berbatu yang berarus deras. Dan masyarakat di daerah ini adalah pengemudi-pengemudi perahu yang ulung dan kompak.<ref name="TNKM2"/>
Sungai Bahau pada daerah [[Long Aran, Pujungan, Malinau|Long Aran]] mempunyai ketinggian air paling rendah dan sering menyebabkan para pengemudi perahu serta kepolisian setempat bahu-membahu menarik perahu kandas yang mempunyai panjang bisa mencapai hingga 20 meter itu beramai-ramai. Profil bebatuan di kedua sungai ini juga berbeda, 2 gambar di kiri adalah profil bebatuan yang dijumpai pada sungai Kayan mulai daerah Tanjung Selor hingga Simpang Koala, 2 gambar di kanan adalah profil bebatuan di sungai Bahau yang ditemui sejak area Simpang Koala hingga hulu Pujungan.
▲[[Berkas:River Stone A.JPG|thumb|left|200px]][[Berkas:River Stone C.JPG|thumb|200px]]
▲[[Berkas:River Stone B.JPG|thumb|left|200px]][[Berkas:River Stone D.JPG|thumb|200px]]
[[Berkas:River Wave A.JPG|
Jenis flora yang dilaporkan ada dalam kawasan ini di antaranya termasuk 500 jenis [[anggrek]] dan sedikitnya 25 jenis [[rotan]]. Selain itu juga telah berhasil diinventaris 277 jenis burung termasuk 11 jenis baru untuk Kalimantan dan Indonesia, 19 jenis endemik dan 12 jenis yang hampir punah. Beberapa jenis yang menarik
== Keanekaragaman budaya ==
[[Berkas:Villages A.JPG|
Di dalam dan di sekitar TNKM ditemukan beraneka ragam budaya yang merupakan warisan budaya yang bernilai tinggi untuk dilestarikan. Sekitar 21.000 orang dari bermacam etnik dan sub kelompok bahasa, yang dikenal sebagai [[suku Dayak]], bermukim di dalam dan disekitar taman nasional. Komunitas Dayak, seperti suku [[Kenyah]], [[Kayan]], [[Lundayeh]], [[Tagel]], [[Saben]] dan [[Punan]], [[Badeng]], [[Murut]], [[Bakung]], [[Suku Dayak Lebu' Kulit|Makulit]], [[Makasan]] mendiami sekitar 50 desa yang ada di dalam kawasan TNKM.<ref name="TNKM3">{{cite web|url=https://www.tanahnusantara.com/pesona-alam-taman-nasional-kayan-mentarang/|date=23 September 2017|last=Kenzo|first=Arion|title=Pesona Alam Taman Nasional Kayan Mentarang|website=www.tanahnusantara.com|accessdate=16 April 2021}}</ref>
Ditemukannya kuburan batu di hulu [[Sungai Bahau]] dan hulu [[Sungai Pujungan]], yang merupakan peninggalan suku Ngorek, mengindikasikan bahwa paling tidak sejak kurang lebih 400 tahun yang lalu masyarakat Dayak sudah menghuni kawasan ini. Peninggalan arkeologi yang paling padat ini diperkirakan sebagai peninggalan yang paling penting untuk pulau Borneo.
Masyarakat di dalam kawasan taman nasional masih sangat bergantung pada pemanfaatan hutan sebagai sumber penghidupan, seperti kayu, tumbuhan obat, dan binatang buruan. Mereka juga menjual tumbuhan dan binatang hasil hutan, karena hanya ada sedikit peluang untuk mendapatkan uang tunai. Pada dasarnya masyarakat mengelola sumber daya alam secara tradisional dengan mendasarkan pada variasi jenis. Sebagai contoh banyak varietas padi ditanam, beberapa jenis kayu digunakan untuk bahan bangunan, banyak jenis tumbuhan digunakan untuk obat, dan berbagai jenis satwa buruan.
Tingginya keragaman jenis yang dimanfaatkan, akan memperkecil kemungkinan jenis-jenis tadi mengalami tekanan. Pengelolaan tradisional tersebut pada dasarnya sangat sejalan dengan konservasi hutan dan hidupan liar. Sayangnya, peraturan tradisional atau adat sering tidak dipedulikan oleh pendatang yang terus meningkat untuk mengambil sumber daya dari kawasan. Perubahan yang cepat dari mata pencaharian tradisional ke ekonomi membuat orang tergoda untuk mengabaikan adat.
Baris 31 ⟶ 62:
Pengelolaan hutan tradisional yang dikembangkan pada saat tombak dan sumpit digunakan, terkesampingkan oleh senjata api, gergaji mesin dan jala. Dengan peralatan yang semakin modern, orang semakin mudah untuk menangkap binatang dan mengumpulkan tumbuhan lebih banyak. Belum lagi kegiatan pencurian kayu, pengambilan produk-produk hutan komersial dan pembangunan jalan yang mulai mengancam sumber daya alam yang ada di dalam taman nasional.
Dengan munculnya berbagai ancaman tersebut, masyarakat yang ada di dalam dan disekitar taman nasional dianggap sebagai aset yang paling tepat untuk menjaga dan mengelola sumber daya alam yang ada di TNKM. Selain itu, adanya [[desentralisasi]] kewenangan [[Pemerintah Pusat]] kepada [[Pemerintah Daerah]] [[Kabupaten]], [[Kota]] dan [[Provinsi]], juga merupakan aset penting untuk menjaga dan mengelola sumber daya alam TNKM.
[[WWF]] [[Indonesia]], bekerjasama dengan para pihak terkait (''stakeholders''), yaitu [[Departemen Kehutanan]] melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam ([[PHKA]]), Pemerintah Daerah, Masyarakat Lokal (Adat) dan Lembaga-lembaga Internasional, berupaya mendayagunakan asset-aset penting tadi sebagai suatu peluang dan sekaligus kekuatan untuk menemukan model baru dalam pengelolaan Taman Nasional di Indonesia. Dengan kearifan yang tinggi, para pihak terkait sepakat untuk mencoba membangun suatu model Pengelolaan Kolaboratif bagi TNKM.
Pada [[4 April]] [[2003]], [[Menteri Kehutanan RI]] menetapkan [[Pengelolaan Kolaboratif]] untuk TNKM melalui Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 1213, 1214, 1215/Kpts-II/2002. Ini merupakan tonnggak sejarah baru dalam pengelolaan [[Taman Nasional]] di Indonesia yang selama ini pengelolaan sepenuhnya dilakukan oleh [[Pemerintah Pusat]].
Prinsip pengelolaan kolaboratif TNKM meliputi enam aspek, yaitu: berbasiskan masyarakat (''community-based''), mengikutsertakan para pihak terkait (''multistakeholders''), berbagi tanggung jawab (''sharing of responsibilty''), berbagi peran (''sharing of role''), berbagi manfaat (''sharing of benefit''), dan berdsasarkan Rencana Pengelolaan (''Management Plan'') Taman Nasional yang syah.
Baris 46 ⟶ 77:
Landasan telah dibangun, namun membangun suatu model pengelolaan kolaboratif yang benar-benar berbasiskan masyarakat memerlukan perjalanan panjang karena berbagai kendala yang dihadapi, seperti misalnya gejolak politik, kepastian hukum, kesiapan dan dukungan para pihak. Saat ini, [[WWF]] Indonesia-Kayan Mentarang Project yang telah aktif di kawasan TNKM sejak 1980-an, sedang memfokuskan kegiatannya pada implementasi Rencana Pengelolaan TNKM dan mempersiapkan para pihak untuk melaksanakan Pengelolaan Kolaboratif TNKM.
==
<gallery>
Berkas:Waterfall - a way into the forest.JPG|Salah satu profil aliran air terjun yang dipergunakan sebagai jalan masuk ke hutan di sepanjang sungai Bahau
Baris 52 ⟶ 83:
</gallery>
==
{{reflist}}
== Pranala luar ==
{{commonscat|Kayan Mentarang National Park}}
Baris 61 ⟶ 93:
[[Kategori:Taman nasional di Indonesia|Kayan Mentarang, Taman Nasional]]
[[Kategori:Kalimantan Timur]]
[[Kategori:Kabupaten Malinau]]
▲[[jv:Taman Nasional Kayan Mentarang]]
|