Pajak: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
hanya sapaan formal |
SabitAprido (bicara | kontrib) Membalikkan revisi 26558291 oleh 180.254.1.153 (bicara) Tag: Pembatalan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(42 revisi perantara oleh 29 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{cakupan}}
{{Keuangan}}
'''Pajak''' ({{lang-en|tax}}, dari bahasa [[Latin]] ''[[wikt:en:taxo#Latin|taxo]]''; "''rate''"; {{lang-nl|belasting}}) adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.<ref>{{Cite web|url=https://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=12761|title=Peraturan {{!}} Ortax - your center of excellence in taxation|website=Ortax.org|language=en|access-date=2019-12-03}}</ref> Menurut Charles E.McLure, pajak adalah kewajiban finansial atau retribusi yang dikenakan terhadap wajib pajak (orang pribadi atau [[Badan]]) oleh [[Negara]] atau institusi yang fungsinya setara dengan negara yang digunakan untuk membiayai berbagai macam pengeluaran publik.<ref>{{cite web | url =http://www.britannica.com/EBchecked/topic/584578/taxation|title=Taxation|work=[[Britannica]]|author=Charles E. McLure, Jr.|accessdate = 3 March 2015}}</ref> Pajak dipungut berdasarkan [[norma sosial|norma-norma hukum]] untuk menutup biaya produksi barang dan [[jasa kolektif]] untuk mencapai kesejahteraan umum. Penolakan untuk membayar, penghindaran, atau perlawanan terhadap pajak pada umumnya termasuk pelanggaran hukum. Pajak terdiri dari [[pajak langsung]] atau [[pajak tidak langsung]] dan dapat dibayarkan dengan uang ataupun kerja yang nilainya setara. Beberapa negara sama sekali tidak mengenakan pajak, misalnya [[Uni Emirat Arab]].<ref>{{cite web
[[Lembaga Pemerintah]] yang mengelola perpajakan negara di [[Indonesia]] adalah [[Direktorat Jenderal Pajak]] (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan [[Kementerian Keuangan Republik Indonesia]].
Baris 9:
[[Berkas:Pieter Brueghel the Younger, 'Paying the Tax (The Tax Collector)' oil on panel, 1620-1640. USC Fisher Museum of Art.jpg|jmpl|kiri|[[Pieter Brueghel the Younger]], ''The tax collector's office'', 1640]]
Terdapat perbedaan definisi pajak secara hukum dan secara ekonomi dari pajak. Ahli ekonomi meyakini bahwa tidak semua transfer finansial ke sektor publik dapat dikategorikan sebagai pajak. Contohnya adalah
Dalam sistem perpajakan modern, pemerintah memungut pajak dalam bentuk uang, tetapi pembayaran secara natura maupun kerja atas pajak adalah karakteristik dari pajak tradisional atau pre-kapitalis dan fungsinya setara. Sistem perpajakan dan pengeluaran pemerintah atas pemasukan pajak menjadi topik yang sering diperdebatkan {{by whom|date=January 2015}} dalam konteks politik maupun ekonomi. Pemungutan pajak dilakukan oleh institusi publik misalnya [[Direktorat Jenderal Pajak]] di [[Indonesia]], [[Canada Revenue Agency]] di [[Kanada]], the [[Internal Revenue Service]] (IRS) di [[Amerika Serikat]], atau [[Her Majesty's Revenue and Customs]] (HMRC) di [[Inggris]]. Saat pajak tidak dibayarkan, pemerintah dapat menetapkan sanksi hukum seperti denda, penyitaan aset, dan bahkan penahanan kepada pihak yang terbukti melakukannya.<ref>
Baris 16:
== Definisi ==
Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "pajak" yang dikemukakan oleh para ahli di antaranya adalah:
; Leroy Beaulieu:''Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah.''<ref>{{Cite book|last = Leroy-Beaulieu|first = Paul|title = Traite de la Science des Finances|publisher = Guillaumin et cie|location=Paris|year = 1899|url = https://archive.org/details/traitdelascienc03lerogoog|volume = 1|language = Prancis}}</ref>
Baris 28 ⟶ 27:
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "''kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat''''
== Sejarah ==
Keberadaan pemungutan pajak pertama kali yang diketahui terjadi di Mesir Kuno sekitar 3000 – 2800 SM dimana sistem pajak yang dikenal berupa sistem pajak yang bersifat variabel, yaitu berdasarkan tinggi air sungai Nil.<ref>{{Citation|last=Darussalam|title=Sejarah Pajak-Awal Kehadiran Pajak|date=2017|url=https://dinaspajak.com/sejarah-pajak-awal-kehadiran-pajak-10547|website=news.ddtc.co.id|access-date=29 November 2021}}</ref> Bentuk perpajakan yang paling awal dan paling luas adalah [[corvée]] dan [[persepuluhan]]. Corvée adalah [[kerja paksa]] yang diberikan kepada negara oleh petani yang terlalu miskin untuk membayar bentuk perpajakan lainnya ( "''tenaga kerja''" dalam bahasa [[Sastra Mesir Kuno|Mesir kuno]] adalah sinonim untuk pajak).<ref>{{Citation|last=Olmert|first=Michael|title=Milton's Teeth and Ovid's Umbrella: Curiouser & Curiouser Adventures in History|publisher=Simon & Schuster|language=Inggris|place=New York|pages=41|date=1996|url=https://archive.org/details/miltonsteethovid00olme/page/8/mode/2up|isbn=0-684-80164-7}}</ref>
Perpajakan di [[Kekaisaran Akhemeniyah|Kekaisaran Persia]], sistem pajak yang diatur dan berkelanjutan diperkenalkan oleh [[Darius I dari Persia|Darius I Agung]] yang berlangsung mulai dari tahun 522-486 SM.<ref>{{Citation|last=Ningsih|first=Widya L.|title=Kekaisaran Persia: Sejarah, Masa Kejayaan, Keruntuhan, dan Peninggalan|date=2021|url=https://www.kompas.com/stori/read/2021/06/21/134558879/kekaisaran-persia-sejarah-masa-kejayaan-keruntuhan-dan-peninggalan|website=www.kompas.com|access-date=29 November 2021}}</ref> Dalam istilah Persia Kuno yang digunakan untuk “pajak/upeti” adalah bāji, dalam bahasa Elam baziš, yang berarti sesuatu seperti "bagian raja".<ref>{{cite journal|last=Kleber|first=Kristin|date=2015|title=Taxation in the Achaemenid Empire|url=https://www.oxfordhandbooks.com/view/10.1093/oxfordhb/9780199935390.001.0001/oxfordhb-9780199935390-e-34?print=pdf|journal=Taxation in the Achaemenid Empire|publisher=Oxford University Press|pages=1-2|id=DOI: 10.1093/oxfordhb/9780199935390.013.34|accessdate=28 November 2021|place=Kanada}}</ref> Sistem perpajakan Persia disesuaikan untuk setiap [[Satrap|Satrapy]] (daerah yang diperintah oleh seorang Satrap atau gubernur provinsi). Pada waktu yang berbeda, ada antara 20 dan 30 Satrapies di Kekaisaran dan masing-masing dinilai menurut produktivitas yang seharusnya dengan peran tanggung jawab Satrap adalah untuk mengumpulkan jumlah yang harus dibayar dan mengirimkannya ke perbendaharaan, setelah dikurangi pengeluarannya (pengeluaran dan kekuatan untuk memutuskan dengan tepat bagaimana dan dari siapa mengumpulkan uang di provinsi, menawarkan kesempatan maksimum bagi orang kaya. hasil panen).<ref>{{Citation|last=Rattinni|first=Kristin B.|title=Darius I—facts and information-National Geographic|date=2019|url=https://www.nationalgeographic.com/culture/article/darius-i-persia|website=www.nationalgeographic.com|access-date=28 November 2021}}</ref>
=== Indonesia ===
Pajak di Indonesia sudah ada sejak zaman kerajaan, kemudian berkembang pada saat Hindia Belanda menjajah. Hanya saja untuk sistem pungutan pada zaman kerajaaan dan sekarang berbeda. Sistem perpajakan dalam ekonomi modern pajak menjadi sumber pendapatan pemerintah merupakan hal paling penting. Di masa penjajahan sistem pajak dikenal sebagai "upeti" berupa pajak rumah, usaha, sewa tanah dan sebagainya yang harus diberikan kepada penjajah sehingga berbeda masa sekarang, hasil perpajakan di Indonesia biasanya berupa layanan publik, dan pembangunan infrastruktur.<ref>{{Citation|last=Welianto|first=Ari|title=Sejarah Pajak Indonesia, Dimulai Zaman Kerajaan|date=2020|url=https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/22/080000369/sejarah-pajak-indonesia-dimulai-zaman-kerajaan|website=www.kompas.com|access-date=28 November 2021}}</ref>
Dasar pemungutan pajak adalah undang-undang pajak (untuk setiap jenis pajak), yang bersumber kepada suatu konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Untuk memudahkan pelaksanaan pemungutan pajak, maka berdasarkan Undang-Undang Pajak itu dibuat aturan pelaksanaan oleh pemerintah yaitu: 1. Menteri Keuangan, Direktur Jenderal Pajak untuk Pajak Pusat dan, 2. Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri untuk Pajak Daerah. <ref>{{Cite book|last=Ismail|first=Tjip|date=2010|url=http://repository.ut.ac.id/4534/|title=Pajak Daerah dan Retribusi Daerah|location=Jakarta|publisher=Universitas Terbuka|isbn=978-979-011-454-8|volume=3|pages=1–52|language=en}}</ref>
== Unsur pajak ==
Baris 33 ⟶ 42:
# '''Pajak dipungut berdasarkan undang-undang.''' Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan, "''pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang.''"
# '''Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung.''' Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.
# '''Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah''' dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik prasarana maupun sarana.
# '''Pemungutan pajak dapat dipaksakan.''' Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.
# Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi '''mengisi Kas Negara/Anggaran Negara''' yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).
== Penggolongan Jenis
Pajak di Indonesia dapat dibedakan atas tiga kategori yaitu:
Baris 56 ⟶ 65:
Pajak terdiri dari dua macam berdasarkan sifatnya, antara lain:
==== Pajak
pengenaan pajak dengan pertama-tama memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak (subjeknya). Setelah diketahui keadaan subjeknya barulah diperhatikan keadaan objektifnya sesuai gaya pikul apakah dapat dikenakan pajak atau tidak. Misalnya perhitungan Pajak Penghasilan, jumlah tanggungan dapat mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar
Baris 69 ⟶ 78:
===== [[Pajak penghasilan|Pajak Penghasilan]] (PPh) =====
PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak.<ref group=note>Laba usaha yang diterima oleh badan usaha maupun perorangan itulah yang akan dikenai PPh. Namun, bagi Wajib Pajak perorangan, sebelum laba dikenakan pajak terlebih dahulu dikurangkan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang besarnya ditetapkan dan bergantung pada jumlah tanggungan keluarganya. Sebenarnya, pihak yang memiliki sebuah usaha berbentuk badan adalah juga perorangan sebagai investor. Hasil yang akan diterima oleh investor sebagai pemilik usaha merupakan penghasilan kembali yang merupakan Objek PPh bagi perorangan. Namun karena prinsip usaha adalah “going concern” maka keuntungan dari sebuah badan usaha tidak selalu langsung dinikmati oleh investor (pemilik) tetapi dapat ditanamkan kembali untuk memperbesar usaha. Sehingga penghasilan yang diterima oleh perorangan atas investasinya di badan usaha bisa ditunda sampai keuntungan tersebut dibagikan ke perorangan.</ref> Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
Dari definisi tersebut penghasilan mempunyai 5 (lima) elemen:
===== [[Pajak pertambahan nilai|Pajak Pertambahan Nilai]] (PPN) dan PPn BM =====▼
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean berdasarkan UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU No. 42 Tahun 2009▼
# tambahan kemampuan ekonomis Dari kacamata [[akuntansi]], tambahan kemampuan ekonomis dapat diartikan sebagai tambahan sisi aktiva di neraca/laporan posisi keuangan wajib pajak yang tidak dibarengi dengan penambahan utang/liabilitas atau modal. Penambahan aktiva yang dibarengi dengan penambahan utang/liabilitas merupakan utang. Utang bukan merupakan penghasilan karena debitur mau tidak mau harus mengembalikan pokok hutang beserta bunganya. Penambahan aktiva yang dibarengi dengan penambahan modal merupakan setoran modal yang juga bukan penghasilan.
# diterima atau diperoleh wajib pajak Penggunaan kata diterima untuk wajib pajak yang menggunakan stelsel kas dalam pembukuannya, sedangkan kata diperoleh untuk wajib pajak yang menggunakan stelsel akrual dalam pembukuannya.
# baik dari Indonesia maupun luar Indonesia (world wide income) Indonesia menggunakan ''world wide income'' dalam pengenaan pajaknya. Oleh karenanya bagi wajib pajak dalam negeri, penghasilan dari manapun baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia harus dilaporkan di SPT.
# dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan Penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dapat dipergunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak. Oleh karenanya biasanya penghasilan diukur dari pola konsumsi maupun kekayaan wajib pajak.
# dengan nama dan dalam bentuk apapun Pengenaan pajak atas penghasilan dilakukan tanpa memperhatikan jenis, bentuk maupun nama penghasilannya. Oleh karenanya selama memenuhi definisi penghasilan meskipun bentuknya dalam bentuk barang (bukan kas) maka tetap disebut sebagai penghasilan.
Dasar hukum diberlakukan PPh adalah UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas UU No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, yang kemudian diperbarui dengan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.<ref name="HPP">{{Cite web|url=https://money.kompas.com/read/2021/11/04/070100026/poin-penting-perubahan-dan-tambahan-aturan-pajak-di-uu-hpp|title=Poin Penting Perubahan dan Tambahan Aturan Pajak di UU HPP|website=Kompas.com|language=id-ID|access-date=2022-06-19}}</ref>
▲PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean berdasarkan UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU No.
===== [[Pajak bumi dan bangunan|Pajak Bumi dan Bangunan]] =====
Berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
===== [[Bea meterai|Bea Meterai]] =====
Bea meterai menurut UU Nomor
Seiring perkembangan teknologi, pemerintah Indonesia juga menyediakan meterai elektronik dengan payung hukum yang tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 86 Tahun 2021 tentang Pengadaan, Pengelolaan, dan Penjualan Meterai. Beleid ini telah berlaku pada 19 Agustus 2021. Meterai elektronik berguna sebagai pelengkap dokumen elektronik yang diakui keabsahannya.<ref>{{Cite web|last=Administrator|date=2021-10-08|title=Meterai Tempel atau Digital Sama Absahnya|url=https://indonesia.go.id/kategori/editorial/3310/meterai-tempel-atau-digital-sama-absahnya|website=Portal Informasi Indonesia|access-date=2023-10-17}}</ref>
===== Bea Keluar / Bea Masuk =====
UU No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.
===== [[Cukai]] =====
UU No. 11 Tahun 1995 jo. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai, yang kemudian diperbarui dengan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.<ref name="HPP"/>
==== [[Pajak Daerah]] ====
Pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), yang kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD)<ref>{{Cite web|url=https://news.ddtc.co.id/pemda-perlu-tahu-apa-yang-perlu-disiapkan-setelah-uu-hkpd-berlaku-37964|title=Pemda Perlu Tahu! Apa yang Perlu Disiapkan Setelah UU HKPD Berlaku?|website=DDTC News|language=id-ID|access-date=2022-06-19}}</ref>, yang dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda), antara lain:
===== Pajak Provinsi =====
Baris 111 ⟶ 132:
== Undang-undang perpajakan negara ==
# [[s:Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983|Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983]] tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
#: ''stdtd'' [[s:Undang-Undang Nomor
# [[s:Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983|Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983]] tentang Pajak Penghasilan
#: ''stdtd'' [[s:Undang-Undang Nomor
# [[s:Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983|Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983]] tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
#: ''stdtd'' [[s:Undang-Undang Nomor
# [[s:Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995|Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995]] tentang Kepabeanan
#: ''stdd'' [[s:Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006|Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006]]
# [[s:Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995|Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995]] tentang Cukai
#: ''stdd'' [[s:Undang-Undang Nomor
# [[s:Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985|Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985]] tentang Pajak Bumi dan Bangunan
#: ''stdd'' [[s:Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994|Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994]]
# [[s:Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020|Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020]] tentang Bea Meterai
# [[s:Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997|Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997]] tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
#: ''stdd'' [[s:Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000|Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000]]
# [[s:Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002|Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002]] tentang Pengadilan Pajak
== Fungsi pajak ==
Baris 143 ⟶ 170:
== Syarat pemungutan pajak ==
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada [[masyarakat]]. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:{{fact}}
* '''Pemungutan pajak harus adil'''
Baris 149 ⟶ 176:
Seperti halnya [[hukum|produk hukum]] pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.
Contoh:
# Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak
# Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak
Baris 159 ⟶ 185:
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi:
"Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
* '''Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian'''
Baris 175 ⟶ 202:
Contoh:
# Bea meterai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 1 macam tarif tetap<ref>{{Cite web|url=https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/tarif-tunggal-bea-meterai-rp10000-dikenakan-mulai-tahun-2021-dengan-masa-transisi/|title=Tarif Tunggal Bea Meterai Rp10.000 Dikenakan Mulai Tahun 2021 dengan Masa Transisi|website=Situs Kemenkeu|language=id-ID|access-date=2022-06-19}}</ref>
== Asas pemungutan ==
Baris 183 ⟶ 210:
Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain:
[[Berkas:AdamSmith.jpg|200px|jmpl|Adam Smith, pencetus teori ''The Four Maxims'']]
1. Menurut [[Adam Smith]]
* Asas ''Equality''(asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
Baris 220 ⟶ 247:
Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.
Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:{{fact}}
# Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (''domicile/residence principle''): berdasarkan asas ini [[negara]] akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh [[orang pribadi]] atau [[badan]], apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).
Baris 232 ⟶ 259:
'''Indonesia''', dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan [[Undang-Undang (Indonesia)|Undang-Undang]] Nomor 10 Tahun [[1994]], khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan yang [[parsial]], yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi.
'''Jepang''', misalnya untuk individu yang merupakan penduduk (resident individual) menggunakan asas domisili, di mana berdasarkan asas ini seorang penduduk [[Jepang]] berkewajiban membayar pajak penghasilan atas keseluruhan penghasilan yang diperolehnya, baik yang diperoleh di Jepang maupun di luar Jepang. Sementara itu, untuk yang bukan penduduk (non-resident) Jepang, dan badan-badan usaha luar negeri berkewajiban untuk membayar pajak penghasilan atas setiap penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber di Jepang.{{fact}}
'''Australia''', untuk semua badan usaha milik negara maupun swasta yang berkedudukan di [[Australia]], dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh dari seluruh sumber penghasilan. Sementara itu, untuk badan usaha luar negeri, hanya dikenakan pajak atas penghasilan dari sumber yang ada di Australia.{{fact}}
== Teori pemungutan ==
Ada beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan pajak, yaitu:<ref> {{cite book|last=Brotodiharjo|first1= R. Santoso|year=2003|title= Pengantar Ilmu Hukum Pajak|url= https://simpus.mkri.id/opac/detail-opac?id=5173|language=Bahasa Indonesia|location= Bandung|publisher= Refika Aditama|isbn=9799605547}}</ref>
# Teori asuransi, menurut teori ini, [[negara]] mempunyai [[tugas]] untuk melindungi warganya dari segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam perjanjian [[asuransi]] diperlukan adanya pembayaran [[premi]]. Pembayaran pajak ini dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini banyak ditentang karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi.
# Teori kepentingan, menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya kepentingan dari masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini banyak ditentang, karena pada kenyataannya bahwa tingkat kepentingan perlindungan [[miskin|orang miskin]] lebih tinggi daripada [[kaya|orang kaya]]. Ada perlindungan jaminan sosial, [[kesehatan]], dan lain-lain. Bahkan orang miskin justru dibebaskan dari beban pajak.
Baris 248 ⟶ 275:
* [[Pajak Bumi dan Bangunan]] (PBB) Rp28,96 triliun
Rencana penerimaan pajak Tahun 2013 adalah sebesar Rp1.042,32 triliun atau tumbuh 24,79% dibandingkan dengan realisasi penerimaan tahun 2012. Penerimaan tersebut memberikan kontribusi sebesar 68,14% dari rencana anggaran Pendapatan Negara Tahun 2013 sebesar Rp1.529,67 triliun.<ref group=note>Pendapatan pajak itu belum termasuk pendapatan cukai, bea masuk, dan pendapatan pungutan ekspor.</ref>{{fact}}
== Lihat pula ==
* [[Direktorat Jenderal Pajak]]
* [[s:Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021|Undang-Undang
* [[Nomor Pokok Wajib Pajak]]
* [[Penghindaran pajak]]
* [[Pajak Penghasilan]]
* [[Bentuk Usaha Tetap]]
* [[Jurusita Pajak]]
* [[
* [[Perpajakan di Indonesia]]
* [[Pajak
* [[Pendapatan Negara]]
* [[Penerimaan Negara Bukan Pajak]]
Baris 292 ⟶ 296:
* [[Penanaman Modal Dalam Negeri]]
* [[Retribusi]]
== Catatan Kaki ==
{{reflist|group=note}}
== Referensi ==
Baris 301 ⟶ 308:
[[Kategori:Perpajakan| ]]
[[Kategori:Ekonomi mikro|*]]
[[Kategori:Ilmu dan teknologi dalam tahun 1876]]
|