Gerakan 30 September: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
#1lib1ref |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(23 revisi perantara oleh 12 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{lindungidarianon2|small=yes}}{{Refimprove}}
{{Infobox military conflict
{{Infobox military conflict|conflict=Gerakan 30 September|partof=|image=potret gestapu.jpg|image_size=250px|caption=Proses pengangkatan 7 jenazah korban G30S dari sebuah sumur lama di kawasan [[Lubang Buaya]] pada tanggal 3 Oktober 1965|date=30 September malam - 1 Oktober menjelang pagi|place=Kelurahan [[Lubang Buaya|Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur]]|territory=|result=|combatant1=|combatant2=|commander1=|commander2=|units1=|units2=|strength1=|strength2=|casualties1=1. [[Ahmad Yani|Letnan Jenderal TNI Ahmad Yani]] (43 tahun) <br/> 2. [[R. Soeprapto (pahlawan revolusi)|Mayor Jenderal TNI Raden Soeprapto]] (45 tahun) <br/> 3. [[Mas Tirtodarmo Haryono|Mayor Jenderal TNI Mas Tirtodarmo Haryono]] (41 tahun) <br/> 4. [[Siswondo Parman|Mayor Jenderal TNI Siswondo Parman]] (47 tahun) <br/> 5. [[D.I. Pandjaitan|Brigadir Jenderal TNI Donald Isaac Panjaitan]] (40 tahun) <br/> 6. [[Sutoyo Siswomiharjo|Brigadir Jenderal TNI Sutoyo Siswomiharjo]] (43 tahun) <br/> 7. [[Pierre Tendean|Letnan Satu Pierre Andreas Tendean]] (26 tahun) <br/> dan korban-korban lainnya.|casualties2=|casualties3=|notes=}}'''Gerakan 30 September (G30S)''' adalah sebuah peristiwa berlatar belakang kudeta yang terjadi selama satu malam pada tanggal 30 September hingga 1 Oktober 1965 yang mengakibatkan gugurnya enam jenderal serta satu orang perwira pertama [[Tentara Nasional Indonesia|militer Indonesia]] dan jenazahnya dimasukkan ke dalam suatu lubang sumur lama di area [[Lubang Buaya]][[Kota Administrasi Jakarta Timur|, Jakarta Timur]].<ref>{{Harvnb|Crouch|1978|p=101|Ref=none}}</ref> Penyebutan persitiwa ini memiliki ragam jenis, Presiden [[Soekarno]] menyebut peristiwa ini dengan istilah '''GESTOK''' (Gerakan Satu Oktober), sementara Presiden [[Soeharto]] menyebutnya dengan istilah '''GESTAPU''' (Gerakan September Tiga Puluh), dan pada [[Orde Baru]], Presiden [[Soeharto]] mengubah sebutannya menjadi '''G30S/PKI''' (Gerakan 30 September PKI) oleh karena tudingan bahwa [[Partai Komunis Indonesia]] (PKI) bertanggung jawab atas peristiwa ini. Korban kekejaman tragedi ini berada di [[Daerah Istimewa Yogyakarta|Yogyakarta]] dan [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]]. Salah satu korban kekejaman tragedi ini di Yogyakarta adalah [[Katamso Darmokusumo]] dan [[Sugiyono Mangunwiyoto]].▼
| conflict = Gerakan 30 September
| partof = [[Perang Dingin]] di Asia dan [[Transisi ke Orde Baru]]
| image = [[File:Monumen Pancasila Sakti.jpg|300px]]
Monumen Pancasila Sakti<br/><br/>
[[File:Ahmad Yani.jpg|60px]] [[File:D. I. Pandjaitan.jpg|60px]] [[File:Soeprapto.jpg|60px]]
[[File:Sutoyo.jpg|60px]] [[File:MT Haryono.jpg|60px]] [[File:S Parman.jpg|60px]] [[File:Tendean.jpg|60px]]
| image_size =
| caption = '''Korban yang ditemukan di [[Lubang Buaya]]. Dari kiri ke kanan:''' Jenderal [[Ahmad Yani]], Brigadir Jenderal [[D.I. Pandjaitan]], Mayor Jenderal [[R. Soeprapto (pahlawan revolusi)|R. Soeprapto]], Brigadir Jenderal [[Sutoyo Siswomiharjo]], Mayor Jenderal [[Mas Tirtodarmo Haryono|M.T. Haryono]], Mayor Jenderal [[Siswondo Parman|S. Parman]], Letnan Satu [[Pierre Tendean]].
| date = {{start date and age|1965|10|1|df=yes}}
| place = [[Indonesia]], [[Jawa]] dan [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]]
| territory =
| result = Upaya kudeta gagal
* [[Pembantaian di Indonesia 1965–1966|Pecahnya pembersihan antikomunis di Indonesia]]
* [[Soeharto]] mulai naik ke tampuk kekuasaan
* [[Partai Komunis Indonesia|PKI]] dan "[[Komunisme]]/[[Marxisme–Leninisme]]" secara bersamaan dilarang dalam sidang [[Majelis Permusyawaratan Rakyat|MPRS]] tahun 1966
| combatant1 = {{Tree list}}
* ''Gerakan 30 September''
** [[File:Logo tjakrabirawa.png|19px]] [[Tjakrabirawa]]
** {{flagicon image|Red flag.svg}} ''Berbagai Milisi Kiri'' di [[Lubang Buaya]]
** {{flagicon image|Flag of the Communist Party of Indonesia.svg}} [[Partai Komunis Indonesia]]
| combatant2 = {{Tree list}}
* {{flagicon|Indonesia}} [[Pemerintah Indonesia]]
** {{flagicon image|Flag of the Indonesian Army.svg}} [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat]]
{{Tree list/end}}
| commander1 = [[Untung Syamsuri]]{{Executed}} <ref name="CROUCH159205242">Crouch (2007) pp. 159, 205, 242</ref><br>[[Mustafa Sjarief Soepardjo|Soepardjo]]<br>[[D.N. Aidit]]
| commander2 = [[Soekarno]]<br>[[Soeharto]]<br>[[Abdul Haris Nasution|A.H. Nasution]]{{WIA}}<br>[[Sarwo Edhie Wibowo]]
| units1 =
| units2 =
| strength1 =
| strength2 =
| casualties1 = 6 perwira tinggi [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat|TNI Angkatan Darat]] terbunuh selama kudeta, bersama dengan korban militer dan sipil lainnya.
| casualties2 =
| casualties3 =
| notes =
}}
{{Sejarah Indonesia}}
{{Seri Soekarno}}
▲
[[File:HarianRakjat2Oct1965.jpg|thumb|180px|Kartun editorial dari halaman depan koran PKI ''[[Harian Rakyat]]'', 2 Oktober 1965]]
== Latar belakang ==
{{utama|Partai Komunis Indonesia}}
[[Berkas:45tahunPKI.jpg|ka|jmpl|Perayaan Milad PKI yang ke
Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan. Kemudian, Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekret presiden – sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para jenderal militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno menjalankan sistem "[[Demokrasi Terpimpin]]". PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan [[NASAKOM]].
Baris 10 ⟶ 49:
=== Angkatan kelima ===
{{utama|Angkatan Kelima}}
Pada kunjungan [[Menlu]] [[Subandrio]] ke [[
Pada awal tahun 1965, Bung Karno atas saran dari PKI akibat dari tawaran perdana menteri RRC, mempunyai ide tentang [[Angkatan Kelima]] yang berdiri sendiri terlepas dari ABRI. Akan tetapi, petinggi Angkatan Darat tidak setuju dan hal ini lebih menimbulkan nuansa curiga-mencurigai antara militer dan PKI.
Dari tahun
Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ribuan petani anggota Barisan Tani Indonesia (BTI) bergerak merampas tanah dengan dasar Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara mereka dengan polisi dan para pemilik tanah.
Baris 44 ⟶ 83:
Kaum nasionalis pro-Taipei (Guomintang) dan kaum komunis pro-Beijing (PKT) dan suporter mereka di Indonesia yang masing-masing memiliki agenda di Indonesia, ikut memprovokasi, saling melakukan tindakan yang saling merugikan, asal tujuan mereka tercapai, dll, perlu penelitian lebih lanjut.
-->
=== Faktor Malaysia ===
Negara [[Federasi Malaysia]] yang baru terbentuk pada tanggal
{{cquote|Sejak demonstrasi anti-Indonesia di [[Kuala Lumpur]], di mana para demonstran menyerbu gedung KBRI, merobek-robek foto [[Soekarno]], membawa lambang negara [[Garuda Pancasila]] ke hadapan [[Tunku Abdul Rahman]]—[[Perdana Menteri Malaysia]] saat itu—dan memaksanya untuk menginjak Garuda, amarah Soekarno terhadap Malaysia pun meledak.}}
Baris 60 ⟶ 98:
Di pihak PKI, mereka menjadi pendukung terbesar gerakan "ganyang Malaysia" yang mereka anggap sebagai antek Inggris, antek [[nekolim]]. PKI juga memanfaatkan kesempatan itu untuk keuntungan mereka sendiri, jadi motif PKI untuk mendukung kebijakan Soekarno tidak sepenuhnya idealis.
Pada saat PKI memperoleh angin segar, justru para penentangnyalah yang menghadapi keadaan yang buruk; mereka melihat posisi PKI yang semakin menguat sebagai suatu ancaman, ditambah hubungan internasional PKI dengan [[Partai Komunis]] sedunia, khususnya dengan adanya poros [[Jakarta]]-[[Beijing]]-[[Moskow]]-[[Pyongyang]]-[[Phnom Penh]]. Soekarno juga mengetahui hal ini, namun ia memutuskan untuk mendiamkannya karena ia masih ingin meminjam kekuatan PKI untuk konfrontasi yang sedang berlangsung, karena posisi Indonesia yang melemah di lingkungan internasional sejak keluarnya Indonesia dari PBB (
Dari sebuah dokumen rahasia badan intelejen Amerika Serikat ([[CIA]]) yang baru dibuka yang bertanggalkan
Dari pihak Angkatan Darat, perpecahan internal yang terjadi mulai mencuat ketika banyak tentara yang kebanyakan dari Divisi Diponegoro yang kesal serta kecewa kepada sikap petinggi Angkatan Darat yang takut kepada Malaysia, berperang hanya dengan setengah hati, dan berkhianat terhadap misi yang diberikan Soekarno. Mereka memutuskan untuk berhubungan dengan orang-orang dari PKI untuk membersihkan tubuh Angkatan Darat dari para jenderal ini.
Baris 70 ⟶ 108:
Amerika Serikat pada waktu itu sedang terlibat dalam [[perang Vietnam]] dan berusaha sekuat tenaga agar Indonesia tidak jatuh ke tangan [[komunisme]]. Peranan badan intelejen Amerika Serikat ([[CIA]]) pada peristiwa ini sebatas memberikan 50 juta rupiah (uang saat itu) kepada [[Adam Malik]] dan ''[[Walkie talkie|walkie-talkie]]'' serta obat-obatan kepada tentara Indonesia. Politisi Amerika pada bulan-bulan yang menentukan ini dihadapkan pada masalah yang membingungkan karena mereka merasa ditarik oleh Sukarno ke dalam konfrontasi Indonesia-Malaysia ini.
Salah satu pandangan mengatakan bahwa peranan Amerika Serikat dalam hal ini tidak besar, hal ini dapat dilihat dari telegram Duta Besar Green ke Washington pada tanggal
=== Faktor ekonomi ===
Baris 81 ⟶ 119:
== Peristiwa ==
[[Berkas:"Sumur Maut" at Lubang Buaya.jpg|ka|jmpl|Sumur Lubang Buaya]]
Pada
=== Isu Dewan Jenderal ===
Baris 88 ⟶ 126:
=== Isu Dokumen Gilchrist ===
{{Main|Dokumen Gilchrist}}
[[Dokumen Gilchrist]] yang diambil dari nama duta besar Inggris untuk Indonesia [[Andrew Gilchrist]] beredar hampir bersamaan waktunya dengan isu Dewan Jenderal. Dokumen ini, yang oleh beberapa pihak disebut sebagai pemalsuan oleh intelejen [[Ceko]] di bawah pengawasan Jenderal Agayant dari [[KGB]] [[Rusia]], menyebutkan adanya "''Our local army friends''" (Teman tentara lokal kita) yang mengesankan bahwa perwira-perwira Angkatan Darat telah dibeli oleh pihak Barat.<ref name="Dinuth">Alex Dinuth "Dokumen Terpilih Sekitar G30S/PKI" Intermasa, Jakarta 1997 ISBN 979-8960-34-3</ref> Kedutaan Amerika Serikat juga dituduh memberikan daftar nama-nama anggota PKI kepada tentara untuk "ditindaklanjuti". Dinas intelejen Amerika Serikat mendapat data-data tersebut dari berbagai sumber, salah satunya seperti yang ditulis John Hughes, wartawan The Nation yang menulis buku
"''Indonesian Upheaval''", yang dijadikan basis skenario film ''[[The Year of Living Dangerously]]'', ia sering menukar data-data apa yang ia kumpulkan untuk mendapatkan fasilitas teleks untuk mengirimkan berita.
=== Penculikan dan pembunuhan jenderal ===
=== Isu Keterlibatan Soeharto ===▼
Sekitar pukul 03.15 tanggal 1 Oktober, tujuh detasemen pasukan dalam truk dan bus diberangkatkan oleh Letkol Untung Syamsuri (Panglima Tjakrabirawa, pengawal presiden), yang terdiri dari pasukan Resimen Tjakrabirawa (Pengawal Presiden), Diponegoro (Jawa Tengah). ), dan Divisi Brawijaya (Jawa Timur), meninggalkan markas G-30-S di Pangkalan Angkatan Udara Halim Perdanakusumah, selatan Jakarta untuk menculik tujuh jenderal, semuanya anggota Staf Umum Angkatan Darat. Tiga orang yang dituju sebagai korban, (Menteri/Panglima TNI Letjen Ahmad Yani, Mayjen M. T. Haryono, dan Brigjen D. I. Pandjaitan) tewas di rumahnya masing-masing, sedangkan tiga orang lainnya (Mayjen Soeprapto, Mayjen S. Parman, dan Brigjen Sutoyo) ditangkap hidup-hidup. Sementara sasaran utama mereka, Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan serta Kepala Staf TNI Jenderal Abdul Haris Nasution berhasil lolos dari upaya penculikan tersebut dengan melompati tembok menuju taman kedutaan Irak. Namun ajudan pribadinya, Letnan Satu Pierre Tendean, ditangkap setelah disangka Nasution dalam kegelapan. Putri Nasution yang berusia lima tahun, Ade Irma Suryani Nasution, ditembak oleh kelompok penyerang dan meninggal pada 6 Oktober. Selain itu seorang polisi yang menjaga tetangga Nasution, Kapolri Brigadir Karel Sadsuitubun, ditembak mati oleh kelompok penculik. Korban terakhir adalah Albert Naiborhu, keponakan Jenderal Pandjaitan, yang tewas dalam penggerebekan di rumah Jenderal. Para jenderal dan jenazah rekan-rekan mereka yang tewas dibawa ke suatu tempat yang dikenal sebagai Lubang Buaya dekat Halim di mana mereka yang masih hidup disiksa sebelum ditembak mati. Jenazah semua korban kemudian dibuang ke sumur bekas di dekat pangkalan.
Hingga saat ini tidak ada bukti keterlibatan/peran aktif Soeharto dalam aksi penculikan tersebut. Satu-satunya bukti yang bisa dielaborasi adalah pertemuan Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Pangkostrad (pada zaman itu jabatan Panglima Komando Strategis Cadangan Angkatan Darat tidak membawahi pasukan, berbeda dengan sekarang) dengan Kolonel [[Abdul Latief]] di Rumah Sakit Angkatan Darat.▼
Meski demikian, Suharto merupakan pihak yang paling diuntungkan dari peristiwa ini. Banyak penelitian ilmiah yang sudah dipublikasikan di jurnal internasional mengungkap keterlibatan Suharto dan CIA. Beberapa diantaranya adalah, [[Cornell Paper]], karya Benedict R.O'G. Anderson and Ruth T. McVey (Cornell University), Ralph McGehee (The Indonesian Massacres and the CIA), Government Printing Office of the US (Department of State, INR/IL Historical Files, Indonesia, 1963–1965. Secret; Priority; Roger Channel; Special Handling), John Roosa (Pretext for Mass Murder: The September 30th Movement and Suharto's Coup d'État in Indonesia), Prof. Dr. W.F. Wertheim (Serpihan Sejarah Thn 1965 yang Terlupakan).▼
=== Peristiwa di Jawa Tengah ===
Menyusul siaran radio pukul 7 pagi di RRI, pasukan Divisi Diponegoro di Jawa Tengah menguasai lima dari tujuh batalyon dan satuan lainnya atas nama Gerakan 30 September. Walikota PKI Solo, Utomo Ramelan, mengeluarkan pernyataan mendukung gerakan tersebut. Pasukan pemberontak di Yogyakarta, dipimpin oleh Mayor Muljono, menculik dan kemudian membunuh Kolonel Katamso dan kepala stafnya Letkol Sugiyono. Namun, begitu berita kegagalan G-30-S di Jakarta diketahui, sebagian besar pengikutnya di Jawa Tengah menyerah. Pada tanggal 5 Oktober, Katamso dan Sugiyono, komandan dan pejabat eksekutif Daerah Militer ke-72 pada saat pembunuhan mereka, juga secara anumerta dinobatkan sebagai Pahlawan Revolusi.
▲-->== Korban ==
{{Lihat juga|Pahlawan Revolusi}}
Baris 121 ⟶ 148:
*[[Pierre Tendean|Letnan Satu Pierre Andreas Tendean]] (ajudan Jenderal [[A.H. Nasution|Abdul Harris Nasution]] yang tewas karena G30S mengira ia adalah Jenderal Nasution)
Para korban tersebut kemudian dibuang dan dikubur ke suatu sumur lama di area [[Pondok Gede]], [[Jakarta]] yang dikenal sebagai [[Lubang Buaya]] dan jenazah mereka ditemukan pada 3 Oktober 1965. Setelah itu, semuanya ditetapkan oleh Presiden Soekarno (dalam kapasitasnya sebagai Panglima Komando Operasi Tertinggi/KOTI) sebagai [[Pahlawan Revolusi]] (secara resmi pembedaan ini sudah dihapuskan sejak 2009).
Sedangkan korban dari massa rakyat yang dituduh sebagai simpatisan PKI terus bertambah sejak 1 Oktober hingga tahun 1966. Beberapa sumber menyebutkan bahwa korban dari rakyat yang dituduh simpatisan PKI dan PNI mencapai 3 juta penduduk.
== Pasca Tragedi ==
[[Berkas:Suharto at funeral.jpg|ka|jmpl|Pemakaman para pahlawan revolusi. Tampak Mayjen Soeharto di sebelah kanan]]
[[Berkas:Anti PKI Literature.jpg|jmpl|Literatur propaganda anti-PKI yang pasca kejadian G30S banyak beredar di masyarakat dan menuding PKI sebagai dalang peristiwa percobaan "kudeta" tersebut.]]
Baris 130 ⟶ 158:
Pasca pembunuhan beberapa perwira TNI AD, PKI mampu menguasai dua sarana komunikasi vital, yaitu studio [[RRI]] di Jalan Merdeka Barat dan Kantor [[Telekomunikasi]] yang terletak di Jalan Merdeka Selatan.<ref>{{Cite book|last=Max|first=Boli Sabon|date=2019|url=https://www.google.co.id/books/edition/MENGENAL_INDONESIA/tHbDDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=Pasca+Pembunuhan+beberapa+perwira+TNI+AD,+PKI+mampu+menguasai+dua+sarana+komunikasi+vital,+yaitu+studio+RRI+di+Jalan+Merdeka+Barat+dan+Kantor+Telekomunikasi+yang+terletak+di+Jalan+Merdeka+Selatan&pg=PA291&printsec=frontcover|title=Mengenal Indonesia: Aku Cinta Indonesia, Tak Kenal Maka Tak Sayang|location=Jakarta|publisher=Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya|isbn=978-623-7247-20-3|editor-last=Manalu|editor-first=Sonta Frisca|pages=291|url-status=live}}</ref> Melalui RRI, PKI menyiarkan pengumuman tentang Gerakan 30 September yang ditujukan kepada para perwira tinggi anggota “Dewan Jenderal” yang akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah. Diumumkan pula terbentuknya “Dewan Revolusi” yang diketuai oleh Letkol Untung Sutopo.
Pada tanggal
▲Pada tanggal [[1 Oktober]] 1965 Sukarno dan sekretaris jenderal PKI Aidit menanggapi pembentukan Dewan Revolusioner oleh para "pemberontak" dengan berpindah ke [[Pangkalan Angkatan Udara Halim]] di Jakarta untuk mencari perlindungan.
Pada tanggal
Pada tanggal
Pada tanggal
{{cquote|Saya perintahkan kepada Jenderal Mayor Soeharto, sekarang Angkatan Darat pimpinannya saya berikan kepadamu, buatlah Angkatan Darat ini satu Angkatan daripada Republik Indonesia, Angkatan Bersenjata daripada Republik Indonesia yang sama sekali menjalankan Panca Azimat Revolusi, yang sama sekali berdiri di atas Trisakti, yang sama sekali berdiri di atas Nasakom, yang sama sekali berdiri di atas prinsip Berdikari, yang sama sekali berdiri atas prinsip Manipol-USDEK.
Baris 145 ⟶ 172:
Soeharto, sebagai panglima Angkatan Darat, dan sebagai Menteri dalam kabinetku, saya perintahkan engkau, kerjakan apa yang kuperintahkan kepadamu dengan sebaik-baiknya. Saya doakan Tuhan selalu beserta kita dan beserta engkau!}}
Dalam sebuah [[Konferensi Tiga Benua]] di [[Havana]] pada bulan Februari 1966, perwakilan Uni-Sovyet berusaha untuk menghindari pengutukan atas pembantaian orang-orang yang dituduh sebagai PKI, yang sedang terjadi terhadap rakyat Indonesia. Pendirian mereka mendapatkan pujian dari rezim Suharto. Parlemen Indonesia mengesahkan resolusi pada tanggal
=== Penangkapan dan pembantaian ===
Baris 153 ⟶ 180:
Dihasut dan dibantu oleh tentara, kelompok-kelompok pemuda dari organisasi-organisasi muslim sayap-kanan seperti barisan Ansor NU dan Tameng Marhaenis PNI melakukan pembunuhan-pembunuhan massal, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ada laporan-laporan bahwa [[Sungai Brantas]] di dekat Surabaya menjadi penuh mayat-mayat sampai di tempat-tempat tertentu sungai itu "terbendung mayat".
Pada akhir 1965, antara lima ratus ribu sampai dengan satu juta anggota dan pendukung-pendukung PKI telah menjadi korban pembunuhan dan ratusan ribu lainnya dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali. Sewaktu regu-regu militer yang didukung dana [[CIA]]
: "''Pembunuhan-pembunuhan itu dilakukan dalam skala yang sedemikian sehingga pembuangan mayat menyebabkan persoalan sanitasi yang serius di Sumatera Utara, di mana udara yang lembap membawa bau mayat membusuk. Orang-orang dari daerah-daerah ini bercerita kepada kita tentang sungai-sungai kecil yang benar-benar terbendung oleh mayat-mayat. Transportasi sungai menjadi terhambat secara serius.''"
Baris 161 ⟶ 188:
Di daerah-daerah lain, para terdakwa dipaksa untuk membunuh teman-teman mereka untuk membuktikan kesetiaan mereka. Di kota-kota besar pemburuan-pemburuan rasialis "anti-Tionghoa" terjadi. Pekerja-pekerja dan pegawai-pegawai pemerintah yang mengadakan aksi mogok sebagai protes atas kejadian-kejadian kontra-revolusioner ini dipecat.
Paling sedikit 250,000 orang pekerja dan petani dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi. Diperkirakan sekitar 110,000 orang masih dipenjarakan sebagai tahanan politik pada akhir
=== Supersemar ===
{{Wikisource|Surat Perintah (11 Maret 1966)}}
{{artikel|Supersemar}}
Lima bulan setelah itu, pada tanggal
Kepemimpinan PKI terus mengimbau massa agar menuruti kewenangan rejim Sukarno-Suharto. Aidit, yang telah melarikan diri, ditangkap dan dibunuh oleh [[TNI]] pada tanggal
=== "Konferensi Investasi Indonesia" ===
Baris 179 ⟶ 206:
Sejak 1967, setelah [[Soeharto]] [[Kepresidenan Sementara Soeharto|diangkat menjadi Pejabat Presiden]] menggantikan [[Soekarno]], tanggal 1 Oktober ditetapkan oleh Soeharto (dengan Keputusan Presiden Nomor 153 Tahun 1967) sebagai [[Hari Kesaktian Pancasila]]. Pada masa pemerintahan Soeharto, biasanya sebuah [[Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI|film mengenai kejadian tersebut]] juga ditayangkan di seluruh stasiun televisi di [[Indonesia]] setiap tahun pada tanggal 30 September. Selain itu pada masa Soeharto biasanya dilakukan upacara bendera di [[Monumen Pancasila Sakti]] di Lubang Buaya dan dilanjutkan dengan tabur bunga di makam para pahlawan revolusi di [[TMP Kalibata]]. Namun sejak era [[Reformasi]] bergulir, film itu sudah tidak ditayangkan lagi dan hanya tradisi upacara dan tabur bunga yang dilanjutkan.
Pada
== Teori tentang Gerakan 30 September ==
▲=== Isu Keterlibatan Soeharto ===
▲Hingga saat ini tidak ada bukti keterlibatan/peran aktif Soeharto dalam aksi penculikan tersebut. Satu-satunya bukti yang bisa dielaborasi adalah pertemuan Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Pangkostrad (pada zaman itu jabatan Panglima Komando Strategis Cadangan Angkatan Darat tidak membawahi pasukan, berbeda dengan sekarang) dengan Kolonel [[Abdul Latief]] di Rumah Sakit Angkatan Darat.
▲Meski demikian, Suharto merupakan pihak yang paling diuntungkan dari peristiwa ini. Banyak penelitian ilmiah yang sudah dipublikasikan di jurnal internasional mengungkap keterlibatan Suharto dan CIA. Beberapa diantaranya adalah, [[Cornell Paper]], karya Benedict R.O'G. Anderson and Ruth T. McVey (Cornell University), Ralph McGehee (The Indonesian Massacres and the CIA), Government Printing Office of the US (Department of State, INR/IL Historical Files, Indonesia, 1963–1965. Secret; Priority; Roger Channel; Special Handling), John Roosa (Pretext for Mass Murder: The September 30th Movement and Suharto's Coup d'État in Indonesia), Prof. Dr. W.F. Wertheim (Serpihan Sejarah Thn 1965 yang Terlupakan).
== Lihat pula ==
Baris 201 ⟶ 235:
== Bacaan lebih lanjut ==
{{Col|2}}
* {{Citation | title = Selected Documents Relating to the 30 September Movement and Its Epilogue | url = http://cip.cornell.edu/seap.indo/1107134819 | journal = Indonesia | publisher = Cornell Modern Indonesia Project | place = Ithaca, NY | volume = 1 | pages = 131–205 | accessdate = 20 September 2009 | doi = 10.2307/3350789 | jstor = 3350789 | issue = 1 | date = April 1966 | archive-date = 2023-08-01 | archive-url = https://web.archive.org/web/20230801020309/https://ecommons.cornell.edu/handle/1813/52499 | dead-url = no |issn = 0019-7289 }}
* The appendices of Roosa (2006) contain translations of two primary sources: a 1966 document by [[Supardjo]] and the 1967 court testimony of [[Kamaruzaman Sjam]]. Roosa also lists interviews he conducted which are archived at the Institute of Indonesian Social History in Jakarta.
* Easter, David, '"Keep the Indonesian pot boiling": Western intervention in Indonesia, October 1965-March 1966', Cold War History, Volume 5, Number 1, February 2005.
|