Muhammadiyah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Rizal180 (bicara | kontrib)
Saya menambahkan beberapa buku dan refrensi
 
(1 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 70:
# H.B. Muhammadiyah ''Bahagian'' Sekolahan, diketuai oleh sdr. [[Hisjam bin Hoesni|H.M. Hisjam]];
# H.B. Muhammadiyah ''Bahagian'' Tabligh, diketuai oleh sdr. [[Fakhruddin (ulama)|H.M. Fachruddin]];
# H.B. Muhammadiyah ''Bahagian'' [[Penolong Kesengsaraan Umum|Penolong Kesengsaraan Oemoem]], diketuai oleh sdr. [[Soedjono Djoened Poesponegoro|H.M. Soedja’]]; dan
# H.B. Muhammadiyah ''Bahagian'' Taman Poestaka, diketuai oleh sdr. [[Mochtar|H.M. Mochtar]].
 
 
Ketika M. Hisjam dilantik dan ditanya pimpinan rencana apa yang akan diperbuatnya, Ketua Bahagian Sekolahan itu menjawab sebagai berikut:<blockquote>''“Bahwa saja akan membawa kawan-kawan kita pengurus bahagian sekolahan berusaha memadjukan pendidikan dan pengadjaran sampai dapat menegakan gedung Universiteit Muhammadijahm jang megah untuk mentjitak serdjana-serdjana Islam dan mahaguru-mahaguru Muhammadijah guna kepentingan umat Islam pada umumnja dan Muhammadijah pada chususnya.”'' <ref>Sudja’, 1989: 31, dengan bahasa Indonesia ejaan lama</ref></blockquote>Rencana ''Bahagian'' Sekolahan tersebut mendapat sambutan gembira dari para anggota ''Bahagian'' Tabligh, dan ''Bahagian'' Taman Pustaka yang hadir waktu itu. Namun ketika [[Sujatin Kartowijono|Suja’]] selaku ''Ketua Bahagian'' PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) menggagas tentang rencana mendirikan ''Hospital'' (Rumah Sakit), ''Armeinhais'' (Rumah Miskin), dan ''Weeshuis'' (Rumah Yatim) justru disambut dengan tertawa bernada ejekan. Suja’ sampai meminta waktu kepada pimpinan sidang, Kyai Dahlan, untuk menjelaskan rencana anehnya itu agar dipahami oleh anggota pertemuan Muhammadiyah. Dalam penjelasan panjang lebar, Suja’ memberikan argumentasi antara lain sebagai berikut:<blockquote>''“…..Dalam Al-Qur’an dapat kita lihat masih tertjantum Surat Al-Ma’un dengan njata dan lengkap, tidak sehurufpun jang kurang sekalimatpun berobah arti dan ma’nanja pun tetap sedjak turun diwahjukan oleh Allah sampai kini tetap djuga. Meskipun kitab sutji Al-Qur’an sudah berabad abad dan Surat Al-Ma’un mendjadi batjaan hari-hari dalam sembahjang oleh ummat Islam Indonesia pada umumnja dan di Jogjakarta pada hususnja, namun sampai kini belum ada seorang dari ummat Islam jang mengambil perhatian akan isi intisarinja jang sangat penting itu untuk diamalkan dalam masjarakat. Banjak orang-orang di luar Islam (bukan orang Islam) jang sudah berbuat menjelenggarakan rumah-rumah Panti Asuhan untuk memelihara mereka sifakir miskin dan kanak-kanak jatim jang terlantar dengan tjara jang sebaik-baiknja, hanja karena terdorong dari rasa kemanusiaan sadja, tidak karena merasa tanggung djawab dalam masjarakat dan tanggung djawab di sisi Allah kelak di hari kemudian. Kalau mereka dapat berbuat karena berdasarkan kemanusiaan sadja, maka saja heran sekali kalau ummat Islam tidak berbuat. Padahal agama Islam adalah agama untuk manusia bukan untuk chalajak jang lain. Apakah kita bukan manusia? Kalau mereka dapat berbuat, kena apakah kita tidak dapat berbuat? Hum ridjal wa nahnu ridjal…”''.<ref>Sudja’, 1989: 33, dengan ejaan lama</ref></blockquote>Dinamika pertemuan atau persidangan Muhammadiyah tersebut menunjukkan proses yang cerdas, demokratis, tetapi sebuah ide baru kadang tidak dengan mudah dipahami umat kala itu. Namun pertemuan Muhammadiyah tersebut tetap memutuskan rencana sebagaimana diagendakan oleh Ketua-Ketua ''Bahagian'' Sekolahan, Tabilgh, PKO, dan Taman Pustaka, yang kemudian menjadi tonggak gerakan sosial Muhammadiyah dikemudian hari.
Baris 184 ⟶ 185:
Sebelum [[Ahmad Dahlan|Kyai Haji Ahmad Dahlan]] wafat, ia berpesan kepada para sahabatnya agar tongkat kepemimpinan Muhammadiyah sepeninggalnya diserahkan kepada [[Ibrahim bin Fadlil|Kiai Haji Ibrahim]], adik ipar KHA. Dahlan. Mula-mula K.H. Ibrahim yang terkenal sebagai ulama besar menyatakan tidak sanggup memikul beban yang demikian berat itu. Namun, atas desakan sahabat-sahabatnya agar amanat pendiri Muhammadiyah bisa dipenuhi, akhirnya dia bisa menerimanya. Kepemimpinannya dalam Muhammadiyah dikukuhkan pada bulan Maret 1923 dalam Rapat Tahunan Anggota Muhammadiyah sebagai ''Voorzitter Hoofdbestuur'' Moehammadijah Hindia Timur (Soedja‘, 1933: 232).[https://muhammadiyah.or.id/kyai-haji-ibrahim/]
 
Pada masa ini Muhammadiyah makin berkembang dan meluas hingga luar Jawa. LaluUntuk terbentukpertama Majeliskalinya Tarjih,para mengadakantahun penelitian1930 pengembanganKongres hukumke-hukum19 agama.pertama Paradiselenggarakan pemudadi mendapatBukit bentukTinggi organisasiSumatra yangBarat, nyata.berangkat Beridiridari Nasyiyatulproses Aisyiyahini danjuga Pemudaorang Sumatra [[Muhammadiyah di Sumatera Barat|Barat]] mulai mengambil peran penting ditubuh organiasasi ini. <ref>{{Cite book|last=KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN
BALAI PELESTARIAN NILAI BUDAYA PADANG|date=2015|url=https://repositori.kemdikbud.go.id/10729/1/Perkembangan%20organisasi%20muhammadyah.pdf|title=Perkembangan Organisasi
Muhammadiyah di Minangkabau
Provinsi Sumatera Barat 1925-2010|location=Padang|pages=978-602-8742-87-0|url-status=live}}</ref>Lalu terbentuk Majelis Tarjih, mengadakan penelitian pengembangan hukum-hukum agama. Para pemuda mendapat bentuk organisasi yang nyata. Beridiri Nasyiyatul Aisyiyah dan Pemuda Muhammadiyah.
 
'''Pada tahun 1923''', Ketua Muhammadiyah Cabang [[Kota Pekalongan|Pekalongan]] mengundurkan diri karena tidak tahan menerima serangan kanan-kiri dari pihak-pihak yang tidak suka dengan Muhammadiyah kemudian digantikan [[Ahmad Rasyid|Sutan Mansur]]. [[Ahmad Rasyid|Sutan Mansur]] juga memimpin Muhammadiyah Cabang [[Pekajangan, Kedungwuni, Pekalongan|Pekajangan, Kedung Wuni]], dan tetap aktif mengadakan tabligh dan menjadi guru agama.