Tanpa atma: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: halaman dengan galat kutipan VisualEditor |
|||
(15 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan) | |||
Baris 11:
''Anatta'' (bahasa Pali) merupakan sinonim dari ''Anātman'' (''an'' + ''ātman'') dalam [[Kitab Buddhis|kitab-kitab Buddhis]] berbahasa [[Sanskerta]].<ref name="Bronkhorst2009p12422">{{cite book|author=Johannes Bronkhorst|year=2009|url=https://books.google.com/books?id=Mhuabeq5-cAC|title=Buddhist Teaching in India|publisher=Simon and Schuster|isbn=978-0-86171-566-4|pages=124–125 with footnotes|access-date=2016-10-23|archive-url=https://web.archive.org/web/20161207124439/https://books.google.com/books?id=Mhuabeq5-cAC|archive-date=2016-12-07|url-status=live}}</ref> Dalam beberapa [[kepustakaan Pali]], ''ātman'' dalam kitab-kitab [[Weda]] juga disebut dengan istilah ''Attan'', dengan pengertian "jiwa" (''soul'').<ref name="DavidsStede1921p222" /> Penggunaan alternatif dari ''Attan'' atau ''Atta'' adalah "diri (''self''), diri sendiri (''oneself''), esensi dari seseorang (''essence of a person'')", didorong oleh kepercayaan [[Brahmanisme]] era Weda bahwa ''ātman'' diyakini sebagai esensi makhluk hidup yang permanen dan tidak berubah, atau "Diri Sejati".<ref name="DavidsStede1921p222" /><ref name="Bronkhorst2009p12422" />
Dalam kepustakaan [[Bahasa Inggris|berbahasa Inggris]] yang berhubungan dengan Buddhisme, ''anatta'' diterjemahkan sebagai "bukan-Diri" (''not-Self''), tetapi terjemahan ini mengungkapkan makna yang tidak lengkap, kata [[Peter Harvey]]; terjemahan yang lebih lengkap adalah "tanpa-Diri" (''no-Self'') karena sejak awal, ajaran ''anatta'' menolak adanya sesuatu yang disebut "Diri" dalam seorang individu atau sesuatu apa pun, dan bahwa kepercayaan bahwa ada "Diri" merupakan sumber dari ''dukkha'' (penderitaan, rasa sakit, ketidakpuasan).<ref>{{cite book|author=Peter Harvey|year=2012|url=https://books.google.com/books?id=u0sg9LV_rEgC|title=An Introduction to Buddhism: Teachings, History and Practices|publisher=Cambridge University Press|isbn=978-0-521-85942-4|pages=57–62|access-date=2016-10-23|archive-url=https://web.archive.org/web/20200727192540/https://books.google.com/books?id=u0sg9LV_rEgC|archive-date=2020-07-27|url-status=live}}</ref><ref>{{cite book|author=Peter Harvey|year=2015|url=https://books.google.com/books?id=P_lmCgAAQBAJ|title=A Companion to Buddhist Philosophy|publisher=John Wiley & Sons|isbn=978-1-119-14466-3|editor=Steven M. Emmanuel|pages=34–37|access-date=2016-10-23|archive-url=https://web.archive.org/web/20170323185852/https://books.google.com/books?id=P_lmCgAAQBAJ|archive-date=2017-03-23|url-status=live}}</ref>{{Refn|Buddha
== Theravāda ==
{{Lihat pula|Theravāda}}
{{Theravada}}
=== Gugusan ===
{{Main|Gugusan (Buddhisme)|}}
Baris 33:
Dalam falsafah [[buddhis]], tanpa-atma menunjukkan bahwa segala hal (''dhamma''), baik yang terkondisi (''[[saṅkhāra]]'') maupun yang tidak terkondisi ([[Nibbana|Nirwana]]), sesungguhnya tidak mempunyai inti yang tetap.<ref name="gombrich47">{{cite book|author=Richard Gombrich|year=2006|url=https://books.google.com/books?id=jZyJAgAAQBAJ|title=Theravada Buddhism|publisher=Routledge|isbn=978-1-134-90352-8|page=47|quote=All phenomenal existence [in Buddhism] is said to have three interlocking characteristics: impermanence, dukkha and lack of soul, that is, something that does not change.}}</ref>
Tanpa-atma dipahami sebagai satu dari tiga karakteristik keberadaan (''tilakkhaṇa''), dua lainnya adalah ''[[Penderitaan (Buddhisme)|dukkha]]'' ('penderitaan') dan ''[[Ketidakkekalan (Buddhisme)|anicca]]'' ('ketidakkekalan').<ref name="gombrich4722">{{cite book|author=Richard Gombrich|year=2006|url=https://books.google.com/books?id=jZyJAgAAQBAJ|title=Theravada Buddhism|publisher=Routledge|isbn=978-1-134-90352-8|page=47}}
* ''"sabbe saṅkhārā aniccā,''
Baris 42:
==== ''Saṅkhāra'' vs ''dhamma'' ====
=== Pandangan dan belenggu ===
Baris 59:
==== Belenggu ====
{{TahapanBelengguKelahiran|notes=1}}
Belenggu ([[Bahasa Pali|Pali]]: ''[[saṁyojana]]'', ''saññojana'') mengikat mahkluk hidup pada [[Samsara (Buddhisme)|samsara]], yaitu lingkaran [[punarbawa]] yang disertai [[Penderitaan (Buddhisme)|penderitaan]]. Dengan meyingkirkan seluruh belenggu secara bertahap, seseorang mencapai [[Nirvana|Nirwana]] melalui [[empat tingkat kemuliaan]]. Sebagaimana ditampilkan pada tabel, di dalam [[Sutta Piṭaka]], lima belenggu pertama dirujuk sebagai "belenggu-belenggu rendah" (''orambhāgiyāni saṃyojanāni'') dan disingkirkan segera setelah seseorang mencapai tingkat [[Sotapana|''sotāpanna'']]; dan lima belenggu terakhir dirujuk sebagai "belenggu-belenggu tinggi" (''uddhambhāgiyāni saṃyojanāni''), disingkirkan oleh seorang [[arahat]].<ref>Untuk referensi ''sutta''-tunggal, baik untuk "belenggu-belenggu tinggi"
Tanpa-atma terkait erat dengan belenggu pertama, yaitu pandangan identitas diri atau roh (''sakkāyadiṭṭhi'').<ref name=":1">[http://dsal.uchicago.edu/cgi-bin/philologic/getobject.pl?c.3:1:2684.pali Rhys Davids & Stede (1921-25),
: "Ini adalah bagaimana ia memperhatikan dengan tidak bijaksana:
Baris 92:
== Mahāyāna ==
{{Utama|Ātman (Buddhisme)}}
{{Mahayana}}
Ajaran tentang "[[Benih Kebuddhaan]]" merupakan gagasan utama pemikiran [[Mahāyāna]] Asia Timur (seperti dalam [[Buddhisme
Ajaran Tathāgatagarbha, pada awalnya, mungkin muncul pada akhir abad ke-3 Masehi, dan dapat diverifikasi dalam terjemahan bahasa Tionghoa pada milenium pertama Masehi.{{sfn|Williams|1989|p=104}}
=== Mahāparinirvāṇa Sūtra ===
Berbeda dengan aliran-aliran ''madhyamika'', [[Mahāparinirvāṇa Sūtra]] menggunakan "bahasa positif" untuk menunjukkan "realitas absolut". Menurut Paul Williams, Sūtra Mahāyāna Mahāparinirvāṇa mengajarkan esensi yang mendasari, "Diri", atau "Atman".{{sfn|Williams|1989|pp=98–99}} "Diri sejati" ini adalah Benih Kebuddhaan ([[Tathāgatagarbha]]) yang diyakini hadir dalam semua makhluk hidup, dan disadari oleh mereka yang telah tercerahkan. Sebagian besar ahli menganggap ajaran
Menurut Sallie B. King, Sūtra Mahāyāna Mahāparinirvāṇa tidak mewakili suatu inovasi besar.{{sfn|King|1991|p=14}} Inovasi terpentingnya adalah menghubungkan istilah ''buddhadhātu'' dengan ''tathāgatagarbha''.{{sfn|King|1991|p=14}} Menurut King, ''sūtra'' tersebut agak tidak sistematis,{{sfn|King|1991|p=14}} yang membuatnya "menjadi s''ūtra'' yang bermanfaat bagi para siswa dan komentator di kemudian hari, yang terpaksa membuat tatanan mereka sendiri dan membawanya ke dalam teks".{{sfn|King|1991|p=14}} ''Sūtra'' tersebut berbicara tentang sifat-sifat Buddha dalam begitu banyak cara yang berbeda sehingga para sarjana Tiongkok membuat daftar jenis-jenis Benih Kebuddhaan yang dapat ditemukan dalam teks tersebut.{{sfn|King|1991|p=14}} Salah satu pernyataan tersebut adalah:
Baris 103 ⟶ 104:
{{quote|Meskipun ia telah mengatakan bahwa semua fenomena [''dharma''] tidak memiliki Diri, bukan berarti bahwa semua itu sepenuhnya/sungguh-sungguh tidak memiliki Diri. Apakah Diri ini? Setiap fenomena [''dharma''] yang benar [''satya''], nyata [''tattva''], abadi [''nitya''], berdaulat/otonom/mengatur diri sendiri [''aisvarya''], dan yang dasar/ fondasinya tidak berubah [''asraya-aviparinama''], disebut sebagai 'Diri' [''atman''].{{sfn|Yamamoto|Page|2007|p=32}}}}
Dalam Sūtra Mahāparinirvāṇa, Sang Buddha juga diyakini berbicara tentang "sifat-sifat positif" dari Nirwana, yaitu "Yang Abadi, Bahagia, Diri (Atman), dan Yang Murni."<ref>Dr. Kosho Yamamoto, ''Mahayanism: A Critical Exposition of the Mahayana Mahaparinirvana Sutra'', Karinbunko, Ube City, Japan, 1975,
{{quote|‘Diri’ (Atman) melambangkan Buddha; ‘Yang Abadi’ melambangkan Dharmakaya; ‘Kebahagiaan’ melambangkan Nirwana, dan ‘Yang Murni’ melambangkan Dharma.{{sfn|Yamamoto|Page|2007|p=29}}}}
Edward Conze. secara konotasi, menghubungkan istilah ''tathāgata'' itu sendiri (sebutan yang diberikan Sang Buddha kepada diri-Nya sendiri) dengan gagasan tentang Diri yang sejati dan nyata:{{quote|Seperti halnya ''tathata'' menunjuk pada realitas sejati secara umum, demikian pula kata yang berkembang menjadi ''Tathāgata'' menunjuk pada jati diri sejati, realitas sejati dalam diri manusia.<ref>Edward Conze, ''The Perfection of Wisdom in 8,000 Lines'', Sri Satguru Publications, Delhi, 1994,
Johannes Bronkhorst menyatakan bahwa mungkin saja "Buddhisme asli tidak menyangkal keberadaan jiwa [''Ātman'', ''Atta'']", meskipun tradisi Buddhis yang teguh telah menyatakan bahwa Sang Buddha menghindari pembicaraan tentang jiwa atau bahkan menyangkal.<ref>{{cite book|author=Johannes Bronkhorst|year=1993|url=http://www.khamkoo.com/uploads/9/0/0/4/9004485/the_two_traditions_of_meditation_in_ancient_india.pdf|title=The Two Traditions of Meditation in Ancient India|publisher=Motilal Banarsidass|isbn=978-81-208-1114-0|page=74, Footnote 187}}</ref> Meskipun mungkin ada ambivalensi tentang keberadaan atau ketidakberadaan Atman dalam literatur Buddhis awal, Bronkhorst menambahkan, jelas dari teks-teks ini bahwa mencari pengetahuan-tentang-Diri bukanlah jalan Buddhis untuk pembebasan, dan berpaling dari pengetahuan-tentang-Diri adalah jalan untuk pembebasan.<ref name="bronkhorst25">{{cite book|author=Johannes Bronkhorst|year=2009|url=https://books.google.com/books?id=fjU6AwAAQBAJ|title=Buddhist Teaching in India|publisher=Wisdom Publications|isbn=978-0-86171-811-5|page=25}}</ref> Posisi ini merupakan posisi yang terbalik dari tradisi [[Weda]] yang mengakui pengetahuan tentang Diri (Atman) sebagai "sarana utama untuk mencapai pembebasan".<ref name="bronkhorst25" />
=== Metode pengajaran ===
Menurut Paul Williams,
{{quote|Benih Kebuddhaan sebenarnya bukanlah diri. Demi [membimbing] makhluk hidup, saya menggambarkannya sebagai Diri.<ref name="Youru Wang 2003, page 58">Youru Wang, ''Linguistic Strategies in Daoist Zhuangzi and Chan Buddhism: The Other Way of Speaking.'' Routledge, 2003,
Dalam [[Lankavatara Sutra]] yang muncul lebih belakangan, disebutkan bahwa ''tathāgatagarbha'' dapat disalahartikan sebagai suatu Diri/Atman, padahal bukan demikian.<ref>Peter Harvey, ''Consciousness Mysticism in the Discourses of the Buddha.'' In Karel Werner, ed., ''The Yogi and the Mystic.'' Curzon Press 1989,
=== Ratnagotravibhāga ===
Baris 125 ⟶ 126:
<!-- "anatman_definition" -->
{{refn|group=note|name="anatman_definition"|Definisi dalam [[bahasa Inggris]]:
* [https://www.britannica.com/topic/anatta Anatta] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20151210185046/https://www.britannica.com/topic/anatta |date=2015-12-10 }}, ''Encyclopædia Britannica'' (2013): "''Anatta, (Pali: “non-self” or “substanceless”) Sanskrit anatman, in Buddhism, the doctrine that there is in humans no permanent, underlying substance that can be called the soul. Instead, the individual is compounded of five factors (Pali khandha; Sanskrit skandha) that are constantly changing.''"
* {{cite book|author=Christmas Humphreys|title=Exploring Buddhism|url=https://books.google.com/books?id=V3rYtmCZEIEC |year=2012|publisher=Routledge|isbn=978-1-136-22877-3 |pages=42–43 }}
* {{cite book|author=Brian Morris |title=Religion and Anthropology: A Critical Introduction |url=https://books.google.com/books?id=PguGB_uEQh4C&pg=PA51 |year=2006|publisher=Cambridge University Press |isbn=978-0-521-85241-8|pages=51 }}: "''...anatta is the doctrine of non-self, and is an extreme empiricist doctrine that holds that the notion of an unchanging permanent self is a fiction and has no reality. According to Buddhist doctrine, the individual person consists of [[Skandha|five skandhas]] or heaps—the body, feelings, perceptions, impulses and consciousness. The belief in a self or soul, over these five skandhas, is illusory and the cause of suffering.''"
* {{cite book|author=Richard Gombrich|title=Theravada Buddhism|url=https://books.google.com/books?id=jZyJAgAAQBAJ|year=2006|publisher=Routledge|isbn=978-1-134-90352-8|page=47}}: "''...Buddha's teaching that beings have no soul, no abiding essence. This 'no-soul doctrine' (anatta-
<!-- "atman_Hinduism" -->
{{refn|group=note|name="atman_Hinduism"|Atman dalam agama Hindu:
* [https://www.britannica.com/topic/anatta Anatta] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20151210185046/https://www.britannica.com/topic/anatta |date=2015-12-10 }}, ''Encyclopædia Britannica'' (2013): "Konsep ''anatta'', atau ''anātman'', bertolakbelakang dari kepercayaan Hindu terkait ''ātman'' ("diri"). [''The concept of anatta, or anatman, is a departure from the Hindu belief in atman ("the self")''].";
* Steven Collins (1994), "Religion and Practical Reason" (Editors: Frank Reynolds, David Tracy), State Univ of New York Press, {{ISBN|978-0-7914-2217-5}},
* Edward Roer (
* Katie Javanaud (2013), [https://philosophynow.org/issues/97/Is_The_Buddhist_No-Self_Doctrine_Compatible_With_Pursuing_Nirvana Is The Buddhist 'No-Self' Doctrine Compatible With Pursuing Nirvana?] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20150206211126/https://philosophynow.org/issues/97/Is_The_Buddhist_No-Self_Doctrine_Compatible_With_Pursuing_Nirvana |date=2015-02-06 }}, ''Philosophy Now'';
* David Loy (1982), "Enlightenment in Buddhism and Advaita Vedanta: Are Nirvana and Moksha the Same?", ''International Philosophical Quarterly'', Volume 23, Issue 1, hlm. 65–74;
|