Kesultanan Sumbawa: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
BayuAjisaka (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
||
(11 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 4:
|common_name = Kerajaan Samawa
|continent = Asia
|region = [[Asia Tenggara]]
|country = [[Indonesia]]
|religion = [[Islam]] dan [[Hindu]]
|image_flag = Bendera_Kesultanan_Sumbawa.png
|image_coat =
|symbol_type =
|p1 = Kerajaan
|p2 =
|s1 = Indonesia
Baris 57:
Kemudian Mas Cini di ganti oleh Mas Goa. Mas Goa tidak lama memerintah karena pola pikir dan pandangan hidupnya masih dipengaruhi ajaran [[Hinduisme]].
Pada tahun 1637 Mas Goa digantikan oleh putera dari saudara perempuannya, bernama [[Mas Bantan]]. Lama pemerintahannya, dari tahun 1675 s.d. 1701. Mas Bantan adalah putera [[Raden Subangsa]], seorang [[pangeran]] dari [[Banjarmasin]].<ref name="Peninggalan sejarah dan kepurbakalaan Nusa Tenggara Barat">{{cite book
|first=
|last=
Baris 75:
=== Kedatangan Islam ===
Diperkirakan agama [[Hindu]]-[[Budha]] telah berkembang pesat di kerajaan-kerajaan kecil di [[Pulau Sumbawa]] sekitar 200 tahun sebelum [[invasi]] [[Kerajaan Majapahit]] ke wilayah ini. Beberapa kerajaan itu antara lain Kerajaan Dewa Mas Kuning di Selesek (Ropang), Kerajaan Airenung (Moyo Hulu), Kerajaan Awan Kuning di Sampar Semulan (Moyo Hulu), Kerajaan Gunung Setia (Sumbawa), Kerajaan Dewa Maja Paruwa (Utan), [[Kerajaan Seran]] (Seteluk), [[Kerajaan Taliwang]], dan [[Kerajaan Jereweh]].
Menurut Zolinger, agama [[Islam]] masuk ke [[Pulau Sumbawa]] lebih dahulu daripada [[Pulau Lombok]] antara tahun [[1450]]–[[1540]] yang dibawa oleh para pedagang Islam dari [[Jawa]] dan [[Sumatra]], khususnya [[Kesultanan Palembang|Palembang]]. Selanjutnya runtuhnya [[Kerajaan Majapahit]] telah mengakibatkan kerajaan-kerajaan kecil di wilayah Sumbawa menjadi kerajaan-kerajaan yang merdeka. Kondisi ini justru memudahkan bagi proses pengenalan ajaran Islam oleh para mubaligh tersebut, kemudian pada tahun-tahun awal pada abad ke-16, [[Sunan Prapen]] yang merupakan keturunan [[Sunan Giri]] dari Jawa datang untuk menyebarkan Islam pada kerajaan-kerajaan Hindu di Sumbawa, dan terakhir penaklukan Karaeng Moroangang dari [[Kesultanan Gowa|Kerajaan Gowa]] tahun [[1618]] atas Kerajaan Dewa Maja Paruwa (Utan) sebagai kerajaan terakhir yang bersedia masuk Islam sehingga menghasilkan sumpah: “Adat dan ''rapang Samawa'' (contoh-contoh kebaikan) tidak akan diganggu gugat sepanjang raja dan rakyatnya menjalankan syariat [[Islam]]”.
Baris 111:
{{cquote|About the year 1700, the English fixed themselves in Banjar, with about 46 English and 100 Bugis, at which time the chief of Banjar had the title of [[Panambahan]], and of the family of Sumbawa.}}
Sultan Banjar sekitar tahun 1700 adalah
Tahun 1673, Kompeni (Belanda) mendarat di Sumbawa. Tahun 1674, 12 Juni 1674, Kerajaan Sumbawa terpaksa menanda tangani perjanjian dengan Kompeni Belanda dan melepaskan haknya atas Selaparang. Tahun 1702, Raja Mas Bantan menyerahkan Kerajaan kepada puteranya Amas Madina yang bergelar Muhammad Jalaluddin Syah. Tahun 1723, Sultan Muhammad Jalaluddin dari Sumbawa menyerang kekuasaan Bali di Selaparang.
Baris 121:
Penguasa pertama dari Dinasti Dalam Bawa ini adalah Mas Bantan bergelar Sultan Harunnurrasyid I ([[1674]]–[[1702]]) Putra Raden Subangsa (Pangeran Banjar) hasil pernikahannya dengan amas penghulu binti Maja Paruwa. Mas Bantan Sultan Harunnurasyid I kemudian digantikan oleh puteranya, Pangeran Mas Madina, bergelar Sultan Muhammad Jalaluddin I yang menikah dengan pute ri Raja Sidenreng dari [[Sulawesi Selatan]] yang bernama I Rakia Karaeng Agang Jene. Setelah wafat, Jalaluddin I digantikan oleh Dewa Loka Lengit Ling Sampar, kemudian oleh Dewa Ling Gunung Setia. Tidak banyak bukti sejarah yang dapat mengungkapkan berapa lama keduanya memerintah, tapi diperkirakan mereka memerintah [[Sumbawa]] pada tahun [[1723]]-[[1732]].
Pada tahun [[1732]] kekuasaan atas Kesultanan Sumbawa kembali dipegang oleh keturunan [[Mas Bantan]] (Sultan Harunurrasyid) yaitu Sultan Muhammad Kaharuddin I ([[1732]]-[[1758]]) anak dari Dewa Maja Jereweh.
Setelah Sultan Kaharuddin I wafat, kekuasaan diambil alih oleh istrinya, I Sugiratu Karaeng Bontoparang, yang bergelar Sultanah Siti Aisyah yang merupakan anak Sultan Muhammad Jalaluddin Syah. Raja wanita ini dikenal sering berselisih paham dengan pembantu-pembantu sultan, sehingga pada tahun [[1761]] ia diturunkan dari tahta. I Sugiratu Karaeng Bontoparang sejatinya akan digantikan oleh Lalu Mustanderman Datu
Kekuasaan [[Belanda]] pun semakin merajalela. Belanda ikut mengatur keadaan politik di dalam istana, dan ikut menentukan jalannya pemerintahan. [[Pulau Sumbawa]] dan [[Pulau Sumba]] dijadikan satu dalam bentuk ''afdeling'' dengan ibu kota di [[Sumbawa Besar]]. Asisten ''Resident'' yang pertama adalah Janson van Ray. Kesultanan Sumbawa dibagi dalam dua ''onderafdeeling'', yaitu Sumbawa Barat dan Sumbawa Timur.
Baris 131:
== Setelah Kemerdekaan dan Bergabung dengan Republik Indonesia ==
{{utama|Kabupaten Sumbawa}}
[[Berkas:Foto-Bersama-YM.Sultan-Muhammad-Kaharuddin-lll-beserta-Dewa-Bini-Pembesar-Kesultanan-Sumbawa-dan-Petinggi-Belanda.jpg|jmpl|280px|kiri|Foto bersama Sultan Muhammad Kaharuddin III beserta Dewa Bini, pembesar-pembesar Kesultanan Sumbawa, Sultan Bima beserta rombongan dan para petinggi [[Hindia Belanda|Belanda]] di Istana Bala Puti.]]
[[Agresi Militer Belanda]] di Indonesia mengakibatkan Sultan Sumbawa, Sultan Muhammad Kaharuddin III menandatangani sebuah perjanjian politik baru dengan Belanda pada tanggal [[14 Desember]] [[1948]]. Isinya antara lain menjelaskan tentang sisa-sisa kekuasaan yang masih dikuasai oleh Belanda di Sumbawa. Kekuasaan tersebut ada tiga, yaitu bidang pertahanan, hubungan luar negeri, dan monopoli atas candu dan garam. Setahun kemudian, pemerintah [[Negara Indonesia Timur]] dengan berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 tahun 1949 membentuk pemerintahan Federasi Pulau Sumbawa, yang ditetapkan oleh Dewan Raja-Raja pada tanggal [[6 September]] [[1949]].
Baris 233:
* Karaëng-Bontowa 02/ Dewa Maswawa '''[[Sultanah Siti Aisyah]]''' Datu Bini (I Sugiratu Karaeng Bonto Parang) binti Sultan Jalaluddin Muhammad Syah I (1758-1761) ibunda Siti Hadijah Datu Bonto Paja.<ref>http://kabarntb.com/sambangi-taliwang-raja-gowa-tallo-sebut-silsilah-taliwang-gowa-tallo-punya-hubungan-erat/</ref> dan turun tahta tahun 1761
* Dewa Maswawa '''[[Sultan Lalu Onye Datu Ungkap Sermin]]''' (Dewa Lengit Ling Dima) bin Datu Sepe (putera Datu Budi + Dewa Iya) (1761-1763);
* Dewa Maswawa '''Sultan [[Muhammad Jalaluddin Syah II|Jalaluddin Muhammad Syah II]]'''/Gusti Mesir Abdurahman/Datu Pengantin bin Pangeran Aria bin Raja Banjar Panembahan
| first= Lalu
| last= Mantja
|