Kesultanan Sumbawa: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Dikembalikan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
BayuAjisaka (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
||
(2 revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan) | |||
Baris 24:
|event_start = Berdirinya Dinasti Dewa Dalam Bawa
|event_end = Bergabung dengan [[Indonesia]]
|image_map =
|image_map_caption =
|capital = [[Sumbawa Besar]]
|common_languages = [[Bahasa Sumbawa|Sumbawa]]
|government_type = [[Monarki]] [[Kesultanan]]
|title_leader = Sultan
Baris 52:
| isbn=
}}</ref> Keberadaan ''Tana Samawa'' atau wilayah Sumbawa, mulai dicatat oleh sejarah sejak zaman Dinasti Dewa Awan Kuning, tetapi tidak banyak sumber tertulis yang bisa dijadikan bahan acuan untuk mengungkapkan situasi dan kondisi pada waktu itu. Sebagaimana masyarakat di daerah lain, sebagian rakyat [[Suku Sumbawa|Sumbawa]] masih menganut [[animisme]] dan sebagian sudah menganut agama [[Hindu]]. Baru pada kekuasaan raja terakhir dari Dinasti Awan Kuning, yaitu Dewa Maja Purwa, ditemukan catatan tentang kegiatan pemerintahan kerajaan, antara lain bahwa Dewa Maja Purwa telah menandatangani perjanjian dengan [[Kesultanan Gowa|Kerajaan Gowa]] di [[Sulawesi]]. Perjanjian itu baru sebatas perdagangan antara kedua kerajaan kemudian ditingkatkan lagi dengan perjanjian saling menjaga keamanan dan ketertiban. [[Kesultanan Gowa|Kerajaan Gowa]] yang pengaruhnya lebih besar saat itu menjadi pelindung Kerajaan Samawa.
Kerajaan-kerajaan: Seran, Taliwang, dan Jereweh masing-masing merupakan kerajaan vasal dari kerajaan Sumbawa. Raja Samawa yang pertama dari kerajaan (kecil) Sampar Kemulan bernama Maja Paruwa, dari dinasti Dewa Awan Kuning yang telah memeluk agama [[Islam]]. Setelah meninggal, Maja Paruwa diganti oleh Mas Cini (Dewa Mas Pemayam) putra raja selaparang.
Baris 133 ⟶ 131:
== Setelah Kemerdekaan dan Bergabung dengan Republik Indonesia ==
{{utama|Kabupaten Sumbawa}}
[[Berkas:Foto-Bersama-YM.Sultan-Muhammad-Kaharuddin-lll-beserta-Dewa-Bini-Pembesar-Kesultanan-Sumbawa-dan-Petinggi-Belanda.jpg|jmpl|280px|kiri|Foto bersama Sultan Muhammad Kaharuddin III beserta Dewa Bini, pembesar-pembesar Kesultanan Sumbawa, Sultan Bima beserta rombongan dan para petinggi [[Hindia Belanda|Belanda]] di Istana Bala Puti.]]
[[Agresi Militer Belanda]] di Indonesia mengakibatkan Sultan Sumbawa, Sultan Muhammad Kaharuddin III menandatangani sebuah perjanjian politik baru dengan Belanda pada tanggal [[14 Desember]] [[1948]]. Isinya antara lain menjelaskan tentang sisa-sisa kekuasaan yang masih dikuasai oleh Belanda di Sumbawa. Kekuasaan tersebut ada tiga, yaitu bidang pertahanan, hubungan luar negeri, dan monopoli atas candu dan garam. Setahun kemudian, pemerintah [[Negara Indonesia Timur]] dengan berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 tahun 1949 membentuk pemerintahan Federasi Pulau Sumbawa, yang ditetapkan oleh Dewan Raja-Raja pada tanggal [[6 September]] [[1949]].
|