Doktrin Yoshida: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Pierrewee (bicara | kontrib)
Pierrewee (bicara | kontrib)
 
(7 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Short description|Strategi ekonomi yang diadopsi di Jepang setelah Perang Dunia II}}
'''Doktrin Yoshida'''adalah strategi yang diadopsi oleh Jepang setelah kekalahannya pada tahun 1945 di bawah Perdana Menteri [[Shigeru Yoshida]], perdana menteri dari tahun 1948—1954. Dia berkonsentrasi pada rekonstruksi ekonomi dalam negeri Jepang seraya sangat mengandalkan [[Perjanjian Keamanan antara Amerika Serikat dan Jepang|aliansi keamanan dengan Amerika Serikat]]. Doktrin Yoshida muncul pada tahun 1951 dan membentuk kebijakan luar negeri Jepang hingga abad ke-21. Pertama, Jepang bersekutu erat dengan Amerika Serikat dalam [[Perang Dingin]] melawan Komunisme. Kedua, Jepang bergantung pada kekuatan militer Amerika dan membatasi kekuatan pertahanannya sendiri seminimal mungkin. Ketiga, Jepang menekankan diplomasi ekonomi dalam urusan dunianya.
 
Dimensi ekonomi dipupuk oleh [[Hayato Ikeda]] yang menjabat sebagai menteri keuangan Yoshida dan kemudian menjadi perdana menteri. Doktrin Yoshida diterima oleh Amerika Serikat. Sebagian besar sejarawan berpendapat bahwa kebijakan tersebut bijaksana dan berhasil, tetapi sebagian kecil mengkritiknya sebagai kebijakan yang naif dan tidak tepat.<ref>Yoneyuki Sugita, "The Yoshida Doctrine as a myth." ''Japanese Journal of American Studies'' 27 (2016): 123-143 [http://www.jaas.gr.jp/jjas/pdf/2016/06_SUGIYAMA.pdf online]. </ref> Lebih jauh lagi, istilah "Doktrin Yoshida" diciptakan beberapa dasawarsa setelah Yoshida mengundurkan diri, dan beberapa kritikus mempertanyakan apakah istilah ini layak untuk dideskripsikan sebagai sebuah doktrin.<ref>{{Cite journal |last=Hoshiro |first=Hiroyuki |date=2022 |title=Deconstructing the 'Yoshida Doctrine' |journal=Japanese Journal of Political Science |language=en |volume=23 |issue=2 |pages=105–128 |doi=10.1017/S1468109922000019 |issn=1468-1099|doi-access=free }}</ref>
 
==Latar belakang sejarah==
Bahkan setelah menyerah dalam [[Perang Dunia II]], pemerintah Jepang tetap menjalankan fungsinya. Pemerintah menyelenggarakan pemilihan umum pascaperang pertamanya pada musim semi tahun 1946. Pemilu ini juga merupakan kali pertama perempuan diizinkan untuk memilih di Jepang. Yoshida Shigeru muncul sebagai pemenang pemilu dan menjadi perdana menteri. Sekitar waktu yang sama, ketidakpuasan meningkat terhadap [[Konstitusi Meiji]] sebelumnya, dan keinginan untuk konstitusi yang sama sekali baru pun meningkat. Sebuah tim kecil dari seksi [[Panglima Tertinggi Sekutu]] membantu menyusun konstitusi baru. Setelah beberapa kali revisi, [[Parlemen Jepang]] menyetujui [[Konstitusi Jepang|Konstitusi]] yang baru ini pada November 1946, mulai berlaku pada Mei 1947, dan masih berlaku hingga saat ini. Salah satu aspek penting dari Konstitusi ini adalah [[Pasal 9 Konstitusi Jepang|Pasal 9]] yang menyatakan bahwa "rakyat Jepang selamanya menolak perang sebagai hak kedaulatan bangsa" dan bahwa kekuatan militer "tidak akan pernah dipertahankan". Pasal 9 memainkan peran besar dalam pengembangan kebijakan Yoshida.<ref>Holcombe, C. (2011). A History of East Asia: From the origins of civilization to the twenty-first century (pp. 277-286). New York: Cambridge University Press.</ref>
 
==Lihat pula==