Suku Alas: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Menambahkan hal hal yang terkait dengan suku Alas. Omong2, jumlah suku alas pada sensus penduduk 2010 BPS provinsi Aceh juga suku alas hanya berjumlah 80-90 ribu, tidak sampai 100 bahkan 200 ribu jiwa yang mana menjadikan suku alas terbesar kelima hingga keenam setelah suku Batak ataupun Melayu yang mengisi jumlah populasi suku di provinsi Aceh.. suntingan saya di suku Musi bolehlah karena memang datanya tidak disebut dalam BPS 2010... Dan kalau ingin menambahkan/melengkapi silahkan dilengkap... Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
k Membatalkan 1 suntingan by 2405:8180:C01:6F98:3136:68E8:53F7:D051 (bicara) (TW) Tag: Pembatalan |
||
(78 revisi perantara oleh 17 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox ethnic group
| group = Orang Alas
| image = [[File:Pakaian Adat Suku Alas.jpg|250px]]
| population = ±
| region1 = '''{{flag|Aceh}}'''
| pop1 =
| region2 = [[Kabupaten Aceh Tenggara|Aceh Tenggara]]
| langs = [[Bahasa Alas-Kluet|Alas]] dan [[Bahasa Indonesia|Indonesia]]
| rels = '''Mayoritas''' <br> [[File:Allah-green.svg|15px]] [[Islam]] [[Sunni]]
| related = [[Suku Kluet|Kluet]], [[Suku Karo|Batak Karo]], [[Suku Pakpak|Batak Pakpak]], [[Suku Singkil|Singkil]], [[Suku Gayo|Gayo]]
| native_name = {{small|''Kalak Alas'' <br> ''Ukhang Alas'' <br> ''Batak Alas''}}
}}
'''Alas''' atau lazim juga disebut '''Batak Alas''' ([[Surat Batak]]: {{Btk|ᯅᯖᯂ᯲ ᯀᯞᯘ᯲}}) merupakan salah satu kelompok [[Kelompok etnik|etnis]] yang mendiami wilayah [[Kabupaten Aceh Tenggara]]. Alas dikelompokkan ke dalam rumpun [[Suku Batak|Batak]] utara. Nama wilayah mereka di sebut sebagai "''Tanoh Alas''" ([[Tanah Alas]]), karena merupakan bekas dari kerajaan "Raja Alas".
== Bahasa ==
{{
[[Bahasa Alas-Kluet|Bahasa Alas]] merupakan sebuah bahasa yang digunakan masyarakat Alas di Tanah Alas (''Tanoh Alas'') [[Kabupaten Aceh Tenggara]]. Bahasa Alas memiliki tiga dialek yaitu:
* Dialek Hulu
* Dialek Tengah
* Dialek Hilir
== Sejarah dan etimologi ==
Masyarakat Alas telah bermukim di Lembah Alas, jauh sebelum [[Hindia Belanda|Pemerintah Kolonial Belanda]] masuk ke Indonesia di mana keadaan penduduk Lembah Alas telah diabadikan dalam sebuah buku yang dikarang oleh seorang bangsa Belanda bernama Radermacher (1781:8), bila dilihat dari catatan sejarah masuknya Islam ke Tanah Alas, pada tahun 1325 (Effendy, 1960:26) maka jelas penduduk ini sudah ada walaupun masih bersifat nomaden dengan menganut kepercayaan animisme.
Nama Alas diperuntukan bagi seorang atau kelompok etnis, sedangkan daerah Alas disebut dengan kata Tanoh Alas. Menurut Kreemer (1922:64) kata "Alas" berasal dari nama seorang kepala etnis (cucu dari Raja Lambing) keturunan [[Pandiangan|Raja Toga Pandiangan]] di Tanah Batak. Dia bermukim di desa paling tua di Tanoh Alas yaitu Desa Batu Mbulan.
Menurut Iwabuchi (1994:10) Raja yang pertama kali bermukim di Tanoh Alas adalah terdapat di Desa Batumbulan yang dikenal dengan nama Raja Lambing, keturunan dari [[Pandiangan|Raja Toga Pandiangan]] di [[Tapanuli|Tanah Batak]]. Raja Lambing adalah moyang dari merga [[Sebayang]] di [[Tanah Karo]], [[Marga Selian|Selian]] di [[Tanah Alas]], dan [[Marga Solin|Solin]] di Tanah Pakpak (Suak Simsim). Raja Lambing merupakan anak yang paling bungsu dari tiga bersaudara yaitu abangnya tertua adalah Raja Patuha di Dairi, dan nomor dua adalah Raja Enggang yang hijrah ke Kluet Aceh Selatan, keturunan dan pengikutnya adalah merga [[Pinem]] atau [[Pinim]].
Kemudian Raja Lambing hijrah ke Tanah Karo di mana keturunan dan pengikutnya adalah merga [[Sebayang]] dengan wilayah dari Tigabinanga hingga ke perbesi dan Gugung Kabupaten [[Kabupaten Karo|Karo]].
Diperkirakan pada abad ke 12 Raja Lambing hijrah dari Tanah Karo ke Tanah Alas, dan bermukim di Desa Batumbulan, keturunan dan pengikutnya adalah merga [[Marga Selian|Selian]]. Di Tanah Alas Raja Lambing mempunyai tiga orang anak yaitu Raja Lelo (Raje Lele) keturunan dan pengikutnya ada di Ngkeran, kemudian Raja Adeh yang merupakan moyangnya dan pengikutnya orang Kertan, dan yang ketiga adalah Raje Kaye yang keturunannya bermukim di Batumbulan, termasuk Bathin. Keturuan Raje Lambing di Tanah Alas hingga tahun 2000, telah mempuyai keturunan ke 26 yang bermukim tersebar diwilayah Tanah Alas (Effendy, 1960:36; sebayang 1986:17).
Ada hal yang menarik perhatian kesepakatan antara putera Raja Lambing (Raja Adeh, Raja Kaye dan Raje Lele) dengan putra Raja Dewa (Raja Alas) bahwa syi’ar Islam yang dibawa oleh Raja Dewa diterima oleh seluruh kalangan masyarakat Alas, tetapi adat istiadat yang dipunyai oleh Raja Lambing tetap di pakai bersama, ringkasnya hidup dikandung adat mati dikandung hukum (Islam) oleh sebab itu jelas bahwa asimilasi antara adat istiadat dengan kebudayaan suku Alas telah berlangsung sejak ratusan tahun lalu.
Pada awal kedatanganya Malik Ibrahim migrasi melalui pesisir bagian timur ([[Kesultanan Samudera Pasai|Pasai]]) sebelum ada kesepakatan diatas, ia masih memegang budaya matrilinealistik dari [[Orang Minangkabau|Minangkabau]], sehingga puteranya Raja Alas sebagai pewaris kerajaan mengikuti garis keturunan dan merga pihak ibu yaitu Selian. Setelah Raja Alas menerima asimilasi dari
Setelah kehadiran Selian di Batumbulan, muncul lagi kerajaan lain yang di kenal dengan Sekedang yang basis wilayahnya meliputi Bambel hingga ke Lawe Sumur. Raja sekedang menurut beberapa informasi pada awal
Pendatang berikutnya semasa Raja Alas yaitu kelompok Megit Ali dari Aceh pesisir dan keturunannya berkembang di Biak Muli yang dikenal dengan merga Beruh
== Masyarakat
[[Berkas:Aceh Tenggara.JPG|jmpl|Rumah tradisional masyarakat Alas.]]
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Muliadi Imami 2015 dalam disertasinya yang berjudul Perbedaan Perilaku Altruisme dalam Kalangan empat suku utama di Aceh Tenggara, ia menemukan beberapa ciri khas budaya menolong masyarakat Alas.
=== Bidang sosial ekonomi ===
Bagi salah seorang dari suku Alas yang baru membentuk rumah tangga, secara adat akan dibantu orang tua dari pihak laki-laki dan orang tua di pihak perempuan. Orang tuanya akan memberikan bantuan secara percuma sesuai dengan kemampuannya. Budaya memberi bantuan untuk pengantin dalam suku Alas dikenal dengan berbagai istilah yaitu: (1) ''Jawè'', artinya pisah rumah. Pengantin yang dianggap telah cukup masa tinggal di rumah Ibu ayahnya (orang tua pengantin laki-laki) harus membentuk rumah tangga yang baik dengan tinggal di rumah lain. Sebagai modal awal, ibu ayahnya akan memberikan modal usaha dan beberapa peralatan yang diperlukan. Pemberian modal ini biasanya disimbolkan dengan pemberian beras satu bambu, air satu teko, ayam satu pasang, peralatan makan seadanya. Ini menunjukkan bahwa orang tuanya mendidiknya untuk mandiri. Adapun beras dan air sebagai simbol makanan pokok. Ayam sepasang sebagai modal usaha dalam peternakan, dan piring, gelas serta peralatan dapur seadanya untuk memasak makanan. Pemberian ini dimaksudkan sebagai modal awal dalam memulai kehidupan yang baru dan selanjutnya harus berusaha mandiri “berdiri di atas kakinya sendiri”.(2) ''Pesula’i'', bermaksud memberikan ‘hadiah’ sebagai cikal bakal atau modal dalam memulai kehidupan yang baru. Pesula’i adalah pemberian dari orang tua pengantin perempuan kepada anaknya dengan maksud membantunya dalam menempuh hidup baru. Budaya ini menandakan bahwa ini adalah pemberian yang terakhir dari mereka untuk anaknya, karena selanjutnya ia akan menjadi tanggungjawab suaminya. Barang-barang yang biasanya diberikan adalah perhiasan dari emas dan alat-alat rumah tangga yang diperlukan.
=== Bidang pertanian ===
Pada bidang pertanian ada beberapa istilah tolong menolong yang dilakukan. (1) Budaya ''Peleng Akhi'', Budaya ini mempunyai arti ‘bergiliran’. Maksudnya, bekerja sama dalam melakukan pekerjaan di bidang pertanian dengan cara bergiliran. Orang yang telah dibantu pekerjaannya oleh orang lain diwajibkan untuk menggantinya dengan bekerja di lahan pertanian orang tersebut di lain waktu (2) ''Nempuhi'', Artinya membantu orang lain dalam hal bertani tanpa mengharapkan ganjaran dari pekerjaan itu. Budaya ini biasanya dilakukan kepada orang yang dihormati seperti guru atau pemimpin kampung, serta orang yang mempunyai kelemahan secara fisik. Perilaku ini dimaksudkan agar guru atau pemimpin dapat melakukan tugasnya dengan baik dalam mendidik atau memimpin masyarakat.Khusus untuk membantu guru biasa disebut dengan istilah ''nempuhi gukhu''. Pada kegiatan ''nempuhi ''ini biasanya mereka membawa makanan sendiri sebagai tanda keikhlasan dalam membantu. Sebaliknya, bila yang dibantu itu guru atau pemimpin, mereka mempunyai kesadaran untuk menyediakan makanan dan minuman kepada para pekerja tersebut sebagai bentuk penghargaan dan terimakasih.
== Budaya dan adat-istiadat ==
[[File:Tari Pelabat.jpg|jmpl|Dua orang menari tarian khas Alas (tari [[peulebat]]).]]
Upacara adat istiadat yang ada dalam masyarakat suku Alas adalah ‘Turun Mandi’, ‘Sunat Khitan’, ‘Perkawinan’, dan ‘Kematian’. Pada setiap kegiatan ini dikenal beberapa budaya tolong menolong yang dilakukan oleh masyarakat sesuai dengan posisinya dalam struktur kekerabatan. Ada tiga struktur kekerabatan dalam suku Alas yaang dikenal dengan istilah ''[[Dalihan Na Tolu|Tungku si telu]]'' yang artinya "tungku si tiga" makna lebih tepatnya ialah Tungku/tempat memasak dengan kayu api yang terdiri dari 'tiga batu'. Secara filosofis kegiatan memasak hanya dapat dilakukan dengan adanya tiga batu tersebut, apabila kurang satu maka kuali atau wajan tidak dapat diletakkan di atasnya sehingga masakan tidak dapat diperoses. Ketiga fungsi kekerabatan dalam suku Alas tersebut yaitu ''Wali, Sukut/Senine, dan Pebekhunen/Malu. ''Adapun bentuk tolong-menolong yang dilakukan adalah (1) ''Pemamanen'', yaitu panggilan yang diberikan kepada rombongan yang datang dari pihak ''Wali ''yaitu ayah dan saudara lelaki dari perempuan (''Malu) ''yang mempunyai hajatan. Pada setiap acara adat Alas, pemamanen mempunyai peran penting karena mereka adalah tamu yang dimuliakan. Dalam setiap kegiatan mereka akan membawa bantuan kepada tuan rumah dan biasanya bantuan ini dalam bentuk materi atau sejumlah uang. Semakin tinggi nilai bantuan maka semakin tinggi pula prestige yang mereka dapatkan. Begitupula tuan rumah merasa lebih dihormati dan dimuliakan. Slogan yang menjadi failosofi budaya ini adalah ''Besar wali karena malu, besar malu karena wali''. (2) ''Tempuh'', artinya bantuan yang diberikan oleh saudara dekat atau diistilahkan dengan kelompok ''sukut'' artinya orang yang punya kerja (saudara kandung atau masih mempunyai pertalian darah dan marga). Bantuan ini terkadang ditentukan dalam musyawarah keluarga, namun terkadang juga tidak ditentukan, sehingga pemberian didasarkan oleh kesadaran masing-masing yang disesuaikan dengan kemampuannya, serta bergantung pula pada jauh dekatnya pertalian kekerabatan yang dimiliki. (3) ''Nempuhi Wali'' artinya membantu wali, bantuan ini diberikan oleh ''Malu'' yaitu anak perempuan atau saudara perempuan yang sudah kawin dan ''pebekhunen'' yaitu suaminya kepada pihak wali yang mempunyai hajatan/acara adat. Dalam setiap kegiatan bantuan yang mereka berikan adalah dalam bentuk tenaga, misalnya bertanggung jawab di dapur dalam menyiapkan hidangan dan membereskannya. Sebenarnya ''Nempuhi Wali ''ini merupakan kewajiban yang ditetapkan dalam budaya suku Alas tidak hanya pada kegiatan yang menyangkut adat-istiadat, tetapi juga pada kegiatan lainnya dalam kehidupan sehari-hari seperti membantu di sawah dan lain-lain.
== Marga ==
Menurut Zainuddin (1961:187; Akbar, 2010-a:5); Adapun marga yang tertua di kalangan masyarakat Alas ada 28 marga, dengan urutan (sesuai susunan abjad) adalah marga:
{{Col|2}}
* [[Bangko (marga)|Bangko]]
* [[Siboro|Cibro]]
* [[Desky]]
* [[Keling (marga)|Keling]]
* [[Pale Dese]]
* [[Keruas]]
* [[Pegan]]
* [[Selian]]
{{EndDiv}}
Kemudian hadir lagi marga:
{{Col|2}}
* [[Acih]]
* [[Beruh]]
* [[Batubara|Datubara]]
* [[Gale]]
* [[Karokaro|Kekaro]]
* [[Maha|Mahe]]
* [[Manalu|Menalu]]
* [[Pencawan|Mencawan]]
* [[Munte|Munthe]]
* [[Sinaga]]
* [[Pase]]
* [[Pelis]]
* [[Pinem|Pinim]]
* [[Ramin]]
* [[Ramud]]
* [[Sambo|Sambo]]
* [[Sihotang|Sekedang]]
* [[Hasugian|Sugihen]]
* [[Sipayung|Sepayung]]
* [[Sebayang]]
* [[Tarigan]]
{{EndDiv}}
== Kesenian ==
Beberapa kesenian yang berasal dari etnis Alas, di antaranya adalah:
=== Seni Tari ===
* [[Tari Mesekat|Tari mesekat]]
* [[Peulebat]]
* Landok alun
* [[Tangis Dilo]]
=== Alat musik ===
* Canang Situ
* Canang Buluh
* Genggong
* Oloi-
=== Kerajinan ===
* Keketuk layakh
* Nemet
* Mbayu amak
* Bordir pakaian adat
* Pande besi
== Makanan tradisional ==
Beberapa makanan tradisional yang berasal dari etnis Alas, di antaranya adalah:
{{Col|2}}
* Manuk labakh
* Ikan labakh
* Puket
* Lepat bekhas
* Gelame
* Puket
* Buah
* Ikan pacik kule
* Telukh
* Puket mekuah
* Tumpi
Baris 108 ⟶ 133:
* Cimpe
* Getuk
{{EndDiv}}
==
{{Reflist}}
{{Suku Bangsa Batak}}
{{Suku-stub}}
[[Kategori:Suku bangsa di Aceh]]
[[Kategori:Suku bangsa di Sumatra]]
[[Kategori:Kelompok etnik di Indonesia]]
[[Kategori:Batak]]
[[Kategori:Suku Alas]]
|