Suku Osing: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k dari artikel Osing
Abcdef242526 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(154 revisi perantara oleh 82 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{More citations needed|date=Desember 2020}}
{{ethnic group|
|group=Suku Osing<br>ꦥꦿꦶꦪꦤ꧀ꦠꦸꦤ꧀ꦎꦱꦶꦁ<br>ꦭꦫꦺꦈꦱꦶꦁ
|group=Suku Osing
|image=[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Portret van drie generaties vrouwen in Blambangan Oost-Java TMnr 10026837.jpg|250px]]
|image=
|caption=Tiga generasi perempuan suku Using di Banyuwangi, Jawa Timur (foto k. 1910–1930)
|poptime=-
| population = 286.653<ref>{{cite book|publisher =Badan Pusat Statistik|title = Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk 2010|year=2011|isbn = 9789790644175|url = http://sp2010.bps.go.id/files/ebook/kewarganegaraan%20penduduk%20indonesia/index.html}}</ref>
|popplace=Kabupaten [[Banyuwangi]], [[Jawa Timur]]
|langs=[[bahasaBahasa Osing]], [[Bahasa Jawa]], dan [[Bahasa Indonesia]]
|rels=Sebagian besar'''Mayoritas'''<br>[[Berkas:Allah-green.svg|15px]] [[Islam]] dan sebuah minoritas beragama<br>'''Minoritas'''<br>[[Berkas:Om.svg|15px]] [[Hindu]].
|related=[[suku Jawa]], [[suku Tengger]], [[suku Bali]]
}}
 
'''Suku Osing''' atau biasa diucapkan '''Jawa Osing''' adalah penduduk asli [[Banyuwangi]] danatau juga disebut sebagai '''''Laros''''' (akronim daripada '''''Lare Osing''''') atau '''''Wong Blambangan''''' merupakan penduduk mayoritas di beberapa kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Orang Osing menggunakan [[bahasa Osing]] yang masih termasuk sub dialek bahasa Jawa (bagian timur) yang masih berkerabat dengan [[Dialek Arekan|Bahasa Jawa Arekan]] dan [[Dialek Tengger|Bahasa Tengger]] tetapi banyak kosakata dari bahasa [[Jawa Kuno]] yang masih digunakan, selain itu pengaruh bahasa bali juga sedikit signifikan.
 
==Sejarah Bahasa ==
Suku Osing mempunyai [[bahasa Osing]] yang merupakan turunan dari bahasa [[Jawa]] kuno dengan sedikit pengaruh dari bahasa [[Bali]]. Bahasa Osing adalah salah satu varian dialek dari bahasa Jawa, dituturkan terutama di Kabupaten Banyuwangi
Sejarah Suku Osing diawali pada akhir masa kekuasaan [[Majapahit]] sekitar tahun 1478 M. Perang saudara dan Pertumbuhan kerajaan-kerajaan islam terutama Kesultanan Malaka mempercepat jatuhnya Majapahit. Setelah kejatuhannya, orang-orang majapahit mengungsi ke beberapa tempat, yaitu lereng [[Gunung Bromo]] ([[Suku Tengger]]), [[Blambangan]] (Suku Osing) dan [[Bali]]. Kedekatan sejarah ini terlihat dari corak kehidupan Suku Osing yang masih menyiratkan budaya Majapahit. Kerajaan Blambangan, yang didirikan oleh masyarakat osing, adalah kerajaan terakhir yang bercorak Hindu-Budha seperti halnya kerajaan Majapahit. Bahkan Mereka sangat percaya bahwa [[Taman Nasional Alas Purwo]] merupakan tempat pemberhentian terakhir rakyat Majapahit yang menghindar dari serbuan kerajaan Mataram.
 
== Kepercayaan ==
Dalam sejarahnya Kerajaan Mataram Islam tidak pernah menancapkan kekuasaanya atas Kerajaan Blambangan, hal inilah yang menyebabkan kebudayaan masyarakat Osing mempunyai perbedaan yang cukup signifikan dibandingkan dengan [[Suku Jawa]]. Suku Osing mempunyai kedekatan yang cukup besar dengan masyarakat Bali, hal ini sangat terluhat dari kesenian tradisional [[Gandrung]] yang mempunyai kemiripan dengan tari-tari tradisional bali lainnya, termasuk juga busana tari dan instrumen musiknya. Kemiripan lain tercermin dari arsitektur bangunan antar Suku Osing dan Suku Bali yang mempunyai banyak persamaan, terutama pada hiasan di bagian atap bangunan.
Pada awal terbentuknya masyarakat Osing kepercayaan utama suku Osing adalah Hindu-BudhaBuddha seperti halnya [[Majapahit]]. Namun berkembangnya kerajaan [[Islam]] di [[panturaPantura]] menyebabkan agama Islam dengan cepat menyebar di kalangan suku Osing. Berkembangnya Islam dan masuknya pengaruh luar lain di dalam masyarakat Osing juga dipengaruhi oleh usaha [[VOC]] dalam menguasai daerah Blambangan. Masyarakat Osing mempunyai tradisi [[puputan]], seperti halnya masyarakat Bali. Puputan adalah perang terakhir hingga darah penghabisan sebagasebagai usaha terakhir mempertahankan diri terhadap serangan musuh yang lebih besar dan kuat. Tradisi ini pernah menyulut peperangan besar yang disebut [[Perang Bayu|Puputan Bayu]] pada tahun 1771 M.
 
==Bahasa Demografi ==
Suku Jawa Osing menempati beberapa kecamatan di kabupaten [[Banyuwangi]] bagian tengah dan bagian timur, mayoritas berada di Kecamatan Songgon, Kecamatan Rogojampi, Kecamatan Blimbingsari, Kecamatan Singojuruh, Kecamatan Kabat, Kecamatan Licin, Kecamatan Giri, Kecamatan Glagah dan sebagian berada di Kecamatan Banyuwangi, Kecamatan Kalipuro dan Kecamatan Sempu yang berbaur dengan komunitas suku yang lain seperti Suku Madura & Suku Bali. Ada juga sekelompok kecil yang berada di Kecamatan Srono, Kecamatan Cluring, Kecamatan Gambiran dan Kecamatan Genteng.{{Butuh rujukan}}
Suku Osing mempunyai [[Bahasa Osing]] yang merupakan turunan langsung dari Bahasa Jawa Kuno seperti halnya [[Bahasa Bali]]. Bahasa Osing sangat berbeda dengan [[Bahasa Jawa]] sehingga bahasa Osing bukan merupakan dialek dari bahasa Jawa seperti anggapan beberapa kalangan{{fact}}.
 
Suku Osing dianggap sebagai [[penduduk]] asli di wilayah Kabupaten Banyuwangi.<ref>{{Cite book|last=Sukandar, dkk.|date=Desember 2016|url=http://bpp.fpik.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/02/PROFIL-DESA-PESISIR-SELATAN-JAWA-TIMUR-Vol-2.pdf|title=Profil Desa Pesisir Provinsi Jawa Timur Volume 2 (Selatan Jawa Timur)|location=Surabaya|publisher=Bidang Kelautan, Pesisir, dan Pengawasan, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur|pages=3|url-status=live}}</ref> Anggapan ini oleh beberapa kalangan dan hasil penelitian. Suku Osing sendiri menyebut Kabupaten Banyuwangi sebagai Tanah Blambangan, sebuah wilayah di ujung paling timur pulau Jawa. Suku ini menyebar di desa-desa pertanian subur di bagian tengah dan timur Banyuwangi yang secara administratif meliputi wilayah yang berada di Kecamatan Rogojampi, Blimbingsari, Kabat, Licin, Sempu, Singojuruh, Songgon, Cluring, Srono, Banyuwangi mereka telah bercampur dengan penduduk non-Osing, yang terdiri dari migran asal Madura, Jawa Timur bagian barat dan Jawa Tengah, termasuk Yogyakarta. Orang Osing menyebut mereka dengan sebutan "Wong Osing" dengan "Tanah Blambangan".
==Kepercayaan==
Pada awal terbentuknya masyarakat Osing kepercayaan utama suku Osing adalah Hindu-Budha seperti halnya [[Majapahit]]. Namun berkembangnya kerajaan [[Islam]] di [[pantura]] menyebabkan agama Islam dengan cepat menyebar di kalangan suku Osing. Berkembangnya Islam dan masuknya pengaruh luar lain di dalam masyarakat Osing juga dipengaruhi oleh usaha [[VOC]] dalam menguasai daerah Blambangan. Masyarakat Osing mempunyai tradisi [[puputan]], seperti halnya masyarakat Bali. Puputan adalah perang terakhir hingga darah penghabisan sebaga usaha terakhir mempertahankan diri terhadap serangan musuh yang lebih besar dan kuat. Tradisi ini pernah menyulut peperangan besar yang disebut [[Puputan Bayu]] pada tahun 1771 M.
 
==Demografi Profesi ==
Profesi utama Sukusuku osingOsing adalah mayoritas petani, dengan sebagian kecil lainya adalah pedagang, nelayan, buruh dan pegawai di bidang formal seperti karyawan, guru dan pegawai pemda.
Suku Osing menempati beberapa kecamatan di kabupaten [[Banyuwangi]] bagian tengah dan bagian utara, terutama di Kecamatan Banyuwangi, Kecamatan Rogojampi, Kecamatan Glagah dan Kecamatan Singojuruh, Kecamatan Giri, Kecamatan Kalipuro, dan Kecamatan Songgon.
 
== Stratifikasi sosial ==
==Profesi==
Suku Osing berbeda dengan [[Suku Bali]] dalam hal stratifikasi sosial. Suku Osing tidak mengenal [[kasta]] sepertisama halnyadengan Suku[[suku BaliJawa]] umumnya yang juga tidak mengenal kasta, hal ini banyak dipengaruhi oleh agama Islam yang dianut oleh sebagian besar penduduknya. tetapi telah ditemukan perbedaan stratifikasi di Suku tersebut, kaum Drakula, kaum sudrakula, kaum hydrakula, kaum coliba. mereka merupakan penduduk asli.
Profesi utama Suku osing adalah petani, dengan sebagian kecil lainya adalah pedagang dan pegawai di bidang formal seperti karyawan, guru dan pegawai pemda.
 
==Stratifikasi SosialSeni ==
Kesenian Sukusuku Osing sangat unik dan banyak mengandung unsur mistik seperti kerabatnya [[suku bali]] dan|Suku [[suku tenggerBali]]. Kesenian utamanya antara lain [[Gandrung Banyuwangi]], [[Patrol]], [[Seblang]], [[Angklung]], [[Tari Barong]], Kuntulan, Kendang Kempul, Janger, Jaranan, Jaran Kincak, Angklung Caruk dan [[Jedor]].
Suku Osing berbeda dengan [[Suku Bali]] dalam hal stratifikasi sosial. Suku Osing tidak mengenal kasta seperti halnya Suku Bali, hal ini banyak dipengaruhi oleh agama Islam yang dianut oleh sebagian besar penduduknya. tetapi telah ditemukan perbedaan stratifikasi di Suku tersebut, kaum Drakula, kaum sudrakula, kaum hydrakula, kaum coliba. mereka merupakan penduduk asli.
 
Kesenian lain yang masih dipelihara adalah tembang dolanan, khususnya oleh kalangan anak usia sekolah. Contohnya adalah Jamuran dan Ojo Rame-Rame. Sesuai dengan sebutannya, tembang-tembang yang pada umumnya bersyair pendek ini digunakan mengiringi permainan anak-anak. Selain menambah keceriaan anak saat bermain berkelompok, tembang dolanan dapat berfungsi mengajarkan nilai-nilai positif sejak dini. Tembang Jamuran, misalnya, mengajarkan tentang gotong-royong dan Ojo Rame-Rame mengajarkan patriotisme.<ref>Nurhidayatullah, MT, Sukatman, Wuryaningrum, R. 2013. Tembang Dolanan Dalam Masyarakat Osing Kabupaten Banyuwangi (Kajian Etnografi). Skripsi. Universitas Jember. [http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/62990/Moch%20Tsalis.pdf?sequence=1]</ref>
==Seni==
Kesenian Suku Osing sangat unik dan banyak mengandung unsur mistik seperti kerabatnya [[suku bali]] dan [[suku tengger]]. Kesenian utamanya antara lain [[Gandrung]], [[Patrol]], [[Seblang]], [[Angklung]], [[Tari Barong]] dan [[Jedor]].
 
==Desa AdatGaleri Kemiri==
<gallery>
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menyadari potensi budaya suku osing yang cukup besar dengan menetapkan desa kemiri di kecamatan Glagah sebagai desa adat yang harus tetap mempertahankan nilai-nilai budaya Suku Osing. Desa kemiren merupakan tujuan wisata yang cukup diminati di kalangan masyarakat Banyuwangi dan sekitarnya. Festival budaya dan acara kesenian tahunan lainnya sering diadakan di desa ini.
Berkas:Interior rumah tradisional Osing.jpg|Interior rumah tradisional Osing
Berkas:Motif gajah oling di rumah tradisional Osing.jpg|Motif gajah oling di rumah tradisional Osing
Berkas:Angklung Paglak.jpg|Kesenian [[angklung paglak]]
Berkas:Batik Banyuwangi with Gajah Oling motif.jpg|Batik Osing Banyuwangi
</gallery>
 
== Lihat pula ==
* [[Suku-sukuBahasa di IndonesiaOsing]]
* [[Pegon|Aksara Pegon]]
* [[Seni Budaya Banyuwangi]]
* [[ms:Suku OsingJawa]]
* [[BasaSuku OsingBali]]
 
== Referensi ==
[[Kategori:Jawa|Osing]]
{{reflist}}
[[Kategori:Suku bangsa di Indonesia|Osing]]
 
== Pranala luar ==
<!--
{{Commonscat|Osing people}}
{{rapikan}}
{{takakurat}}
 
[[Kategori:SukuKelompok bangsaetnik di Indonesia|Osing]]
'''Osing''' atau '''Using''', berdasarkan ejaan Bahasa Using, berarti "tidak". Kata "tidak" awalnya untuk menyebut sekolompok orang asli Banyuwangi yang tidak mau diajak kerja sama dengan Belanda. Sebagai bentuk kekuatan integritas orang Banyuwangi terhadap prinsip kedaerahnya, orang Banyuwangi selalu mengatakan "tidak" apabila diajak orang lain atau orang asing untuk melakukan sesuatu.
[[Kategori:Suku bangsa di Jawa Timur|Osing]]
 
Menurut sejarahwan dari Belanda Pegeot (dalam Bukunya Runtuhnya Kerajaan Islam [[Mataram]]), orang [[Blambangan]], cikal bakal [[Banyuwangi]], sangat kuat istrigatsnya kepada wilayah dan pimpinannya. Sehingga, meski Mataram berhasil menguasai Blambangan dan Kerajaan Mengwi mundur, namun tidak serta-merta orang Blambangan ini tunduk terhadap Mataram sebagai penguasa baru di Tlatah Blambangan. Sebaliknya, mereka justru lari atau mengungsi dalam kelompok-kelompok kecil ke daerah pedalaman. Ini terbukti, dialek Bahasa Using sangat banyak. Lain kampung, maka lain dialeknya, meski hanya dibatasi sungai atau jalan. Maka orang Banyuwangi asli (Using) akan mudah dikenali asal daerah mereka, dengan mengenali cara mereka berbicara dan menggunakan Bahasa Using, baik intonasi maupun kosakatanya. Misalnya antara orang Mangir dengan Melik atau Gambor, atau juga dengan orang Penataban.
 
Sementara ketika Mengwi kembali menguasai Blambangan, maka orang asli Banyuwangi ini lebih condong ke Bali yang mengaku masih satu keturunan. Maka pada kesimpulannya, Pigeud akhirnya mengatakan, "Suatu ketika pengaruh Mataram kuat, baik secara budaya maupun dalam kehidupan sehari. Namun suatu saat juga melemah, ketika Mengwi berhasil menguasai lagi sebagian wilayah Blambangan". Tidak heran, dalam kesenian Banyuwangi banyak percampuran antara Bali dan Jawa.
 
Konon kesenian "Janger" yang berkembang di Banyuwangi hingga saat ini, itu hasl rekayasa Mataram untuk menarik orang-orang Using. Mereka meski sudah dikuasai, namun masih sulit menerima perintah dan pengaruh budaya Mataram. Sehingga penguasa Mataram perlu mengadaptasi kesenian "Langendrian" yang sudah ada di Mataram. Dalam perkembangannya, kesenian ini seperti Ketroprak. Namun Janger di Banyuwangi pada waktu itu hanya menampilkan lakon Damarwulan dengan ''setting'' daerah Majapahi dan Blambangan. Tujuan idologisnya, agar orang Osing tidak menghargai pemimpinannya atau rajanya, yaitu Menakjinggo yang digambarkan buruk muka dan tidak punya tatakrama.
 
Namun untuk menarik minat orang Osing mendatangi pertunjukan "Janger Langendrian" ini, sengaja musik pengiring bukan gemelan jawa dan kostum pelakunya seperti layaknya raja-raja Jawa, melainkan menggunakan gemaelan dan kostum Bali. Sehingga kesenian yang selalu dibuka dengan tari Legong ini seakan membius orang Osing, bahwa mereka sedang menikmati kesenian dari saudara tuanya, yaitu Bali. Namun setelah memasuki cerita, baru penguasa Mataram memasukkan unsur-unsur Jawa-Mataram dan bahasa dialog dan "ontowacononya". Cara ini sangat efektif, karena orang Osing akhirnya tidak memedulikan siapa pemimpinnya, bahkan keranjingan menggunakan bahasa Jawa untuk dialog sehari-hari. Ada semacam gengsi tersendiri di kalangan orang Osing, apabila bila berbicara menggunakan bahasa Jawa.
 
Setelah masa penjajahan Belanda, sikap orang Osing terhadap penjajah tidak jauh berbeda ketika ditujukan kepada Mataram. Bahkan mereka tidak mau mengikuti perintah keras Belanda untuk kerja paksa. Akibat sulitnya Belnada menundukan orang-orang Osing ini, akhirnya muncul julukan orang Banyuwangi asli sebagai orang "Using", karena "sing" atau "tidak" mau diajak kompromi dalam berbagai hal untuk mendukung penjajah. Bahkan dalam perang habis-habisan, atau "Puputan Bayu" ribuan orang Using dibantai Belanda hingga kepalanya dipajang di sepanjang Lincing Rogojampi, untuk membuat jera yang lain agar mau bekerja sama dengan Belanda.
 
Namun secara sosiolinguistik, bahasa Using bukan dari Bahasa Jawa, melainkan dari Bahasa Jawa Kuno. Terbukti dalam bahasa Jawa Kuno dan Using itu tidak ada strata bahasa, atau unggah-ungah seperti halnya Bahasa Jawa. Jadi antara Bahasa Using dan Bahasa Jawa sama satu induk, buka sebagai subordinat. Namun akibat letak geografi Banyuwangi (sebelum ada jalan penghubung dengan Jember dan Situbondo) bahasa Using cenderung statis dibanding bahasa Jawa yang diawali dari bahasa Kraton yang ada unggah-ungguhnya. Bahkan budayawan Banyuwangi Hasan Ali berani menyatakan, kosa-kata Bahasa Using banyak digunakan dalam kosa kata Bahasa Bali. Karena sebelum menyusun Kamus Bali-Belanda, Lackercker puluhan tahun tinggal di Banyuwangi. Disinyalir, saat itu sudah menyusun kata-kata yang ditemukan diBanyuwangi dan digunakan dalam Bahasa Bali. Sehingga kata "sing" Bahsa Bali dan Bahasa Using sama artinya, yaitu "tidak.
 
== Lihat juga ==
 
* [[Basa Osing]]
 
[[de:Osing (Ethnie)]]
[[en:Osing]]
[[ms:Suku Osing]]
-->