Tuanku Lintau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(5 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[File:Rumah Tuanku Lintau.jpg|jmpl|Rumah Tuanku Lintau<ref name=ubh/>]]
[[Tuanku]] '''Tuanku Lintau''' atau [['''Tuanku]]''' '''Pasaman''' (lahir di [[Tapi Selo, Lintau Buo Utara, Tanah Datar]] tahun 1750 – meninggal di [[Pelalawan]], [[Riau]] tahun 1832)<ref name=ubh>https://www.kidalnarsis.com/2011/08/wisata-religi-dan-budaya-di-rumah.html</ref> adalah salah seorang panglima Kaum Padri dalam [[Perang Padri]], yang berkedudukan di [[Lintau]]. Belum banyak diketahui data mengenai tokoh ini. Menurut Muhamad Radjab, Tuanku Lintau bernama asli Saidi Muning, anak dari Datuk Sinaro.<ref>{{Cite book|last=Radjab|first=Muhamad|date=1964|url=https://books.google.com/books?id=QBg-AAAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=%22Saidi+Muning%22&q=%22Saidi+Muning%22&hl=id|title=Perang Paderi di Sumatera Barat, 1803-1838|publisher=Balai Pustaka|language=ms}}</ref> Ia mengajar dan memiliki surau di Pasaman sehingga dijuluki juga sebagai Tuanku Pasaman.
 
== Kehidupan awal ==
Tuanku Lintau memiliki hubungan kekerabatan dengan [[Yang Dipertuan Pagaruyung]] [[Sultan Arifin Muningsyah]], sehingga dengan kedekatan ini, ia diminta memimpin perundingan mewakili [[Kaum Padri]] dengan [[Kaum Adat]].<ref>Nain, Sjafnir Aboe, (2004), ''Memorie Tuanku Imam Bonjol (MTIB)'', transl., Padang: PPIM.</ref>
Belum banyak diketahui data mengenai tokoh ini. Menurut catatan Belanda, Tuanku Lintau bernama asli Saidi Muning, anak dari Datuk Sinaro.<ref>{{Cite book|last=Radjab|first=Muhamad|date=1964|url=https://books.google.com/books?id=QBg-AAAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=%22Saidi+Muning%22&q=%22Saidi+Muning%22&hl=id|title=Perang Paderi di Sumatera Barat, 1803-1838|publisher=Balai Pustaka|language=ms}}</ref> Ia dikirim ayahnya ke Pasaman untuk belajar Islam. Di sana, ia mengajar ilmu kebatinan dan memiliki surau sendiri sehingga akhirnya terkenal sebagai Tuanku Pasaman.
 
Dalam beberapa perundingan yang dilakukannya tidak ada kata sepakat antara kaum Padri dengan kaum Adat, dan seiring itu dalam beberapa [[nagari]] muncul gejolak dalam [[Kerajaan Pagaruyung]], yang nantinya menyebabkan terbunuhnya dua orang anak [[Sultan Arifin Muningsyah]].<ref>{{cite book|first=Rusli|last=Amran|authorlink=Rusli Amran|year=1981|title=Sumatera Barat hingga Plakat Panjang|publisher=Penerbit Sinar Harapan}}</ref>
 
Salah seorang muridnya yang terkenal yakni Syekh Bustami.<ref>{{Cite book|date=2008|url=https://books.google.com/books?id=7UlQAQAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=%22TUANKU+LINTAU+%22+bustami&q=%22TUANKU+LINTAU+%22+bustami&hl=id|title=Beberapa ulama di Sumatera Barat|publisher=Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, Dinas Pariwisata Seni dan Budaya, UPTD Museum Adityawarman|language=id}}</ref>
 
== Perang Padri ==
Tuanku Lintau memiliki hubungan kekerabatan dengan penguasa Pagaruyung, sehingga dengan kedekatan ini, ia memimpin pertemuan [[Kaum Padri]] dengan Yamtuan Nan Bakumih, salah seorang pangeran Pagaruyung.<ref>Nain, Sjafnir Aboe, (2004), ''Memorie Tuanku Imam Bonjol (MTIB)'', transl., Padang: PPIM.</ref><ref>{{cite book|last=Amran|first=Rusli|year=1981|title=Sumatera Barat hingga Plakat Panjang|publisher=Penerbit Sinar Harapan|authorlink=Rusli Amran}}</ref> Dalam pertemuan itu, Yamtuan Nan Bakumih menyatakan dukungannya terhadap gerakan Padri. Dari situ, Tuanku Lintau terus memperluas pengaruhnya hingga ke wilayah Tanah Datar lainnya, termasuk Lintau kampung halamannya.
 
Sejumlah nagari akhirnya tunduk pada Kaum Padri. Peralawanan baru muncul di [[Tanjuang Barulak, Batipuh, Tanah Datar|Tanjuang Barulak]]. Kerabat dari pangeran Pagaruyung meminta Tuanku Lintau untuk meninggalkan nagari tersebut. Untuk menyelesaikan persoalan, Tuanku Lintau mengadakan perundingan dengan para pembesar kerajaan dan penghulu di [[Koto Tangah, Tanjung Emas, Tanah Datar|Koto Tangah]], yang berakhir tanpa kata sepakat. Catatan Belanda menulis, Tuanku Lintau lantas memerintahkan pembunuhan terhadap Yang Dipertuan Raja Naro, Yang Dipertuan Raja Talang. serta seorang (atau dua?) anak dari [[Sultan Arifin Muningsyah]].<ref>{{cite book|last=Amran|first=Rusli|year=1981|title=Sumatera Barat hingga Plakat Panjang|publisher=Penerbit Sinar Harapan|authorlink=Rusli Amran}}</ref>
 
== Rujukan ==
Baris 16 ⟶ 20:
[[Kategori:Ninik Mamak Minangkabau]]
[[Kategori:Tokoh dari Tanah Datar]]
 
 
{{Indo-bio-stub}}