Konfrontasi Indonesia–Malaysia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
MesinKetik (bicara | kontrib) |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(2 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 7:
| place = [[Semenanjung Malaka]], [[Kalimantan]]
| territory =
| result = Kedua belah pihak sepakat berdamai
* Indonesia menerima pembentukan Malaysia
* [[Soekarno]] digantikan oleh [[Soeharto]] menyusul upaya kudeta [[Gerakan 30 September|G30S]]
Baris 131:
Pada akhir 1950-an, Sukarno berpendapat bahwa Malaysia adalah negara boneka Inggris, sebuah eksperimen neokolonial, dan perluasan Malaysia akan meningkatkan kontrol Inggris di wilayah tersebut, yang berdampak pada keamanan nasional Indonesia. Sukarno dengan tegas menentang rencana dekolonisasi Inggris, termasuk pembentukan Federasi Malaysia, yang menyatukan [[Semenanjung Malaya]] dan Borneo Inggris. Sukarno menuduh Malaysia sebagai negara boneka Inggris yang bertujuan untuk memberlakukan imperialisme dan kolonialisme baru di Asia Tenggara, serta membatasi ambisi Indonesia untuk menjadi kekuatan regional di kawasan tersebut.<ref name="HirakawaShimizu1999">{{Cite book |last1=Hitoshi Hirakawa |url=https://books.google.com/books?id=PmCGAgAAQBAJ&pg=PA180 |title=Japan and Singapore in the World Economy: Japan's Economic Advance Into Singapore 1870–1965 |last2=Hiroshi Shimizu |date=24 June 1999 |publisher=Routledge |isbn=978-1-134-65174-0 |page=180}}</ref>
[[File:Sukarno, Sang Saka Melanglang Djagad, p12.jpg|thumb|243x243px|[[Sukarno]]]]
Baris 154:
=== Perluasan konflik ke Semenanjung Malaysia ===
[[File:Malaysian Rangers, Malay-Thai border (AWM MAL-65-0046-01).JPG|thumb|right|[[Sarawak Rangers]]
Selagi perseteruan berkecamuk, pada tanggal 3 Mei 1964, Sukarno mengesahkan [[Dwi Komando Rakyat]] (Dwikora). Dwikora berisi seruan Sukarno agar rakyat membela Revolusi Indonesia dan mendukung revolusi di Malaya, Singapura, Sarawak, dan Sabah untuk menggagalkan pembentukan Federasi Malaysia. Bertepatan dengan pengumuman Sukarno tentang [[Vivere pericoloso|'hidup penuh bahaya']] sewaktu perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia, angkatan bersenjata Indonesia memulai kampanye penyusupan udara dan laut ke [[Semenanjung Malaysia]] pada tanggal 17 Agustus 1964.{{sfn|Conboy|2003|p=161}} Pada 19 Agustus 1964, sekelompok pasukan laut, yang terdiri dari Pasukan Gerak Cepat, KKO, dan selusin komunis Malaysia, menyeberangi [[Selat Malaka]] dengan perahu, [[Pendaratan di Pontian|berlabuh di Pontian]] dalam tiga rombongan pada malam hari. Namun, mereka disergap oleh tentara Persemakmuran, dan hampir semua penyusup tertangkap.{{sfn|James|Sheil-Small|1971|p=146}} Pada 2 September, tiga pesawat [[C-130 Hercules|Lockheed C-130 Hercules]] berangkat dari Jakarta menuju Semenanjung Malaysia, terbang rendah untuk menghindari deteksi radar. Malam berikutnya, dua dari C-130 berhasil mencapai tujuannya, dan pasukan PGT melompat dan [[Pendaratan di Labis|mendarat di dekat Labis]] di Johor. C-130 yang tersisa jatuh ke Selat Malaka saat berupaya menghindari penyergapan oleh [[Gloster Javelin|RAF Javelin FAW 9]] yang diluncurkan dari [[Pangkalan Angkatan Udara Tengah|RAF Tengah]]. Akibat badai petir, penerjunan 96 pasukan payung tidak tentu arah, sehingga mereka mendarat di dekat pangkalan militer 1/10 Gurkhas, yang bergabung dengan Batalyon Pertama, Resimen Persemakmuran, yang ditempatkan di sekitar Malaka.{{sfn|Conboy|2003|p=161}}{{sfn|van der Bijl|2007|pp=135–138}}{{sfn|James|Sheil-Small|1971|pp=148–150}}{{sfn|Pugsley|2003|pp=206–213}}
|