Sentimen anti-Malaysia di Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
(44 revisi perantara oleh 19 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{hiperbolis}}
{{lindungidarianon2|small=yes}}
{{rapikan|penggunaan koma}}
'''Sentimen anti-Malaysia di Indonesia''' merupakan rasa ketidaksenangan kolektif pada masyarakat [[Indonesia]] atas beberapa hal yang berkaitan dengan pembentukan [[Federasi Malaysia]] pendorongnya lebih berupa perselisihan politik bukan sosial, ataupun budaya. saat pertama kali pada awal pembentukan '''Federation of Malaya''' atau dikenal sebagai [[Persekutuan Tanah Melayu]] tahun [[1957]] hubungan masih berjalan dengan baik <ref>''Lihat'': {{ke wikisource|Perjanjian Persahabatan antara Persekutuan Tanah Melayu dan Republik Indonesia}}</ref>yang kemudian baru timbul saat hendak dibentuk [[Federasi Malaysia]]<ref name="am001">{{cite web |url=http://untreaty.un.org/unts/1_60000/21/36/00041791.pdf |title=No.10760: Agreement relating to Malaysia|accessdate=2010-07-29 |publisher=United Nations |work=United Nations Treaty Collection |format=pdf |year=1963 |month=July}}</ref> atas {{ke wikisource|Resolusi Majelis Umum PBB 1514|dekolonialisasi}} wilayah [[Serawak]] dan '''North Borneo''' sekarang dikenal sebagai [[Sabah]] yang dikobarkan oleh [[Sukarno]] yang dikenal sebagai seorang yang sangat anti-[[kolonialisme]] dan [[imperialisme]],<ref>''Lihat:'' Pidato Presiden Soekarno ''The Era of Confrontation (Era Konfrontasi)'' pada KTT Non Blok di Kairo (Mesir), Oktober 1964</ref> presiden Indonesia waktu itu menganggap [[Federasi Malaysia]] sebagai alat-[[imperialisme]] [[Inggris]] yang tidak rela dalam melakukan {{ke wikisource|Resolusi Majelis Umum PBB 1514|dekolonialisasi}} sesuai dengan ketentuan [[PBB]] terhadap wilayah '''[[Malaya]]''','''[[Sarawak]]''' dan '''[[Sabah]]'''. Setelah sempat mereda pada masa [[Orde Baru]], sentimen ini kembali muncul pada awal abad ke-21, yang karena lebih didasari pada perselisihan politik budaya dan politik wilayah, oleh karena itu tidak mengarah menjadi anti-Melayu sebagaimana yang terjadi di [[Singapura]] dan [[Thailand]].▼
'''Sentimen anti-Malaysia di Indonesia''' merupakan rasa ketidaksenangan kolektif sejumlah masyarakat [[Indonesia]] terhadap beberapa hal yang berkaitan dengan [[Malaysia]]. Sentimen ini pertama kali muncul selama pembentukan [[Federasi Malaysia]] dan lebih disebabkan oleh perselisihan politik daripada perselisihan sosial atau budaya. Pada awal pembentukan '''Federasi Malaya''' atau dikenal sebagai [[Persekutuan Tanah Melayu]] pada tahun 1957, hubungan kedua negara masih berjalan dengan baik.<ref>''Lihat'': {{ke wikisource|Perjanjian Persahabatan antara Persekutuan Tanah Melayu dan Republik Indonesia}}</ref>
[[Berkas:Indonesia Malaysia Locator.svg|thumb|Peta Indonesia (warna hijau) dan Malaysia (warna jingga)]]
▲
== Konfrontasi Indonesia-Malaysia 1957-1968 ==
:''Lihat artikel utama: [[Konfrontasi Indonesia-Malaysia]]''
[[Berkas:komando aksi sukarelawan.PNG|
Konfrontasi Indonesia-Malaysia lebih bersifat politik dan dipicu oleh prasangka dari pihak Indonesia yang menganggap [[Federasi Malaysia]] hasil bentukan
<!--Di Brunei, Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) memberontak pada [[8 Desember]] [[1962]]. Mereka mencoba menangkap Sultan Brunei, ladang minyak dan sandera orang Eropa. Sultan lolos dan meminta pertolongan [[Inggris]]. dengan bantuan pasukan Inggris dan Gurkha dari Singapura. Pada 16 Desember, Komando Timur Jauh Inggris (British Far Eastern Command) mengklaim bahwa seluruh pusat pemberontakan utama telah diatasi, dan pada 17 April 1963, pemimpin pemberontakan ditangkap dan pemberontakan berakhir.-->
Sebenarnya [[Filipina]] dan [[Indonesia]] secara resmi menyetujui untuk menerima pembentukan [[Federasi Malaysia]] apabila mayoritas di daerah tersebut dilakukan melalui pemilihan dalam sebuah [[referendum]] pilihan rakyat yang akan diorganisasi oleh [[PBB]] sebagaimana keputusan [[Dewan Keamanan PBB]].
Walaupun status wilayah
== Sentimen anti-Malaysia abad ke-21 ==
Sentimen anti-Malaysia dalam hal ini mengenai pembentukan [[Federasi Malaysia]] di Indonesia kembali muncul di awal abad ke-21, terutama sebagai akibat banyaknya [[Tenaga Kerja Indonesia]] (TKI) yang umumnya bekerja sebagai buruh rendahan di [[Malaysia]].<ref>
=== Latar belakang ===
Semenjak kebijakan pemerintahan [[Soeharto]] membantu Malaysia maka terjadi gelombang besar pengiriman orang Indonesia ke Malaysia guna membantu meningkatkan [[populasi]] warga [[Melayu]] yang di mulai sekitar tahun 1980-an yang kemudian pada tahun 2007 berubah menjadi 90% dari seluruh pekerja asing di negara tersebut,
Keadaan tidak membaik dengan keluarnya keputusan [[Mahkamah Internasional]] yang memberikan kedaulatan atas [[Pulau Sipadan]] dan [[Pulau Ligitan]] kepada [[Malaysia]] pada tanggal 17 Desember 2002. Hal ini menimbulkan kekecewaan di pihak Indonesia,
Serentetan aksi terorisme berupa rangkaian
Pada kasus Ambalat, situasi yang relatif serius terjadi karena pada tanggal 7 Maret 2005 ditindaklanjuti oleh TNI dengan pengiriman delapan kapal tempur yang didukung oleh empat pesawat tempur jet [[F-16]] oleh [[Armada Wilayah Timur]] di [[Balikpapan]], sebagai tindakan preventif setelah sebelumnya sejumlah kapal militer Malaysia berpatroli di dalam blok ini.
Pada kasus-kasus yang lain, usaha-usaha klarifikasi dilakukan melalui komunikasi politik di antara pejabat kedua negara. Pada kasus "Rasa Sayange", protes muncul dari kalangan masyarakat [[Maluku]] (sebagai kelompok etnis yang mengklaimnya) dan anggota parlemen (DPR).
Pada pertengahan tahun 2009 situasi kembali memanas setelah terjadi
=== Ekspresi ketidaksukaan di Indonesia ===
Ekspresi ketidaksukaan dinyatakan dalam berbagai cara. Demonstrasi sempat terjadi di depan Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta, khususnya setelah kasus Ambalat terjadi. Akibat protes dari Indonesia mengenai lagu ''Rasa Sayange'' ditanggapi secara dingin, muncul berbagai tulisan kasar di berbagai forum internet. Beberapa blog juga menuliskan kekecewaannya. Bahkan, iklan suatu obat tradisional menyinggung masalah ini. Malaysia dicitrakan sebagai "pencuri" kebudayaan Indonesia. Dari sini kemudian muncul jargon sarkastik "Malingsia" untuk menegaskan bahwa orang Malaysia hanya bisa mencuri (maling) karya seni bangsa Indonesia. Istilah "Malon" (dengan konotasi negatif) juga diinvensi sebagai ''counterpart'' atas istilah 'Indon' yang dipakai di Malaysia. Kenyataan bahwa banyak terjadi kesamaan warisan budaya (seperti [[keris]], berbagai jenis makanan, dan beberapa lagu daerah) dianggap sebagai "pencurian" yang dilakukan pihak Malaysia. Hal ini berdasarkan definisi [[Masyarakat Melayu di Malaysia|Melayu]] yang diterapkan di Malaysia, yang memberi batasan "Melayu" adalah semua suku bangsa dengan ciri fisik dan agama yang sama dengan orang Melayu asli Malaysia, termasuk juga apabila sebenarnya seseorang berasal dari suku bangsa [[suku Jawa|Jawa]], [[suku Bugis|Bugis]], [[suku Aceh|Aceh]], atau [[suku Minangkabau|Minangkabau]], karena terdapat
Dalam dunia maya, berbagai forum dan blog menyinggung perlakuan Malaysia terhadap orang Indonesia. Beberapa ''hacker'' bahkan melakukan ''defacing'' terhadap beberapa halaman muka sejumlah laman lembaga-lembaga Malaysia.
Baris 66 ⟶ 72:
{{Hubungan Indonesia dengan Malaysia}}
[[Kategori:Hubungan
[[Kategori:
|