Lubuk Benteng, Bathin III, Bungo: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
(33 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 9:
|penduduk = ... jiwa
|kepadatan = ... jiwa/km²
|kampung = 2 kampung
|rio = Hairul}}
= PROFIL DUSUN LUBUK BENTENG =
'''Lubuk Benteng''' adalah [[Dusun (Bungo)|dusun]] di kecamatan [[Bathin III, Bungo|Bathin III]], [[Kabupaten Bungo|Bungo]], Provinsi [[Jambi]], [[Indonesia]].▼
▲'''Lubuk Benteng''' adalah [[Dusun (Bungo)|dusun]] di kecamatan [[Bathin III, Bungo|Bathin III]], Kabupaten [[Kabupaten Bungo|Bungo]], Provinsi [[Jambi]], [[Indonesia]].
== Pranala luar ==▼
{{RefDagri|2022}}▼
== '''Sejarah''' ==
Sajarah [[Dusun]] Lubuk Benteng dimulai sejak turunnya serombongan dari Desa Empelu sembilan kepala keluarga H. Kuris, Ismael, H. Talib, Hasan Bilal Mpul, H. Junit, H. Karem, Mat Dinai dan Petok dipimpin oleh seorang Penghulu bernama Haji Karamo Jayo bergelar Rajo Pengulu. Pergi dari desa asalnya mencari tanah pilih, untuk dijadikan [[dusun]] atau negri. Tiba disuatu tempat bernama [[Dusun]] [[Teluk Panjang, Bathin III, Bungo|Teluk Panjang]] saat itu dipimpin oleh seorang [[Kepala desa|Rio]] yang bernama [[Kepala desa|Rio]] Sari. Kepala rombongan datang menghadap Datuk [[Kepala desa|Rio]] Sari meminta sesuatu; yang tida lapuk oleh hujan tidak lekang oleh panas; tempat berdiam bertempat tinggal, tempat bercocok tanam bersawah ladang. Maka Datuk [[Rio]] Sari bertitah menunjuk sehamparan tanah disepanjang pinggiran Sungai Batang Tebo dari Lebak Benteng sampai ke Lubuk Kapa Gedang. Disitulah sembilan orang kepala keluarga itu membuka sawah ladang serta mendirikan rumah tempat tinggal. Beberapa tahun berikutnya menyusul lagi tiga kepala keluarga yaitu Tuo Yet, Mat Baro dan Kadi. Kemudian sejak tahun 1935 wilayah ini dikenal sebagai [[Empelu, Tanah Sepenggal, Bungo|Empelu]] Baru.▼
=== Sajarah [[Dusun]] Lubuk Benteng ===
Kemudian dimasa pendudukan Jepang, sampai tahun 1957 rombongan mengalami krisi berkepanjangan, kehidupan dan penghidupan morak-marit, di antara sembilan keluarga itu ada yang bertahan dan ada pula yang kembali ke tempat asalnya Desa [[Empelu, Tanah Sepenggal, Bungo|Empelu]]. Dimasa kerisis itu pula nama Empelu Baru berubah menjadi [[Dusun]] Teluk Panjang Baru, dipimpin seorang kepala kampung Rang Tuo Yet di bawah kekuasaan [[Kepala desa|Rio]] [[Teluk Panjang, Bathin III, Bungo|Teluk Panjang]]. Semasa kepala kampung Rang Tuo Yet, maka berkembanglah menjadi Dusun yang kokoh.▼
▲
▲
Dengan berlakunya [http://www.bphn.go.id/data/documents/79uu005.pdf Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979], maka status kampung dibawah kekuasaan [[Kepala desa|Rio]] menjadi [[Desa]] yang langsung dibawah kekuasaan Camat [[Muara Bungo]], dengan nama [[Desa]] Baru Teluk Panjang, yang menjadi [[Kepala Desa]] pertama ialah Adnan Bin H. Karamo Jayo Rajo Pengulu. Pada tahun 2004 setelah berlaku [https://dkpp.go.id/wp-content/uploads/2018/11/uu_32_2004_pemerintahandaerah.pdf Undang-undang nomor 32 Tahun 2004], dalam rangka sosialisasi pemekaran kecamatan – kecamatan dalam [[Kabupaten Bungo]] sesuai anjuran dari narasumber sosialisasi tersebut bahwa nama – nama [[Desa]], [[Kecamatan]], [[Kabupaten]] Dan [[Kota]] harus melatar belakangi historis wilayah tersebut. Atas dasar itulah Desa Baru Teluk Panjang dirubah menjadi Desa [[Lubuk Benteng]].
=== Latar belakang Desa Lubuk Benteng ===
Konon
Kata Lebak diganti menjadi kata Lubuk berdasarkan pengertian analisa lapangan yakni Lebak adalah suatu tempat berkumpulnya air yang pada musim kemarau airnya kering dan di aduk-aduk orang untuk mencari ikan. Kalau dijadikan nama Desa mungkin mengakibatkan penilaian yang tidak baik mudah diintimidasi dari luar. Sedangkan kata Lubuk adalah sekumpulan air yang dalam, walaupun musim kemarau tidak akan kering, banyak mendatangkan rizki (banyak ikannya) ada buaya penunggu yang tidak mungkin akan diganggu oleh buaya lain.
Baris 33 ⟶ 35:
== '''Pemerintahan'''{{Authority control}} ==
[[Dusun]] [[Lubuk Benteng]] kawasan tingkat [[desa]] di [[Kabupaten Bungo]], [[Provinsi]] [[Jambi]] yang dipimpin oleh [[Kepala desa|Rio]]. Sesuai dengan Peraturan Daerah [[Bungo]] Nomor 9 Tahun 2007 yang menetapkan penyebutan [[kepala desa]] sebagai [[Kepala desa|Rio]], [[desa]] menjadi [[dusun]] dan [[dusun]] menjadi [[kampung]]
Berdasarkan ketentuan Undang-Udang Nomor 3 tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Udang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dalam Pasal 39 ayat (1) disebutkan bahwa Kepala Desa memegang jabatan selama 8 tahun, dan Pasal 118 huruf b dan huruf c yang menyatakan bahwa Kepala Desa yang masih menjabat pada periode pertama dan periode kedua menyelesaikan sisa masa jabatannya dengan ketentuan Undang-Undang dan dapat mencalonkan diri 1 (satu) periode lagi, serta bagi Kepala Desa yang masih menjabat pada periode ketiga menyelesaikan sisa masa jabatannya sesuai dengan Undang- Undang. Yang artinya bahwa masa jabatan Bapak/Ibu Kepala Desa bertambah 2 tahun, dari 6 tahun menjadi 8 tahun.
=== Daftar [[Kepala Desa]]/[[Kepala desa|Rio]] ===
Baris 64 ⟶ 68:
|2001
|1
|[[Berkas:A. Manan.jpg|69x69px]]
|-
|4
Baris 92 ⟶ 96:
| -
|2
|[[Berkas:Hairul 1.jpg|69x69px]]
|}
Baris 109 ⟶ 113:
[[Kampung]] adalah wilayah administratif di bawah [[dusun]], di Dusun Lubuk Benteng terdapat dua kampung yaitu : [[Kampung]] Sungai Kemang; [[Kampung]] Muara Dalam.
Pembagian wilayah di Dusun Lubuk Benteng yang berada di bawah Kampung disebu Rukun Tetangga (RT). Rukun Tetangga tidak termasuk dalam pembagian administrasi pemerintahan, dan pembentukannya melalui musyawarah masyarakat dalam rangka pengabdian kepada masyarakat yang ditetapkan oleh Dusun. Rukun Tetangga dipimpin oleh seorang Ketua RT yang dipilih oleh warga. RT terdiri dari beberapa rumah atau rumah tangga (kepala keluarga).
di Dusun Lubuk Benteng terdapat 6 (enam) RT yaitu:
* RT.01, RT.02 dan RT.06 masuk ke kawasan Kampung Sungai Kemang
* RT.03, RT.04 dan RT.05 masuk dalam wilayah Kampung Muara Dalam
=== [[Badan Permusyawaratan Desa|Badan Permusyawaratan Dusun]] (BPD) ===
[[Badan Permusyawaratan Desa|'''Badan Permusyawaratan Dusun''']] ('''BPD''') merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan [[Desa|pemerintahan dusun]]. [[Badan Permusyawaratan Desa|BPD]] dapat dianggap sebagai "parlemen"-nya desa. [[Badan Permusyawaratan Desa|BPD]] merupakan lembaga baru di
[[Badan Permusyawaratan Desa|Badan Permusyawaratan Dusun]] atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Dusun berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
Anggota [[Badan Permusyawaratan Desa|BPD]] merupakan wakil dari penduduk [[Dusun]] berdasarkan keterwakilan wilayah dan keterwakilan perempuan yang pengisiannya dilakukan secara demokratis melalui proses pemilihan secara langsung atau musyawarah perwakilan. Masa jabatan anggota [[Badan Permusyawaratan Desa|BPD]] adalah 6 tahun dan dapat dipilih untuk masa keanggotaan paling banyak 3 (tiga) kali secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
Sama halnya dengan masa jabatan Kepala Desa, masa keanggotaan BPD yang sebelumnya adalah 6 tahun sesuai UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, kini setelah diberlakukan UU Nomor 3 Tahun 2024, masa keanggotaannya diperpanjang menjadi 8 tahun dan dapat dipilih untuk masa keanggotaan paling banyak 2 (dua) kali secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
Peresmian anggota [[Badan Permusyawaratan Desa|BPD]] ditetapkan dengan Keputusan [[Bupati]]/[[Wali kota]], di mana sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama dihadapan masyarakat dan dipandu oleh Bupati/ Wali kota.
Pimpinan dan Anggota [[Badan Permusyawaratan Desa|BPD]] dilarang merangkap jabatan sebagai [[Kepala desa|Rio]] dan [[Perangkat Dusun]]. Ketua BPD dipilih dari dan oleh anggota [[Badan Permusyawaratan Desa|BPD]] secara langsung dalam Rapat [[Badan Permusyawaratan Desa|BPD]] yang diadakan secara khusus. [[Badan Permusyawaratan Desa|BPD]] berfungsi membahas dan menyepakati rancangan [[Peraturan Desa|Peraturan Dusun]] bersama [[Kepala Desa|Rio]], menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat [[Dusun]] dan melakukan pengawasan kinerja [[Kepala desa|Rio]].
=== Daftar Anggota [[Badan Permusyawaratan Desa|BPD]] : ===
Baris 212 ⟶ 226:
=== [[Agama]] ===
Islam merupakan agama yang dianut 100% masyarakat Lubuk Benteng sesuai dengan seluko adat yang berbunyi ''"Adat bersendi syarak, syarak Bersendi kitabbullah"''.
=== [[Suku]] dan Budaya ===
Suku [[Melayu Jambi]] merupakan suku penduduk [[Lubuk Benteng]], mereka tinggal di sepanjang aliran sungai Batang Tebo. Selain itu di Lubuk Benteng juga terdapat suku pendatang seperti [[Minangkabau]], [[Jawa]], [[Batak]], dll.
'''Adat bersendi syarak, syarak Bersendi kitabbullah, alam tebentang jadikan guru'''
Sebelum Islam masuk, manusia memanfaatkan alam untuk dijadikan sebagai sumber hukum dalam mengatur kehidupan dan penghidupannya. Mereka mendapat bimbingan dalam hidupnya dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, bersosialisasi dan bernegosiasi, mereka mengikuti hukum alam disekitarnya dalam mengatur kehidupannya.
Hukum alam adalah hukum yang nyata, tidak terbantahkan, sakral, nyata dan tidak berubah, hukum-hukum itu dituangkan dalam bentuk peribahasa, ucapan dan sekarang dengan peribahasa kuno dan peribahasa baru. Seluko dalam pantun, Seluko dalam gurindam dan Seluko dalam puisi, dalam Seluko merupakan ayat-ayat hukum alam. Itulah yang dikatakan dalam filsafatnya: ''”Alam tebentang jadikan guru“ (''Alam terungkap sebagai guru) dalam hukum adat.
Setelah masuknya Islam, agama yang diridhai Allah bagi umat manusia, yang diturunkan melalui Rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW, dengan Kitabnya Al Qur’anulkarim. Alam yang merupakan ciptaan Allah SWT adalah hukum alam sebagai sumber hukum adat yang nyata, oleh karena itu tidak ada hukum adat yang bertentangan dengan Hukum Allah. Bacalah apa yang ada di sekitar kita, jika tidak bisa membacanya maka lihatlah di kitab Al Qur'an yang dijelaskan melalui Hadits Nabi Muhammad SAW..
Pasca Perang Padri, konflik adat dan syarak yang dipertentangkan oleh Belanda pada abad XIX di Minang Kabau berakhir dengan kesepakatan antara adat dan syarak yang dikenal dengan Piagam Bukit Marapalam. Isi Piagam tersebut adalah: “Adat bapaneh, syarak balindung, syarak mangato, adat mamakai” Artinya adat bapaneh adalah adat istiadat seperti jasad, syarak balindung artinya raga/jiwa batin, artinya raga dan ruh tidak terpisahkan, syarak mangato artinya syarak memberi hukum-hukum dan syariat, adat mamakai artinya adat mengamalkan apapun yang di fatwakan oleh syarak.
Kesimpulan Piagam tersebut lazim disebut "''Adat jo Syarak sanda manyanda"'', kemudian lebih lazim disebut ''"Adat besendi Syarak, Syarak besendi Kitabullah; Panakik pisau siraut, panungkek batang simantung, siludang ambik keniru; Satitik jadikan laut, sekepal jadikan gunung, Alam tebentang jadikan guru''<nowiki>''</nowiki>'''''.'''''
=== [[Bahasa]] ===
Bahasa yang digunakan
=== Infrastruktur ===
- Sumber air bersih adalah Sumur Gali, [[Pdam|PDAM]] dan PAMSIMAS▼
=== Pendidikan ===
Fasilitas Pendidikan
* TPA : Masjid Al-Hikmah; Langgar RT.01; Langgar Tanbihul Ghofilin; Langgar RT.03/04; Langgar Nurul Fata
* Usia dini : Paud Insan Cerdas; TK Kasih Ibu▼
* Sekolah dasar : [https://referensi.data.kemdikbud.go.id/tabs.php?npsn=10500550 SDN 128/II Lubuk Benteng]; MIS Al Ikhsan Lubuk Benteng; MIS Islam Nurul Khoiriah▼
▲Usia dini : Paud Insan Cerdas; TK Kasih Ibu
▲Sekolah dasar : [https://referensi.data.kemdikbud.go.id/tabs.php?npsn=10500550 SDN 128/II Lubuk Benteng]; MIS Al Ikhsan Lubuk Benteng; MIS Islam Nurul Khoiriah
=== Kesehatan ===
Fasilitas Kesehatan : [[Puskesmas]] Lubuk Benteng dan Rumah bersalin
== Referensi ==
- Bustanuddin : ''"Pokok-pokok pengetahuan Adat Sepucuk Jambi Sembilan Lurah"''. Lembaga Adat Desa Baru Teluk Panjang Tahun 1993.
▲== Pranala luar ==
▲{{RefDagri|2022}}
{{Bathin III, Bungo}}
|