Pendidikan Islam di Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: VisualEditor pranala ke halaman disambiguasi |
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(12 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Pendidikan di Indonesia}}
[[Berkas:Pembukaan Tahun Ajaran Baru Gontor 2018.jpg|jmpl|Gontor: Salah satu lembaga pendidikan Islam di Indonesia]]
'''Pendidikan Islam di Indonesia''' merupakan salah satu bentuk pendidikan dalam pengajaran di bidang ilmu agama Islam yang hingga saat ini diberlakukan bagi umat Islam. Pendidikan Islam di Indonesia melibatkan berbagai aspek, termasuk kurikulum, lembaga pendidikan, dan peran agama Islam dalam sistem pendidikan nasional.<ref name=":0" />
Pendidikan Islam di Indonesia pada masa awal bersifat [[non formal]] dan disesuaikan dengan kondisi masyarakat. [[Interaksi interpersonal]] terjadi dalam berbagai kesempatan dan bidang, termasuk dalam kegiatan perdagangan. Interaksi ini memberikan nilai positif dengan melibatkan semua unsur dalam masyarakat. Pada periode ini, pendidikan Islam dimulai dengan memperkenalkan berbagai ilmu dan pengetahuan agama, yang kemudian membentuk sikap dan kepribadian di kalangan individu.<ref name=":0" />
Perkembangan pendidikan Islam pada masa ini berlangsung dengan cepat dan hampir tidak mengalami berbagai masalah atau kendala. Pendekatan yang diambil oleh para penganjur, [[ulama]], dan ustadz dapat disesuaikan dengan keadaan masyarakat di mana Islam dikembangkan. Dengan demikian, Islam mampu memenuhi kebutuhan keagamaan masyarakat, baik yang bersifat spiritualitas maupun sosial kemasyarakatan.<ref name=":0" />
Pendidikan Islam terus mengalami perkembangan sejalan dengan [[evolusi kebudayaan masyarakat]]. Pada awalnya, [[Islam]] diperkenalkan melalui [[komunikasi sosial]], dan kemudian berkembang dengan munculnya kelompok-kelompok yang disebut sebagai ''khalaqa''. Perkembangan selanjutnya melibatkan pembentukan lembaga pendidikan dalam bentuk [[madrasah]]. Di sinilah proses pembelajaran dilengkapi dengan infrastruktur, seperti tempat belajar, guru, dan fasilitas pembelajaran lainnya.<ref name=":0" />
Para [[penganjur Islam]] umumnya melakukan komunikasi dengan masyarakat setempat melalui berbagai cara, baik yang bersifat tidak sengaja maupun yang sengaja. Semua bentuk komunikasi ini memberikan dampak terhadap penyebaran ajaran Islam. Bahkan, dalam situasi di mana komunikasi tersebut tidak disengaja, setidaknya terdapat informasi tentang Islam yang diterima oleh masyarakat, dan hal ini umumnya meninggalkan kesan positif.<ref name=":0" />
Penyebaran Islam selalu disesuaikan dengan keadaan dan budaya masyarakat setempat. Ini dapat melibatkan berbagai aspek kehidupan seperti perdagangan, perkawinan, seni, dan sebagainya. Pendekatan yang sesuai dengan konteks sosial dan budaya membantu membangun pemahaman dan penerimaan yang lebih baik dari masyarakat terhadap ajaran Islam.<ref name=":0" />
Melalui pendidikan, terbuka perspektif baru terhadap pencerdasan serta komitmen terhadap kebenaran. Pengertian pendidikan tidak semata-mata pada lemabaganya akan juga terkait dengan beberapa faktor seperti kesehatan, tenaga kerja, penelitian, dan lain sebagainya. selain itu, melalui pendidikan akan terbuka cakrawal dari generasi muda sehingga melahirkan sikap dinamis, kreatif, dan inovatif yang akan sejalan dengan pemikiran dalam pembangunan Islam khsusunya di Indonesia.<ref>{{Cite book|last=Lubis|first=H. M. Ridwan|date=2023|title=Sejarah Islam Di Nusantara: Proses Penyiaran, Pemikiran, dan Keberagaman dalam Pembangunan|location=Jakarta|publisher=Elex Media Komputindo|isbn=9786230049286|pages=176|url-status=live}}</ref>
== Sejarah ==
=== Masa kerajaan Islam di Sumatera ===
[[Berkas:MAHS Palace grounds of the Aceh Sultanate 3D model.jpg|jmpl|Miniatur Kesultanan Aceh]]
Wilayah Sumatera melibatkan [[Kerajaan
[[Kesultanan Peureulak|Perlak]] di [[Aceh]], dengan [[Sultan Alauddin Riayat Syah|Sultan Alaudin]] sebagai raja pertamanya pada abad ke-12 M, menjalin kerjasama yang baik dengan Pase. Marco Polo, seorang pelancong Italia, melaporkan kunjungannya ke [[Kesultanan Peureulak|Perlak]] pada tahun 1292 M, menggambarkan Ibukota Perlak sebagai pusat perdagangan yang ramai dikunjungi oleh [[pedagang Islam]] dari [[Timur Tengah]], [[Parsi India|Parsi]], dan [[India]]. [[Sultan Mahdum Alauddin Muhammad Amin]], raja ke enam, adalah seorang ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi Islam.<ref name=":0" />
Baris 22 ⟶ 35:
Pada zaman [[Kesultanan Demak|Demak]], kitab-kitab agama Islam masih berbentuk [[Primbon]] atau catatan, yang berisi berbagai macam catatan tentang ilmu agama, doa, dan bahkan ilmu obat-obatan serta [[Ilmu Gaib|ilmu gaib]]. Kitab-kitab seperti [[Suluk Sunan Bonang]], [[Suluk Sunan Kalijaga]], dan [[Wasita Jati Sunan Geseng]] dikenal sebagai diktat pendidikan dan ajaran [[mistik Islam]] dari masing-masing sunan, ditulis secara manual.<ref name=":1" />
Di zaman [[Kerajaan Mataram]], [[pendidikan Islam]] sudah mendapat perhatian yang cukup besar, meskipun tidak ada undang-undang wajib belajar. Anak-anak usia sekolah terlihat harus belajar di tempat-tempat pengajian di desanya atas keinginan orang tua mereka. Setiap desa hampir memiliki tempat pengajian [[al-Qur'an]] yang mengajarkan [[Abjad Arab|huruf hijaiyah]], membaca al-[[Al-Qur'an|Qur'an]], [[Berzanji|barzanji]], serta dasar ilmu agama Islam. Pengajaran dilakukan dengan metode hafalan semata-mata. Di setiap tempat pengajian, dipimpin oleh seorang guru yang memiliki gelar modin. Selain pelajaran [[al-Qur'an]], ada juga tempat pengajian kitab bagi murid-murid yang telah menyelesaikan hafalan [[al-Qur'an]], yang dikenal sebagai [[pesantren]].<ref name=":1"
=== Masa kerajaan Islam di Sulawesi ===
Kerajaan yang pertama kali didirikan melalui penyebaran Islam adalah [[Kesultanan Gowa|Kerajaan Gowa Tallo]], pada tahun 1605 M, dengan rajanya bernama [[Mallingkai Dg. Nyonri]] yang kemudian mengganti namanya menjadi [[Sultan Abdullah Awwalul Islam]]. Segera setelahnya, [[Ala'uddin dari Gowa|Sultan Aluddin]] menjadi penguasa Gowa, dan dalam waktu dua tahun, seluruh penduduk [[Kabupaten Gowa|Gowa]] memeluk Islam. [[Abdul Qadir Khatib Tunggal]], yang juga dikenal dengan gelar Dato Ribandang dan berasal dari [[Minangkabau]], yang merupakan murid dari [[Sunan Giri]], memiliki peran penting sebagai [[Muballig Islam]] dalam proses penyebaran agama ini.<ref name=":2">{{Cite book|last=Nata|first=Abuddin|date=2011|title=Sejarah Pendidikan Islam|location=Jakarta|publisher=Kencana|url-status=live}}</ref>
Proses perkembangan Islam terus berlanjut di [[Sulawesi]], khususnya di masyarakat Gowa dan Tallo, yang terus mengalami pertumbuhan dan kemajuan. Seiring waktu, [[madrasah]] mulai didirikan dengan menerapkan sistem klasikal, dilengkapi dengan bangku, meja, dan papan tulis sebagai sarana pendidikan. Catatan sejarah mencatat bahwa [[Muhammadiyah]] merupakan organisasi yang pertama kali mendirikan madrasah di Sulawesi Selatan pada tahun 1926.<ref name=":2" />
[[Muhammadiyah]] terus aktif dalam pengembangan dakwah Islam dengan fokus utama pada pengelolaan pendidikan, khususnya madrasah. Pembelajaran di madrasah ini difokuskan pada materi-materi ke-Islaman sebagai dasar dan penguat bagi seluruh peserta didik.<ref name=":2" />
=== Masa kerajaan Islam di Maluku ===
Islam memasuki [[Maluku]] pada akhir abad ke-15, sekitar tahun 1460 M, di mana [[Raja Ternate]] yang memeluk Islam pertama kali adalah [[Vangi Tidore]]. Namun, menurut pandangan [[H.J. de Graaf|H. J. de Graaf]], raja Muslim pertama adalah [[Zainal Abidin dari Ternate|Zayn al Abidin]] (1486-1500). Pada saat itu, jumlah pedagang Muslim meningkat, dan tekanan dari mereka mendorong raja untuk memutuskan untuk mempelajari Islam melalui [[madrasah]] Giri di bawah bimbingan [[Sunan Giri]], yang dikenal sebagai [[Raja Belawa]] atau [[Raja Cengkeh]]. Setelah kembali ke [[Jawa]], raja tersebut membawa [[Tahubahahul]] ke wilayahnya, dan Tahubahahul dianggap sebagai penyebar utama Islam di pulau [[Maluku]].<ref name=":2" />
Perkembangan Islam di [[Ternate, Cavite|Ternate]] dimulai dengan berkomunikasi dengan penguasa setempat. Pendekatan ini terbukti efektif karena dapat mempercepat penyebaran Islam di kalangan masyarakat. Jika raja menganut Islam, sangat mungkin bahwa rakyatnya akan menerima Islam dengan sukarela tanpa penolakan. Kepemimpinan penguasa memiliki pengaruh besar dalam semua aspek, termasuk penerimaan agama.<ref name=":2" />
== Lembaga pendidikan Islam ==
=== Pesantren ===
[[Berkas:Pesantren Tebuireng, Jombang.jpg|jmpl|Pesantren Tebuireng]]
Pondok pesantren pertama kali didirikan di Kembang Kuning, awalnya hanya memiliki tiga orang santri. Setelah itu, [[Sunan Ampel|Raden Rahmat]] pindah ke Ampel Denta dan mendirikan pondok pesantren yang kemudian dikenal dengan [[Sunan Ampel]]. Selanjutnya, muncul pondok pesantren-pesantren baru yang diinisiasi oleh para santri dan putra-putranya, seperti [[Pondok Pesantren Giri]] oleh [[Sunan Giri]], [[Daftar pondok pesantren di Demak|Pondok Pesantren Demak]] oleh [[Raden Patah|Raden Fatah]], dan [[Pondok Pesantren Tuban]] oleh [[Sunan Bonang]].<ref name=":3">{{Cite journal|last=Rahman|first=Kholilur|date=2018-02-15|title=Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia|url=https://ejournal.iaiibrahimy.ac.id/index.php/tarbiyatuna/article/view/130|journal=Jurnal Tarbiyatuna : Kajian Pendidikan Islam|language=en|volume=2|issue=1|pages=1–14|issn=2622-1942}}</ref>
[[Berkas:Pondok Pesantren Sunan Ampel Jombang-15.jpg|jmpl|Pondok Pesantren Sunan Ampel]]
Fungsi pondok pesantren pada awalnya hanya sebagai media [[islamisasi]] yang memadukan tiga unsur, yaitu ibadah untuk menanamkan iman, tabligh untuk menyebarkan Islam, dan ilmu serta amal untuk mewujudkan kegiatan sehari-hari dalam kehidupan masyarakat. Bangunan pondok pesantren terus berkembang seiring waktu dan bertambahnya jumlah santri. Akhirnya, dengan bantuan dari masyarakat sekitar yang menunjukkan simpati, pemukiman tersebut berkembang menjadi "kampus" atau kompleks, tempat para santri beribadah, mencari ilmu, dan berinteraksi dengan kiai sebagai tokoh sentral yang menjadi panutan para santri dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, tempat tersebut kemudian dikenal dengan istilah pondok pesantren, di mana "pondok" berarti tempat tinggal, sedangkan "pesantren" merupakan penyantrian yang memiliki dua arti, yaitu tempat santri atau proses menjadi santri.<ref name=":3" />
Pesantren sendiri telah menjalani sejarah panjang, awalnya hanya menyebarluaskan ilmu, bertransformasi menjadi lembaga yang menanamkan nilai-nilai akhlakul karimah, membentuk karakter, dan menerima kurikulum pemerintah dalam rangka menjawab kebutuhan masyarakat dan zaman. Kemudian, muncul model-model pondok pesantren, seperti [[Pesantren modern|pondok pesantren modern]] yang terbuka untuk perubahan, maju, dan berkembang serta menerima kurikulum negara. Ada juga yang berkomitmen untuk terus mempertahankan tradisi [[Salafiyah|salafi]] dan konservatif terhadap dinamika kebutuhan pendidikan, pesantren ini disebut sebagai [[pesantren Salaf]].<ref name=":3" />
=== Madrasah ===
Madrasah merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang memiliki bentuk [[Pendidikan formal|formal]], di mana dalam sistem pembelajarannya diatur secara sistematis. Madrasah adalah lembaga penyelenggara kegiatan belajar-mengajar secara terpadu dan sistematis. Prosedur pendidikannya diatur dengan adanya guru, siswa, jadwal pelajaran yang berpedoman pada kurikulum, silabus, dan GBPP (Garis-Garis Besar Program Pengajaran). Terdapat jam-jam tertentu untuk waktu belajar yang dilengkapi dengan sarana dan fasilitas pendidikan, baik perangkat keras maupun perangkat lunak. Madrasah atau sekolah merupakan [[lembaga pendidikan formal]] yang juga berperan dalam membentuk kepribadian anak didik secara Islami. Bahkan, madrasah dapat dianggap sebagai lembaga pendidikan kedua yang berperan dalam mendidik peserta didik. Hal ini cukup beralasan mengingat madrasah atau sekolah adalah tempat khusus dalam menuntut berbagai ilmu pengetahuan.<ref name=":3" />
Secara historis, keberadaan madrasah merupakan perkembangan lebih lanjut dari keberadaan [[masjid]]. Proses pendidikan yang berlangsung di [[masjid]] pada periode awal melibatkan pendidik, peserta didik, materi, dan metode pembelajaran yang diterapkan sesuai dengan materi dan kondisi peserta didik. Namun, dalam mengajarkan suatu materi, terkadang diperlukan tanya jawab, pertukaran pikiran, bahkan dalam bentuk perdebatan. Metode seperti ini kurang serasi dengan ketenangan dan rasa khusyuk yang harus ada pada sebagian pengunjung [[masjid]].<ref name=":3" />
Madrasah sebagai institusi pendidikan keagamaan di Indonesia memiliki sejarah panjang. Pada zaman [[Imperium kolonial Belanda|penjajahan Belanda,]] madrasah didirikan untuk semua warga. Sejarah mencatat, madrasah pertama kali berdiri di [[Sumatra|Sumatera]], yaitu [[Madrasah Adabiah|Madrasah Adabiyah]] (1908, dimotori oleh [[Syekh Abdullah Ahmad]]). Pada tahun 1910, [[Madrasah Schoel]] didirikan di [[Batusangkar (kota)|Batusangkar]] oleh [[Syaikh M. Taib Umar]], kemudian [[Mahmud Yunus|M. Mahmud Yunus]] pada tahun 1918 mendirikan [[Diniyah Schoel]] sebagai kelanjutan dari [[Madrasah Schoel]]. [[Sumatera Thawalib|Madrasah Tawalib]] didirikan oleh [[Abdul Karim Amrullah|Syeikh Abdul Karim Amrullah]] di [[Kota Padang Panjang|Padang Panjang]] pada tahun 1907. Selanjutnya, [[Madrasah Nurul Uman]] didirikan oleh [[H. Abdul Somad]] di [[Jambi]].<ref name=":3" />
== Referensi ==
<references />
{{Sekolah di Indonesia}}
{{Pendidikan di Asia Tenggara}}
[[Kategori:Pendidikan Islam di Indonesia| ]]
|