Suku Ambon: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(34 revisi perantara oleh 17 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Redirect|Suku Ambon|[[pars pro toto]] dari orang yang berasal dari [[Kepulauan Maluku]]|Orang Maluku{{!}}orang Maluku}}{{Infobox ethnic group
| group = '''Suku Ambon<br>''Orang Ambong'''''
| image = [[Berkas:Pakaian Adat Pengantin Ambon.jpg|250px]]
| caption = Sepasang pengantin Nyong & Nona Ambon mengenakan pakaian adatnya.
| languages = [[Bahasa Melayu Ambon|Melayu Ambon]], [[Bahasa Indonesia|Indonesia]], dan berbagai ''[[
| religions = [[Protestanisme|Protestan]] (mayoritas), [[Islam]] [[Sunni]], [[Gereja Katolik Roma|Katolik]]
| related = [[Orang
| population = {{circa}} 1.590.000
| region1 = {{flag|Indonesia}} | region2 = {{flag|Belanda}} | pop1 = {{circa}} 1.500.000 | pop2 = {{circa}} 90.000 }} '''Suku Ambon''' ([[Bahasa Ambon|Ambon]]: ''orang Ambong'') adalah sebuah
Suku Ambon merupakan suku yang
Meskipun suku Ambon berasal dari
==
Asal-usul
Pada mulanya, istilah ''orang
== Sejarah ==
Baris 23 ⟶ 28:
Suku Ambon membagi sejarahnya menjadi enam zaman penting, dimulai dari zaman Nenek Moyang, dilanjutkan oleh Portugis, Vlaming, Pattimura, Kompeni, hingga zaman Republik. Garis besar sejarah suku Ambon dimulai dari Nunusaku di Seram Barat.{{Sfn|Bartels|2017b|p=437–438}}{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=300}}{{Sfn|Melalatoa|1995b|p=671}} Karenanya pun, budaya tradisional Seram menjadi landasan budaya Ambon.{{Sfn|Bartels|2017a|p=32}}
===
==== Asal-usul suku Ambon ====
Baris 33 ⟶ 38:
==== Hindu dan Islam ====
Kedatangan [[Hindu di Indonesia|Hindu]] ke [[Maluku Tengah]] belum dapat dipastikan kapan terjadi. Orang yang paling berkemungkinan membawa Hindu (gaya Jawa) untuk pertama kalinya ke masyarakat Ambon adalah ketiga bangsawan bersaudara dari Tuban: Patturi, Pattikawa, dan Nyai Mas. Namun, yang pasti, Hindu sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Ambon setidaknya pada masa [[Majapahit]] menguasai Maluku. Para pengiring ketiga bangsawan bersaudara tersebut adalah yang paling berkemungkinan besar memperkenalkan sistem pemerintahan kerajaan Hindu Jawa kepada [[Kerajaan Tanah Hitu|Kerajaan Hitu]]. Hal itulah yang menyebabkan Raja Hitu hanya menjadi lambang persatuan, sementara pemerintahannya dijalankan oleh keempat perdana ([[patih]]). Di Hitu sendiri, Patturi dan Pattikawa menurunkan garis perdana Tanahitumessen, sedangkan Nyai Mas menikah dengan Latu Lopulalang (Raja Selaksa Pedang), Raja
Waktu masuknya Islam ke Maluku Tengah, khususnya suku Ambon terpecah menjadi beberapa pendapat ahli.{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=17}} Pendapat pertama menyatakan bahwa Islam masuk pada abad XII berkat para [[Perdagangan rempah|pedagang Arab]] menurut naskah dakwah yang tersedia dan baru berhasil membentuk suatu kekuasaan, yakni [[Kerajaan Tanah Hitu|Hitu]] pada abad XIV. Pendapat kedua menyatakan bahwa Islam dibawa oleh para pedagang Arab dan diperkuat oleh datangnya pemuka Hitu untuk berguru ke Jawa, di mana ia bertemu dengan penguasa [[Kesultanan Ternate|Ternate]] dan mempererat hubungan antara keduanya.{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=17–18}} Pendapat ketiga menyatakan bahwa Islam masuk karena dibawa oleh Ternate yang pada akhir abad XV sudah menjadi Islam dan memperluas kekuasaannya hingga ke [[Pulau Seram|Seram]].{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=18}} Sementara itu, cerita rakyat menyatakan hal yang berbeda. Seperti di Uli Hatuhaha di utara [[Pulau Haruku, Maluku Tengah|Haruku]], cerita rakyat menyatakan bahwa Islam (aliran [[Syiah]]) datang dari [[Hijaz]], [[Kesultanan Samudera Pasai|Pasai]], dan [[Kabupaten Gresik|Gresik]] ataupun [[Gujarat]] dan [[Kekaisaran Persia|Persia]].{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=18–19}} Bukti sendiri menunjukkan bahwa setidaknya sudah ada belasan keluarga [[Bangsa Persia|Persia]] di Ambon pada 1518.{{Sfn|Bartels|2017b|p=533}} Sejarah lisan [[Iha, Saparua Timur, Maluku Tengah|Iha]] di [[Pulau Saparua|Saparua]] menyatakan bahwa Islam dibawa langsung oleh tiga orang Arab yang datang melalui jalur Buton pada abad XIV. Yang tertua dari ketiganya menjadi Raja [[Kerajaan Iha|Iha]], yang kedua Raja [[Tuhaha, Saparua Timur, Maluku Tengah|Tuhaha]], dan yang paling muda menjadi Raja [[Ullath, Saparua Timur, Maluku Tengah|Ullath]] serta matarumahnya, Nikijuluw, masih memerintah di Ullath.{{Sfn|Bartels|2017b|p=535}}
Pergantian agama menjadi Islam pada [[Negeri (Maluku)|negeri-negeri]] Ambon diawali oleh para raja yang dalam hal ini adalah [[kepala desa|kepala negeri]].{{Sfn|Bartels|2017b|p=563}} Kerajaan yang awal menyatakan dirinya Islam adalah Iha pada awal abad XIV,
=== Portugis ===
Baris 51 ⟶ 56:
| attr2 =
}}
Sejak itu, bangsa Portugis dikenal suku Ambon sebagai ''Farangis.{{Sfn|Bartels|2017b|p=542}}'' Para ''Farangis'' mendirikan berbagai tempat perdagangan dan gudang di Ambon.''{{Efn|Pada zaman penjajahan oleh bangsa Eropa, istilah ''Ambon'' dalam sejarah tertulis sering kali tidak merujuk pada [[Pulau Ambon]] saja, melainkan [[Kepulauan Ambon]] yang meliputi Pulau Ambon dan [[Kepulauan Lease]] ([[Pulau Saparua|Saparua]], [[Pulau Haruku, Maluku Tengah|Haruku]], dan [[Nusalaut, Maluku Tengah|Nusalaut]]),{{sfn|Widjojo|2009|p=19}} ataupun kawasan [[Maluku Tengah]] yang meliputi Kepulauan Ambon-Lease, Seram, dan Buru (tidak termasuk [[Kepulauan Banda]]).{{sfn|Bartels|2017a|p=388}}|name=Kegistamb}}'' Di sekitarnya, tumbuhlah permukiman yang menjadi tempat terjadinya banyak perkawinan campur dan penyebaran injil.{{Sfn|Abdurachman|2008|p=4, 127}} ''Farangis'' pun melakukan perkawinan campur dengan orang-orang Ambon untuk memperkuat pengaruhnya dalam mendirikan jajahan tetap, mengikuti peraturan perkawinan campur dengan orang setempat yang sudah dicanangkan [[Afonso de Albuquerque]] sejak [[Penaklukan Goa oleh Portugis|Portugis menaklukkan Goa]].''{{Sfn|Bartels|2017b|p=550}}'' Hingga kini, mestizo Ambon sudah dibaurkan menjadi suku Ambon. Meskipun demikian, terdapat banyak
Permusuhan suku Ambon dengan Portugis mulai memunculkan bibitnya pada 1523 ketika terjadi pertikaian antara Perdana Jamilu dengan tentara Portugis setelah anak perempuannya dilecehkan. Hal tersebut berujung pada berakhirnya kerja sama [[Kerajaan Tanah Hitu|Hitu]]-Portugis.''{{Sfn|Bartels|2017b|p=548–549}}'' Pemerintah Portugis pada mulanya menekan penduduk Muslim setempat, tetapi juga berakhir menekan Kristen setempat.''{{Sfn|Bartels|2017b|p=562–563}}'' Penekanan ini menimbulkan beberapa pemberontakan yang membuat [[orang Maluku]] semakin membenci Portugis.''{{Sfn|Bartels|2017b|p=566}}'' [[Kerajaan Tanah Hitu|Hitu]] yang merupakan bawahan [[Kesultanan Ternate|Ternate]] pun terhasut oleh Sultan [[Khairun Jamil dari Ternate|Khairun]] untuk melakukan perlawanan.''{{Sfn|Bartels|2017b|p=567}}''
Baris 86 ⟶ 91:
Masyarakat suku Ambon yang masih berada di lingkup budaya Ambon tinggal di [[Negeri (Maluku)|negeri]] (negeri) yang terdiri dari beberapa soa (klan). Negeri dipimpin oleh seorang [[Raja (gelar)|raja]] ([[kepala desa|kepala negeri]]) yang berasal dari salah satu matarumah dari soa paling tinggi kedudukannya di negeri tersebut. Layaknya raja pada umumnya, gelar raja tersebut diturunkan kepada orang sematarumah raja itu sendiri, walau kini raja dari beberapa negeri dipilih langsung oleh rakyat negerinya.{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=29}} Dalam memerintah negeri, raja didampingi oleh saniri (badan permusyawaratan) yang berisikan seluruh kepala ''soa'' di negeri tersebut atau perwakilan dewasanya dan dalam beberapa negeri ditambah para kepala adat. Saniri mengadakan sidang besar berkala setahun sekali di baileo yang dihadiri seluruh jajaran pemerintah negeri, kepala keluarga, dan laki-laki negeri dari negeri tersebut. Hal ini sering disebut sebagai salah satu bentuk [[Demokrasi langsung|kerakyatan langsung]].{{Sfn|Suwondo|1977|p=27}} Selain itu, terdapat marinyu sebagai pesuruh raja. Negeri satu dengan yang lainnya saling memiliki hubungan [[pela]] ([[Aliansi|persekutuan]]).{{Sfn|Hidayah|2015|p=21}} Bentuk pela tertinggi adalah pela keras yang dahulu digunakan untuk menghadapi perang dari pihak luar, seperti dalam perang melawan [[Sejarah Nusantara (1509–1602)|Portugis]] dan [[Sejarah Nusantara (1800–1942)|Belanda]] di masa lampau.{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=30}}
Selain pela, terdapat
== Bahasa ==
{{Main|Bahasa Ambon|Bahasa Asilulu}}[[Berkas:Kamus_Bahasa_Melayu_Ambon-Indonesia.png|al=|jmpl|227x227px|Kamus
Bahasa utama yang dituturkan oleh suku Ambon adalah [[bahasa Ambon]] atau Melayu Ambon, salah satu bahasa
Bahasa Ambon terpengaruh kuat oleh [[bahasa Portugis]], dapat dilihat dari banyaknya [[kosakata]] Portugis yang terserap. Meskipun [[Sejarah Nusantara (1800–1942)|penjajahan Belanda]] berlangsung lebih lama, jumlah kosakata serapan bahasa Portugis berbanding lebih besar, jika dibandingkan dengan jumlah kosakata serapan [[bahasa Belanda]]. Hal ini disebabkan [[bangsa Portugis]] merupakan orang Eropa pertama yang menguasai [[Maluku]] sehingga merekalah yang memperkenalkan berbagai barang, cara, gagasan, dan budaya Eropa kepada suku Ambon. Selain itu, macam bunyi dalam bahasa Portugis tidak begitu asing di telinga suku Ambon, bila dibandingkan dengan bahasa Belanda. Bunyi tajam dan adanya suara tenggorokan dianggap menyulitkan orang Ambon dalam melafalkan bahasa Belanda sampai sekarang.''{{Sfn|Bartels|2017b|p=575}}''
Sementara itu, [[bahasa tanah]] yang dituturkan oleh suku Ambon adalah [[bahasa Asilulu]]. Saat ini dalam lingkup wilayah budaya Ambon, bahasa Asilulu terbagi menjadi lima belas dialek: lima di [[Pulau Ambon|Ambon]], satu di [[Pulau Haruku, Maluku Tengah|Haruku]], satu di [[Pulau Saparua|Saparua]], satu di [[Nusalaut, Maluku Tengah|Nusalaut]], dan tujuh di [[Pulau Seram|Seram]]. Menurut penelitian terbaru, masing-masing dialek memiliki perbedaan dengan kisaran 52 hingga 77 persen.<ref>{{Cite web|last=Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan|first=|date=|title=Bahasa Asilulu|url=https://petabahasa.kemdikbud.go.id/infobahasa.php?idb=340|website=Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia|publisher=Badan Bahasa, Kemdikbud|location=Jakarta Timur|access-date=3 Oktober 2020}}</ref>
Setelah [[Vereenigde Oostindische Compagnie|Perusahaan Hindia Timur]] menaklukkan seluruh [[Kepulauan Ambon|Kepulauan Ambon-Lease]], gereja-gereja dan sekolah-sekolah yang dibangun di kawasan tersebut menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantarnya dan aksara Latin sebagai aksara menulisnya.{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=88–89}} Keputusan menggunakan bahasa Melayu ini telah melalui langkah panjang yang memberikan tiga pilihan: [[bahasa Belanda]], bahasa Melayu, atau bahasa tanah. Setelah Belanda gagal menerapkan bahasa Belanda, bahasa Melayu dipilih karena bahasa tanah terlalu sulit dipelajari, bahasa Melayu dapat digunakan di mana-mana, dan keadaan pada masa itu ketika suku Ambon menganggap rendah bahasa tanahnya bila dibandingkan dengan bahasa Melayu.{{Sfn|End|2007|p=71}} Alkitab terjemahan ke dalam bahasa Melayu tinggi oleh [[Melchior Leijdecker]] pun mulai diterbitkan pada 1773, disusul oleh terjemahan [[François Valentijn]] ke dalam bahasa Melayu yang digunakan di Ambon sehari-hari yang tidak pernah diterbitkan.{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=89}} Alkitab terjemahan Leijdecker dan keterpencilan [[Maluku Tengah]] inilah yang mendorong pembakuan bahasa Melayu setempat, yakni bahasa Ambon untuk pertama kalinya.{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=90}} Pada masa selanjutnya hingga kemerdekaan, bahasa Ambon ditulis oleh [[Alfabet Latin|aksara Latin]] dan [[abjad Arab]]. Aksara Latin digunakan oleh negeri-negeri Kristen, sedangkan abjad Arab digunakan oleh negeri-negeri Islam.{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=85}} Bahasa tanah sebagai bahasa ibu pun perlahan-lahan digantikan kedudukannya oleh bahasa Melayu Ambon.{{Sfn|End|2007|p=71}}
== Struktur sosial ==
[[File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Portret van een vorst met zijn gevolg Ambon TMnr 60039375.jpg|thumb|left|Potret raja dan rombongannya di [[Kota Ambon|Ambon]], antara tahun 1890 dan 1915.]]
Masyarakat Ambon hidup dalam komunitas tradisional pedesaan yang disebut ''[[Negeri (Maluku)|negeri]]'' dan dipimpin oleh seorang kepala pemerintahan yang disebut ''raja''. Komunitas-komunitas tersebut terbagi menjadi kelompok-kelompok terkait teritorial yang disebut ''soa'', yang pada gilirannya menyatukan klan patrilineal yang disebut ''[[Daftar fam Ambon|matarumah]]''. Pernikahan antara masyarakat Ambon hanya dilakukan dalam kelompok yang keduanya tidak memiliki ikatan ''[[Pela|pela gandong]]''. Bagi masyarakat Ambon, mereka secara tradisional bercirikan penyelesaian perkawinan patrilokal.<ref>{{Cite book|author=Frank L. Cooley|title=Ambonese kin groups|year=1962|publisher=Ethnology. Vol. 1|oclc=882992239|page=102}}</ref> Hubungan antar anggota masyarakat diatur oleh norma-norma perilaku tradisional yang disebut ''adat'', yang berasal dari adat istiadat nenek moyang. Saat ini, hukum adat sebagian besar mengatur masalah keluarga, keturunan, hukum pertanahan, serta pemilihan posisi kepemimpinan.<ref>{{Cite journal|author=Frank L. Cooley|title=Altar and Throne in Central Moluccan Societies|journal=Indonesia: A Semi-Annual Journal Devoted to Indonesia's Culture, History and Social and Political Problems|year=1966|publisher=Indonesia, No. 2|issn=0019-7289|page=140}}</ref>
== Agama ==
{{Lihat pula|Demografi Maluku#Agama}}
{{multiple image|align=left|direction=horizontal|caption_align=center|image1=Masjid Tua Wapauwe.jpg|width1=146|caption1=[[Masjid Wapauwe|Masjid Tua Wapauwe]]
Perbedaan sangat tampak di antara kedua kelompok agama tersebut, seperti pada mata pencaharian. Suku Ambon Islam umumnya bekerja dalam bidang perdagangan dan ekonomi, sementara yang Kristen lebih banyak memilih pekerjaan-pekerjaan seperti pegawai negeri, guru, tentara, polisi, dan politikus. Sepanjang sejarah, kaum Kristen pun lebih memperhatikan pendidikan, sedangkan kaum Islam sedari awal berpusat dalam bidang perdagangan, walau tidak dalam jumlah besar. Meskipun demikian, kini kaum Kristen sudah menaruh perhatian pada bidang ekonomi, khususnya jasa, serta pendidikan di kalangan Islam sudah jauh lebih maju dari masa lampau.{{Sfn|Pieris|2004|p=76–77}} Kecenderungan merantau pun didapatkan di kalangan Kristen, membentuk penyebaran yang cukup besar, khususnya di Jawa.
===
[[Berkas:Nae Baileu Soya 2018.jpg|jmpl|''Nae baileu'' di [[Soya, Sirimau, Ambon|Soya]], [[Sirimau, Ambon|Sirimau]], [[Kota Ambon|Ambon]] pada 2018.]]
Suku Ambon sebelum kedatangan Islam dan Kristen [[Animisme|memuja roh]], percaya pada makhluk-makhluk halus, roh-roh leluhur, dan kekuatan-kekuatan gaib. Dalam pemujaan roh suku Ambon, dikenal gagasan ''upu ama'' (makhluk halus baik) dan makhluk halus jahat, demikian pula ''Upu Lanite'' dan ''Upu Datu'' yang mereka anggap sebagai maha pencipta dunia.{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=11}} Roh leluhur bersifat melindungi bila orang-orang tersebut melaksanakan adat, tetapi menghukum bila mereka tidak melaksanakannya. Sementara itu, kekuatan gaib dipercayai ada pada benda-benda pusaka, hewan, atau tumbuhan tertentu sehingga mereka harus diperlakukan baik agar membawa kebaikan dan kekuatan, seperti kain merah yang dianggap sebagai penangkal penyakit dan bahaya.{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=32}} Bukti arkeologi pun menunjukkan gua-gua beserta [[Lukisan gua|lukisannya]] yang tersebar di seluruh penjuru [[Maluku]], khususnya [[Pulau Seram|Seram]], yang melukiskan [[tangan]], [[manusia]], [[hewan]], dan [[perahu]]; dipercayai bersangkutan dengan [[kematian]].{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=31}} Hingga kini gua-gua tersebut masih dianggap keramat oleh [[Orang Maluku|orang-orang Maluku]], sehingga tidak boleh dimasuki sebelum diadakan [[upacara]].{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=31–32}} Kepercayaan seperti inilah yang melahirkan upacara-upacara adat yang masih dilaksanakan hingga kini.{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=32}}
Baris 142 ⟶ 150:
{{refend}}
[[Kategori:
[[Kategori:Maluku]]
[[Kategori:Suku bangsa di Maluku]]
|