Sejarah kelapa sawit di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.5
k Reverted 1 edit by 2404:C0:3240:0:0:0:12C:DDEC (talk)
Tag: Pembatalan
 
(6 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 6:
Empat biji kelapa sawit tersebut kemudian ditanam di [[Kebun Raya Bogor]] yang ketika itu dipimpin oleh Johanes Elyas Teysman dan berhasil tumbuh dengan subur.<ref name=":0">{{Cite web|url=https://gapki.id/news/3652/video-sejarah-kelapa-sawit-indonesia|title=Sejarah Kelapa Sawit Indonesia|date=2017-11-28|website=Indonesian Palm Oil Association (GAPKI IPOA)|language=en-US|access-date=2020-04-03}}</ref> Di Kebon Raya Bogor, pohon kelapa sawit tersebut tumbuh tinggi dengan ketinggian 12 meter dan menjadi pohon kelapa sawit tertua di Asia Tenggara.<ref name=":4" /> Namun, pada 15 Oktober 1989, induk pohon kelapa sawit itu mati.
 
Pada tahun 1853 atau lima tahun setelah ditanam, pohon kelapa sawit di Kebon Raya Bogor menghasilkan buah. Biji-biji kelapa sawit itu kemudian disebar secara gratis, termasuk dibawa ke Sumatra pada tahun 1875,<ref name=":1" /> untuk menjadi tanaman hias di pinggir jalan.<ref name=":5" /> Tidak disangka, ternyata kelapa sawit tumbuh subur di [[Kabupaten Deli Serdang|Deli]], [[SumatraSumatera Utara]], pada tahun 1870-an, sehingga bibit-bibit kelapa sawit dari daerah ini terkenal dengan nama kelapa sawit "Deli Dura".<ref name=":4">{{Cite news|url=https://jatim.antaranews.com/berita/107597/kelapa-sawit-tertua-di-kebun-raya-bogor|title=Kelapa Sawit Tertua di Kebun Raya Bogor|last=Farocha|date=|work=[[Lembaga Kantor Berita Nasional Antara|ANTARA News]]|access-date=2020-04-04}}</ref>
 
== Era Hindia Belanda ==
Baris 19:
Pada tahun 1911 tercatat ada tujuh perusahaan perkebunan kelapa sawit, yakni Onderneming Soengei Lipoet, Onderneming Kuala Simpang, N.V Moord Sumatra Rubber Maatschappij, Onderneming Soengei Ijoe, Tanjung Suemanto', Batang Ara, dan Mopoli, yang sebagian besar memiliki kebun-kebun karet. Di Aceh Timur pada tahun 1912 terdapat 18 konsesi perkebunan karet dan kelapa sawit dan kembali bertambah menjadi 20 perusahaan perkebunan pada tahun 1923, dengan rincian 12 adalah perusahaan perkebunan karet, tujuh perkebunan kelapa sawit dan satu perkebunan kelapa.<ref name=":11">{{Cite journal|last=Halimatussa’diah Simangunsong|first=Suprayitno|year=2019|title=Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Asing di Aceh Timur (1945-1968)|url=https://ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/JS/article/view/231|journal=Sindang, jurnal pendidikan sejarah dan kajian sejarah|volume=1|issue=2|pages=70|doi=|issn=2623-2065}}</ref>
 
Pada tahun 1910, organisasi perusahaan perkebunan bernama Algemene Vereneging voor Rubberpalnters ter Oostkus van Sumatera (AVROS), berdiri di SumatraSumatera Utara dan Rantau Panjang, Kuala Selangor.<ref name=":4" /> AVROS merupakan organisasi yang menaungi berbagai macam perusahaan perkebunan dengan didasari kepentingan yang sama, yakni menyikapi persoalan yang timbul, seperti kekurangan pekerja perkebunan, menjalin hubungan dengan sesama pengusaha dan komunikasi dengan pemerintah, dan permasalahan transportasi.<ref name=":12">{{Cite web|url=http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/1702/sejarah-indera.pdf?sequence=1&isAllowed=y|title=Pengaruh Pertumbuhan Industri Karet Terhadap Kuli Kontrak Di Sumatera Timur 1904-1920|last=Suprayitno|first=Indera|date=10 Februari 2004|website=Usu.ac.id|access-date=10 April 2020}}</ref>
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Het proefstation van de A.V.R.O.S. (Algemeene Vereeniging van Rubberplanters ter Oostkust van Sumatra) in Kampong Baroe nabij Medan TMnr 60014034.jpg|jmpl|Bangunan gedung A.V.R.O.S. (Algemeene Vereeniging van Rubberplanters ter Oostkust van Sumatra) di Kampung Baru, Medan, antara tahun 1921-1926]]
AVROS kemudian mendirikan pusat penelitian perkebunan bernama Algemeene Proefstation der AVROS atau APA pada tanggal 26 September 1916. Awalnya, APA didirikan untuk penelitian mengenai budidaya karet, namun berkembang meneliti juga kelapa sawit dan teh. Selain itu, Handle Vereeniging Amsterdam (HVA) juga mendirikan Balai Penelitian Sisal di Dolok Ilir dan berhasil menghasilkan varietas unggul jenis Psifera. Pada tahun 1921, APA mendapat penghargaan pada ajang 5th International of Exhibition Rubber and Other Tropical Products di London dan pada 1924 kembali mendapat penghargaan pada ajang serupa di Brussels.<ref>{{Cite web|url=https://www.iopri.org/sejarah-terbentuknya-ppks/|title=Sejarah Terbentuknya PPKS|last=|first=|date=2016-02-19|website=IOPRI|language=id|access-date=2020-04-10|archive-date=2020-01-12|archive-url=https://web.archive.org/web/20200112030214/http://www.iopri.org/sejarah-terbentuknya-ppks|dead-url=yes}}</ref>
Baris 45:
Hallet lalu memutuskan pergi ke Hindia Belanda, persisnya ke Sumatra, kemudian mendirikan dan menjadi direktur perusahaan bernama Sungei Lipoet Cultuur Maatschaappij yang mengelola lahan perkebunan karet seluas 1.500 hektare di Tamiang, Aceh. Pada tahun 1909, Hallet turut menjadi salah satu pendiri perusahaan Société Financière des Caoutchoucs Societé Anonyme ([[Socfin]] SA) yang tercatat di Brussels, Belgia.<ref name=":6">{{Cite web|url=https://www.socfin.com/sites/default/files/2019-09/Socfindo%20GRI%20Report_2018_1.pdf|title=Socfindo Sustainability Report 2018|last=|first=|date=|website=Socfin.com|access-date=5 April 2020|archive-date=2021-12-18|archive-url=https://web.archive.org/web/20211218143925/https://www.socfin.com/sites/default/files/2019-09/Socfindo%20GRI%20Report_2018_1.pdf|dead-url=yes}}</ref> Setahun kemudian dia bekerja sama dengan Rivaud Group untuk mencari lokasi ideal di Indochina untuk menanam karet dan pada tahun 1919, saham perusahaan Socfin S.A diambil alih oleh Rivaud Group.<ref name=":7" />
 
Baru pada tahun 1911, Hallet membuka lahan perkebunan kelapa sawit di atas area lahan seluas 5.123 hektare.<ref name=":4" /> Fasilitas penelitian dan pengembangan didirikan pada tahun 1918 di Medan.<ref name=":7" /> Setelah itu, Sungei Lipoet Cultuur Maatschaappij kemudian berturut-turut membuka area perkebunan lainnya di SumatraSumatera Utara, yakni di Mata Pao tahun 1927, Negeri Lama tahun 1928, dan Tanah Bersih (1937). Di Aceh, area perkebunan sawit yang dibuka adalah di Seunagan (1930), Seumanyam (1936), dan Lae Butar (1938).<ref name=":6" />
 
Hallet sendiri meninggal dunia pada tahun 1925 dengan meninggalkan sejumlah perusahaan yakni Socfin S.A and Banco yang beroperasi di Afrika, Indochina dan Asia Tenggara. Area perkebunan yang dimiliki pada saat itu sudah mencaai 73 ribu hektare perkebunan karet, 29 ribu hektare perkebunan kelapa sawit dan 21 ribu hektare perkebunan kopi. Generasi penerusnya, yakni Robert Hallet, kemudian mengambil alih kepemimpinan perusahaan dan bisnis perusahaan terus berkembang pesat.<ref name=":7" />
Baris 51:
Sebelum meninggal pada tahun 1947, Robert Hallet berhasil mengembangkan perusahaan dengan total luas area mencapai 350 ribu hektare pada tahun 1940, terdiri atas 73 ribu hektare perkebunan karet, 31 ribu hektare perkebunan kelapa sawit, dan 36 ribu hektare perkebunan kopi. Grup perusahaan berhasil memproduksi 6% dari pasar karet internasional dan 20% pasar kelapa sawit dunia pada saat itu dan secara bertahap mulai meninggalkan perkebunan kopi.<ref name=":7" />
 
Di Indonesia, perusahaan ini kemudian terkena nasionalisasi pada tahun 1965 berdasarkan Peraturan Presiden No 6 tahun 1965 yang ditandatangani Presiden Soekarno. Dari empat kelompok Perusahaan Perkebunan Negara Ex Perkebunan Asing (PPN Expera), Socfin masuk kelompok kedua.<ref>{{Cite journal|last=Halimatussa’diah Simangunsong|first=Suprayitno|year=2019|title=Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Asing di Aceh Timur (1945-1968)|url=https://ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/JS/article/view/231|journal=Sindang, jurnal pendidikan sejarah dan kajian sejarah|volume=1|issue=2|pages=70|doi=|issn=2623-2065}}</ref> Baru pada tahun 1968, Presiden Soeharto mengembalikan perusahaan-perusahan asing ke pemiliknya, termasuk PT Socfin Indonesia yang kemudian didirikan melalui kerja sama patungan antara Plantation Nord Sumatra (PNS Ltd) sebesar 60% dan Republik Indonesia sebesar 40%. Setelah itu, Socfindo baru kembali membuka lagi area perkebunan baru di SumatraSumatera Utara, yakni di Bangun Bandar/Tanjung Maria dan Aek Loba/Padang Pulo (1970), Aek Pamienke (1979), dan Tanah Gambus/Lima Puluh (1982).<ref name=":6" /> Kepemilikan saham tersebut kembali berubah menjadi PNS Ltd 90% dan Republik Indonesia sebesar 10% pada tahun 2001.<ref name=":6" />
 
==== PP London Sumatra Indonesia ====
Baris 60:
==== Bakrie Sumatera Plantations ====
{{Lihat juga|Bakrie Sumatera Plantations}}
[[Berkas:Schöma CFL45B (4872 A).jpg|jmpl|Sebuah gerbong kereta api tipe Schoma CFL45B (4872A) melintasi jalur kereta api peninggalan kolonial Hindia Belanda di perkebunan kelapa sawit PT Bakrie Sumatera Plantations, di Bunut, Kecamatan Kota Kisaran Barat, Asahan, SumatraSumatera Utara.]]
Bakrie Sumatera Plantations adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang berdiri pada tahun 1911 dengan nama Naamlooze Vennootschap Hollandsch Amerikaansche Plantage Maatschappij, yang awalnya adalah perusahaan perkebunan karet. Pada tahun 1957, nama perusahaan berganti nama menjadi PT United States Rubber Sumatera Plantations setelah diakuisisi oleh Uniroyal Inc.<ref name=":2">{{Cite web|url=https://www.idx.co.id/StaticData/NewsAndAnnouncement/ANNOUNCEMENTSTOCK/From_EREP/201911/3f848daabd_ff449776e2.pdf|title=Materi Paparan Publik UNSP|last=|first=|date=29 November 2019|website=www.idx.co.id|access-date=4 April 2020}}</ref>
 
Selanjutnya, pada tahun 1965, pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi terhadap PT United States Rubber Sumatera Plantations. Pada tahun 1985, nama perusahaan berganti menjadi PT Uniroyal Sumatera Plantations (UNSP) dan setahun kemudian sebanyak 75% saham perusahaan diakuisisi oleh PT Bakrie & Brothers. Nama perusahaan pun berganti nama menjadi PT United Sumatera Plantations dan tahun 1992 kembali berganti nama menjadi PT Bakrie Sumatera Plantations.<ref name=":2" />
 
Meski awalnya adalah perusahaan perkebunan karet, PT Bakrie Sumatera Plantations pada tahun 2019 hanya memiliki area kebun karet seluas 16.532 hektare di SumatraSumatera Utara melalui PT BSP Kisaran, Bengkulu seluas 2.610 hektare melalui PT AMR, dan di Lampung seluas 3.331 hektare melalui PT HIM.<ref name=":2" />
 
Per September 2019, PT Bakrie Sumatera Plantations memiliki area perkebunan inti kelapa sawit yang telah ditanami seluas 43.262 hektare di SumatraSumatera Utara melalui PT BSP Kisaran (9.924 hektare) dan PT GLP (7.626 hektare); di SumatraSumatera Barat melalui PT BPP (8.820 hektare) dan PT CCI (1.965 hektare); di Jambi melalui PT AGW (4.387 hektare) dan PT SNP (6.111 hektare); dan di Kalimantan Selatan melalui PT MIB seluas 4.429 hektare. Adapun perkebunan plasma seluas 14.976 hektare, dengan rincian seluas 6.347 hektare di SumatraSumatera Barat melalui PT BPP, 7.701 hektare di Jambi melalui PT AGW, dan 928 hektare di Jambi melalui PT SNP.<ref name=":2" />
 
Perusahaan memiliki lima pabrik pengolahan kelapa sawit, berkapasitas 225 metrik ton, masing-masing dua pabrik di SumatraSumatera Utara, satu pabrik di SumatraSumatera Barat, dan dua pabrik di Jambi. Selain itu ada lima pabrik pengolahan oleo chemical, yakni satu pabrik pengolahan Fatty Acid FSC berkapasitas 52.800 metrik ton per tahun di Tanjung Morawa, SumatraSumatera Utara dan empat pabrik pengolahan fatty acid di Kuala Tanjung, SumatraSumatera Utara, yakni fatty acid I berkapasitas 99 ribu metrik ton/tahun, pabrik pengolahan fatty alcohol I berkapasitas 33 ribu metrik ton/tahun, pabrik pengolahan fatty acid II berkapasitas 82.500 metrik ton/tahun, dan pabrik pengolahan fatty alcohol II berkapasitas 99 ribu metrik ton/tahun.<ref name=":2" />
 
== Era pendudukan Jepang ==
Baris 81:
Pada 13 Desember 1957, KASAD Mayor Jenderal AH Nasution selaku penguasa perang pusat (Peperpu) mengeluarkan surat perintah bahwa proses pengambilalihan perusahaan asing di bawah kontrol militer. Setahun kemudian, Peraturan Pemerintah (PP) No 28 tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan Belanda di Indonesia baru diterbitkan dan peraturan ini berlaku surut sejak tahun 1957. Seluruh perusahaan yang dinasionalisasi kemudian dikelola oleh Badan Nasionalisasi Perusahaan Belanda (BANAS) yang dibentuk tahun 1959, yang disertai dengan pembayaran ganti rugi kepada pemilik perusahaan yang diambil alih.<ref name=":11" />
 
Sebanyak 76 perusahaan perkebunan berumur panjang dinasionalisasi, baik yang berada di SumatraSumatera Utara maupun Aceh, dengan rincian 54 merupakan perusahaan perkebunan karet, 13 perkebunan kelapa sawit, lima perkebunan teh, dan empat perkebunan sisal dan tanaman berserat lainnya. Beberapa perusahaan besar yang terkena nasionalisasi adalah United Deli Company yang memiliki 12 perkebunan, empat perkebunan milik Senembah Maatschappij, HVA (empat perkebunan), Rubber Cultuur Maatschappij Amsterdam (12 perkebunan), dan Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM) empat perkebunan. Pada awal tahun 1960 sudah ada 101 dari 217 perusahaan perkebunan di SumatraSumatera Utara yang beralih kepemilikannya kepada pemerintah Indonesia.<ref name=":11" />
 
Namun, proses nasionalisasi ini belum mampu meningkatkan produksi kelapa sawit secara besar-besaran mengingat masih terjadinya beberapa pemberontakan di daerah dan keterbatasan pengetahuan petani.<ref name=":5" />
Baris 100:
 
=== Sebaran lahan perkebunan ===
Pada tahun 2006, lahan perkebunan kelapa sawit sudah tersebar di 21 provinsi, dengan lima provinsi yang memiliki lahan perkebunan kelapa sawit terluas berada di Riau 1,3 juta hektare, SumatraSumatera Utara 964,3 ribu hektare, SumatraSumatera Selatan 532,4 ribu hektare, Kalimantan Barat 466,9 ribu hektare, dan Jambi 466,7 juta hektare.<ref name=":10" />
 
== Perkebunan kelapa sawit terbesar ==
Baris 110:
 
=== Sampoerna Agro ===
Per Desember 2018, Sampoerna Agro memiliki 170 ribu hektare lahan perkebunan yang telah ditanami baik kelapa sawit, karet dan sagu dari total kepemilikan seluas 363 ribu hektare. Khusus kelapa sawit, perusahaan memiliki 137 ribu hektare lahan yang telah ditanami dari total area perkebunan kelapa sawit yang dimiliki seluas 242 ribu hektare. Perusahaan juga memiliki delapan pabrik kelapa sawit berkapasitas 515 ton per jam. Area perkebunan tersebar di SumatraSumatera Selatan seluas 120 ribu hektare (87 ribu hektare telah ditanami) dan Kalimantan seluas 122 ribu hektare (50 ribu hektare telah ditanami).<ref>{{Cite web|url=https://www.idx.co.id/StaticData/NewsAndAnnouncement/ANNOUNCEMENTSTOCK/From_EREP/201912/d37cd604cd_9bbfd08dc5.pdf|title=Materi paparan publik tahun 2019|last=|first=|date=|website=www.idx.co.id|access-date=12 April 2020}}</ref>
 
Sampoerna Agro memiliki perusahaan di bawah naungannya pada tahun 1976, yakni PT Aek Tarum, kemudian pada tahun 1989 mulai melakukan penanaman kelapa sawit di kebun Mesuji dan Belida, di SumatraSumatera Selatan. Pada tahun 1992, PT Binasawit Makmur didirikan dengan fokus untuk memproduksi bibit kelapa sawit. Baru pada tahun 1993, PT Selapan Jaya berdiri yang kemudian berganti nama menjadi PT Sampoerna Agro setelah diakuisisi oleh Grup Sampoerna pada tahun 2007.<ref name=":14">{{Cite web|url=https://www.idx.co.id/StaticData/NewsAndAnnouncement/ANNOUNCEMENTSTOCK/From_EREP/201904/adeea25b04_b027df4af5.pdf|title=Laporan Tahunan 2019|last=|first=|date=|website=www.idx.co.id|access-date=12 April 2020}}</ref>
 
Perusahaan melalui PT Binasawit Makmur mengembangkan varietas bibit unggul kelapa sawit. Setelah pada tahun 1994 perusahaan melalui Binasawit Makmur memperoleh izin mendatangkan bibit kelapa sawit baru dari Kosta Rika bernama DxD, TxP, dan DxP, pada tahun 2004 , perusahaan kemudian meluncurkan bibit bernama DxP Sriwijaya 1-5 yang diresmikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri ketika itu. Pada tahun 2014, BSM memperkenalkan tiga bibit varian baru bernama DxP Sriwijaya Semi Klon dan disetujui oleh Kementerian Pertanian tahun 2015.<ref name=":14" />
 
=== Sinar Mas Agro Resources and Technology ===
PT [[Sinar Mas Agro Resources and& Technology]] (SMART) memiliki lahan perkebunan kelapa sawit seluas 137.900 hektare per Desember 2018, terdiri dari perkebunan inti seluas 106.324 hektare dan perkebunan plasma seluas 31.304 hektare. Perusahaan juga memiliki 16 pabrik pengolahan kelapa sawit dengan kapasitas 4,2 juta metrik ton tandan buah segar per tahunnya.<ref name=":13">{{Cite web|url=https://www.idx.co.id/StaticData/NewsAndAnnouncement/ANNOUNCEMENTSTOCK/From_EREP/201904/c1a3ab867b_259da2a15c.pdf|title=Laporan Tahunan PT Sinar Mas Agro Resources and Technology|last=|first=|date=|website=www.idx.co.id|access-date=12 April 2020}}</ref>
 
SMART bekerjasama dengan Centre de cooperation Internationale en Recherche Agronomique pour le Development (CIRAD) di bidang penelitian dan pengembangan kelapa sawit. PT Ivo Mas Tunggal, perusahaan afiliasi, memiliki kebun bibit Dami Mas berkapasitas 24 juta bibit per tahun. Pada tahun 2017, perusahaan meluncurkan bibit tanam baru berkualitas unggul yang dinamakan Eka 1 dan Eka 2. Perusahaan berdiri pada tahun 1962 dengan nama PT Maskapai Perkebunan Sumcama Padang Halaban.<ref name=":13" />