Ali Mughayat Syah dari Aceh: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(4 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox royalty
|name
|title = '''[[Sultan Aceh]]
|image = -
|caption = -
|reign = January 1495
|
|full name =▼
|successor = [[Salahuddin dari Aceh|Salahuddin]]
▲|predecessor =
|
|royal house = Meukuta Alam▼
|father = [[Sultan Syamsu Syah]]▼
▲|death_place = [[Banda Aceh]]
▲|place of burial = Banda Aceh
|othertitles =
▲|succession = [[Sultan]] [[Kesultanan Aceh|Aceh]]
}}
Sultan '''<nowiki/>'Ali Alaidin Mughayat Syah''' ([[Jawi]] : علي الدين محياة شيخ) adalah pendiri dan [[sultan]] pertama [[Kesultanan Aceh]] yang bertakhta dari tahun [[
Mulai tahun [[1520]], ia memulai kampanye militer untuk menguasai bagian utara [[Sumatra]]. Kampanye pertamanya adalah [[Kerajaan Daya|Daya]], di sebelah [[barat laut]] yang menurut [[Tomé Pires]] belum mengenal [[Islam]]. Selanjutnya pasukan melebarkan sayap sampai ke pantai [[timur]] yang terkenal kaya akan [[rempah-rempah]] dan [[emas]]. Untuk memperkuat perekonomian rakyat dan kekuatan [[militer]] laut, maka didirikanlah banyak [[pelabuhan]].<ref>{{Cite web|url=https://www.ajnn.net/news/warisan-mashur-sultan-ali-mughayat-syah-sang-pendiri-kerajaan-aceh-darussalam/index.html|title=Warisan Mashur Sultan Ali Mughayat Syah, Sang Pendiri Kerajaan Aceh Darussalam|last=Network|first=AJNN net-Aceh Journal National|website=AJNN.net|language=id-ID|access-date=2019-11-11}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://www.kompasiana.com/faelj/5d70b0cc097f36093d304083/karena-beliau-kesultanan-aceh-mencapai-puncak-kejayaan|title=Karena Beliau, Kesultanan Aceh Mencapai Puncak Kejayaan|last=Kompasiana.com|website=KOMPASIANA|language=id|access-date=2019-11-11}}</ref> == Awal Kebangkitan Aceh ==
Baris 28 ⟶ 36:
== Warisan Budaya ==
Tinggalan warisan budaya lainnya adalah berbagai benda rampasan perang dari pasukan Kolonialis Portugis yang diperoleh melalui peperangan, seperti kekalahan pasukan Portugis yang dipimpin [[Gaspar da Costa|Gaspar De Costa]] (1519) di Kuala Aceh; kekalahan armada Portugis di perairan Aceh di pimpin Jorge de Brito (1521); kekalahan pasukan Portugis di Daya, Pedir dan Samudera Pasai. Benda rampasan ini seperti meriam, senapan, pedang,; ada juga struktur seperti benteng yang ada di sisi kanan Krueng Pasee; bahkan lonceng Cakra Donya yang saat ini ada di [[Museum Negeri Aceh|Museum Ace]]<nowiki/>h adalah peninggalan rampasan perang era awal kebangkitan Kesultanan Aceh.
Hal yang lebih menarik dari catatan sejarah di atas adalah fakta kekuatan militer Ali Mughayat Syah bersumber dari minimum menjadi maksimum yang diperoleh melalui peperangan. Hebatnya lagi, prajurit-prajurit perangnya tersebut tidak disebutkan dari bangsa lain melainkan mereka anak-anak bangsa Achem yang ternyata sangat mahir berperang. Tetapi yang paling menakjubkan lagi dari peristiwa sejarah di atas, yaitu adanya kekuatan spritual dikalbu seorang Ali Mughayat Syah dan Raja Ibrahim (panglima sekaligus saudara kandung), cita-cita tertingginya untuk menghilangkan penjajah yang mengancam kedaulatan bangsanya dengan menggunakan ideologi Islam. Alhasil, Aceh terbebaskan dari kolonialisme Portugis dan warisan kemerdekaan itu dilanjutkan generasi selanjutnya setahap demi setahap.<ref>Ajidar Matsyah, ''Jatuh Bangun Kerajaan Islam di Aceh'', Banda Aceh, 2013</ref>
Baris 36 ⟶ 44:
Sultan ‘Ali Mughayat Syah adalah pemimpin rakyat Aceh dan pelopor kebangkitan [[Kesultanan Aceh Darussalam]] dengan sebenarnya. Setelah menyumbangkan seluruh hidupnya untuk bangsa dan agama ia kembali ke Rahmatullah pada malam Ahad 12 Dzulhijjah 936 Hijriah (6 Agustus 1530). Semangat jihad dan cita-citanya kemudian dilanjutkan oleh para pewarisnya sehingga pengaruh Kesultanan Aceh Darussalam di kawasan Asia Tenggara benar-benar nyata sejak masa itu.<ref>{{Cite web|url=https://www.mapesaaceh.com/2018/04/sultan-ali-mughayat-syah.html|title=Sultan 'Ali Mughayat Syah|access-date=2019-11-11}}</ref>
== Catatan luar ==
Sebuah catatan oleh seorang ulama besar dunia Islam dalam abad ke-10 Hijriah (ke-16 Masehi) yaitu Syaikh Ahmad Zainuddin Asy-Syafi'i Al-Malibari (Al-Makhdum Ash-Shaghir) dari [[Kerala]], murid Al-Imam [[Ibnu Hajar al-Haitami]], dan pengarang [[Fathul Mu'in]] yang terkenal. Dalam karya sejarah berjudul ''Tuhfatul Mujahidin fi Ba'dhi Akhbar Al-Burtukaliyyin'' (Koleksi Tandon bagi Para Mujahidin tentang Berita Orang-orang Portugis), Syaikh [[Zainuddin Al-Malibari]] yang wafat 1579 menulis:
''Dan mereka (orang-orang Potugis)-semoga Allah mengalahkan mereka-mendatangkan berbagai barang dari negeri-negeri yang jauh. Mereka menjadi ramai dan bertambah banyak di berbagai kawasan. Para penguasa berbagai pelabuhan menuruti kehendak mereka sehingga mereka sepenuhnya memegang tali kendali atas pelabuhan-pelabuhan tersebut. Pelayaran hanya dapat dilakukan dengan jaminan keamanan dari mereka. Perdagangan dan kapal-kapal mereka bertambah banyak, dan sebaliknya, perdagangan muslimin di luar kapal-kapal dan benteng-benteng yang mereka bangun semakin merosot. Tidak ada seorang pun yang dapat merebut kota-kota pelabuhan itu selain sultan yang mujahid, 'Ali Al-Asyi (dari Aceh), semoga Allah menerangi kuburnya. Dialah yang telah menaklukkan Sumatra dan menjadikannya sebagai negeri Islam, semoga Allah membalas kebaikannya kepada Muslimin dengan sebaik-baik balasan''<ref>{{Cite web|title=Sultan 'Ali Mughayat Syah|url=https://www.mapesaaceh.com/2018/04/sultan-ali-mughayat-syah.html|access-date=2022-08-12}}</ref>
== Referensi ==
|