Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rachmat-bot (bicara | kontrib) k clean up, replaced: beliau → dia (2), Beliau → Dia (3), di tahun → pada tahun |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(Satu revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox_Monarch
|name
|title = '''Paduka Seri Al-[[Sultan]] Dan [[Yang di-Pertuan Besar]] Negeri [[Aceh]] ke XX'''
|title =▼
|image =
|caption =
|reign = 1702–1703▼
|predecessor = [[Badrul Alam dari Aceh|Badrul Alam Syarif Hasyim Jamaluddin]]▼
|successor = [[Jamalul Alam dari Aceh|Sultan Jamalul Alam Badrul Munir]]▼
|reg-type = ▼
|regent = ▼
|consort =▼
|royal house =▼
|father = [[Jamalul Lail]]▼
|date of death = [[1712]]▼
|}}▼
|succession = [[Sultan Aceh]]
|
|birth_date = -
|birth_place = -
|death_place = -
|
|occupation = -
|signature = signature.jpg
'''Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui''' atau dikenal sebagai ''Sultan Badrul Alam Syarif Lamtui al-Mutaawi Jamalul Lail'' (meninggal setelah 1712) adalah seorang sultan yang memerintah di [[Kesultanan Aceh]] pada periode yang singkat pada tahun [[1702]] – [[1703]].
Perkasa Alam putra seorang [[Arab]] yang bernama '''Jamalul Lail''' yang diakui sebagai seorang [[sayyid]] yang merupakan keturunan [[Nabi Muhammad]].
Sejak tahun [[1699]] Kesultanan Aceh berada di bawah pemerintahan [[Dinasti Syarif|Wangsa Syarif]].<ref>Crecelius and Beardow (1979), p. 54.</ref>
Dari satu sumber yang agak diragukan kebenarannya dikatakan bahwa Perkasa Alam adalah kemenakan [[Zainatuddin dari Aceh|Sri Ratu Zainatuddin Kamalat Syah]], sultanah Aceh yang memerintah tahun [[1688]]–[[1699]].
Perkasa Alam memerintah ketika kakaknya [[Badrul Alam dari Aceh|Badrul Alam Syarif Hasyim Jamaluddin]] turun tahta tahun [[1702]] dan meninggal dunia pada tahun yang sama.
Setelah melewati masa transisi yang singkat setelah meninggalnya Badrul Alam semua pihak di kesultanan sepakat menobatkan Perkasa Alam menjadi sultan.
Dia bertahta dalam waktu yang singkat, Pada hari-hari pertama pemerintahannya dia memberlakukan pajak baru guna meningkatkan kondisi keuangan negara.
Dia membebankan lagi bea pelabuhan bagi kapal-kapal [[Kerajaan Britania Raya|Inggris]] yang masuk ke pelabuhan Aceh.
Para pedagang Inggris yang merasa keberatan dengan pungutan pajak tersebut melawan dan melakukan pengepungan pelabuhan serta menembaki perkampungan di sekitar muara [[Krueng Aceh]].
Sementara para orang kaya dan [[Uleebalang]] yang tidak puas terhadap kebijakan sultan memungut pajak yang dikenakan bagi lahan pertanian dan tanah mereka memanfaatkan blokade Inggris itu untuk menggulingkan Perkasa Alam dengan melakukan pemberontakan.<ref>Lee (1995), pp. 17-8.</ref>
Kemudian seorang putra pendahulunya, Alauddin yang sejak masa [[Badrul Alam dari Aceh|Badrul Alam Syarif Hasyim Jamaluddin]] telah dijanjikan sebagai sultan pengganti menduduki tahta pada bulan Juni tahun [[1703]].
Dua bulan setelah masa transisi Alauddin diresmikan sebagai sultan dengan gelar kemudian ia naik tahta dengan gelar [[Jamalul Alam dari Aceh|Sultan Jamalul Alam Badrul Munir]].<ref>Djajadiningrat (1911), pp. 195-6.</ref> Perkasa Alam kemudian pindah dan bermukim di desa Peusangan, sebuah wilayah di pantai utara Aceh.
Tetapi pada tahun [[1712]] dia diserang dan diusir oleh 7.000 tentara yang dikirim oleh Jamalul Alam Badrul-Munir.
Dia akhirnya tertangkap di Takengon dan nasibnya bertambah buruk setelah ia ditahan oleh penguasa baru.<ref>Coolhaas (1976), p. 857, 902.</ref>
== Referensi ==
|