Kesunanan Surakarta Hadiningrat: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
(4 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan) | |||
Baris 52:
* Secara resmi menjadi penerus [[Kesultanan Mataram]] (1745){{br}}
* ''De facto'' Negara Merdeka (1745-1800){{br}}
* ''De jure'' Negara
* Negara
* Negara
* Negara
* Negara
* Secara resmi bergabung dengan [[
*
* Monarki Tak Berdaulat dalam [[Republik Indonesia]] (1950-Sekarang)
{{br}}'''Lain-Lain'''{{br}}
Baris 120:
[[Berkas:Great Mosque of Solo.jpg|jmpl|Bangunan [[Masjid Agung Kraton Surakarta|Masjid Agung Surakarta]] yang berada di sisi barat Alun-Alun Lor (Utara). Sebagai penerus langsung [[Kesultanan Mataram]], [[Islam]] merupakan agama resmi di Kesunanan Surakarta.]]
Sepeninggal Susuhunan Pakubuwana III, penerus takhta Kesunanan Surakarta berikutnya yakni Sri [[Pakubuwana IV|Susuhunan Pakubuwana IV]] (1788–1820), adalah sosok raja yang membenci penjajah dan penuh cita-cita serta keberanian. Pada November 1790, terjadi Peristiwa Pakepung, yakni insiden pengepungan Keraton Surakarta oleh persekutuan VOC, [[Hamengkubuwana I]], dan [[Mangkunegara I]]. Pengepungan ini terjadi karena Pakubuwana IV yang berpaham [[Islamisme|politik Islam]] dan dekat dengan kaum [[santri]], menyingkirkan para pejabat istana yang tidak sepaham dengannya. Para pejabat istana yang merasa disingkirkan kemudian meminta bantuan VOC untuk menghadapi Pakubuwana IV.
VOC akhirnya bersekutu dengan [[Hamengkubuwana I]] dan [[Mangkunegara I]] untuk menghadapi Pakubuwana IV. Pada bulan November 1790, aliansi tersebut mengepung [[Keraton Surakarta]]. Dari dalam istana sendiri, para pejabat senior yang tersisih ikut menekan Pakubuwana IV agar menyingkirkan para penasehat politik dan penasehat rohaninya. Pakubuwana IV akhirnya terpaksa mengalah pada tanggal 26 November 1790, dengan menyerahkan para penasehatnya yang terdiri dari para haji untuk dibuang VOC. Dan meski kerap menunjukkan sikap yang tidak bersahabat dengan Kompeni, berkat kecerdasan serta kelihaian politiknya, Pakubuwana IV tetap mampu mempertahankan kedudukannya sebagai raja bahkan sampai beberapa kali pergantian rezim kolonial, yaitu semasa pemerintahan [[VOC]], pemerintahan [[Hindia Belanda]], pemerintahan [[:en:French and British interregnum in the Dutch East Indies|Hindia Belanda-Perancis]], pemerintahan [[:en:French and British interregnum in the Dutch East Indies|Pendudukan Inggris]], sampai kembalinya pemerintahan Hindia Belanda.
Baris 128:
[[Berkas:Sri Susuhunan Pakubuwono VI.jpg|jmpl|[[Pakubuwana VI|Susuhunan Pakubuwana VI]], raja Kesunanan Surakarta tahun 1823-1830, salah seorang [[Daftar pahlawan nasional Indonesia|Pahlawan Nasional Indonesia]].]]
Pengganti Susuhunan Pakubuwana IV adalah Sri [[Pakubuwana V|Susuhunan Pakubuwana V]], yang oleh masyarakat saat itu dijuluki sebagai ''Sunan Ngabehi'', karena baginda yang sangat kaya, baik kaya harta maupun kesaktian. Setelah wafat, pengganti Susuhunan Pakubuwana V adalah Sri [[Pakubuwana VI|Susuhunan Pakubuwana VI]]. Pakubuwana VI adalah pendukung perjuangan [[Pangeran Diponegoro]], yang memberontak terhadap Kesultanan Yogyakarta dan pemerintah [[Hindia Belanda]] sejak tahun 1825. Penulis naskah-naskah babad waktu itu sering menutupi pertemuan rahasia Pakubuwana VI dengan Pangeran Diponegoro menggunakan bahasa simbolis. Misalnya, Pakubuwana VI dikisahkan pergi bertapa ke [[Gunung Merbabu]] atau bertapa di Hutan Krendawahana. Padahal sebenarnya, ia pergi menemui [[Diponegoro|Pangeran Diponegoro]] secara diam-diam.
Ketika pecah [[Perang Diponegoro|Perang Jawa]] sejak pertengahan tahun 1825, Susuhunan Pakubuwana VI menjalankan aksi ganda. Di samping memberikan bantuan dan dukungan kepada Diponegoro, ia juga mengirim pasukan untuk pura-pura membantu Belanda. Pujangga besar [[Ranggawarsita]] mengaku semasa muda dirinya pernah ikut serta dalam pasukan sandiwara tersebut. Namun setelah menangkap Pangeran Diponegoro, Belanda tetap saja menangkap [[Pakubuwana VI]] dan membuangnya ke [[Ambon]] pada tanggal 8 Juni 1830 dengan alasan bahwa Mas Pajangswara sudah membocorkan semuanya, dan kini ia hidup nyaman di [[Batavia]].<ref>{{cite web|url=https://tirto.id/peran-ganda-raja-surakarta-berujung-petaka-crZU|title=Peran Ganda Raja Surakarta Berujung Petaka}}</ref>
Fitnah yang dilancarkan pihak Belanda ini kelak berakibat buruk pada hubungan antara putra Pakubuwana VI, yaitu [[Pakubuwana IX]] dengan putra Mas Pajangswara, yaitu Ranggawarsita. Pakubuwana IX sendiri masih berada dalam kandungan ketika Pakubuwana VI berangkat ke Ambon. Takhta Surakarta kemudian jatuh kepada paman Pakubuwana VI, yang bergelar Sri [[Pakubuwana VII|Susuhunan Pakubuwana VII]].
Baris 138:
[[Berkas:Ranggawarsita.jpg|jmpl|[[Ranggawarsita|R. Ng. Ranggawarsita]], seorang sastrawan dan budayawan masyhur yang menjadi [[pujangga]] Kesunanan Surakarta pada masa pemerintahan [[Pakubuwana VII|Susuhunan Pakubuwana VII]] hingga [[Pakubuwana IX|Susuhunan Pakubuwana IX]].]]
Saat itu Perang Diponegoro baru saja berakhir. Masa pemerintahan [[Pakubuwana VII|Susuhunan Pakubuwana VII]] relatif damai apabila dibandingkan masa raja-raja sebelumya. Keadaan yang damai itu mendorong tumbuhnya kegiatan sastra secara besar-besaran di lingkungan keraton. Masa pemerintahan Pakubuwana VII dianggap sebagai puncak kejayaan [[Sastra Jawa Baru|Sastra Jawa]] di Kesunanan Surakarta dengan pujangga besar [[Ranggawarsita]] sebagai pelopornya. Pemerintahannya berakhir saat wafatnya, dan karena tidak memiliki putra mahkota maka Susuhunan Pakubuwana VII digantikan oleh kakaknya (lain ibu) bergelar Sri [[Pakubuwana VIII|Susuhunan Pakubuwana VIII]] yang naik takhta pada usia 69 tahun.
=== Pakubuwana VIII dan Pakubuwana IX ===
Pemerintahan [[Pakubuwana VIII|Susuhunan Pakubuwana VIII]] berjalan selama tiga tahun hingga akhir hayatnya. Pakubuwana VIII digantikan putra [[Pakubuwana VI]] sebagai raja Surakarta selanjutnya, yang bergelar Sri [[Pakubuwana IX|Susuhunan Pakubuwana IX]]. Hubungan antara Pakubuwana IX dengan Ranggawarsita sendiri kurang harmonis karena fitnah pihak Belanda bahwa Mas Pajangswara (ayah Ranggawarsita yang menjabat sebagai juru tulis keraton) telah membocorkan rahasia persekutuan antara Pakubuwana VI dengan [[Pangeran Diponegoro]]. Akibatnya, Pakubuwana VI pun dibuang ke [[Ambon]]. Hal ini membuat Pakubuwana IX membenci keluarga Mas Pajangswara, padahal juru tulis tersebut ditemukan tewas mengenaskan karena disiksa dalam penjara oleh Belanda. Ranggawarsita sendiri berusaha memperbaiki hubungannya dengan raja melalui persembahan naskah ''Serat Cemporet''. Pemerintahan Susuhunan Pakubuwana IX berakhir saat kematiannya pada tanggal 16 Maret 1893. Ia digantikan putranya sebagai raja Surakarta selanjutnya, bergelar Sri [[Pakubuwana X|Susuhunan Pakubuwana X]].
=== Pakubuwana X ===
Baris 148:
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Z.H. Pakoe Boewono X Soesoehoenan van Solo (1893-1939) met echtgenote en dochtertje in Soerakarta. TMnr 10001308.jpg|jmpl|[[Pakubuwana X|Susuhunan Pakubuwana X]], raja terbesar Kesunanan Surakarta dan salah seorang [[Daftar pahlawan nasional Indonesia|Pahlawan Nasional Indonesia]], bersama permaisuri GKR. Hemas dan putrinya, GKR. Pembayun.]]
Masa pemerintahan [[Pakubuwana X|Susuhunan Pakubuwana X]] ditandai dengan kemegahan tradisi dan suasana politik kerajaan yang stabil. Pada masa pemerintahannya yang cukup panjang, Kesunanan Surakarta mengalami transisi, dari kerajaan tradisional menuju era modern, sejalan dengan perubahan politik di [[Hindia Belanda]]. Meskipun berada dalam tekanan politik pemerintah kolonial Hindia Belanda, Pakubuwana X memberikan kebebasan berorganisasi dan penerbitan media massa. Ia mendukung pendirian organisasi [[Sarekat Islam]], salah satu organisasi pergerakan nasional pertama di [[Indonesia]]. Kongres Bahasa Indonesia I di [[Surakarta]] (1938) diadakan pada masa pemerintahannya.
Infrastruktur modern Kesunanan Surakarta banyak dibangun pada masa pemerintahan Pakubuwana X, seperti bangunan [[Pasar Gede Harjonagoro|Pasar Gedhe Harjanagara]], [[Stasiun Solo Jebres]], [[Stasiun Solo-Kota]] (Sangkrah), [[Stadion Sriwedari]], [[Taman Sriwedari]], [[Kebun Binatang Jurug|Taman Satwataru Jurug]], Jembatan Jurug yang melintasi [[Bengawan Solo]] di timur kota, gapura-gapura di batas Kota Surakarta, Griya Wangkung (rumah singgah bagi tunawisma), Rumah Sakit Kadipala, rumah perabuan (pembakaran jenazah) bagi warga [[Tionghoa]], rumah pemotongan hewan ternak di Jagalan, saluran [[Umbul Pengging|air bersih]] dan [[irigasi]] di [[kabupaten|kabupaten-kabupaten]], serta berbagai infrastruktur dan fasilitas publik lainnya. Pakubuwana X meninggal dunia pada akhir Februari 1939. Sejak di masa keemasan pemerintahannya sampai ia wafat, Susuhunan Pakubuwana X dikenal sebagai ''Sinuhun Ingkang Minulya saha Ingkang Wicaksana'' atau raja yang mulia dan bijaksana. Pemerintahannya kemudian digantikan oleh putranya yang bergelar Sri [[Pakubuwana XI|Susuhunan Pakubuwana XI]].
=== Pakubuwana XI ===
Baris 156:
[[Berkas:Stamp of Indonesia - 2018 - Colnect 836151 - Radjiman Wediodiningrat.jpeg|jmpl|Potret [[Radjiman Wedyodiningrat|dr. KRT. Rajiman Wedyadiningrat]] dalam [[Prangko Indonesia]] edisi tahun 2018.]]
Pemerintahan [[Pakubuwana XI|Susuhunan Pakubuwana XI]] terjadi pada masa sulit, yaitu bertepatan dengan meletusnya [[Perang Dunia Kedua|Perang Dunia II]]. Ia juga mengalami pergantian pemerintah penjajahan dari tangan [[Belanda]] kepada [[Jepang]] sejak tahun 1942. Pihak pemerintah [[Sejarah Nusantara (1942–1945)|Pendudukan Jepang]] menyebut Kesunanan Surakarta dengan nama ''Solo-Kōchi'' (''Kōti''), dan Pakubuwana XI diakui serta diberi kedudukan sebagai ''Solo-Kō''. Sekalipun pemerintahan [[Pakubuwana XI]] berada dalam masa sulit karena penjajahan [[Jepang]], sejak awal tahun 1945, Kesunanan Surakarta melalui para beberapa orang kerabat keraton dan pejabat-pejabatnya turut terlibat aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan dan pembentukan [[Negara]] [[Indonesia]], dengan bergabung dalam [[Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan]] (BPUPK) dan [[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia]] (PPKI). Mereka adalah [[Pangeran Soerjohamidjojo|GPH. Suryahamijaya]] (saudara Pakubuwana XI), KRMH. Sasradiningrat V ([[patih]] Kesunanan Surakarta), KRMTA. Wuryaningrat, [[Radjiman Wedyodiningrat|dr. KRT. Rajiman Wedyadiningrat]] (dokter [[Keraton Surakarta|keraton]]; ketua BPUPK), [[Wongsonegoro|Mr. KRMT. Wongsonegoro]] (bupati [[Daftar Bupati Sragen|Kabupaten Sragen]]), [[Soepomo|Mr. R. Supomo]], serta Mr. R.P. Singgih.
Menjelang kekalahan Jepang dalam [[Perang Dunia Kedua|Perang Dunia II]] dan kemerdekaan [[Indonesia]], Susuhunan Pakubuwana XI meninggal dunia pada tanggal 1 Juni 1945. Ia kemudian digantikan oleh putra termudanya yang bergelar Sri [[Pakubuwana XII|Susuhunan Pakubuwana XII]].
== Masa Perjuangan Kemerdekaan ==
Baris 168:
[[Berkas:Maklumat SISKS PB XII 1945.jpg|ka|jmpl|Plakat marmer Piagam Maklumat Keistimewaan Negeri Surakarta oleh [[Pakubuwana XII|Susuhunan Pakubuwana XII]], dipajang di [[Keraton Surakarta|Museum Keraton Surakarta]].]]
Awal pemerintahan [[Pakubuwana XII|Susuhunan Pakubuwana XII]] hampir bersamaan dengan lahirnya [[Republik Indonesia]]. Di awal masa kemerdekaan (1945–1946), Kesunanan Surakarta (dan [[Kadipaten Mangkunegaran]]) sempat menjadi [[daerah istimewa]], yaitu [[Daerah Istimewa Surakarta]] (DIS). Akan tetapi, karena kerusuhan dan agitasi politik saat itu, maka pada tanggal 16 Juni 1946 oleh Pemerintah Indonesia statusnya diubah menjadi [[Keresidenan]], menyatu dalam wilayah [[Negara Kesatuan Republik Indonesia]].<ref>{{Cite news|url=https://nasional.tempo.co/read/295924/seperti-surakarta-status-istimewa-dapat-dicabut/full&view=ok|title=Seperti Surakarta, Status Daerah Istimewa Dapat Dicabut|language=id|work=[[Tempo.co]]}}{{Pranala mati|date=Desember 2022 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
Penetapan status [[Daerah otonom|Istimewa]] ini dilakukan [[Soekarno|Presiden Sukarno]] sebagai balas jasa atas pengakuan raja-raja Kesunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran yang menyatakan wilayah mereka adalah bagian dari Republik Indonesia pada tanggal 19 Agustus 1945.<ref>Selanjutnya pada tanggal 19 Agustus 1945 di dalam rapat [[PPKI]] diputuskan bahwa wilayah Republik Indonesia dibagi atas sembilan provinsi dan dua daerah istimewa, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Daerah Istimewa Surakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pendapat tersebut bertentangan dengan Putusan PPKI sebagaimana terdapat dalam buku Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI yang diterbitkan oleh sekretariat negara baik edisi II (1993) maupun III (1995)</ref>
Baris 175:
Sebagaimana diketahui, barulah sekitar empat hari setelahnya, yaitu pada tanggal 5 September 1945, [[Kesultanan Yogyakarta]] dan [[Kadipaten Pakualaman]] mengeluarkan maklumat serupa, yang menjadi dasar dari pembentukan [[Daerah Istimewa Yogyakarta]].
[[Belanda]] yang tidak merelakan kemerdekaan [[Indonesia]] berusaha merebut kembali negeri ini dengan kekerasan. Pada bulan Januari 1946 ibu kota Indonesia terpaksa pindah ke [[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]] karena [[Jakarta]] jatuh ke tangan Belanda. Kemudian, pada Oktober 1945, muncul gerakan anti swapraja/anti monarki/anti feodal di Surakarta, di mana salah seorang pimpinannya adalah [[Tan Malaka]], pimpinan [[Partai Murba]] dan [[Persatuan Perjuangan]].<ref name="terbentuknya">{{cite journal|url=https://docplayer.info/41294914-Terbentuknya-birokrasi-modern-di-surakarta-tahun.html|title=Terbentuknya Birokrasi Modern di Surakarta tahun 1945-1950|format=[[PDF]]|first=Belda|last=Ranika Rosiana|journal=Skripsi|publisher=Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta|year=2013}}</ref> Barisan Banteng juga berhasil menguasai Surakarta, sedangkan pemerintah Indonesia tidak menumpasnya karena pembelaan [[Jenderal Sudirman]]. Bahkan,
Tanggal 17 Oktober 1945, patih (perdana menteri) Kesunanan Surakarta yang juga seorang mantan anggota [[BPUPKI]], KRMH. Sasradiningrat V, diculik oleh gerombolan anti swapraja (ia kemudian berhasil bebas).<ref>Julinar Said, M.P.B. Manus, P. Suryo Haryomo, Sumardi, dkk. (1997) ''Tokoh-Tokoh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia''. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.</ref> Aksi ini diikuti pencopotan bupati-bupati yang umumnya kerabat raja dan diganti orang-orang yang pro gerakan anti swapraja. Bulan Maret 1946, patih yang baru, KRMT. Yudhanagara, juga diculik. Dan pada bulan April 1946, sembilan pejabat Kepatihan mengalami hal yang sama.<ref name="DIS">[https://www.youtube.com/watch?v=EdbI0edGFBc Daerah Istimewa Surakarta - Tuduhan Pro Belanda dan Kesetiaannya kepada Republik Indonesia]</ref> KRMTA. Wuryaningrat alias KPH. Wuryaningrat yang merupakan tokoh [[Partai Indonesia Raya|Parindra]] kemudian dilantik menjadi pejabat sementara patih (wakil pepatih dalem) oleh [[Pakubuwana XII|Susuhunan Pakubuwana XII]].<ref name="Sri Juari Santosa"/>
Baris 195:
Selain itu, Pakubuwana XII juga menjadi salah satu anggota delegasi yang diberi kedudukan setingkat menteri negara dalam rombongan delegasi Republik Indonesia pimpinan Mohammad Hatta pada [[Konferensi Meja Bundar]] di [[Den Haag]] dari tanggal [[23 Agustus]] hingga 2 November 1949.<ref name=youtube.com>[https://www.youtube.com/watch?v=Do0JBcKv8pk I Gede Putu Wiranegara: PAKU BUWONO XII - Berjuang Untuk Sebuah Eksistensi]</ref> Pada 17 Desember 1949, staf urusan sipil Komando Tentara dan Teritorial Kota Surakarta, mewakili pemerintah Republik Indonesia, bahkan memberikan surat tanda penghargaan dan terima kasih kepada Jawatan Pusat Karti Praja, sebuah badan pekerjaan umum yang dibentuk Pakubuwana XII dalam rangka membuka lapangan kerja bagi masyarakat karena telah ikut serta dalam mempertahankan kedaulatan negara Republik Indonesia selama [[Agresi Militer Belanda II]].<ref name="DIS"/><ref name="raja di alam republik"/> Meski demikian, kedudukan [[Daerah Istimewa Surakarta]] saat itu tetap belum dapat dipertahankan, karena ketidakstabilan politik dan pemerintahan di [[Surakarta]] yang berlangsung berlarut-larut sejak tahun 1945 sampai 1949.
Meskipun gagal secara politik, namun Pakubuwana XII tetap menjadi figur pelindung [[Budaya Jawa|kebudayaan Jawa]]. Pada zaman [[reformasi]], para tokoh nasional, misalnya [[Abdurrahman Wahid|Presiden Abdurrahman Wahid]], tetap menghormatinya sebagai salah satu sesepuh tanah [[Jawa]].<ref name=santrigusdur.com>[http://santrigusdur.com/2015/12/keraton-dan-perjalanan-budayanya/ Abdurrahman Wahid: Keraton dan Perjalanan Budayanya.] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20200714044651/http://santrigusdur.com/2015/12/keraton-dan-perjalanan-budayanya/ |date=2020-07-14 }} Dari situs Santri Gus Dur - Komunitas Pemikiran Gusdur.</ref> Susuhunan Pakubuwana XII wafat pada tanggal [[11 Juni]] [[2004]], dan masa pemerintahannya merupakan yang paling lama di antara para raja-raja Kesunanan terdahulu, yaitu sejak tahun 1945 hingga 2004.
=== Pakubuwana XIII ===
Baris 203:
Sepeninggal Susuhunan Pakubuwana XII, sempat terjadi perebutan takhta antara [[Pakubuwana XIII|KGPH. Hangabehi]] dangan [[Pangeran Tejowulan|KGPH. Tejawulan]], yang masing-masing menyatakan diri sebagai Pakubuwana XIII; keduanya mengklaim sebagai pemangku takhta yang sah, dan masing-masing menyelenggarakan acara pemakaman ayahnya secara terpisah. Akan tetapi, konsensus keluarga telah mengakui bahwa Hangabehi yang diberi gelar Sri [[Pakubuwana XIII|Susuhunan Pakubuwana XIII]].
Pada tahun 2012, konflik ''Raja Kembar'' telah usai setelah Pangeran Tejawulan melepaskan klaim takhta dan gelar [[Pakubuwana]] kepada kakaknya, yakni Pangeran Hangabehi, dalam sebuah rekonsiliasi resmi yang diprakarsai oleh Pemerintah Kota Surakarta bersama [[DPR-RI]], dan Pangeran Tejawulan sendiri dilantik menjadi ''mahamenteri'' dengan gelar ''Kangjeng Gusti Pangeran Harya Panembahan Agung''.<ref>[http://nasional.kompas.com/read/2012/06/04/11454799/Akhirnya.Keraton.Surakarta.Rekonsiliasi Akhirnya, Keraton Surakarta Rekonsiliasi.] ''Kompas.com''</ref>
[[Berkas:Susuhunan Pakubuwono XIII dan Keluarga di Keraton Surakarta 2024.jpg|jmpl|275px|[[Pakubuwana XIII|Susuhunan Pakubuwana XIII]] bersama istri, putra-putri, serta para menantu dan cucu, seusai pelaksanaan rangkaian upacara menyambut [[Satu Suro|Tahun Baru Jawa]] (1 Sura) di [[Keraton Surakarta]] tahun 2024.]]
Rekonsiliasi damai antara [[Pakubuwana XIII|Susuhunan Pakubuwana XIII]] dan [[Pangeran Tejowulan|Tejawulan]] awalnya sempat ditentang oleh Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Surakarta yang dipimpin oleh [[GKR Wandansari|GKR. Wandansari]].<ref>[http://www.jpnn.com/read/2012/06/17/130902/Prosesi-Jumenengan-di-Tengah-Konflik-Panjang-Keraton-Kasunanan-SoloProsesi-Jumenengan-di-Tengah-Konflik-Panjang-Keraton-Kasunanan-Solo,-Dikawal-Ketat-400-Petugas-Keamanan Prosesi Jumenengan di Tengah Konflik Panjang Keraton Kasunanan Solo.] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20140908113841/http://www.jpnn.com/read/2012/06/17/130902/Prosesi-Jumenengan-di-Tengah-Konflik-Panjang-Keraton-Kasunanan-SoloProsesi-Jumenengan-di-Tengah-Konflik-Panjang-Keraton-Kasunanan-Solo,-Dikawal-Ketat-400-Petugas-Keamanan |date=2014-09-08 }} ''Jpnn.com''</ref> Sejak tahun 2013, Pakubuwana XIII bahkan tidak dapat memasuki kawasan inti [[Keraton Surakarta]] dan memimpin beberapa upacara adat karena adanya penutupan beberapa akses dari kediaman Susuhunan menuju kawasan inti keraton.<ref>[https://www.solopos.com/gagasan-dilema-lembaga-dewan-adat-464981 Dilema Lembaga Dewan Adat] ''Solopos.com''</ref> Setelah [[TNI]] dan [[Kepolisian Negara Republik Indonesia|Kepolisian]] turun tangan serta adanya mediasi antara pihak Pakubuwana XIII dan Lembaga Dewan Adat,<ref>[https://solo.tribunnews.com/2017/04/15/breaking-news-brimob-dan-tni-amankan-keraton-solo?page=all Brimob dan TNI Amankan Keraton Solo] Tribun Solo</ref><ref>[https://mediaindonesia.com/nusantara/99214/sekat-seng-keraton-dibongkar Sekat Seng Keraton Dibongkar] Media Indonesia</ref> pada bulan [[April]] [[2017]] Pakubuwana XIII bisa kembali masuk ke dalam keraton dan menyelenggarakan upacara peringatan kenaikan takhta (''tingalan dalem jumenengan'') yang dihadiri oleh keluarga, [[abdi dalem]], perwakilan masyarakat, dan beberapa pejabat tinggi pemerintahan.<ref>[https://www.youtube.com/watch?v=4rYIwnlCGt0 Peringatan Naik Takhta Raja Solo] CNN Indonesia</ref>
Penyelesaian konflik antara Susuhunan Pakubuwana XIII dengan [[GKR Wandansari|GKR. Wandansari]] dan Lembaga Dewan Adat akhirnya terjadi pada tanggal 3 Januari 2023, usai kedua pihak berhasil dipertemukan dan dimediasi oleh KRAy. Herniatie Sriana Munasari (cucu dari [[Soeroso|R.P. Suroso]], mantan [[Daftar Gubernur Jawa Tengah|gubernur]] [[Jawa Tengah]] sekaligus komisaris tinggi pemerintah pusat untuk [[Daerah Istimewa Surakarta]]) dan [[Kepolisian Resor|Polresta Surakarta]].<ref name="Solo Times">[https://www.youtube.com/watch?v=-_n6kcbtXDo&list=PLYZoGnrmAyc9iflHWHIxYOmh7WqV3YNEL&index=23 Kronologi Pertemuan LDA dengan Sinuhun PB XIII, yang berbuah DAMAI!] Solo Times</ref><ref>[https://video.tribunnews.com/view/529646/momen-langka-pertemuan-paku-buwono-xiii-dengan-gusti-moeng-siap-lestarikan-keraton-surakarta Momen Langka Pertemuan Paku Buwono XIII dengan Gusti Moeng, Siap Lestarikan Keraton Surakartaa] Tribun Network</ref><ref>[https://www.krjogja.com/berita-lokal/read/487919/sosok-dibalik-perdamaian-di-keraton-solo-raja-paku-buwono-xiii-menangis-haru Sosok Dibalik Perdamaian di Keraton Solo, Raja Paku Buwono XIII Menangis Haru] Kedaulatan Rakyat</ref> Menindaklanjuti rekonsiliasi tersebut, [[Gibran Rakabuming Raka]] mengundang Susuhunan Pakubuwana XIII dan GKR. Wandansari bersama beberapa kerabat keraton di Loji Gandrung (rumah dinas [[Daftar Wali Kota Surakarta|wali kota]] [[Surakarta]]), pada tanggal 4 Januari 2023.<ref>[https://www.youtube.com/watch?v=3x2kP3-IovA&list=PLYZoGnrmAyc9iflHWHIxYOmh7WqV3YNEL&index=24 GIBRAN Undang 2 Kubu Keraton di Loji Gandrung usai Berdamai] Solo Times</ref> Pada pertemuan tersebut, GKR. Wandansari menyatakan bahwa ia telah bersatu dengan Susuhunan Pakubuwana XIII dan siap bersama-sama melestarikan kebudayaan serta adat istiadat keraton.<ref>[https://www.youtube.com/watch?v=bs6ARsdelh4&list=PLYZoGnrmAyc9iflHWHIxYOmh7WqV3YNEL&index=26 Dua Kubu Keraton Solo Sepakat Bersatu di Era Gibran, Langkah Selanjutnya Apa?] Solo Times</ref>
Baris 274:
Pada tahun 1745 sampai 1800, kedudukan Kesunanan Surakarta secara ''de facto'' merupakan negara merdeka, dan [[VOC]] alias Kompeni hanyalah mitra yang sejajar. Dalam rangka menjaga posisinya, VOC menempatkan seorang pejabat tinggi di ibu kota [[Surakarta]] untuk mengawasi Susuhunan dan kerajaannya. Kedudukan pejabat Kompeni ini mulanya berada di bawah Susuhunan dan sejajar dengan Pepatih Dalem. Setelah runtuhnya VOC pada akhir tahun 1799 dan kemudian dilanjutkan oleh rezim pemerintah kolonial [[Hindia Belanda]] (termasuk selama [[interregnum]] Inggris), posisi pejabat tinggi tersebut berkedudukan sebagai [[Residen]] dan selanjutnya [[Gubernur]] (sejak tahun 1928) yang mewakili kehadiran [[Daftar Gubernur-Jenderal Hindia Belanda|Gubernur Jenderal]] di Surakarta. Posisi Residen dan selanjutnya Gubernur Surakarta tersebut dianggap sejajar dengan Susuhunan Surakarta; keadaan yang sama juga berlaku di [[Kesultanan Yogyakarta]], dimana kedudukan mereka sejajar dengan Sultan Yogyakarta. Dengan adanya campur tangan Residen dan Gubernur Belanda di kerajaannya, kekuasaan Susuhunan sebagai penguasa dan kepala negara menjadi berkurang.<ref name="sejarah kerajaan tradisional surakarta"/>
Pada masa [[Pendudukan Jepang di Hindia-Belanda|Pendudukan Jepang]], Susuhunan Surakarta diakui oleh [[Jepang]] sebagai ''Solo-Kō''. Setelah berdirinya [[Republik Indonesia]] dan Kesunanan Surakarta menyatakan bergabung di dalamnya, Susuhunan juga berkedudukan sebagai Kepala [[Daerah Istimewa Surakarta]]. Keadaan tersebut berlangsung sampai pertengahan tahun 1946, dan selanjutnya posisi Susuhunan Surakarta adalah sebagai Pemangku Takhta Adat, raja seremonial yang dihormati dan simbol pemersatu di masyarakat.
=== Pemerintahan Istana dan Pemerintahan Negara ===
Baris 286:
Di dalam pemerintahan istana (''Parentah Karaton'') yang berpusat di [[Keraton Surakarta]] terdapat berbagai [[kementerian]] dengan masing-masing tugas dan fungsinya, seperti kesekertariatan, urusan upacara, urusan agama [[Islam]], urusan keluarga dan putra-putri raja, urusan abdi dalem, urusan kesenian dan kebudayaan, urusan keuangan, dan sebagainya.<ref name="sejarah kerajaan tradisional surakarta"/> Sementara itu, pemerintahan negara (''Parentah Nagari'') Surakarta merupakan pelaksana utama kebijakan Susuhunan. Pelaksana utamanya adalah institusi Kepatihan yang dipimpin oleh Pepatih Dalem atau Patih, pejabat birokrasi tertinggi di Kesunanan Surakarta yang berkedudukan langsung di bawah Susuhunan. Dalam hal ini, posisi Patih seolah seperti perdana menteri, meski status Susuhunan adalah kepala negara dan kepala pemerintahan. Sejak masuknya [[VOC]] dan kemudian pemerintah kolonial [[Hindia Belanda]] ke dalam birokrasi Kesunanan Surakarta, pelantikan seorang Patih oleh Susuhunan harus sepersetujuan [[Gubernur Jenderal]].<ref name="Kepatihan 2">[https://youtu.be/PikzY5KaOkc Runtuhnya Kepatihan Kasunanan Surakarta - Patih Sosrodiningrat V dan Revolusi Anti Daerah Istimewa]</ref> Biasanya, Patih dijabat oleh mantan Bupati, pejabat tinggi kerajaan, atau kerabat Susuhunan. Dalam beberapa periode, bahkan posisi Patih sempat dijabat secara turun-temurun.
[[Berkas:Pendoppo Kapatian, Soerakarta., KITLV 1405566.tiff|ka|265px|jmpl|Dalem Kepatihan Kesunanan Surakarta sekitar tahun 1910-1930, merupakan rumah dinas sekaligus kantor para [[patih]] dan
Seorang [[Patih]] yang berkantor di Kepatihan ini oleh Susuhunan diberi hak untuk membantu mengatur negara dan mengadakan hubungan dengan daerah lain di wilayah [[Hindia Belanda]],<ref name="sejarah kerajaan tradisional surakarta"/> sekaligus menjadi koordinator para [[Bupati]] dan [[Wedana]] yang memerintah di kabupaten-kabupaten di seluruh Kesunanan Surakarta. Menyesuaikan birokrasi modern, sejak akhir abad ke-19 Pepatih Dalem bersama para pejabatnya ini menjadi pelaksana pemerintahan kerajaan di bidang administrasi, keuangan, pembangunan, pendidikan, dan pengadilan.<ref name="sejarah kerajaan tradisional surakarta"/> Sejak era pemerintahan [[Pakubuwana IX|Susuhunan Pakubuwana IX]], Patih KRA. Sasradiningrat IV menjadikan institusi Kepatihan sebagai salah satu pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, yang kemudian pada tahun 1890 melahirkan Paheman Radya Pustaka, dengan [[Museum Radya Pustaka]] yang masih berdiri sampai sekarang.<ref name="Kepatihan 1">[https://youtu.be/hoGCodTC6k0 Dalem Kepatihan Kasunanan Surakarta - Sejarah Kemegahan dan Tragedi Keruntuhan]</ref> Institusi Kepatihan ini dibubarkan pada masa pemerintahan [[Pakubuwana XII|Susuhunan Pakubuwana XII]], terlebih setelah sebagian besar bangunan kompleks Dalem Kepatihan hancur semasa [[Revolusi Nasional Indonesia]] (sekitar tahun 1948-1949).<ref name="Kepatihan 2"/> Dan setelah pembekuan [[Daerah Istimewa Surakarta]], pemerintahan istana yang berpusat di [[Keraton Surakarta]] masih lestari sampai sekarang, terdiri dari beberapa lembaga yang dikepalai oleh seorang Pangageng.<ref name="sejarah kerajaan tradisional surakarta"/>
Baris 296:
[[Berkas:Gerbang Depan Vastenburg.jpg|ka|265px|jmpl|[[Benteng Vastenburg]] yang berada tidak jauh dari [[Keraton Surakarta]], dibangun oleh [[VOC]] pada tahun 1745 untuk mengawasi para penguasa Kesunanan Surakarta.]]
Sama seperti
Sebagai bagian dari Hindia Belanda, Kesunanan Surakarta secara resmi berkedudukan sebagai [[protektorat|negara protektorat]] berstatus [[Swapraja|Daerah Swapraja]] (''Zelfbestuurende Landschappen''). Bersama [[Kadipaten Mangkunegaran]], wilayah Kesunanan Surakarta dijadikan sebuah [[Karesidenan]] yang dikepalai seorang [[Residen]], yang kemudian pada tahun 1928 ditingkatkan menjadi [[Kegubernuran]] setingkat [[Provinsi]] dibawah pimpinan [[Gubernur]]. Kedudukan para Residen dan Gubernur tersebut dianggap sejajar dengan Susuhunan, sekaligus sebagai perpanjangan tangan [[Daftar Gubernur-Jenderal Hindia Belanda|Gubernur Jenderal
== Daftar Susuhunan (Sunan) Surakarta ==
|