Penaklukan Mesir oleh Fatimiyah: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
(19 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox military conflict|conflict=Penaklukkan Mesir oleh Fatimiyah|partof=Ekspansi [[Kekhalifahan Fatimiyah]]|image=|image_size=|alt=|caption=|date=6 Februari – 9 Juli 969 M|place=[[Fustat]], [[Mesir]]|map_type=Mesir|map_size=300|map_caption=Lokasi Fustat di Mesir|coordinates={{Coord|30|00|N|31|14|E|type:event_region:EG-C|display=inline,title}}|result=Kemenangan Fatimiyah
* Ditaklukkannya [[Fustat]] dan Mesir
Baris 5 ⟶ 4:
* Pendirian [[Kairo]] dan pemindahan pusat [[Kekhalifahan Fatimiyah]] dari [[Ifriqiyah]] ke Mesir|combatant1=[[Kekhalifahan Fatimiyah]]|combatant2=[[Dinasti Ikhsyidiyah]]|commander1={{Plain list|
* Khalifah [[Muiz Lidinillah|Al-Mu'izz Lidinillah]]
* [[Jawhar al-Siqilli|Jawhar]]
* [[Ja'far bin Fallah]]
* [[Abu Ja'far Ahmad bin Nasr]]
}}|commander2={{Plain list|
Baris 22:
== Latar Belakang: upaya awal Fatimiyah untuk merebut Mesir ==
[[Dinasti Fatimiyah]] berkuasa di [[Ifriqiyah]] ([[Tunisia]] modern dan [[Aljazair]] timur laut) pada tahun 909 M. Orang-orang Fatimiyah telah meninggalkan rumah mereka di [[Bilad asy-Syam|Suriah]] beberapa tahun sebelumnya, dan berangkat ke [[Arab Magrib|Maghreb]] ketika agen-agen mereka telah membuat kemajuan besar dalam mengubah [[Orang Berber|aliran keagamaan bangsa Berber]] [[Kutama]].{{Sfn|Kennedy|2004|pp=313–314}}{{Sfn|Canard|1965|p=852}} Sementara Fatimiyah tetap bersembunyi, da'i Isma'ili [[Abu Abdallah al-Syi'i]] memimpin orang-orang Kutama untuk menggulingkan dinasti [[Aghlabiyyah|Aghlabiyah]] yang sedangkan berkuasa, sehingga pemimpin Fatimiyah mengungkapkan dirinya di depan umum dan mendeklarasikan dirinya [[Khilafah|sebagai khalifah]] dengan nama pemerintahan sebagai [[Abdullah al-Mahdi Billah|al-Mahdi Billah]] ({{Memerintah|909|934}}).{{Sfn|Canard|1965|p=852}}{{Sfn|Halm|1991|pp=99–138}} Berbeda dengan dinasti-dinasti pra-Fatimiyah di Afrika yang tetap menjadi dinasti regional di pinggiran barat [[Kekhalifahan Abbasiyah]], dinasti Fatimiyah mempunyai pretensi [[Oikumene|ekumenis]]. Dinasti ini mengklaim sebagai keturunan [[Fatimah az-Zahra|Fatimah]], putri [[Muhammad]] dan istri [[Ali bin Abi Thalib|Ali]],{{Sfn|Canard|1965|pp=850–852}} para khalifah Fatimiyah juga merupakan pemimpin sekte [[Syiah]] [[Ismailiyah|Isma'ili]], yang para pengikutnya memberi mereka status semi-ilahi sebagai imam, khalifah Allah yang sah di muka bumi. Oleh karena itu, Dinasti Fatimiyah menganggap naiknya kekuasaan mereka sebagai langkah pertama dalam memulihkan posisi mereka yang selayaknya sebagai pemimpin seluruh [[dunia Islam]] melawan Abbasiyah yang pro-[[Sunni]] dan mereka yang bertekad untuk menggulingkan dan menggantikannya.{{Sfn|Canard|1942–1947|pp=158–161, 169, 181–185}}{{Sfn|Walker|1998|p=120}}
[[Berkas:Gold_dinar_of_al-Qaim,_AH_322-334.jpg|al=Photo of the reverse and obverse sides of a gold coin with Arabic writing|ka|jmpl|300x300px| [[Dinar emas]] khalifah [[Kekhalifahan Fathimiyah|Fatimiyah]] kedua, [[Al-Qa'im (Khalifah Fathimiyah)|al-Qa'im bi-Amr Allah]]
Sejalan dengan visi mereka, setelah berdirinya pemerintahan mereka di Ifriqiyah, dinasti Fatimiyah memiliki tujuan berikutnya untuk menaklukkan [[Mesir pada Abad Pertengahan|Mesir]] yang terkenal pintu gerbang ke [[Levant|Syam]] dan [[Mesopotamia Hilir|Irak]], pusat saingan Abbasiyah mereka.{{Sfn|Lev|1988|p=192}} Pada tahun 914, invasi pertama di bawah pimpinan pewaris Fatimiyah, [[Al-Qa'im
Kegagalan upaya invasi awal ini utamanya disebabkan oleh perluasan logistik Fatimiyah yang berlebihan dan kegagalan untuk menaklukkan kota sebelum kedatangan bala bantuan Abbasiyah. Namun demikian, Barqah tetap berada di tangan Fatimiyah sebagai basis terdepan untuk mengancam Mesir.{{Sfn|Brett|2010|pp=563–564}} Ketika Kekhalifahan Abbasiyah memasuki krisis yang parah pada tahun 930-an, Dinasti Fatimiyah sekali lagi mencoba mengambil keuntungan dari konflik yang terjadi antara faksi-faksi militer di Mesir pada tahun 935–936. Pasukan Fatimiyah sempat menduduki Aleksandria untuk sementara waktu, tetapi pemenang sebenarnya saat itu adalah [[Muhammad bin Tughj al-Ikhsyid|Muhammad ibn Tughj al-Ikhsyidiyah]], seorang komandan Turki yang membuktikan dirinya sebagai penguasa Mesir dan Suriah bagian selatan, yang seolah-olah mengatasnamakan Abbasiyah tetapi independen dalam dalam hal pemerintahan, dan mendirikan [[dinasti Ikhsyidiyah]].{{Sfn|Brett|2001|pp=161–162}}{{Sfn|Halm|1991|pp=253–254}} Selama perselisihannya dengan Bagdad, al-Ikhsyid tidak segan-segan mencari dukungan Fatimiyah, bahkan menyarankan aliansi pernikahan antara salah satu putranya dan putri al-Qa'im, tetapi setelah istana Abbasiyah mengakuinya. pemerintahan dan gelarnya, dia membatalkan tindakannya ini.{{Sfn|Bianquis|1998|p=113}}{{Sfn|Halm|1991|p=361}}
Baris 33:
Selama sepertiga kedua abad ke-10, perimbangan kekuasaan bergeser ke arah yang menguntungkan Fatimiyah. Ketika Fatimiyah mengkonsolidasikan rezim mereka, Kekhalifahan Abbasiyah dilemahkan oleh perebutan kekuasaan yang terus-menerus antara faksi-faksi birokrasi, istana, dan militer yang saling bersaing. Secara bertahap provinsi-provinsi terpencil dinasti Abbasiyah dirampas oleh dinasti-dinasti lokal yang ambisius dan wilayah kekuasaannya mengecil dan menyisakan Irak saja. Setelah tahun 946 M, para khalifah Abbasiyah sendiri berubah menjadi khalifah boneka dari dinasti [[Dinasti Buwaihi|Buwaihiyah]] yang tidak berdaya.{{Sfn|Kennedy|2004|pp=185–197}}{{Sfn|Lev|1991|p=11}}
Pada tahun 960-an, dinasti Ikhsyidiyah juga menghadapi krisis yang terdiri atas kombinasi dari ketegangan dalam negeri dan tekanan eksternal.{{Sfn|Brett|2001|p=294}} Kerajaan [[Nubia|Makuria]] yang beragama Kristen di [[Makuria|Nubia]] melancarkan invasi ke Mesir dari selatan, sementara di barat, orang-orang Berber [[Lawata]] menduduki wilayah sekitar Aleksandria, dan bersekutu dengan suku Badui setempat di Gurun Barat untuk menghadapi pasukan Ikhshidiyah.{{Sfn|Bianquis|1998|p=116}}{{Sfn|Brett|2001|pp=294–295}} Di Suriah, meningkatnya kegelisahan di antara orang-orang [[Suku Badui (Arab)|Badui]] membuat pemerintahan Ikhsyidiyah menjadi terguncang, terutama karena hal itu bertepatan dengan invasi Suriah oleh orang-orang [[Qaramitah]], sebuah sekte Isma'ili yang berbasis di Bahrain ([[Arabia Timur|Arab Timur]]).{{Efn|
Situasi domestik di Mesir semakin diperburuk oleh serangkaian [[Banjir Sungai Nil|banjir rendah Sungai Nil]] yang dimulai pada tahun 962 M. Pada tahun 967 M, banjir mencapai tingkat terendah yang tercatat sepanjang periode awal Islam, diikuti oleh tiga tahun ketika permukaan sungai masih jauh di bawah normal. Angin panas dan kawanan [[Belalang juta|belalang]] juga berdampak besar terhadap kerusakan tanaman, menyebabkan kelaparan terburuk yang pernah ada. Keadaan semakin diperparah dengan merebaknya wabah penyakit yang ditularkan oleh tikus.{{Sfn|Halm|1991|p=362}} Akibatnya, harga pangan meningkat pesat. Pada tahun 968 M, harga ayam bisa didapat 25 kali lipat dari harga sebelum kelaparan, dan harga telur lima puluh kali lipat.{{Sfn|Bianquis|1972|p=55}} Fustat dalam hal ini justru yang paling menderita. Kota terpadat di dunia Islam setelah Bagdad ini dilanda kelaparan dan wabah epidemi (yang berlanjut hingga tahun-tahun awal pemerintahan Fatimiyah).{{Sfn|Bianquis|1972|p=56}} Panen yang buruk juga mengurangi aliran pemasukan ke kas, sehingga menyebabkan pemotongan pengeluaran. Hal ini secara langsung berdampak pada kalangan agama berpengaruh, bukan hanya gaji mereka yang tidak dibayarkan, tetapi juga uang untuk pemeliharaan masjid-masjid pun lenyap, dan ketidakmampuan untuk menyediakan tenaga kerja dan uang yang diperlukan untuk menjamin keamanan mereka membuat setelah tahun 965 M, kafilah haji berhenti sama sekali.{{Sfn|Bianquis|1972|p=59}}
Baris 43:
== Runtuhnya rezim Ikhsyidiyah ==
[[Berkas:Dinar_of_Abu'l-Fawaris_Ahmad,_AH_358.jpg|al=Photo of the reverse and obverse sides of a gold coin with Arabic writing around the rim and in the centre|ka|jmpl|300x300px| Dinar emas atas nama penguasa Ikhsyidiyah terakhir, Abu'l-Fawaris Ahmad, dicetak pada tahun 968/9 di [[Ramla]], [[Jund Filasthin|Palestina]]]]
Kematian Abu al-Misk Kafur pada bulan April 968 M, tanpa meninggalkan ahli waris, melumpuhkan rezim Ikhsyidiyah.{{Sfn|Bianquis|1998|pp=117–118}} [[Wazir]] Kafur, [[Ja'far
Berbagai faksi awalnya menyepakati sebuah perjanjian untuk berbagi kekuasaan di bawah pemerintahan cucu al-Ikhsyid yang berusia 11 tahun, Abu'l-Fawaris Ahmad bin Ali, dengan pamannya [[Al-Hasan bin Ubayd Allah bin Tughj|al-Hasan bin Ubaydullah]] yang saat itu menjabat sebagai gubernur Palestina menjadi bupati, Ibnu al-Furat sebagai wazir, dan seorang prajurit budak ({{Transl|ar|[[ghulam|ghulmām]]}}) Syamul al-Ikhsyidi sebagai panglima tertinggi.{{Sfn|Lev|1991|pp=12–13}} Perjanjian tersebut dengan cepat terurai, seiring dengan mengemukanya persaingan antar faksi dan personal dari para elit Ikhsyidiyah. Syamul tidak mempunyai wewenang nyata atas tentara, sehingga {{Transl|ar|Ikhsyidiyyah}} mengalami bentrok melawan {{Transl|ar|Kafuriyyah}} dan mengusir mereka dari Mesir. Pada saat yang sama, Ibn al-Furat mulai menangkapi pesaing-pesaingnya dalam pemerintahan, sehingga secara efektif menghentikan pemerintahan dan yang terpenting, aliran pendapatan pajak.{{Sfn|Lev|1991|pp=13–14}} Bupati al-Hasan bin Ubaydullah tiba dari Palestina pada bulan November dan menduduki Fustat, memenjarakan Ibn al-Furat. Namun, upayanya untuk menegakkan kekuasaannya gagal, dan pada awal tahun 969 M, ia pergi dari ibu kota dan kembali ke Palestina, meninggalkan Mesir tanpa pemerintahan.{{Sfn|Bianquis|1998|p=118}}{{Sfn|Lev|1991|p=14}}
Sejarawan [[Yaacov Lev]] menulis bahwa menghadapi kebuntuan ini, para elit Mesir hanya punya "pilihan untuk mencari intervensi dari luar". Mengingat situasi internasional pada saat itu, yang dimaksud hanyalah Fatimiyah. Sumber-sumber abad pertengahan melaporkan bahwa surat-surat dari para pemimpin sipil dan militer dikirimkan kepada khalifah Fatimiyah [[Muiz Lidinillah|al-Mu'izz Lidinillah]] ({{Memerintah|953|975}}) di Ifriqiyah, yang saat itu persiapan untuk invasi baru ke Mesir sudah berjalan lancar. {{Sfn|Lev|1991|p=14}}
Baris 109:
| lon_deg = 32 | lon_min = 14 | lon_dir = E
}}}}
Jauhar mendirikan tendanya di Raqqada pada tanggal 26 Desember 968 M, dan para tentara ekspedisi mulai berkumpul di bawah pengawasannya. Khalifah al-Mu'izz datang hampir setiap hari ke kamp yang sedang berkembang dari dekat kota istana [[El-Mansuriya|Mansuriyah]].{{Sfn|Halm|1991|p=363}} Pasukan yang dikumpulkan dilaporkan oleh sumber-sumber Arab berjumlah lebih dari seratus ribu orang,{{Sfn|Gibb|1936|p=706}} dan harus didampingi oleh skuadron angkatan laut yang kuat,{{Efn|
Pada bulan Mei 969, tentara Fatimiyah memasuki [[Delta Nil]].{{Sfn|Halm|1991|p=364}} Jauhar menduduki Aleksandria tanpa perlawanan dan mendirikan kamp berbenteng di Tarrujah, di tepi barat Delta, dekat Aleksandria,{{Sfn|Dachraoui|1993|p=488}} sementara barisan depan maju menuju oasis Fayyum.{{Sfn|Halm|1991|p=364}} Pasukan Jawhar tidak menemui perlawanan apa pun saat mereka memasuki negara itu, dan jenderal Fatimiyah dengan cepat menguasai tepi barat Sungai Nil, dari laut hingga Fayyum. Lalu dia berhenti, menunggu reaksi Fustat.{{Sfn|Walker|1998|p=137}}
Baris 116:
Sebagai pusat administrasi dan kota terbesar di negara Mesir, Fustat adalah kunci untuk mengendalikan seluruh wilayah tersebut. Pengalaman kaum Fatimiyah sendiri membuat mereka sadar akan hal ini. Dalam invasi mereka sebelumnya, meskipun mereka berhasil menduduki sebagian besar negara, kegagalan mereka untuk merebut Fustat menentukan hasil kampanye tersebut. Sebaliknya, Lev menunjuk pada karier Muhammad bin Tughj al-Ikhsyid dan kesuksesan Jauhar sendiri pada tahun 969 M, sebagai bukti bahwa "penaklukan terhadap pusat lebih menentukan nasib negara, meskipun provinsi-provinsi tidak sepenuhnya ditaklukkan".{{Sfn|Lev|1979|p=320}}
Pada awal Juni, lingkaran penguasa Fustat mengirim delegasi ke Jauhar dengan membawa daftar tuntutan, terutama jaminan keselamatan pribadi mereka dan jaminan atas properti dan posisi mereka.{{Sfn|Halm|1991|p=364}}{{Sfn|Lev|1991|p=15}} Pemimpin {{Transl|ar|Ikhsyidiyyah}}, [[Nihrir al-Shuwayzan|Nihrir al-Syuwaizan]], sebagai komandan satu-satunya badan militer yang cukup besar, juga meminta agar ia dicalonkan sebagai gubernur kota suci [[Makkah|Mekah]] dan [[Madinah]], sebuah tuntutan yang ditolak oleh Lev sebagai "tidak realistis" dan mengungkapkan "kurangnya pemahaman terhadap kepekaan agama tertentu di kalangan Fatimiyah."{{Sfn|Lev|1991|p=15}} Delegasi tersebut terdiri dari para pemimpin keluarga {{Transl|ar|[[asyraf|asyrāf]]}} ,{{Efn|
Sebagai imbalan atas penyerahan negara secara damai, Jauhar, sebagai wakil al-Mu'izz, mengeluarkan surat perintah jaminan keamanan ({{Transl|ar|[[Aman (Islam)|amān]]}}) dan daftar janji kepada penduduk Mesir.{{Sfn|Brett|2001|p=300}}{{Sfn|Halm|1991|pp=364–365}}{{Efn|
=== Penaklukkan Fustat ===
Baris 125:
Jalannya konflik selanjutnya tidak jelas, karena sumber-sumber melaporkan dengan rincian yang berbeda. {{Sfn|Lev|1991|p=16 (esp. note 15)}} Pertempuran pertama terjadi pada tanggal 29, tetapi Jauhar terpaksa mundur. Setelah itu, Jauhar memutuskan untuk menyeberangi sungai di tempat lain. Tergantung pada sumbernya, hal ini dilakukan dengan perahu yang disediakan oleh sekelompok Ikhsyidiyah {{Transl|ar|ghilmān}} yang membelot, atau ditangkap oleh Ja'far bin Fallah dari armada Ikhsyidiyah yang dikirim dari [[Mesir Hilir]] untuk membantu garnisun Fustat.{{Sfn|Lev|1979|p=319}} Dengan menggunakan perahu-perahu ini, Ibnu Fallah memimpin sebagian pasukan Fatimiyah menyeberang, meskipun lokasi tepatnya tidak diketahui. Menurut al-Maqrizi, empat komandan Ikhsyidiyah telah dikirim bersama pasukannya untuk memperkuat kemungkinan titik pendaratan, tetapi pasukan Fatimiyah berhasil menyeberangi sungai. Pada tanggal 3 Juli, kedua pasukan bentrok dan Fatimiyah menang. Tidak ada rincian yang diketahui, tetapi seluruh pasukan Ikhshidid yang dikirim dari Giza untuk melawan Fatimiyah dihancurkan.{{Sfn|Lev|1979|pp=319–320}} Pasukan Ikhsyidiyah lainnya kemudian meninggalkan Rawdah dan berpencar, meninggalkan Fustat dan melarikan diri hingga Suriah untuk mencari keselamatan.{{Sfn|Halm|1991|p=365}}
Fustat berada dalam kekacauan akibat peristiwa ini, tetapi pada saat itu para da'i Fatimiyah tampil, melakukan kontak dengan [[Syurthah|kepala polisi]], dan menggantungkan spanduk putih Fatimiyah{{Efn|
[[Berkas:Mosque_of_Amr_ibn_al-As.jpg|al=Photo of a paved courtyard surrounded by an arcade, with a domed pavilion in the centre over a well|ka|jmpl|300x300px| Halaman dalam [[Masjid Amru bin Ash]], tempat penakluk Mesir, Jauhar, memimpin [[salat Jumat]] setelah memasuki Fustat.]]
Pada tanggal 6 Juli, Ibn al-Furat dan Abu Ja'far Muslim, didampingi oleh para pedagang terkemuka, memimpin massa melewati jembatan ponton untuk memberi penghormatan kepada Jauhar di Giza. Pada malam yang sama, tentara Fatimiyah mulai melintasi jembatan, dan mendirikan kemah sekitar {{Convert|5|km|mi|0}} utara kota.{{Sfn|Halm|1991|p=366}} Keesokan harinya, pembagian sedekah diumumkan, dibiayai oleh harta yang dibawa Jauhar bersamanya. Uang dibagikan kepada orang miskin oleh {{Transl|ar|qāḍī}} tentara, [[Ali ibn al-Walid al-Ishbili|Ali bin al-Walid al-Isybili]].{{Sfn|Halm|1991|p=366}} Pada tanggal 9 Juli, Jauhar memimpin [[salat Jumat]] di [[Masjid Amru bin Ash|Masjid Amr]] di Fustat. Pada saat itu pengkhotbah Sunni, berpakaian dengan pakaian [[Banu Ali|Bani Ali]] yang berwarna putih dan membaca frasa asing dari sebuah catatan, membacakan {{Transl|ar|[[khutbah|khuṭbah]]}} atas nama al-Mu'izz .{{Sfn|Walker|1998|p=137}}
Baris 168:
=== Pemindahan istana Fatimiyah ke Mesir ===
Menyusul perlawanan terhadap serangan Qaramithah dan meskipun kerusuhan lokal di Mesir terus berlanjut, Jauhar menilai Mesir sudah cukup tenang untuk mengundang khalifahnya, al-Mu'izz, untuk datang ke Mesir.{{Sfn|Bianquis|1972|pp=88–89}} Khalifah Fatimiyah memulai persiapan untuk memindahkan seluruh istana, harta, dan bahkan peti mati leluhurnya dari Ifriqiyah ke Mesir.{{Sfn|Lev|1991|p=18}}{{Sfn|Kennedy|2004|p=319}} Setelah persiapan yang panjang, penguasa Fatimiyah dan rombongannya meninggalkan ibu kota mereka, al-Mansuriyah di Ifriqiyah pada tanggal 5 Agustus 972 M menuju Sardaniyah dekat Aïn Djeloula yang selama empat bulan berikutnya, para pengikut Fatimiyah yang ingin mengikuti pemimpin mereka datang ke Bergabunglah dengannya.{{Sfn|Halm|1991|pp=369–370}} Di sana, pada tanggal 2 Oktober, al-Mu'izz menunjuk Buluggin bin Ziri sebagai raja mudanya di Ifriqiyah.{{Sfn|Halm|1991|p=370}}{{Efn|
Kedatangan khalifah Fatimiyah dan istananya merupakan titik balik besar dalam sejarah Mesir. Pada masa pemerintahan Tuluniyah dan Ikhsyidiyah sebelumnya, negara ini, untuk pertama kalinya sejak [[Kerajaan Ptolemaik|masa Ptolemeus]], menjadi pusat pemerintahan independen dan muncul sebagai kekuatan regional yang otonom. Namun demikian, ambisi rezim-rezim ini bersifat regional dan terikat pada kepribadian para penguasa mereka yang sebagian dari mereka tetap berada dalam orbit istana Abbasiyah. Sedangkan rezim Fatimiyah mewakili kekuatan imperial sekaligus revolusioner, dengan mandat keagamaan yang memberi mereka pretensi ekumenis untuk menentang Abbasiyah secara langsung.{{Sfn|Sayyid|1998|pp=115–116}} Peristiwa ini juga mempunyai dampak terhadap perkembangan [[Syiah Dua Belas Imam|Syiah Imamiyah]] dan Sunni di wilayah Islam bagian timur. Dengan munculnya Fatimiyah sebagai pihak yang mengklaim kepemimpinan dunia Islam, sekte-sekte Syiah lainnya, yang paling terkenal adalah Kelompok Dua Belas Imam, dipaksa untuk membedakan diri mereka dari kelompok Isma'ili Fatimiyah, sehingga mempercepat proses pemisahan mereka menjadi sebuah komunitas tersendiri yang ditandai dengan doktrin, ritual, dan perayaan mereka sendiri. Pada gilirannya, hal ini menyebabkan proses serupa di kalangan Sunni (yang disebut “Kebangkitan Sunni”), yang berpuncak pada kodifikasi doktrin Sunni dan manifesto anti-Syiah dari khalifah Abbasiyah [[al-Qadir]] ({{Memerintah|991|1031}}). Hasil dari semua ini adalah semakin menguatnya perpecahan Syiah-Sunni menjadi kelompok-kelompok yang saling eksklusif. Seperti yang ditulis oleh sejarawan [[Hugh N. Kennedy|Hugh Kennedy]], "tidak mungkin lagi menjadi seorang Muslim saja: seseorang harus memilih untuk menjadi Sunni atau Syiah". {{Sfn|Kennedy|2010|pp=387–393}} Meskipun Dinasti Fatimiyah akhirnya gagal dalam mewujudkan ambisi mereka karena pemerintahan mereka diakhiri oleh [[Salahuddin Ayyubi|Salahuddin]] pada tahun 1171, yang mengembalikan kekuasaan Sunni dan Abbasiyah ke Mesir {{Sfn|Canard|1965|pp=854–857}}, Dinasti Fatimiyah tetap berhasil mengubah Mesir dan ibu kota mereka, Kairo, sebagai pusat pemerintahan sebuah kerajaan universal. Maka sejak itulah Mesir dan Kaironya menjadi salah satu pusat utama dalam dunia Islam.{{Sfn|Sayyid|1998|pp=116–117}}
==
{{Notelist}}
Baris 180:
</div>
== Daftar
* {{
* {{The Cambridge History of Egypt | volume = 1 | last = Bianquis | first = Thierry | author-link = Thierry Bianquis | chapter = Autonomous Egypt from Ibn Ṭūlūn to Kāfūr, 868–969 | pages = 86–119 | chapter-url = {{Google Books|y3FtXpB_tqMC|page=86|plainurl=y}} |ref=harv}}
* {{
* {{
* {{Cite journal|last=Canard|first=Marius|author-link=Marius Canard|year=1942–1947|title=L'impérialisme des Fatimides et leur propagande|trans-title=The Imperialism of the Fatimids and their Propaganda|journal=Annales de l'Institut d'études Orientales|language=fr|volume=VI|pages=156–193}}▼
* {{
▲* {{
* {{Encyclopaedia of Islam, New Edition|last=Dachraoui|first=F.|title=al-Muʿizz li-Dīn Allāh|volume=7|pages=485–489|ref=harv}}▼
* {{EI2 | last = Canard | first = Marius | authorlink = Marius Canard | title = Fāṭimids | volume = 2 | pages = 850–862| url = http://dx.doi.org/10.1163/1573-3912_islam_COM_0218|ref=harv}}
* {{Cite encyclopedia|last=Gibb|encyclopedia=The Encyclopaedia of Islām, A Dictionary of the Geography, Ethnography and Biography of the Muhammadan Peoples. Volume III: L–R|year=1936|editor=M. Th. Houtsma|editor2=A. J. Wensinck|editor3=E. Lévi-Provençal|editor4=W. Heffening|publisher=E. J. Brill and Luzac & Co|oclc=221097825|ref=harv}}▼
▲* {{
* {{Cite book|last=Halm|first=Heinz|year=1991|title=Das Reich des Mahdi: Der Aufstieg der Fatimiden|location=Munich|publisher=C. H. Beck|isbn=3-406-35497-1|language=de|trans-title=The Empire of the Mahdi: The Rise of the Fatimids|author-link=Heinz Halm|ref=harv}}▼
▲* {{
* {{Cite book|last=Hathaway|first=Jane|year=2012|url=https://books.google.com/books?id=L-lPC7DgepEC|title=A Tale of Two Factions: Myth, Memory, and Identity in Ottoman Egypt and Yemen|location=Albany|publisher=State University of New York Press|isbn=978-0-7914-8610-8|ref=harv}}▼
▲* {{
* {{Cite book|year=2009|url={{Google Books|sVQBAwAAQBAJ|plainurl=yes}}|title=Towards a Shi'i Mediterranean Empire: Fatimid Egypt and the Founding of Cairo. The Reign of Imam-Caliph al-Muʿizz, from al-Maqrīzī's Ittiʿāẓ al-ḥunafāʾ|location=London and New York|publisher=I.B. Tauris|isbn=978-0-8577-1742-9|editor-last=Jiwa|editor-first=Shainool|ref=harv}}▼
▲* {{
* {{Cite journal|last=Lev|first=Yaacov|year=1979|title=The Fāṭimid Conquest of Egypt – Military Political and Social Aspects|journal=Israel Oriental Studies|volume=9|pages=315–328|issn=0334-4401|ref=harv}}▼
▲* {{
* {{Cite journal|last=Lev|first=Yaacov|year=1984|title=The Fāṭimid Navy, Byzantium and the Mediterranean Sea, 909–1036 CE/297–427 AH|journal=Byzantion: Revue internationale des études byzantines|volume=54|issue=1|pages=220–252|issn=0378-2506|jstor=44170866|ref=harv}}▼
* {{The Prophet and the Age of the Caliphates| edition = Second|ref=harv}}
* {{New Cambridge History of Islam | volume = 1 | last = Kennedy | first = Hugh | authorlink = Hugh N. Kennedy | chapter = The Late ʿAbbasid Pattern, 945–1050 | pages = 360–393|ref=harv}}
▲* {{
* {{Cite book|last=Lev|first=Yaacov|year=1991|url={{Google Books|I2LwgIL_bpEC|plainurl=y}}|title=State and Society in Fatimid Egypt|location=Leiden|publisher=Brill|isbn=90-04-09344-3|ref=harv}}▼
▲* {{
* {{Cite book|last=Madelung|first=Wilferd|year=1996|title=Mediaeval Isma'ili History and Thought|publisher=[[Cambridge University Press]]|isbn=978-0-521-00310-0|editor-last=Daftary|editor-first=Farhad|editor-link=Farhad Daftary|pages=21–73|chapter=The Fatimids and the Qarmatīs of Bahrayn|author-link=Wilferd Madelung|chapter-url={{Google books|8eebGQXgPcQC|page=21|plainurl=y}}|ref=harv}}▼
* {{
* {{
▲* {{
* {{Cite book|last=Sayyid|first=Ayman Fuʾād|year=1998|title=La capitale de l'Égypte jusqu'à l'époque fatimide. Al-Qāhira et al-Fusṭāṭ: Essai de reconstitution topographique|location=Stuttgart|publisher=Franz Steiner Verlag|isbn=3-515-05716-1|series=Beiruter Texte und Studien|language=fr|trans-title=The Capital of Egypt Until the Fatimid Era. Al-Qāhira and al-Fusṭāṭ: Attempt of a Topographical Reconstruction|ref=harv}}▼
▲* {{
* {{cite journal | last = Mortel | first = Richard T. | title = Zaydi Shiism and the Hasanid Sharifs of Mecca | journal = International Journal of Middle East Studies | volume = 19 | issue = 4 | year = 1987 | pages = 455–472 | doi = 10.1017/S0020743800056518 | jstor = 163211 | s2cid = 161236719 |ref=harv}}
* {{cite journal | last = Mortel | first = Richard T. | title = The Origins and Early History of the Husaynid Amirate of Madīna to the End of the Ayyūbid Period | journal = Studia Islamica | volume = 74 | year = 1991 | issue = 74 | pages = 63–78 | doi = 10.2307/1595897 | jstor = 1595897 |ref=harv}}
▲* {{
* {{The Cambridge History of Egypt | volume = 1 | last = Walker | first = Paul E. | chapter = The Ismāʿīlī Daʿwa and the Fāṭimid Caliphate | pages = 120–150 | chapter-url = {{Google Books|y3FtXpB_tqMC|page=120|plainurl=y}} |ref=harv}}
{{Topik Fathimiyah}}
[[Kategori:Invasi Mesir]]
[[Kategori:969]]
[[Kategori:Sejarah militer Kekhalifahan Fathimiyah]]
[[Kategori:Konflik tahun 960-an]]
[[Kategori:Koordinat tidak ada di Wikidata]]
[[Kategori:Mesir di bawah Kekhalifahan Fathimiyah]]
|