Penaklukan Mesir oleh Fatimiyah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Glorious Engine (bicara | kontrib)
Manggadua (bicara | kontrib)
 
(10 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
 
{{Infobox military conflict|conflict=Penaklukkan Mesir oleh Fatimiyah|partof=Ekspansi [[Kekhalifahan Fatimiyah]]|image=|image_size=|alt=|caption=|date=6 Februari – 9 Juli 969 M|place=[[Fustat]], [[Mesir]]|map_type=Mesir|map_size=300|map_caption=Lokasi Fustat di Mesir|coordinates={{Coord|30|00|N|31|14|E|type:event_region:EG-C|display=inline,title}}|result=Kemenangan Fatimiyah
* Ditaklukkannya [[Fustat]] dan Mesir
Baris 5 ⟶ 4:
* Pendirian [[Kairo]] dan pemindahan pusat [[Kekhalifahan Fatimiyah]] dari [[Ifriqiyah]] ke Mesir|combatant1=[[Kekhalifahan Fatimiyah]]|combatant2=[[Dinasti Ikhsyidiyah]]|commander1={{Plain list|
* Khalifah [[Muiz Lidinillah|Al-Mu'izz Lidinillah]]
* [[Jawhar al-Siqilli|Jawhar]]
* [[Jauhar]]
* [[Ja'far bin Fallah]]
* [[Abu Ja'far Ahmad bin Nasr]]
}}|commander2={{Plain list|
Baris 23:
== Latar Belakang: upaya awal Fatimiyah untuk merebut Mesir ==
[[Dinasti Fatimiyah]] berkuasa di [[Ifriqiyah]] ([[Tunisia]] modern dan [[Aljazair]] timur laut) pada tahun 909 M. Orang-orang Fatimiyah telah meninggalkan rumah mereka di [[Bilad asy-Syam|Suriah]] beberapa tahun sebelumnya, dan berangkat ke [[Arab Magrib|Maghreb]] ketika agen-agen mereka telah membuat kemajuan besar dalam mengubah [[Orang Berber|aliran keagamaan bangsa Berber]] [[Kutama]].{{Sfn|Kennedy|2004|pp=313–314}}{{Sfn|Canard|1965|p=852}} Sementara Fatimiyah tetap bersembunyi, da'i Isma'ili [[Abu Abdallah al-Syi'i]] memimpin orang-orang Kutama untuk menggulingkan dinasti [[Aghlabiyyah|Aghlabiyah]] yang sedangkan berkuasa, sehingga pemimpin Fatimiyah mengungkapkan dirinya di depan umum dan mendeklarasikan dirinya [[Khilafah|sebagai khalifah]] dengan nama pemerintahan sebagai [[Abdullah al-Mahdi Billah|al-Mahdi Billah]] ({{Memerintah|909|934}}).{{Sfn|Canard|1965|p=852}}{{Sfn|Halm|1991|pp=99–138}} Berbeda dengan dinasti-dinasti pra-Fatimiyah di Afrika yang tetap menjadi dinasti regional di pinggiran barat [[Kekhalifahan Abbasiyah]], dinasti Fatimiyah mempunyai pretensi [[Oikumene|ekumenis]]. Dinasti ini mengklaim sebagai keturunan [[Fatimah az-Zahra|Fatimah]], putri [[Muhammad]] dan istri [[Ali bin Abi Thalib|Ali]],{{Sfn|Canard|1965|pp=850–852}} para khalifah Fatimiyah juga merupakan pemimpin sekte [[Syiah]] [[Ismailiyah|Isma'ili]], yang para pengikutnya memberi mereka status semi-ilahi sebagai imam, khalifah Allah yang sah di muka bumi. Oleh karena itu, Dinasti Fatimiyah menganggap naiknya kekuasaan mereka sebagai langkah pertama dalam memulihkan posisi mereka yang selayaknya sebagai pemimpin seluruh [[dunia Islam]] melawan Abbasiyah yang pro-[[Sunni]] dan mereka yang bertekad untuk menggulingkan dan menggantikannya.{{Sfn|Canard|1942–1947|pp=158–161, 169, 181–185}}{{Sfn|Walker|1998|p=120}}
[[Berkas:Gold_dinar_of_al-Qaim,_AH_322-334.jpg|al=Photo of the reverse and obverse sides of a gold coin with Arabic writing|ka|jmpl|300x300px| [[Dinar emas]] khalifah [[Kekhalifahan Fathimiyah|Fatimiyah]] kedua, [[Al-Qa'im (Khalifah Fathimiyah)|al-Qa'im bi-Amr Allah]] . Sebagai pewaris ayahnya, ia memimpin dua invasi Fatimiyah pertama yang gagal ke [[Mesir pada Abad Pertengahan|Mesir]] .]]
Sejalan dengan visi mereka, setelah berdirinya pemerintahan mereka di Ifriqiyah, dinasti Fatimiyah memiliki tujuan berikutnya untuk menaklukkan [[Mesir pada Abad Pertengahan|Mesir]] yang terkenal pintu gerbang ke [[Levant|Syam]] dan [[Mesopotamia Hilir|Irak]], pusat saingan Abbasiyah mereka.{{Sfn|Lev|1988|p=192}} Pada tahun 914, invasi pertama di bawah pimpinan pewaris Fatimiyah, [[Al-Qa'im bi-Amr(Khalifah AllahFathimiyah)|, al-Qa'im bi-Amr Allah,]] diluncurkan ke arah timur. Mereka merebut [[Kirenaika]] (Barqah), [[Iskandariyah|Aleksandria]] dan [[Oasis Faiyum|Oasis Fayyum]], tetapi gagal merebut ibu kota Mesir, [[Fustat]], dan berhasil dipukul mundur pada tahun 915 M setelah kedatangan bala bantuan Abbasiyah dari Suriah dan Irak.{{Sfn|Lev|1988|pp=187–188}} Invasi kedua dilakukan pada tahun 919–921. Alexandria kembali direbut, tetapi Fatimiyah berhasil dipukul mundur di dekat Fustat dan angkatan laut mereka dihancurkan. Al-Qa'im pindah ke Oasis Fayyum, tetapi terpaksa meninggalkannya saat menghadapi pasukan Abbasiyah baru dan mundur melewati gurun menuju Ifriqiyah.{{Sfn|Lev|1988|pp=188–190}}
 
Kegagalan upaya invasi awal ini utamanya disebabkan oleh perluasan logistik Fatimiyah yang berlebihan dan kegagalan untuk menaklukkan kota sebelum kedatangan bala bantuan Abbasiyah. Namun demikian, Barqah tetap berada di tangan Fatimiyah sebagai basis terdepan untuk mengancam Mesir.{{Sfn|Brett|2010|pp=563–564}} Ketika Kekhalifahan Abbasiyah memasuki krisis yang parah pada tahun 930-an, Dinasti Fatimiyah sekali lagi mencoba mengambil keuntungan dari konflik yang terjadi antara faksi-faksi militer di Mesir pada tahun 935–936. Pasukan Fatimiyah sempat menduduki Aleksandria untuk sementara waktu, tetapi pemenang sebenarnya saat itu adalah [[Muhammad bin Tughj al-Ikhsyid|Muhammad ibn Tughj al-Ikhsyidiyah]], seorang komandan Turki yang membuktikan dirinya sebagai penguasa Mesir dan Suriah bagian selatan, yang seolah-olah mengatasnamakan Abbasiyah tetapi independen dalam dalam hal pemerintahan, dan mendirikan [[dinasti Ikhsyidiyah]].{{Sfn|Brett|2001|pp=161–162}}{{Sfn|Halm|1991|pp=253–254}} Selama perselisihannya dengan Bagdad, al-Ikhsyid tidak segan-segan mencari dukungan Fatimiyah, bahkan menyarankan aliansi pernikahan antara salah satu putranya dan putri al-Qa'im, tetapi setelah istana Abbasiyah mengakuinya. pemerintahan dan gelarnya, dia membatalkan tindakannya ini.{{Sfn|Bianquis|1998|p=113}}{{Sfn|Halm|1991|p=361}}
Baris 33:
Selama sepertiga kedua abad ke-10, perimbangan kekuasaan bergeser ke arah yang menguntungkan Fatimiyah. Ketika Fatimiyah mengkonsolidasikan rezim mereka, Kekhalifahan Abbasiyah dilemahkan oleh perebutan kekuasaan yang terus-menerus antara faksi-faksi birokrasi, istana, dan militer yang saling bersaing. Secara bertahap provinsi-provinsi terpencil dinasti Abbasiyah dirampas oleh dinasti-dinasti lokal yang ambisius dan wilayah kekuasaannya mengecil dan menyisakan Irak saja. Setelah tahun 946 M, para khalifah Abbasiyah sendiri berubah menjadi khalifah boneka dari dinasti [[Dinasti Buwaihi|Buwaihiyah]] yang tidak berdaya.{{Sfn|Kennedy|2004|pp=185–197}}{{Sfn|Lev|1991|p=11}}
 
Pada tahun 960-an, dinasti Ikhsyidiyah juga menghadapi krisis yang terdiri atas kombinasi dari ketegangan dalam negeri dan tekanan eksternal.{{Sfn|Brett|2001|p=294}} Kerajaan [[Nubia|Makuria]] yang beragama Kristen di [[Makuria|Nubia]] melancarkan invasi ke Mesir dari selatan, sementara di barat, orang-orang Berber [[Lawata]] menduduki wilayah sekitar Aleksandria, dan bersekutu dengan suku Badui setempat di Gurun Barat untuk menghadapi pasukan Ikhshidiyah.{{Sfn|Bianquis|1998|p=116}}{{Sfn|Brett|2001|pp=294–295}} Di Suriah, meningkatnya kegelisahan di antara orang-orang [[Suku Badui (Arab)|Badui]] membuat pemerintahan Ikhsyidiyah menjadi terguncang, terutama karena hal itu bertepatan dengan invasi Suriah oleh orang-orang [[Qaramitah]], sebuah sekte Isma'ili yang berbasis di Bahrain ([[Arabia Timur|Arab Timur]]).{{Efn|Meskipun bermula dalam gerakan Isma'ili rahasia yang sama kemudian memberikan tanggal kelahiran Kekhalifahan Fatimiyah pertama, Qarmatia berpisah dari cabang pro-Fatimiyah pada 899 atas inovasi doktrinal yang diperkenalkan oleh khalifah Fatimiyah pertama, al-Mahdi Billah.{{sfn|Madelung|1996|pp=24, 27–28}}{{sfn|Halm|1991|pp=64–67}} Sumber-sumber Muslim kontemporer, serta beberapa cendekiawan modern, menyatakan bahwa Qarmatia diam-diam mengkoordinasikan serangan mereka dengan Fatimiyah, namun ini disangkal.{{sfn|Madelung|1996|pp=22–45}} Fatimiyah membuat beberapa upaya untuk membujuk komunitas Qarmatia agar mengakui kepemimpinan mereka. Meskipun mereka berhasil di beberapa tempat, Qarmatia dari Bahrayn tetap menolak untuk melakukannya.{{sfn|Halm|1991|pp=67, 176}}}} Sering bersekutu dengan Badui, kaum Qaramati menyerang karavan pedagang dan jamaah [[haji]], dan orang-orang Ikhsyidiyah tidak mampu melawan serangan mereka.{{Sfn|Bianquis|1998|p=116}}{{Sfn|Brett|2001|pp=294–295}} Situasinya sedemikian rupa sehingga jalur darat dari Mesir ke Irak praktis terputus.{{Sfn|Walker|1998|p=137}} Para sejarawan modern mencurigai adanya campur tangan Fatimiyah di balik setidaknya beberapa peristiwa berikut. Menurut Orientalis Prancis [[Thierry Bianquis]], penyerbuan Makurian pada tahun 956, yang menjarah wilayah [[Aswan]], "mungkin didukung secara diam-diam oleh Fatimiyah", {{Sfn|Bianquis|1998|p=116}} dan kolusi Fatimiyah dalam serangan Badui dan Qaramitah di Suriah "biasanya diakui". Akan tetapi, seperti yang diperingatkan oleh sejarawan Michael Brett, "tidak ada bukti nyata" mengenai hal tersebut.{{Sfn|Brett|2001|p=295}}
 
Situasi domestik di Mesir semakin diperburuk oleh serangkaian [[Banjir Sungai Nil|banjir rendah Sungai Nil]] yang dimulai pada tahun 962 M. Pada tahun 967 M, banjir mencapai tingkat terendah yang tercatat sepanjang periode awal Islam, diikuti oleh tiga tahun ketika permukaan sungai masih jauh di bawah normal. Angin panas dan kawanan [[Belalang juta|belalang]] juga berdampak besar terhadap kerusakan tanaman, menyebabkan kelaparan terburuk yang pernah ada. Keadaan semakin diperparah dengan merebaknya wabah penyakit yang ditularkan oleh tikus.{{Sfn|Halm|1991|p=362}} Akibatnya, harga pangan meningkat pesat. Pada tahun 968 M, harga ayam bisa didapat 25 kali lipat dari harga sebelum kelaparan, dan harga telur lima puluh kali lipat.{{Sfn|Bianquis|1972|p=55}} Fustat dalam hal ini justru yang paling menderita. Kota terpadat di dunia Islam setelah Bagdad ini dilanda kelaparan dan wabah epidemi (yang berlanjut hingga tahun-tahun awal pemerintahan Fatimiyah).{{Sfn|Bianquis|1972|p=56}} Panen yang buruk juga mengurangi aliran pemasukan ke kas, sehingga menyebabkan pemotongan pengeluaran. Hal ini secara langsung berdampak pada kalangan agama berpengaruh, bukan hanya gaji mereka yang tidak dibayarkan, tetapi juga uang untuk pemeliharaan masjid-masjid pun lenyap, dan ketidakmampuan untuk menyediakan tenaga kerja dan uang yang diperlukan untuk menjamin keamanan mereka membuat setelah tahun 965 M, kafilah haji berhenti sama sekali.{{Sfn|Bianquis|1972|p=59}}
Baris 43:
== Runtuhnya rezim Ikhsyidiyah ==
[[Berkas:Dinar_of_Abu'l-Fawaris_Ahmad,_AH_358.jpg|al=Photo of the reverse and obverse sides of a gold coin with Arabic writing around the rim and in the centre|ka|jmpl|300x300px| Dinar emas atas nama penguasa Ikhsyidiyah terakhir, Abu'l-Fawaris Ahmad, dicetak pada tahun 968/9 di [[Ramla]], [[Jund Filasthin|Palestina]]]]
Kematian Abu al-Misk Kafur pada bulan April 968 M, tanpa meninggalkan ahli waris, melumpuhkan rezim Ikhsyidiyah.{{Sfn|Bianquis|1998|pp=117–118}} [[Wazir]] Kafur, [[Ja'far ibnbin al-Furat]], yang menikah dengan seorang putri Ikhsyidiyah dan mungkin berharap agar putra mereka naik takhta,{{Sfn|Bianquis|1972|p=58}} mencoba mengendalikan pemerintahan. Akan tetapi, ia tidak memiliki basis kekuasaan di luar birokrasi, sementara itu tentara terpecah menjadi faksi-faksi yang saling bermusuhan (terutama tentara {{Transl|ar|Ikhsyidiyyah}} yang direkrut oleh al-Ikhsyid, dan {{Transl|ar|Kafuriyyah}}, yang direkrut oleh Kafur). {{Sfn|Brett|2001|p=298}} {{Sfn|Lev|1991|pp=12–13}} Para pemimpin militer lebih suka jika salah satu dari mereka menggantikan Kafur, tetapi terpaksa mundur di hadapan keluarga Ikhsyidiyah dan mendapatkan tentangan dari kelompok sipil dan ulama.{{Sfn|Bianquis|1972|p=61}}
 
Berbagai faksi awalnya menyepakati sebuah perjanjian untuk berbagi kekuasaan di bawah pemerintahan cucu al-Ikhsyid yang berusia 11 tahun, Abu'l-Fawaris Ahmad bin Ali, dengan pamannya [[Al-Hasan bin Ubayd Allah bin Tughj|al-Hasan bin Ubaydullah]] yang saat itu menjabat sebagai gubernur Palestina menjadi bupati, Ibnu al-Furat sebagai wazir, dan seorang prajurit budak ({{Transl|ar|[[ghulam|ghulmām]]}}) Syamul al-Ikhsyidi sebagai panglima tertinggi.{{Sfn|Lev|1991|pp=12–13}} Perjanjian tersebut dengan cepat terurai, seiring dengan mengemukanya persaingan antar faksi dan personal dari para elit Ikhsyidiyah. Syamul tidak mempunyai wewenang nyata atas tentara, sehingga {{Transl|ar|Ikhsyidiyyah}} mengalami bentrok melawan {{Transl|ar|Kafuriyyah}} dan mengusir mereka dari Mesir. Pada saat yang sama, Ibn al-Furat mulai menangkapi pesaing-pesaingnya dalam pemerintahan, sehingga secara efektif menghentikan pemerintahan dan yang terpenting, aliran pendapatan pajak.{{Sfn|Lev|1991|pp=13–14}} Bupati al-Hasan bin Ubaydullah tiba dari Palestina pada bulan November dan menduduki Fustat, memenjarakan Ibn al-Furat. Namun, upayanya untuk menegakkan kekuasaannya gagal, dan pada awal tahun 969 M, ia pergi dari ibu kota dan kembali ke Palestina, meninggalkan Mesir tanpa pemerintahan.{{Sfn|Bianquis|1998|p=118}}{{Sfn|Lev|1991|p=14}}
 
Sejarawan [[Yaacov Lev]] menulis bahwa menghadapi kebuntuan ini, para elit Mesir hanya punya "pilihan untuk mencari intervensi dari luar". Mengingat situasi internasional pada saat itu, yang dimaksud hanyalah Fatimiyah. Sumber-sumber abad pertengahan melaporkan bahwa surat-surat dari para pemimpin sipil dan militer dikirimkan kepada khalifah Fatimiyah [[Muiz Lidinillah|al-Mu'izz Lidinillah]] ({{Memerintah|953|975}}) di Ifriqiyah, yang saat itu persiapan untuk invasi baru ke Mesir sudah berjalan lancar. {{Sfn|Lev|1991|p=14}}
Baris 125:
Jalannya konflik selanjutnya tidak jelas, karena sumber-sumber melaporkan dengan rincian yang berbeda. {{Sfn|Lev|1991|p=16 (esp. note 15)}} Pertempuran pertama terjadi pada tanggal 29, tetapi Jauhar terpaksa mundur. Setelah itu, Jauhar memutuskan untuk menyeberangi sungai di tempat lain. Tergantung pada sumbernya, hal ini dilakukan dengan perahu yang disediakan oleh sekelompok Ikhsyidiyah {{Transl|ar|ghilmān}} yang membelot, atau ditangkap oleh Ja'far bin Fallah dari armada Ikhsyidiyah yang dikirim dari [[Mesir Hilir]] untuk membantu garnisun Fustat.{{Sfn|Lev|1979|p=319}} Dengan menggunakan perahu-perahu ini, Ibnu Fallah memimpin sebagian pasukan Fatimiyah menyeberang, meskipun lokasi tepatnya tidak diketahui. Menurut al-Maqrizi, empat komandan Ikhsyidiyah telah dikirim bersama pasukannya untuk memperkuat kemungkinan titik pendaratan, tetapi pasukan Fatimiyah berhasil menyeberangi sungai. Pada tanggal 3 Juli, kedua pasukan bentrok dan Fatimiyah menang. Tidak ada rincian yang diketahui, tetapi seluruh pasukan Ikhshidid yang dikirim dari Giza untuk melawan Fatimiyah dihancurkan.{{Sfn|Lev|1979|pp=319–320}} Pasukan Ikhsyidiyah lainnya kemudian meninggalkan Rawdah dan berpencar, meninggalkan Fustat dan melarikan diri hingga Suriah untuk mencari keselamatan.{{Sfn|Halm|1991|p=365}}
 
Fustat berada dalam kekacauan akibat peristiwa ini, tetapi pada saat itu para da'i Fatimiyah tampil, melakukan kontak dengan [[Syurthah|kepala polisi]], dan menggantungkan spanduk putih Fatimiyah{{Efn|Warna dinasti Fatimiyah adalah [[putih]], berlawanan dengan [[Abbasiyah]] yang memakai warana hitam, seemntarasementara panji merah dan kuning dikaitkan dengan sosok khalifah Fatimiyah.{{sfn|Hathaway|2012|p=97}}}} di atas kota sebagai tanda penyerahan, sementara kepala polisi berbaris di jalan-jalan sambil membunyikan bel dan membawa spanduk yang menyatakan al-Mu'izz sebagai khalifah.{{Sfn|Halm|1991|pp=365–366}} Perlawanan pasukan telah merusak {{Transl|ar|amān}} Jauhar dan menjadikan kota itu sah untuk dijarah menurut adat. Jauhar setuju untuk memperbarui {{Transl|ar|amān}}, menugaskan Abu Ja'far Muslim untuk pemeliharaannya, sementara Ibn al-Furat ditugaskan untuk menyita rumah petugas yang melarikan diri.{{Sfn|Halm|1991|p=366}}
[[Berkas:Mosque_of_Amr_ibn_al-As.jpg|al=Photo of a paved courtyard surrounded by an arcade, with a domed pavilion in the centre over a well|ka|jmpl|300x300px| Halaman dalam [[Masjid Amru bin Ash]], tempat penakluk Mesir, Jauhar, memimpin [[salat Jumat]] setelah memasuki Fustat.]]
Pada tanggal 6 Juli, Ibn al-Furat dan Abu Ja'far Muslim, didampingi oleh para pedagang terkemuka, memimpin massa melewati jembatan ponton untuk memberi penghormatan kepada Jauhar di Giza. Pada malam yang sama, tentara Fatimiyah mulai melintasi jembatan, dan mendirikan kemah sekitar {{Convert|5|km|mi|0}} utara kota.{{Sfn|Halm|1991|p=366}} Keesokan harinya, pembagian sedekah diumumkan, dibiayai oleh harta yang dibawa Jauhar bersamanya. Uang dibagikan kepada orang miskin oleh {{Transl|ar|qāḍī}} tentara, [[Ali ibn al-Walid al-Ishbili|Ali bin al-Walid al-Isybili]].{{Sfn|Halm|1991|p=366}} Pada tanggal 9 Juli, Jauhar memimpin [[salat Jumat]] di [[Masjid Amru bin Ash|Masjid Amr]] di Fustat. Pada saat itu pengkhotbah Sunni, berpakaian dengan pakaian [[Banu Ali|Bani Ali]] yang berwarna putih dan membaca frasa asing dari sebuah catatan, membacakan {{Transl|ar|[[khutbah|khuṭbah]]}} atas nama al-Mu'izz .{{Sfn|Walker|1998|p=137}}
Baris 206:
* {{cite book | last = Sayyid | first = Ayman Fuʾād | title = La capitale de l'Égypte jusqu'à l'époque fatimide. Al-Qāhira et al-Fusṭāṭ: Essai de reconstitution topographique | trans-title = The Capital of Egypt Until the Fatimid Era. Al-Qāhira and al-Fusṭāṭ: Attempt of a Topographical Reconstruction | language = fr | location = Stuttgart | year = 1998 | publisher = Franz Steiner Verlag | series = Beiruter Texte und Studien | isbn = 3-515-05716-1 |ref=harv}}
* {{The Cambridge History of Egypt | volume = 1 | last = Walker | first = Paul E. | chapter = The Ismāʿīlī Daʿwa and the Fāṭimid Caliphate | pages = 120–150 | chapter-url = {{Google Books|y3FtXpB_tqMC|page=120|plainurl=y}} |ref=harv}}
 
{{Topik Fathimiyah}}
 
[[Kategori:Invasi Mesir]]
[[Kategori:969]]
[[Kategori:Sejarah militer Kekhalifahan Fathimiyah]]
[[Kategori:Konflik tahun 960-an]]
[[Kategori:Koordinat tidak ada di Wikidata]]
[[Kategori:Mesir di bawah Kekhalifahan Fathimiyah]]