Arsitektur dan peninggalan sejarah di Surakarta: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(55 revisi perantara oleh 29 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{inuserapikan}}
[[Berkas:Portal Karaton Surakarta.jpg|thumbjmpl|300px|Keraton Surakarta]]
Sebagai kota yang sudah berusia hampir 250 tahun, '''[[Surakarta]]''' memiliki banyak kawasan dengan situs bangunan tua bersejarah. Selain bangunan tua yang terpencar dan berserakan di berbagai lokasi, ada juga yang terkumpul di sekianberbagai lokasi sehingga membentuk beberapa kawasan kota tua, dengan latar belakang sosialnyasosial masing-masingyang beragam.
 
Kraton Kasunanan Surakarta tentu saja adalah bangunan paling pokok dalam konsep penataan ruang Solo. Perencanaan kraton ini mirip dengan konsep yang digunakan dalam pembangunan Kraton [[Kesultanan Yogyakarta]].
 
Solo merupakan salah satu kota pertama di Indonesia yang dibangun dengan konsep tata kota modern. Kraton yang dibangun berdekatan dengan [[Bengawan Solo]] selalu terancam banjir. Karena itu dibangunlah [[tanggul]] yang hingga kini masih dapat dilihat membentang dari selatan wilayah Jurug hingga kawasan Solo Baru.
 
[[Boulevard]] yang memanjang lurus dari arah barat laut menuju ke depan alun-alun istana (sekarang Jalan Slamet Riyadi) dirancang untuk mengarahkan pandangan ke arah [[Gunung Merbabu]].
 
Terdapat pula pengelompokan pemukiman untuk warga pendatang. Kawasan Pasar Gede ([[Pasar Gede Harjonagoro|Pasar Gedhe Hardjonagoro]]) dan Pasar Balong merupakan tempat perkampungan orang [[Tionghoa]], sementara kawasan pemukiman orang Arab (kebanyakan dari [[Hadramaut]]) terletak di kawasan Pasar Kliwon.
 
Pedagang batik Jawa pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 banyak mendirikan usaha dan tempat tinggal di kawasan Laweyan (sekarang mencakup Kampung Laweyan, Tegalsari, Tegalayu, Tegalrejo, Sondakan, Batikan, dan Jongke). Di kawasan ini juga didirikan pertama kali organisasi bercorak Islam-nasional yang pertama di Indonesia oleh Haji [[Samanhudi]], [[Serikat Dagang Islam|Syarikat Dagang Islam]] pada tanggal [[16 Oktober]] [[1905]].<ref>[http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/1105/02/takbir06.htm+Syarikat+Dagang+Islam&hl=de&ct=clnk&cd=6&gl=de&client=firefox-a Pikiran Rakyat Cyber Media 2 November 2005, diakses 3 Juni 2007]{{Pranala mati|date=Februari 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Bekas kejayaan para pedagang batik pribumi ''tempo doeloe'' ini bisa dilihat dari sejumlah rumah mewah di Jalan Dr. Rajiman. Di kawasan ini, mereka memang menunjukkan kejayaannya dengan berlomba membangun rumah besar yang mewah dengan arsitektur cantik namun terlindungi oleh pagar-pagar yang tinggi dengan gerbang ("regol") yang besar.
 
Di dalam kompleks kraton terdapat perkampungan Kauman yang dulunya merupakan kompleks tempat tinggal para kaum ulama kerajaan dan kerabatnya. Kompleks ini terletak di belakang (barat) Masjid Agung keraton. Beberapa nama kampung di kawasan ini masih menunjukkan jejak tersebut, seperti Pengulon (dari kata "penghulu"), Trayeman, Sememen, Kinongan, Modinan, serta Gontoran. Perkampungan ini dipenuhi beragam arsitektur rumah gedung dengan ornamen hiasan dan model rumah gaya campuran Eropa-Jawa-Tiongkok. Awalnya, Kampung Kauman yang berada di sisi barat depan Keraton Kasunanan ini diperuntukkan bagi tempat tinggal (kaum) ulama kerajaan dan kerabatnya.
Baris 17:
Kawasan Solo utara, yang ditata oleh pihak [[Mangkunagaran]], juga memiliki jejak arsitektur yang banyak mendapat sentuhan Eropa. Bagian utara kota Solo dilewati oleh Kali Pepe, yang seperti Bengawan Solo juga berkali-kali menimbulkan bencana banjir. Pembangunan tanggul kali dan pintu air, saluran drainasi, MCK (mandi-cuci-kakus, yang pertama kali diterapkan), serta penempatan kantor kelurahan yang selalu berada pada perempatan jalan, merupakan beberapa jejak yang masih dapat dilihat sekarang, yang pembangunannya dilakukan pada masa pemerintahan [[Mangkunagara IV]].
 
==Benteng Vastenburg==
 
== Pemerintahan ==
Di kota Surakarta terdapat pula bekas peninggalan kolonial Belanda yaitu [[Benteng Vastenburg]] yang dulu digunakan sebagai pusat pengawasan kolonial Belanda untuk mengawasi gerak-gerik [[Keraton Kasunanan]], namun sekarang keadaannya tidak terurus, di pusat kota Surakarta di dekat (sejalan dengan) [[Balaikota Surakarta]]. Dulu bangunan ini bernama "Grootmoedigheid" dan didirikan oleh [[Gubernur Jenderal]] [[Baron van Imhoff]] pada tahun [[1745]]. Benteng ini dahulu merupakan benteng pertahanan yang berkaitan dengan rumah Gubernur Belanda. Benteng dikelilingi oleh kompleks bangunan lain yang berfungsi sebagai bangunan rumah tinggal perwira dan asrama perwira. Bangunan benteng ini dikelilingi oleh tembok batu bata setinggi enam meter dengan konstruksi ''bearing wall'' serta parit dengan jembatan angkat sebagai penghubung. Setelah kemerdekaan pernah berfungsi sebagai kawasan militer dan asrama bagi [[Brigade Infanteri 6/Trisakti Baladaya]] / [[Kostrad]]. Bangunan di dalam benteng dipetak-petak untuk rumah tinggal para prajurit dengan keluarganya.<ref>http://www.solonet.co.id/sololama/vastenburg.htm</ref>
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Kantoor van de Landraad in Soerakarta. TMnr 60002348.jpg|jmpl|Kantor ''[[Landraad]]'' pada tahun 1900]]
 
==Gedung BrigadeMiliter Infanteri==
 
=== Benteng Vastenburg ===
Gedung Brigade [[Infanteri]] merupakan bangunan yang dibangun untuk melengkapi kompleks benteng pertahanan Vastenburg.
 
Di kota Surakarta terdapat pula bekas peninggalan kolonial Belanda yaitu [[Benteng Vastenburg]] yang dulu digunakan sebagai pusat pengawasan kolonial Belanda untuk mengawasi gerak-gerik [[Keraton Kasunanan]], namun sekarang keadaannya tidak terurus, di pusat kota Surakarta di dekat (sejalan dengan) [[Balaikota Surakarta]]. Dulu bangunan ini bernama "Grootmoedigheid" dan didirikan oleh [[Gubernur Jenderal]] [[Baron van Imhoff]] pada tahun [[1745]]. Benteng ini dahulu merupakan benteng pertahanan yang berkaitan dengan rumah Gubernur Belanda. Benteng dikelilingi oleh kompleks bangunan lain yang berfungsi sebagai bangunan rumah tinggal perwira dan asrama perwira. Bangunan benteng ini dikelilingi oleh tembok batu bata setinggi enam meter dengan konstruksi ''bearing wall'' serta parit dengan jembatan angkat sebagai penghubung. Setelah kemerdekaan pernah berfungsi sebagai kawasan militer dan asrama bagi [[Brigade Infanteri 6/Trisakti Baladaya]] / [[Kostrad]]. Bangunan di dalam benteng dipetak-petak untuk rumah tinggal para prajurit dengan keluarganya.<ref>{{Cite web |url=http://www.solonet.co.id/sololama/vastenburg.htm |title=Salinan arsip |access-date=2009-04-20 |archive-date=2008-12-16 |archive-url=https://web.archive.org/web/20081216031539/http://www.solonet.co.id/sololama/vastenburg.htm |dead-url=yes }}</ref>
==Kantor Kodim==
 
=== Gedung Brigade Infanteri ===
Dulunya terletak di Jalan Slamet Riyadi Surakarta, bangunan ini berkaitan erat dengan [[Loji Gandrung]] sebagai rumah komandan pasukan Belanda dan Benteng Vastenburg sebagai pusat pertahanan tentara Belanda di wilayah Surakarta. Sejak beberapa tahun terakhir, kantor Kodim yang baru berada di Jalan Ahmad Yani, sementara kantor yang lama dikembalikan ke pemilik. Setiawan Jodi pernah memiliki kantor kodim ini.
 
Gedung Brigade [[Infanteri]] merupakan bangunan yang dibangun untuk melengkapi kompleks benteng pertahanan Vastenburg.
==Pasar Gedhe Hardjonagoro==
{{artikel|Pasar Gede Harjonagoro}}
 
=== Kantor Kodim ===
[[Berkas:Pasar Gede Harjonagoro.jpg|thumb|300px|Pasar Gede Hardjonagoro]]
 
Dulunya terletak di Jalan Slamet Riyadi Surakarta, bangunan ini berkaitan erat dengan [[Loji Gandrung]] sebagai rumah komandan pasukan Belanda dan Benteng Vastenburg sebagai pusat pertahanan tentara Belanda di wilayah Surakarta. Sejak beberapa tahun terakhir, kantor Kodim yang baru berada di Jalan Ahmad Yani, sementara kantor yang lama dikembalikan ke pemilik. Setiawan Jodi pernah memiliki kantor kodim ini.
Pada jaman kolonial Belanda, Pasar Gedhe merupakan sebuah pasar "kecil" yang didirikan di area seluas 10.421 meter persegi, berlokasi di persimpangan jalan dari kantor gubernur yang sekarang digunakan sebagai Balaikota Surakarta. Bangunan ini di desain oleh arsitek Belanda bernama Ir. [[Thomas Karsten]] yang selesai pembangunannya pada tahun [[1930]] dan diberi nama Pasar Gede Hardjanagara. Diberi nama Pasar Gedhe karena terdiri dari atap yang besar (''Gedhe'' artinya besar dalam [[bahasa Jawa]]). Seiring perkembangan waktu, pasar ini menjadi pasar terbesar dan termegah di Surakarta.
Sekitar tahun 2004, gedung ini diambil alih kepemilikannya oleh Bp. Nur Harjanto Doyoatmojo, dan direstorasi dikembalikan ke bentuk dan desain aslinya, dan saat ini menjadi kediaman pribadi diberi nama Ndalem Doyoatmojo
 
== Tempat Umum ==
=== Balai Kota Surakarta ===
{{sect-stub}}
[[Berkas:Balaikota Solo by Bennylin 01.jpg|jmpl|Balaikota Surakarta]]
 
=== Pasar Gedhe Hardjonagoro ===
{{artikel|Pasar Gede Harjonagoro}}
 
[[Berkas:Pasar Gede Harjonagoro.jpg|jmpl|300px|Pasar Gede Hardjonagoro]]
Awalnya pemungutan pajak (retribusi) dilakukan oleh [[abdi dalem]] Kraton Surakarta. Mereka mengenakan pakaian tradisional Jawa berupa jubah dari kain (lebar dan panjang dari bahan [[batik]] dipakai dari pinggang ke bawah), [[beskap]] (semacam kemeja), dan [[blangkon]] (topi tradisional). Pungutan pajak kemudian akan diberikan ke Keraton Kasunanan.
 
Pada zaman kolonial Belanda, Pasar Gedhe merupakan sebuah pasar "kecil" yang didirikan di area seluas 10.421 meter persegi, berlokasi di persimpangan jalan dari kantor gubernur yang sekarang digunakan sebagai Balai Kota Surakarta. Bangunan ini di desain oleh arsitek Belanda bernama Ir. [[Thomas Karsten]] yang selesai pembangunannya pada tahun [[1930]] dan diberi nama Pasar Gede Hardjanagara. Diberi nama Pasar Gedhe karena terdiri dari atap yang besar (''Gedhe'' artinya besar dalam [[bahasa Jawa]]). Seiring perkembangan waktu, pasar ini menjadi pasar terbesar dan termegah di Surakarta.
 
Awalnya pemungutan pajak (retribusi) dilakukan oleh [[abdi dalem]] Kraton Surakarta. Mereka mengenakan pakaian tradisional Jawa berupa jubah dari kain (lebar dan panjang dari bahan [[batik]] dipakai dari pinggang ke bawah), [[beskap]] (semacam kemeja), dan [[blangkon]] (topi tradisional). Pungutan pajak kemudian akan diberikan ke Keraton Kasunanan.
 
Pasar Gedhe terdiri dari dua bangunan yang terpisah, masing masing terdiri dari dua lantai. Pintu gerbang di bangunan utama terlihat seperti atap singgasana yang bertuliskan 'PASAR GEDHE''.
 
Arsitektur Pasar Gedhe merupakan perpaduan antara gaya Belanda dan gaya tradisional. Pada tahun [[1947]], Pasar Gedhe mengalami kerusakan karena serangan Belanda. Pemerintah Indonesia kemudian merenovasi kembali pada tahun [[1949]]. Perbaikan atap selesai pada tahun [[1981]]. Pemerintah Indonesia mengganti atap yang lama dengan atap dari kayu. Bangunan kedua dari pasar gedhe, digunakan untuk kantor [[DPU]] yang sekarang digunakan sebagai pasar buah.<ref>{{Cite web |url=http://www.solonet.co.id/sololama/pasargede.htm |title=Salinan arsip |access-date=2009-04-20 |archive-date=2009-03-18 |archive-url=https://web.archive.org/web/20090318175742/http://www.solonet.co.id/sololama/pasargede.htm |dead-url=yes }}</ref>
 
 
Arsitektur Pasar Gedhe merupakan perpaduan antara gaya Belanda dan gaya tradisional. Pada tahun [[1947]], Pasar Gedhe mengalami kerusakan karena serangan Belanda. Pemerintah Indonesia kemudian merenovasi kembali pada tahun [[1949]]. Perbaikan atap selesai pada tahun [[1981]]. Pemerintah Indonesia mengganti atap yang lama dengan atap dari kayu. Bangunan kedua dari pasar gedhe, digunakan untuk kantor [[DPU]] yang sekarang digunakan sebagai pasar buah.<ref>http://www.solonet.co.id/sololama/pasargede.htm</ref>
 
 
 
=== Pasar Klewer ===
Baris 54 ⟶ 58:
{{sect-stub}}
 
[[Berkas:Pasar Klewer.jpg|framebingkai|Gapura Kraton dan Pasar Klewer (tampak belakang)]]
 
Pasar Klewer merupakan salah satu pasar batik terbesar di Indonesia. Pasar ini terletak di dekat [[Keraton Kasunanan]] dan di seberang [[Masjid Agung Surakarta]]
 
 
 
=== Rumah Sakit Kadipolo ===
 
 
 
Rumah Sakit Kadipolo terletak di jalan Dr. [[Radjiman Wedyodiningrat|Radjiman]] dengan luas lahan sekitar 2,5 Ha. Rumah sakit ini didirikan pada masa pemerintahan Sunan [[Paku Buwono X]].
 
 
 
Pada mulanya bangunan ini dibangun khusus untuk poliklinik para abdi dalem kraton. Karena masalah biaya, pada tahun [[1948]] pengolahannya diserahkan kepada [[Pemda Surakarta]] disatukan dengan pengolahan [[Rumah Sakit Mangkubumen]] dan [[Rumah Sakit Jebres]]. Namun dengan syarat bahwa keluarga kraton dan pegawai kraton yang dirawat di rumah sakit tersebut mendapat keringanan pembiayaan. Tahun [[1960]] pihak keraton menyerahkan Rumah Sakit Kadipolo sepenuhnya termasuk investasi bangunan berikut seluruh pegawai dan perawatnya kepada Pemda Surakarta.
 
 
 
Tanggal [[1 Juli]] [[1960]] mulai dirintis penggabungan Rumah Sakit Kadipolo dengan Rumah Sakit Jebres dan Rumah Sakit Mangkubumen di bawah satu direktur yaitu dr. [[Sutedjo]]. Kemudian masing-masing rumah sakit mengadakan spesialisasi, RS. Jebres untuk anak-anak, RS. Kadipolo untuk penyakit dalam dan kandungan serta RS. Mangkubumen untuk korban kecelakaan.
 
 
 
[[1 Agustus]] [[1976]] diadakan pemindahan pasien dari RS. Kadipolo ke RS. Mangkubumen sebagai persiapan berdirinya SPK ([[Sekolah Pendidikan Keperawatan]]). Pemindahan pasien selesai sampai awal April 1977.
 
 
 
[[24 April]] [[1977]] SPK resmi berdiri dengan menempati bangunan RS. Kadipolo.
 
 
 
Kampus SPK hanya bertahan 5 tahun karena Februari [[1982]] [[Departemen Kesehatan Republik Indonesia|Depkes]] Pusat memerintahkan untuk mengosongkan RS. Kadipolo untuk dipindah ke kawasan Mojosongo.
 
Sejak tahun [[1985]] bangunan tersebut menjadi milik klub sepak bola [[Arseto]] sebagi tempat tingal dan ''mess'' bagi para pemain Arseto Solo. Namun kini sebagian besar bangunan dibiarkan kosong tak terawat.<ref>{{Cite web |url=http://www.solonet.co.id/sololama/rs_kadipolo.htm |title=Salinan arsip |access-date=2009-04-20 |archive-date=2008-12-16 |archive-url=https://web.archive.org/web/20081216031113/http://www.solonet.co.id/sololama/rs_kadipolo.htm |dead-url=yes }}</ref>
 
=== Gedung Pengadilan Tinggi Agama ===
 
BANGUNAN INI LEBIH TERKENAL DENGAN SEBUTAN BANGUNAN GEDUNG PENGADILAN TINGGI AGAMA. Merupakan bangunan peninggalan masa kolonial.<ref>Hannif Faizah, 2013, Skripsi: Studi gaya kolonial pada interior MAN 2 Surakarta, ISI Surakarta</ref>
Sejak tahun [[1985]] bangunan tersebut menjadi milik klub sepak bola [[Arseto]] sebagi tempat tingal dan ''mess'' bagi para pemain Arseto Solo. Namun kini sebagian besar bangunan dibiarkan kosong tak terawat.<ref>http://www.solonet.co.id/sololama/rs_kadipolo.htm</ref>
 
Gedung pengadilan tinggi agama merupakan salah satu bangunan bersejarah yang sering beralih fungsi.
tahun pendirian GPTA ini belum diketahui secara pasti, hal ini dikarenakan hilangnya monumen pendirian bangunan.
fungsi pertama kali digunakan sebagai rumah tinggal oleh '''NOGTJIK''', seorang peranakan tionghoa. tujuan pendirian bangunan untuk memperoleh kesetaraan pengakuan. setelah itu bangunan dibeli oleh saudagar kalimantan selatan, seorang saudagar yang sukses dengan jual beli emas.
 
 
bangunan ini kemudian beralih fungsi menjadi SEKOLAH -
==Dalem Poerwadiningratan==
1. '''Mambaul ulum''' tahun 1931 pada masa pemerintahan PAKU BUWONO X (1893-1939).
setelah surakarta berada dibawah pemerintahan RI tahun 1952, bangunan berubah nama menjadi 2. '''SEKOLAH GURU AGAMA'''
oleh kementrian agama RI berubah menjadi 3. '''PENDIDIKAN GURU AGAMA ATAS DAN PERTAMA'''.
 
bangunan ini berubah fungsi lagi menjadi KANTOR
1. '''Mahkamah Islam Tinggi''' pada tahun 1970 dan
2. '''Pengadilan Tinggi Agama''' pada tahun 1973
 
karena berpindahnya pusat pemerintahan yang berada di Jakarta, bangunan ini beralih fungsi kembali menjadi bangunan SEKOLAH dengan nama '''MAN 2 Surakarta''' tahun 1992 sampai sekarang.
 
sampai saat ini, keberadaan bangunan baik dari arsitektur maupun interior masih dalam kondisi terawat dan dilindungi oleh dinas KEPURBAKALAN jawa tengah.
Dalem Purwodiningratan terletak di lingkungan dalam Keratonan, Baluwarti dan merupakan bangunan dalem yang terluas, terbesar dengan pagar tertinggi di lingkungan itu (90m x 100m atau sekitar 1 Ha).
 
=== Kantor Pertani ===
 
Berdiri tahun 1908 sebagai bangunan rumah tinggal seorang bangsawan [[Tionghoa]] yang dekat dengan kerabat Keraton. Pernah digunakan sebagai tempat usaha batik oleh pedagang [[Lawiyan, Lawiyan, Surakarta|Lawiyan]]. Tahun [[1978]] dialihfungsikan sebagai kantor PT Pertani yang melayani bidang administrasi perkantoran. Mempunyai banyak kesamaan detail arsitektur dengan Gedung Veteran, Loji Gandrung dan Bekas Kantor DPU.
 
=== Bank Indonesia ===
Bangunan ini dibuat oleh Sunan [[Paku Buwono IV]] bersamaan dengan dibangunnya [[Dalem Suryohamijayan]] dan [[Dalem Sasonomulyo]]. Ketika Dalem Poerwadiningratan selesai dibangun, Sinuhun PB IV berkenan untuk mengadakan ''Lenggah Sinoko'' (sidang pemerintahan dihadapan para menteri) di bangunan tersebut.
[[Berkas:Bank Indonesia Solo by Bennylin 03.jpg|jmpl|Bank Indonesia Solo]]
Dulu bernama [[Bank Indonesia|Javasche Bank]]. Merupakan kantor cabang karya arsitek Hulswit, Fermont dan Ed. Cuipers dengan standart gaya neoklasik. Sekelompok pemuda pernah menggunakan gedung ini untuk menculik PM [[Sutan Syahrir|Syahrir]] pada masa revolusi.
 
== Tempat Ibadah ==
=== Masjid Agung Kraton Surakarta ===
 
{{utama|Masjid Agung Kraton Surakarta}}
[[Masjid Agung Kraton Surakarta]] (nama resmi bahasa Jawa: '' Kagungan nDalem Masjid Ageng Karaton Surakarta Hadiningrat'') pada masa prakemerdekaan merupakan Masjid Agung Kerajaan (Surakarta Hadiningrat). Semua pegawai masjid tersebut merupakan abdi dalem keraton, dengan gelar seperti Kanjeng Raden Tumenggung Penghulu Tafsiranom (penghulu) dan Lurah Muadzin.
 
Masjid Agung dibangun oleh Sunan [[Pakubuwono III]] tahun [[1763]] dan selesai pada tahun [[1768]].
Dalem ini kemudian diserahkan kepada [[Ratu|Kanjeng Ratu]] [[Pembayun]] yang dinikahi oleh [[KPH|KGPH]] [[Mangkubumi II]], kemudian diwariskan kepada [[KPH]] [[Riyo Atmodjo]]. Putra beliau yang mendapatkan hak waris atas dalem adalah [[Raden Mas|Kanjeng Raden Mas]] [[Haryo Purwodiningrat Sepuh]] dan kemudian pada putranya lagi Kanjeng Raden Mas [[Tumenggung Haryo Purwodiningrat]].
Menempati lahan seluas 19.180 meter persegi, kawasan masjid dipisahkan dari lingkungan sekitar dengan tembok pagar keliling setinggi 3,25 meter.
 
 
 
Demikian hingga kawasan ini bernama Poerwadiningratan. (Menurut aturan Jawa, Dalem diberi nama sesuai dengan pemilik terakhir bangunan). Sampai sekarang Dalem Poerwodiningratan dimiliki oleh segenap keluarga keturunan Poerwadiningrat.
 
 
 
Rumah Jawa merupakan pencerminan diri pemilik-nya oleh karena itu seringkali pamor rumah Jawa akan berangsur-angsur turun atau hilang setelah pemiliknya meninggal dunia.
 
 
 
Kanjeng Raden Mas Tumenggung Haryo Poerwodiningrat adalah seorang [[Bupati]] [[Keraton Kasunanan Surakarta]] yang pernah menjabat sebagai penguasa [[Taman Sriwedari|Sriwedari]].
Seorang dengan wibawa besar yang tercermin dari dalem yang dimilikinya.
 
 
 
Pengaruh ini dirasakan menurun ketika beliau wafat (sesuai peribahasa Jawa ''Yen ditinggal Ibu ora kopen ning yen ditinggal Bapak ora kajen''). Ini tercermin dari kebiasaan-kebiasaan penghormatan terhadap bangunan yang telah berubah. Misalnya kendaraan yang berlalu-lalang disekitar pendopo atau masuk pendopo tanpa melepas alas kaki.
 
 
 
Pada jaman KRTH Poerwodiningrat, pendatang yang masuk ke lingkungan dalem berjalan kaki bahkan berjalan jongkok di pendopo untuk menghormat. Halaman pendopo ditutup pasir untuk area duduk para abdi dalem yang sowan, dan ada tempat penyimpanan payung-payung untuk para tamu.
 
 
 
Seiring dengan berfungsinya bangunan sebagai kantor [[Departemen Pertanian dan Kehakiman]] ([[1947]]) kebiasaan ini mulai ditiadakan. Dalem Poerwodiningratan juga pernah digunakan sebagai SMP, SMA, SGA dari [[Yayasan Pendidikan Tjokroaminoto]] (sekitar tahun 1950–1960).
 
 
 
Poerwodiningratan juga mempunyai urutan ruang seperti halnya bangunan tradisional Jawa dengan paviliun di sekelilingnya. Paviliun kini ditinggali oleh keluarga Poerwadiningrat.
 
 
 
Dengan dasar (warah/petuah) filosofi dari Sunan [[Paku Buwono X]] bahwa "''Budoyo Jowo iku ora bedo karo pusoko kadatone, lamun dipepetri bakal hamberkahi nanging lamun siniosio bakal tuwuh haladipun''" yang kurang lebih berarti budaya Jawa itu sama dengan pusaka keraton jika dihormati akan memberi berkah, namun jika disia-sia akan memberi hukuman. Untuk itu setiap malam Jumat ''dalem pringgitan'' diberi sesajian dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Demikian pula pada tanggal 1 bulan Jawa dan setiap tahun pada [[bulan Sapar]] untuk memperingati berdirinya bangunan tersebut.
 
 
 
Layaknya bangunan kuno di Jawa, pada bangunan ini sering terjadi hal-hal aneh yang bersifat mistik terutama bila sesajian lupa disajikan di dalam pendopo.
 
 
 
==Masjid Agoeng Soerakarta==
 
 
 
Masjid Agung Surakarta pada masa lalu merupakan Masjid Agung Negara. Semua pegawai pada Masjid Agung merupakan abdi dalem Keraton, dengan gelar dari keraton misalnya Kanjeng Raden Tumenggung Penghulu Tafsiranom (penghulu) dan Lurah Muadzin.
 
 
 
Masjid Agung dibangun oleh Sunan [[Paku Buwono III]] tahun [[1763]] dan selesai pada tahun [[1768]]. Masjid ini merupakan masjid dengan katagori [[Masjid Jami]], yaitu masjid yang digunakan untuk sholat lima waktu dan sholat Jumat. Dengan status Masjid Negara/Kerajaan karena segala keperluan masjid disediakan oleh kerajaan dan masjid juga dipergunakan untuk upacara keagamaan yang diselenggarakan kerajaan.
 
 
 
Masjid Agung merupakan kompleks bangunan seluas 19.180 meter persegi yang dipisahkan dari lingkungan sekitar dengan tembok pagar keliling setinggi 3,25 meter. Bangunan Masjid Agung Surakarta secara keseluruhan berupa bangunan tajug yang beratap tumpang tiga dan berpuncak mustaka.
 
 
 
Masjid Agung terdiri dari
 
 
 
* Serambi, mempunyai semacam lorong yang menjorok ke depan (tratag rambat) yang bagian depannya membentuk kuncung.
 
* Ruang Sholat Utama, mempunyai 4 saka guru dan 12 saka rawa dengan mihrab dengan kelengkapan mimbar sebagai tempat [[Khotib]] pada waktu [[Sholat]] Jumat.
 
* Pawestren, (tempat sholat untuk wanita) dan Balai Musyawarah,
 
* Tempat ber[[wudhu]]
 
* Pagar Keliling, dibangun pada masa Sunan [[Paku Buwono VIII]] tahun [[1858]].
 
* Pagongan, terdapat di kiri kanan pintu masuk masjid, bentuk dan ukuran bangunan sama yaitu berbentuk pendapa yang digunakan untuk tempat [[gamelan]] ketika upacara [[Sekaten]] (Upacara Peringatan hari lahir Nabi Muhammad S.A.W.)
 
* Istal dan garasi kereta untuk raja ketika Sholat Jumat dan [[Gerebeg]], diperkirakan dibangun bersamaan dengan dibangunnya Masjid Agung Surakarta.
 
* Gedung PGA Negeri, didirikan oleh Susuhunan [[Paku Buwono X]] ([[1914]]) dan menjadi milik kraton.
 
* Menara Adzan, mempunyai corak arsitektur menara [[Kutab Minar]] di [[India]]. Didirikan pada tahun [[1928]].
 
* Tugu Jam Istiwak, yaitu jam yang menggunakan patokan posisi matahari untuk menentukan waktu shollat.
 
* Gedang Selirang, merupakan bangunan yang dipergunakan untuk para abdi dalem yang mengurusi masjid Agung.
 
 
 
==Masjid Mangkoenegaran==
 
Di masjid inilah kegiatan festival tahunan [[Sekaten]] dipusatkan.
 
=== Masjid Mangkoenegaran ===
 
Pendirian Masjid Mangkunagaran diprakarsai oleh [[Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya]] [[Mangkunagara I]] di [[Praja Mangkunagaran|Kadipaten Mangkunagaran]] sebagai masjid [[Lambang Panotogomo]].
 
Sebelumnya terletak di wilayah Kauman, Pasar Legi, namun pada masa Adipati [[Mangkunagara II]] dipindah ke wilayah [[Banjarsari]] dengan pertimbangan letak masjid yang strategis dan dekat kepada [[Pura Mangkunagaran]].
 
 
Sebelumnya terletak di wilayah [[Kauman, Pasar Kliwon, Surakarta|Kauman, Pasar Legi]], namun pada masa Adipati [[Mangkunagara II]] dipindah ke wilayah [[Banjarsari]] dengan pertimbangan letak masjid yang strategis dan dekat kepada [[Pura Mangkunagaran]].
 
 
 
Pengelolaan masjid dilakukan oleh para abdi dalem Pura Mangkunagaran, sehingga status masjid merupakan Masjid Pura Mangkunagaran.
 
 
 
Pemugaran besar-besaran atas Masjid Mangkunagaran terjadi pada saat pemerintahan Adipati [[Mangkunagara VII]], pada saat itu Mangkunagara VII meminta seorang arsitek dari Prancis untuk ikut serta mendesain bentuk masjid ini.
 
 
 
Luas kompleks masjid sekitar 4.200 meter persegi dengan batas pagar tembok keliling sebagian besar di muka berbentuk lengkung.
 
 
 
Masjid Mangkunagaran terdiri dari:
 
 
 
* Serambi: merupakan ruangan depan masjid dengan saka sebanyak 18 yang melambangkan umur [[Raden Mas Said]] (Mangkunagara I) ketika keluar dari Keraton Kasunan Surakarta untuk dinobatkan sebagai Adipati Mangkunagaran. Di serambi terdapat [[bedug]] yang bernama [[Kanjeng Kyai Danaswara]].
 
* Maligin: dibangun atas prakarsa Adipati [[Mangkunagara V]], digunakan untuk melaksanakan khitanan bagi putra kerabat Mangkunagaran. Sejak pemerintahan Mangkunagara VII Maligin diperkenankan untuk digunakan oleh Muhammadiyah sebagai tempat khitanan masyarakat umum.
* Ruang Salat Utama: merupakan ruang dalam dengan 4 soko guru dan 12 penyangga pembantu yang berhias huruf kaligrafi Alquran.
 
* Pawasteren: merupakan bangunan tambahan yang dipergunakan untuk tempat salat khusus wanita.
* Ruang Sholat Utama: merupakan ruang dalam dengan 4 soko guru dan 12 penyangga pembantu yang berhias huruf kaligrafi Alquran.
* Menara: dibangun tahun [[1926]] pada masa Mangkunagara VII. Digunakan untuk menyuarakan [[azan]], pada saat itu dibutuhkan 3-4 orang [[muadzin]] untuk azan bersama-sama dalam menara ke 4 arah yang berbeda.
 
* Pawasteren: merupakan bangunan tambahan yang dipergunakan untuk tempat sholat khusus wanita.
 
* Menara: dibangun tahun [[1926]] pada masa Mangkunagara VII. Digunakan untuk menyuarakan [[adzan]], pada saat itu dibutuhkan 3-4 orang [[muadzin]] untuk adzan bersama-sama dalam menara ke 4 arah yang berbeda.
 
 
 
Saat ini Masjid Mangkunagaran bernama ''Al-Wustho'', diberi nama demikian pada tahun [[1949]] oleh Bopo Penghulu Pura Mangkunagaran Raden Tumenggung K.H. Imam Rosidi. Masjid Mangkunagaran merupakan masjid yang cukup unik karena di sini dapat dilihat hiasan kaligrafi Alquran di berbagai tempat, seperti pada pintu gerbang, pada markis/kuncungan, soko dan Maligin.
 
=== Masjid Laweyan ===
 
 
==Masjid Lawejan==
 
 
 
Masjid Laweyan dibangun pada masa Djoko Tingkir sekitar tahun [[1546]]. Merupakan masjid pertama di [[Kerajaan Pajang]].
 
Awalnya merupakan pura agama [[Hindu]] dengan seorang biksu sebagai pemimpin. Namun dengan pendekatan secara damai, seiring dengan banyaknya rakyat yang mulai memeluk agama Islam, bangunan diubah fungsinya menjadi Masjid.
 
 
Awalnya merupakan pura agama [[Hindu]] dengan seorang biksu sebagai pemimpin. Namun dengan pendekatan secara damai, seiring dengan banyaknya rakyat yang mulai memeluk agama Islam, bangunan dirubah fungsinya menjadi Masjid.
 
 
 
Bersamaan dengan itu, tumbuh sebuah pesantren dengan jumlah pengikut yang lumayan banyak. Konon karena banyaknya [[santri]], pesantren ini tidak pernah berhenti menanak nasi untuk makan para santri sehingga selalu keluar asap dari dapur pesantren dan disebutlah wilayah ini sebagai [[Kampung Belukan]] (''beluk'' = asap).
 
 
 
Pemilik masjid ini adalah [[Kyai Ageng Henis]] (kakek dari [[Susuhunan]] [[Paku Buwono II]]). Seperti layaknya sebuah masjid, Masjid Laweyan berfungsi sebagai tempat untuk [[pernikahan|nikah]], [[talak]], [[rujuk]], [[musyawarah]], dan [[makam]].
 
 
 
Kompleks masjid menjadi satu dengan makam kerabat [[Keraton Pajang]], [[Kartasura]] dan [[Kasunanan Surakarta]].
 
Pada makam terdapat pintu gerbang samping yang khusus dibuat untuk digunakan oleh Sunan [[Paku Buwono X]] untuk ziarah ke makam dan hanya digunakan 1 kali saja karena 1 tahun setelah kunjungan itu dia wafat.
 
Beberapa orang yang dimakamkan di tempat itu di antaranya adalah:
 
Pada makam terdapat pintu gerbang samping yang khusus dibuat untuk digunakan oleh Sunan [[Paku Buwono X]] untuk ziarah ke makam dan hanya digunakan 1 kali saja karena 1 tahun setelah kunjungan itu beliau wafat.
 
 
 
Beberapa orang yang dimakamkan di tempat itu diantaranya adalah:
 
 
 
* Kyai Ageng Henis
 
* Susuhunan [[Paku Buwono II]] yang memindahkan Keraton Kartasura ke Desa Sala hingga menjadi Keraton Kasunanan Surakarta. Konon Paku Buwono II ingin dimakamkan dekat dengan Kyai Ageng Henis dan bertujuan untuk menjaga Keraton Kasunanan Surakarta dari serangan musuh.
 
* Permaisuri [[Paku Buwono V]]
 
* Pangeran [[Widjil]] I Kadilangu sebagai Pujangga Dalem Paku Buwono II-Paku Buwono III yang memprakarsai pindahnya Keraton dari Kartasura ke Surakarta.
 
* [[Nyai Ageng Pati]]
 
* [[Nyai Pandanaran]]
 
* Prabuwinoto anak bungsu dari [[Paku Buwono IX]].
 
* Dalang Keraton Kasunanan Surakarta yang menurut legenda pernah diundang oleh [[Nyi Roro Kidul]] untuk mendalang di Laut Selatan.
 
* [[Kyai Ageng Proboyekso]], yang menurut legenda merupakan jin [[Laut Utara]] yang bersama pasukan jin ikut membantu menjaga keamanan Kerajaan Kasunanan Surakarta.
 
 
 
Di makam ini terdapat tumbuhan langka [[Pohon Nagasari]] yang berusia lebih dari 500 tahun yang merupakan perwujudan penjagaan makam oleh naga yang paling unggul. Selain itu pada gerbang makam terdapat simbolisme perlindungan dari [[Betari Durga]]. Makam direnovasi oleh Paku Buwono X bersamaan dengan renovasi Keraton Kasunanan. Sebuah bangunan semacam pendapa yang diangkat dari pindahan Keraton Kartasura.
 
c-law-prasasti1.JPG
 
Pada makam terdapat pintu gerbang samping yang khusus dibuat untuk digunakan oleh PB X untuk ziarah ke makam dan hanya digunakan 1 kali saja karena 1 tahun setelah kunjungan itu dia wafat.
 
=== Geredja Katholik Antonius ===
c-law-prasasti1.JPG (26746 bytes)
 
[[Gereja Katolik Santo Antonius Surakarta]] merupakan gereja tertua di Surakarta yang didirikan tahun 1905. Memiliki skala bangunan yang besar, bangunan ini belum pernah berubah bentuk dan fungsinya hingga hari ini.
 
=== Tempat Ibadah Tri Dharma Tien Kok Sie ===
Klenteng yang terletak di Jalan R.E Martadinata no.12 ini pada awalnya berada di Kartasura, sebelum kemudian Keraton Kartasura dipindahkan ke Surakarta pada tahun 1745. Kelenteng ini kemudian juga pindah ke Solo dan didirikan bersamaan dengan pembangunan Kraton Surakarta. Walaupun merupakan tempat ibadah Tri Dharma, tapi sebutan kelenteng berubah menjadi "[[wihara]]" Avalokitheswara pada tahun 1965 sebagai imbas dari situasi politik pada saat itu.
 
Kelenteng Tien Kok Sie menempati lahan seluas ±250m², dan terdiri dari ruang pelataran depan, Ruang Thia, Ruang Sien Bing, dan bangunan rumah tangga penjaga kelenteng. Ruang Thia dan Ruang Sien Bing merupakan ruang pemujaan yan gberisi beberapa altar dan meja untuk persembahan kepada para dewa.
Pada makam terdapat pintu gerbang samping yang khusus dibuat untuk digunakan oleh PB X untuk ziarah ke makam dan hanya digunakan 1 kali saja karena 1 tahun setelah kunjungan itu beliau wafat.
=== Parmadi Poetri ===
 
Kelenteng Tien Kok Sie pada awalnya dibangun untuk rumah ibadah golongan Tionghoa pribumi keluarga Keraton. Atas keputusan pemerintah kota Surakarta, kelenteng in imasuk ke dalam daftar Benda Cagar Budaya Surakarta<ref>Majalah Panduan, Januari 2012</ref>
 
=== Vihara Am Po Kian ===
Vihara Am Po Kian didirikan tanggal [[24 Agustus]] [[1875]] dan mengalami perbaikan pada tanggal [[14 Agustus]] [[1944]]. Dulu merupakan bangunan kuil milik seorang [[biksu]] dengan adu ilmu akhirnya bangunan ini dapat dikuasai oleh [[Kyai Ageng Henis]] (Kakek dari Raja-raja [[Mataram]]) dan diubah fungsikan menjadi masjid.
Di dalam kawasan ini pula Kyai Ageng Henis beserta keluarganya dimakamkan. Pada halaman tengah makam terdapat pendapa tempat menikahkan raja pada masa kerajaan [[Kartasura]]. Saat ini tempat tersebut digunakan sebagai tempat persiapan ziarah/istirahat.
 
== Peninggalan Bersejarah ==
Berdiri Januari 1927 atas prakarsa pemerintahan Kasunanan dengan nama HIS ([[Hollandsch-Inlandsche School]]) Pamardi Putri. Semula digunakan untuk putri kerabat dekat kasunanan. Sebuah bangunan yang berfungsi sama namun digunakan untuk lelaki bernama [[Gedung Ksatriyan]].
 
=== Dalem Poerwadiningratan ===
 
Dalem Purwodiningratan terletak di lingkungan dalam Keratonan, Baluwarti dan merupakan bangunan dalem yang terluas, terbesar dengan pagar tertinggi di lingkungan itu (90m x 100m atau sekitar 1 Ha).
 
Bangunan ini dibuat oleh Sunan [[Paku Buwono IV]] bersamaan dengan dibangunnya [[Dalem Suryohamijayan]] dan [[Dalem Sasonomulyo]]. Ketika Dalem Poerwadiningratan selesai dibangun, Sinuhun PB IV berkenan untuk mengadakan ''Lenggah Sinoko'' (sidang pemerintahan dihadapan para menteri) di bangunan tersebut.
=== Gedung Pengadilan Tinggi Agama ===
 
Dalem ini kemudian diserahkan kepada [[Ratu|Kanjeng Ratu]] [[Pembayun]] yang dinikahi oleh [[KPH|KGPH]] [[Mangkubumi II]], kemudian diwariskan kepada [[KPH]] [[Riyo Atmodjo]]. Putra dia yang mendapatkan hak waris atas dalem adalah [[Raden Mas|Kanjeng Raden Mas]] [[Haryo Purwodiningrat Sepuh]] dan kemudian pada putranya lagi Kanjeng Raden Mas [[Tumenggung Haryo Purwodiningrat]].
 
Demikian hingga kawasan ini bernama Poerwadiningratan. (Menurut aturan Jawa, Dalem diberi nama sesuai dengan pemilik terakhir bangunan). Sampai sekarang Dalem Poerwodiningratan dimiliki oleh segenap keluarga keturunan Poerwadiningrat.
 
Rumah Jawa merupakan pencerminan diri pemilik-nya oleh karena itu sering kali pamor rumah Jawa akan berangsur-angsur turun atau hilang setelah pemiliknya meninggal dunia.
Awalnya bangunan ini dipergunakan untuk rumah tinggal. Sejak tahun 1938 digunakan sebagai Kantor Departemen Agama dan Pengadilan Tinggi Agama. Ornamen bangunan ini bergaya Arab-Kolonial, terlihat dari penggunaan kubah lengkung yang dihiasi kaca dan berbagai ukiran kaligrafi. Bangunan ini terletak di jalan Slamet Riyadi Surakarta.
 
Kanjeng Raden Mas Tumenggung Haryo Poerwodiningrat adalah seorang [[Bupati]] [[Keraton Kasunanan Surakarta]] yang pernah menjabat sebagai penguasa [[Taman Sriwedari|Sriwedari]]. Seorang dengan wibawa besar yang tercermin dari dalem yang dimilikinya.
 
Pengaruh ini dirasakan menurun ketika dia wafat (sesuai peribahasa Jawa ''Yen ditinggal Ibu ora kopen ning yen ditinggal Bapak ora kajen''). Ini tercermin dari kebiasaan-kebiasaan penghormatan terhadap bangunan yang telah berubah. Misalnya kendaraan yang berlalu-lalang disekitar pendopo atau masuk pendopo tanpa melepas alas kaki.
 
Pada zaman KRTH Poerwodiningrat, pendatang yang masuk ke lingkungan dalem berjalan kaki bahkan berjalan jongkok di pendopo untuk menghormat. Halaman pendopo ditutup pasir untuk area duduk para abdi dalem yang sowan, dan ada tempat penyimpanan payung-payung untuk para tamu.
=== Gedung Veteran ===
 
Seiring dengan berfungsinya bangunan sebagai kantor [[Departemen Pertanian dan Kehakiman]] ([[1947]]) kebiasaan ini mulai ditiadakan. Dalem Poerwodiningratan juga pernah digunakan sebagai SMP, SMA, SGA dari [[Yayasan Pendidikan Tjokroaminoto]] (sekitar tahun 1950–1960).
 
Poerwodiningratan juga mempunyai urutan ruang seperti halnya bangunan tradisional Jawa dengan paviliun di sekelilingnya. Paviliun kini ditinggali oleh keluarga Poerwadiningrat.
 
Dengan dasar (warah/petuah) filosofi dari Sunan [[Paku Buwono X]] bahwa "''Budoyo Jowo iku ora bedo karo pusoko kadatone, lamun dipepetri bakal hamberkahi nanging lamun siniosio bakal tuwuh haladipun''" yang kurang lebih berarti budaya Jawa itu sama dengan pusaka keraton jika dihormati akan memberi berkah, namun jika disia-sia akan memberi hukuman. Untuk itu setiap malam Jumat ''dalem pringgitan'' diberi sesajian dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Demikian pula pada tanggal 1 bulan Jawa dan setiap tahun pada [[bulan Sapar]] untuk memperingati berdirinya bangunan tersebut.
Dikenal juga dengan sebutan Gedung Lowo. Awalnya bangunan ini digunakan sebagai rumah tinggal bangsawan/pejabat Belanda. Tahun [[1945]] gedung ini dihuni oleh keluarga Djian Ho. Gedung ini terletak di jalan Slamet Riyadi dengan bentuk khas arsitektur kolonial untuk sebuah bangunan rumah tinggal.
 
Layaknya bangunan kuno di Jawa, pada bangunan ini sering terjadi hal-hal aneh yang bersifat mistik terutama bila sesajian lupa disajikan di dalam pendopo.
 
=== Parmadi Poetri ===
 
Berdiri Januari 1927 atas prakarsa pemerintahan Kasunanan dengan nama HIS ([[Hollandsch-Inlandsche School]]) Pamardi Putri. Semula digunakan untuk putri kerabat dekat kasunanan. Sebuah bangunan yang berfungsi sama namun digunakan untuk lelaki bernama [[Gedung Ksatriyan]].
Setelah merdeka gedung ini diserahkan kepada Pemerintah Indonesia dan digunakan sebagai Gedung Veteran. Pemugaran besar yang berarti tanpa merubah bentuk asli bangunan pernah dilakukan pada tahun 1983-1985.
 
=== Gedung Veteran ===
 
Dikenal juga dengan sebutan Gedung Lowo. Awalnya bangunan ini digunakan sebagai rumah tinggal bangsawan/pejabat Belanda. Tahun [[1945]] gedung ini dihuni oleh keluarga Djian Ho. Gedung ini terletak di jalan Slamet Riyadi dengan bentuk khas arsitektur kolonial untuk sebuah bangunan rumah tinggal.
 
Setelah merdeka gedung ini diserahkan kepada Pemerintah Indonesia dan digunakan sebagai Gedung Veteran. Pemugaran besar yang berarti tanpa mengubah bentuk asli bangunan pernah dilakukan pada tahun 1983-1985.
=== Kantor Pertani ===
 
 
 
Berdiri tahun 1908 sebagai bangunan rumah tinggal seorang bangsawan [[Tionghoa]] yang dekat dengan kerabat Keraton. Pernah digunakan sebagai tempat usaha batik oleh pedagang [[Lawiyan, Lawiyan, Surakarta|Lawiyan]]. Tahun [[1978]] dialihfungsikan sebagai kantor PT. Pertani yang melayani bidang administrasi perkantoran. Mempunyai banyak kesamaan detail arsitektur dengan Gedung Veteran, Loji Gandrung dan Bekas Kantor DPU.
 
 
 
=== Bank Indonesia ===
 
 
 
Dulu bernama [[Bank Indonesia|Javasche Bank]]. Merupakan kantor cabang karya arsitek Hulswit, Fermont dan Ed. Cuipers dengan standart gaya neoklasik. Sekelompok pemuda pernah menggunakan gedung ini untuk menculik PM [[Sutan Syahrir|Syahrir]] pada masa revolusi.
 
 
 
=== Geredja Katholik Antonius ===
 
 
 
[[Gereja Katolik Santo Antonius Surakarta]] merupakan gereja tertua di Surakarta yang didirikan tahun 1905. Memiliki skala bangunan yang besar, bangunan ini belum pernah berubah bentuk dan fungsinya hingga hari ini.
 
 
 
=== Broederan Poerbayan ===
 
Bruderan dan Susteran [[Purbayan]] merupakan tempat pendidikan sekaligus asrama bagi para [[Bruder]] dan suster. Didirikan pada zaman penjajahan Belanda tahun 1921/1922.
 
== Taman ==
{{sect-stub}}
== Benda Cagar Budaya ==
Berdasarkan Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 646 Tahun 1997 Tentang Penetapan Bangunan-Bangunan dan Kawasan Kuno Bersejarah di Kotamadya Surakarta yang Dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Bagar Budaya, maka terdapat 70 objek di Solo yang masuk kategori [[cagar budaya]]:<ref>{{Cite web |url=http://dtrk.surakarta.go.id/content/inventarisasi-kawasan-dan-bangunan-cagar-budaya |title=Salinan arsip |access-date=2014-01-25 |archive-date=2014-02-04 |archive-url=https://web.archive.org/web/20140204022352/http://dtrk.surakarta.go.id/content/inventarisasi-kawasan-dan-bangunan-cagar-budaya |dead-url=yes }}</ref><ref>Agustianda, Putu Ayu P.; ''Public Policy on Urban Heritage Conservation. Case Study: The City of Solo, Indonesia''; paper for International Seminar on Urban Heritage Management, Cambodia, 11-21 January 2009</ref><ref>{{Cite web |url=http://surakartakota.bps.go.id/Subyek%20Statistik/2010/12.Hotel%20%26%20Pariwisata/Ska%20Dalam%20Angka_2010_247-252.pdf |title=Salinan arsip |access-date=2021-02-02 |archive-date=2014-02-18 |archive-url=https://web.archive.org/web/20140218211428/http://surakartakota.bps.go.id/Subyek%20Statistik/2010/12.Hotel%20%26%20Pariwisata/Ska%20Dalam%20Angka_2010_247-252.pdf |dead-url=yes }}</ref><ref>{{Cite web |url=http://solografi.com/1268/masih-banyak-cagar-budaya-di-solo-bernasib-malang/ |title=Salinan arsip |access-date=2014-01-25 |archive-date=2014-02-02 |archive-url=https://web.archive.org/web/20140202174145/http://solografi.com/1268/masih-banyak-cagar-budaya-di-solo-bernasib-malang/ |dead-url=yes }}</ref>
* Kelompok kawasan sebanyak 4 objek: [[Keraton Kasunanan]], [[Keraton Mangkunegaran]], [[Kampung Baluwarti]], [[Kampung Laweyan]]
* Kelompok bangunan rumah tradisional sebanyak 8 objek: [[Dalem Brotodiningratan]], [[Dalem Purwodiningratan]], [[Dalem Sasono Mulyo]], [[Dalem Suryohamijayan]], [[Dalem Wuryaningratan]], [[Dalem Mloyosuman]], [[Dalem Ngabean]], [[Dalem Kadipaten]]
* Kelompok bangunan umum kolonial sebanyak 19 objek: [[Pasar Gede]], [[Bank Indonesia (Surakarta)]], [[Kantor Pertani]], [[Pengadilan Tinggi Agama Surakarta]], [[Gedung Veteran Surakarta]], [[Gedung Banda Lumaksa]], [[Gedung UPD Perparkiran]], [[Sekolah Pamardi Putri]], [[Bruderan Purbayan]], [[Museum Radya Pustaka]], [[Stasiun Balapan]], [[Stasiun Purwosari]], [[Stasiun Jebres]], [[Benteng Vastenburg]], [[Kantor Kodim Surakarta]], [[Kantor Brigif VI]], [[Loji Gandrung]], [[Wisma Batari]], [[Rumah Sakit Kadipolo]]
* Kelompok bangunan peribadatan sebanyak 7 objek: [[Masjid Agung Surakarta]], [[Masjid Al Wustho]], [[Langgar Laweyan]], [[Langgar Merdeka]], [[Gereja St. Antonius Purbayan]], [[Vihara Avalokiteswara]], [[Vihara Po An Kiong]]
* Kelompok gapura, tugu, monumen dan perabot jalan sebanyak 24 objek: [[Gapura Batas Kota Surakarta]] (Kleco, Jurug, Grogol), [[Gapura Keraton Surakarta]] (Klewer, Gladang, Batangan, Gading), [[Tugu Lilin]], [[Tugu Cembengan]]<!--ejaan lain: Cembrengan-->, [[Tugu Talirogo]]/[[Tugu Kalirogo|Kalirogo]], [[Tugu Jam Pasar Gede]], [[Tugu Tiang Lampu Gladag]], [[Monumen 45 Banjarsari]], [[Monumen Pasar Nangka]], [[Monumen Panularan]], [[Monumen Sondakan]], [[Monumen Patung Pejuang]] (Tentara Pelajar), [[Monumen Gerilya]], [[Monumen Masetepe]], [[Monumen Stadion Sriwedari]], [[Patung Slamet Riyadi]], [[Patung Gatot Subroto]], [[Patung Ronggowarsito]], [[Jembatan Arifin]], [[Monumen Perisai Pancasila]], [[Patung Suratin]], [[Jembatan Pasar Gede]], [[Monumen Guru PGRI]], [[Jembatan Pasar Legi]]
* Kelompok ruang terbuka/taman sebanyak 8 objek: [[Makam Ki Ageng Henis]], [[Taman Sriwedari]], [[Patilasan Panembahan Senopati]], [[Taman Balekambang]], [[Taman Jurug]], [[Taman Banjarsari]], [[Taman Makam Pahlawan Kusuma Bangsa]], [[Makam Putri Cempo]]
 
Dari ke-70 BCB tersebut, 11 di antaranya kemudian dinyatakan belum layak masuk daftar BCB, karena usianya masih kurang dari 50 tahun.<ref>http://www.solopos.com/2011/06/29/benda-cagar-budaya-solo-bertambah-54-buah-104829</ref> BCB yang dicoret tersebut yaitu Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ), Monumen Banjarsari, Patung Gatot Subroto, Monumen Pasar Nongko, Monumen Sondakan, [[Monumen Bhayangkara]] Panularan, [[Patung Ganesha]], Makam Putri Cempa, Patung Slamet Riyadi, [[Tugu Talirogo]], serta Monumen Gerilya.
Bruderan [[Purbayan]] merupakan tempat pendidikan sekaligus asrama bagi para [[Bruder]]. Didirikan pada jaman penjajahan Belanda tahun 1921/1922.
 
== Referensi ==
{{reflist}}
 
{{Topik Surakarta}}
 
[[Kategori:Sejarah Kota Surakarta]]
=== Tempat Ibadah Tri Dharma Tien Kok Sie ===
 
 
 
[[Berkas:Klenteng Tien Kok Sie.jpg|thumb|300px|Muka Depan Klenteng Tien Kok Sie]]
 
 
 
Klenteng yang terletak di Jalan R.E Martadinata no.12 ini sudah berdiri semenjak 263 (2008) tahun yang lalu tepatnya pada tahun 1745.
 
Vihara Avalokitheswara merupakan tempat ibadah umat Tri Dharma ( Confucianisme, Buddhisme, dan Taoisme ). Sangat dipengaruhi oleh arsitektur Tiongkok.
 
 
 
=== Vihara Am Po Kian ===
 
 
 
Vihara Am Po Kian didirikan tanggal [[24 Agustus]] [[1875]] dan mengalami perbaikan pada tanggal [[14 Agustus]] [[1944]]. Dulu merupakan bangunan kuil milik seorang [[biksu]] dengan adu ilmu akhirnya bangunan ini dapat dikuasai oleh [[Kyai Ageng Henis]] (Kakek dari Raja-raja [[Mataram]]) dan diubah fungsikan menjadi masjid.
 
 
 
Di dalam kawasan ini pula Kyai Ageng Henis beserta keluarganya dimakamkan. Pada halaman tengah makam terdapat pendapa tempat menikahkan raja pada masa kerajaan [[Kartasura]]. Saat ini tempat tersebut digunakan sebagai tempat persiapan ziarah/istirahat.
 
==Referensi==
{{reflist}}