Maulana Rahmat Ali: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
(44 revisi perantara oleh 16 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''Maulana Rahmat Ali, HA.OT''' atau biasa disebut '''Tuan Rahmat Ali''' (lahir pada 1893 - wafat [[31 Agustus]] [[1958
== Riwayat hidup singkat ==▼
▲'''Maulana Rahmat Ali''' (1893-1958), adalah seorang [[Muballigh]] [[Ahmadiyah]] pertama yang diutus ke [[Indonesia]] oleh Khalifatul Ahmadiyah dari [[Qadian]], [[Khalifatul Masih II]] [[Mirza Bashir-ud-Din Mahmood Ahmad|Hadhrat Alhaj Mirza Bashir-ud-Din Mahmood Ahmad]].<ref>http://www.alislam.org/indonesia/75thJAI.html</ref> Maulana Rahmat Ali dikenal sebagai ''Sang Penabur Benih'' Jemaat Ahmadiyah di Indonesia. Beliau juga memiliki kedudukan istimewa sebagai tabiin dari [[Imam Mahdi]] Masih Mau'ud as. [[Mirza Ghulam Ahmad | Hz.Mirza Ghulam Ahmad as.]].<ref> Majelis Irfan (Tanya-Jawab) [[Mirza Tahir Ahmad|Hadhrat Khalifatul Masih IV]] di mesjid Fadhl London - Jum'at 14 Juli 2000).</ref>
== Masa bertugas di Indonesia ==
▲==Riwayat hidup singkat==
=== Tiba di Tapaktuan ===
▲Dilahirkan pada tahun [[1893]]. Setelah lulus sebagai pelajar generasi pertama dari Madrasah Ahmadiyah di [[Qadian]] pada tahun [[1917]] menjadi guru [[Bahasa Arab]] dan Agama pada Ta'limul Islam High School di Qadian. Tahun [[1924]] dipindahkan ke Departemen Tabligh (Nizarat Da'wat Tabligh). Dari bulan Juli 1925 sampai Mei 1950 bertugas sebagai mubaligh di Indonesia. Beberapa tahun ditugaskan sebagai mubaligh di pakistan Timur. Tanggal 31 Agustus [[1958]] wafat di Rabwah.<ref>Bunga Rampai Sejarah Jemaat Ahmadiyah Indonesia (1925-2000), h.19</ref>
Atas undangan pelajar-pelajar
=== Di Tanah Minang ===
Tidak lama kemudian Maulana Rahmat Ali berangkat menuju [[Kota Padang|Padang]]. Di Padang, ia tidak tinggal diam bertabligh kemana-mana menyampaikan Ahmadiyah sampai ke daerah-daerah [[Kota Bukittinggi|Bukitinggi]], [[Padang Panjang]] dan [[Payakumbuh]] yang berakibat dakwahnya selain mendapat reaksi penentangan, juga simpati. Dari situ kaum intelektual, ulama Islam dan tokoh-tokoh masyarakat sepakat mendirikan sebuah komite yang bernama "KOMITE PENCAHARI HAQ" yang dipimpin oleh seorang tokoh masyarakat bernama Tahar Sutan Marajo. Tujuan komite ini adalah untuk mempertemukan Muballigh Ahmadiyah Maulana Rahmat Ali dengan [[Ulama]] [[Minangkabau]]. Pada awal tahun [[1926]] Komite tersebut telah berusaha mengundang para alim ulama Minangkabau dan Muballigh Ahmadiyah, bertempat di Pasar Gadang, pada sebuah gedung pertemuan milik Bagindo Zakaria. Pada waktu yang sudah ditentukan untuk mengadakan perdebatan antara Muballigh Ahmadiyah dan para alim ulama Minangkabau itu ternyata yang disebut belakangan tidak muncul dan hanya diwakili oleh murid-murid mereka saja. Setelah peristiwa di Pasar Gadang tersebut, "KOMITE PENCAHARI HAQ" dengan serta merta membubarkan diri dan bersamaan dengan peristiwa tersebut berdirinya Ahmadiyah sebagai suatu jemaat atau [[organisasi]] di Padang, dengan beranggotakan seluruh anggota Komite dan simpatisan lainnya sebanyak 15 orang termasuk antara lain Muhammad Tahar Sutan Marajo, Daud gelar Bangso Dirajo dan juga Bagindo Zakaria seorang pengusaha terkemuka di Padang asal Pariaman.<ref>Subjek "Mengundang Ahmadiyah ke Indonesia - Ahmadiyah di Tanah Minangkabau, Diskusi Sdr.Nadri Saaduddin http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1997/09/23/0069.html {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20060919134157/http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1997/09/23/0069.html |date=2006-09-19 }}</ref>
▲Atas undangan pelajar-pelajar indonesia yang sedang belajar di Qadian,<ref>http://www.alislam.org/indonesia/75thJAI.html</ref> tepatnya pada tanggal [[2 Oktober|2]] [[Oktober]] [[1925]], beliau tiba pertama kali di [[Tapaktuan]], [[Aceh]]. Di latar belakangi kepercayaan akan datanganya [[Imam Mahdi]], dan surat yang sering dikirimkan para pelajar Indonesia di Qadian agar apabila utusan pertama dari Imam Mahdi datang supaya diterima baik-baik, tibanya Maulana Rahmat Ali rahmatullah. di pantai Tapaktuan disambut oleh ratusan penduduk yang menunggu kedatangan utusan Imam Mahdi. Diantara mereka ada yang menerima dan masuk menjadi pengikut Ahmadiyah. Selaku juru bahasa dalam bahasa Arab pada waktu itu adalah seorang pemuda bernama [[Maulana Abdul Wahid|Abdul Wahid]], yang kemudian hari pemuda tersebut belajar ke Qadian dan mewakafkan hidupnya menjadi Muballigh Ahmadiyah.<ref>Bunga Rampai Sejarah Jemaat Ahmadiyah Indonesia (1925-2000), h.21</ref>
=== Tiba di Pulau Jawa ===
Tidak lama kemudian Maulana Rahmat Ali berangkat menuju [[Kota Padang|Padang]], ibukota [[Sumatra Barat]]. Di Padang, titik balik terjadi, banyak kaum intelektual, ulama Islam dan tokoh-tokoh masuk ke dalam Ahmadiyah, demikian pula orang-orang biasa. Dan di Padang-lah pada tahun [[1926]] Ahmadiyah secara resmi berdiri sebagai suatu jemaat atau [[Organisasi|organisasi]] di Indonesia. Pada tahun [[1931]] Maulana Rahmat Ali berangkat menuju [[Jakarta]], [[Ibu kota|ibukota]] Indonesia. Dan perkembangan Ahmadiyah semakin cepat, banyak kaum intelektual, orang terpelajar, tokoh-tokoh terkenal dan masyarakat ningrat masuk ke dalam Ahmadiyah. Di kota Jakarta pula, tepatnya di masa perjuangan kemerdekaan RI beberapa tokoh perjuangan seperti [[Soekarno|Ir. Sukarno]], [[Sutan Syahrir]], dan [[Tan Malaka]] pernah mendatangi Maulana Rahmat Ali untuk mendiskusikan berbagai hal di antaranya mengenai [[Islam]], [[Nasionalisme]] dan Tatanan Dunia Baru. Juga di masa lalu [[Agus Salim|Haji Agus Salim]] sering merekomendasikan orang-orang yang ingin mendalami Islam agar datang ke [[masjid|mesjid]] Gang Gerobak. Disebut mesjid Gang Gerobak, karena di masa itu gang di mana mesjid ini berada selalu penuh dengan berbagai macam gerobak. tempat itu sekarang dikenal dengan alamat Jalan Balikpapan I/10.<ref>Subjek "Apa kata orang lain tentang Ahmadiyah", Diskusi Sdr. Nadri Saaduddin [http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1997/10/01/0031.html]</ref> <ref>http://www.ahmadiyya.or.id/page/index.php/file_download/82</ref>▼
Pada tahun [[1931]] Maulana Rahmat Ali berangkat menuju [[Jakarta]] atau [[Batavia]] waktu itu. Melalui diskusi-diskusi perorangan yang ingin mengetahui tentang Ahmadiyah maupun diskusi secara terbuka, dakwah Ahmadiyah di tanah jawa mendapat perhatian yg luar biasa. Perdebatan-perdebatan resmi terjadi antara Ahmadiyah, Ulama Islam, [[Pendeta]] di [[Jakarta]], [[Bogor]], [[Bandung]], sampai [[Garut]].
Dalam tahun [[1933]] telah terjadi tiga kali perdebatan pihak Ahmadiyah Muballigh Maulana Rahmat Ali, [[Maulana Abubakar Ayyub|Maulana AbuBakar Ayyub HA]], [[Maulana Mohammad Sadiq|Maulana Moh. Sadiq HA]] dengan Pembela Islam yang diwakili dari organisasi [[Persis]] (Persatuan Islam) yang dipimpin oleh [[Ahmad Hassan|A. Hassan]] yang lebih dikenal dengan "Hassan Bandung" guru dari Almarhum [[Mohammad Natsir]] mantan Ketua Rabithah Alam Islami dan [[Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia|Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII)]] yang terkenal. Diawali surat menyurat diskusi Ahmadiyah lewat majalah bulanan Ahmadiyah "Sinar Islam" dan majalah "Pembela Islam" yang merupakan media Persis waktu itu, yang selanjutnya menimbulkan kesepakatan di antara kedua belah pihak untuk mengadakan suatu pertemuan yang ketika itu disebut "Openbare Debatvergadering (Pertemuan Debat Terbuka) yang pertama kalinya diadakan pada tanggal [[14 April|14]], [[15 April|15]], dan [[16 April|16]] [[April]], 3 hari berturut-turut, bertempat di gedung Sociteit "Ons Genoegen" Naripanweg, Bandung, dengan pengunjung lebih kurang 1000 orang. Perdebatan kedua adalah lanjutan dari perdebatan pertama, dan menarik perhatian masyarakat kurang lebih 2000 orang, terjadi di Batavia pada bulan [[September]], 3 hari berturut-turut dari tanggal [[28 September|28]], [[29 September|29]], [[30 September|30]], tepatnya di Gedung Permufakatan Nasional di Gang Kenari Salemba, Batavia Centrum.<ref name="hamline.edu">Subjek "Pedebatan demi demi perdebatan", Diskusi Sdr.Nadri Saaduddin http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1997/09/26/0121.html {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20060919135927/http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1997/09/26/0121.html |date=2006-09-19 }}</ref><ref>"Ahmadiyah, Sebuah Titik Yang Dilupa" Majalah Tempo nomor 29, 21 September 1974</ref>
=== Masa Perjuangan Kemerdekaan RI ===
[[Kategori:Kelahiran 1893]]▼
▲
== Karya tulis ==
Selama masa pendudukan [[Jepang]] (1941-1945) kegiatan dakwah secara terbuka praktis tidak dapat dilaksanakan. Maulana Rahmat Ali mengisi waktunya pada masa itu dengan [[menulis]] beberapa buku. Selama dalam tiga tahun itu telah dipersiapkan beberapa naskah buku-buku dakwah dalam bahasa Indonesia seperti "Kebenaran Al-Masih akhir zaman", "Masyarakat Islam", "Rukun Iman mengenai malaikat", " Islam dan Dunia Baru", "Rahasia Isra' dan Mikraj" dan beberapa judul lainnya. Setelah Jepang menyerah kepada [[Sekutu]], buku-buku tersebut diterbitkan oleh [[Penerbit]] "Neratja Trading Coy" dan disebar luaskan keseluruh [[Indonesia]].<ref name="hamline.edu"/>
Selama kurang-lebih 25 tahun bertugas di Indonesia, Maulana Rahmat Ali banyak menulis buku-buku dalam bahasa Indonesia, baik yang berupa terjemahan maupun karangan. Adapun buku-buku buah penanya;<ref>Buku "Riwayat Hidup Rahmat Ali H.A.O.T.", Oleh Maulana Basyiruddin Ahmad Sy. (1986), Penerbit Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Cetakan pertama 1999, BAB VIII. BUAH PENA (hal. 106)</ref>
* 1. Siratun Nabi Muhammad SAW.
* 2. Kebenaran Nabi Muhammad SAW. Menurut Bibel
* 3. Kebenaran Almasih Akhir Zaman
* 4. Malaikat Allah
* 5. Khabar Ghaib Mushlih Mau'ud
* 6. Rahasia Rukun Islam
* 7. Taqdir
* 8. Masyarakat Islam
* 9. Apakah Peraturan Dunia Yang Akan Datang
* 10. Islam Sumber Ilmu Pengetahuan
* 11. Isra' Mi'raj
* 12. Jihad Dalam Islam
* 13. Mengapa Saya Memilih Islam
* 14. Hakikat Bibel
* 15. Nabi Isa a.s. Anak Allah?
* 16. Nabi Isa a.s. dan Salib
* 17. Kuburan Almasih Israili
* 18. Nabi Isa a.s. Menurut Quran dan Bibel
Sedangkan buku-buku yang sempat diterjemahkan;<ref>Buku "Riwayat Hidup Rahmat Ali H.A.O.T.", Oleh Maulana Basyiruddin Ahmad Sy. (1986), Penerbit Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Cetakan pertama 1999, BAB VIII. BUAH PENA (hal. 106-107)</ref>
* 1. Filsafat Ajaran Islam
* 2. Perbedaan Ahmadi dengan Ghair Ahmadi
* 3. Pidato Sialkot
* 4. Menjauhkan Satu Kesalahan
* 5. Tafsir Rukun Islam
* 6. Sirat Hz. Masih Mau'ud a.s.
* 7. Perbedaan Orang Yang Bai'at dan Yang Tidak Baiat.
== Referensi ==
{{reflist}}
{{lifetime|1893|1958|}}
|