Kesultanan Kasepuhan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Daeng Hanif (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
(23 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 25:
| image_map_caption =
| capital = [[Kota Cirebon]]
| common_languages = [[Bahasa Cirebon|Cirebon]]
| government_type = [[
| title_leader = [[Sultan Sepuh]]
| leader1 = [[Sultan Sepuh#Sultan Sepuh Syamsudin Martawidjaja|Sultan Sepuh I]]
Baris 57:
| today = [[Kota Cirebon]], [[Jawa Barat]],
{{flag|Indonesia}}
| footnotes2 = <br>
[[Azmatkhan]] [[Walisongo]]
}}
Baris 115 ⟶ 117:
==== [[Kesultanan Banten]] menyerang ''loji'' Belanda di Indramayu ====
Pada bulan April tahun 1679 [[kesultanan Banten]] menyerang ''Loji'' (bahasa Indonesia : gudang) [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] di Indramayu dibawah pimpinan Arya Surya dan Ratu Bagus Abdul Qadir,<ref name=suparman1>Suparman, Sulasman, Dadan Firdaus. 2017. Tawarikh : Political Dynamics in Cirebon from the 17th to 19th Century. [[Bandung]] : Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Jati</ref> penyerangan [[kesultanan Banten]] ini adalah bagian dari perang gerilya kesultanan Banten terhadap [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] dan sekutunya di pulau Jawa.
==== Jacob van Dyck dan surat Belanda 1680 ====
Baris 139 ⟶ 141:
Pada keesokan harinya tanggal 6 Januari 1681, diadakanlah upacara yang dihadiri oleh para penguasa Cirebon di alun-alun yang disertai tembakan meriam sebagai bentuk penghormatan, kemudian surat keputusan pemerintahan tertinggi Belanda yang dibawa dari Batavia pada tanggal 1 Januari 1681 tersebut dibacakan.<ref name=deviani/><ref name=Molsbergen/>
Pada tanggal 7 Januari 1681 dimulailah perundingan diantara [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] dan para penguasa Cirebon serta memaksa mereka untuk menyetujuinya<ref name=Dirjenbud/> dan pada malam harinya dicapailah kesepakatan untuk memberlakukan perjanjian antara Belanda dan Cirebon
Pada tanggal 27 Februari 1681 dilakukanlah tindak lanjut berkenaan draf perjanjian 7 Januari 1681<ref name=slands1>van der Chijs, Jacobus Anne. 1882. Slands Archief Batavia 1602-1816). Batavia : Batavia Landsdrukkerij</ref>. Perjanjian tersebut kemudian ditandatangani oleh ketiga penguasa Cirebon<ref name=sartono1/>. Pada perjanjian tersebut Belanda diwakili oleh komisioner Jacob van Dijk dan kapten Joachim Michiefs Pada tanggal 31 Juli 1681 perjanjian 7 Januari 1671 tersebut kemudian diratifikasi<ref name=slands1/>. Perjanjian persahabatan yang dimaksud adalah untuk memonopoli perdagangan di wilayah Cirebon diantaranya perdagangan komoditas kayu, beras, gula,<ref name=henri/> lada serta Jati sekaligus menjadikan kesultanan-kesultanan di Cirebon protektorat Belanda (wilayah dibawah naungan Belanda).<ref name=Dirjenbud/> Perjanjian Belanda - Cirebon 1681 tersebut juga membatasi perdagangan, membatasi pelayaran penduduk dan memastikan [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] memperoleh hak di sana<ref name=Blink/> Pada tahun yang sama juga kesultanan-kesultanan di Cirebon menegaskan kembali klaimnya atas wilayah-wilayahnya di selatan yaitu Sumedang, Galuh dan Sukapura kepada Belanda<ref name="ninakota" />
Baris 145 ⟶ 153:
Semenjak [[kesultanan Cirebon]] dibagi menjadi dua kesultanan dan satu peguron, kisruh antara keluarga keraton tidak langsung selesai begitu saja, perihal hubungan berdasarkan derajat tertentu ([[bahasa Cirebon]]: ''pribawa'') dalam kekeluargaan di [[kesultanan Cirebon]] dahulu menjadi bahan pertikaian yang berlarut-larut hingga akhirnya pihak [[Belanda]] mengirimkan utusan untuk membantu menyeleseikan masalah tersebut yang oleh sebagian masyarakat dianggap sebagai ikut campurnya Belanda dalam urusan internal kesultanan-kesultanan di Cirebon.
Pada tahun 1681 ditunjuklah Letnan Benamin van der Meer sebagai pejabat penghubung Belanda untuk wilayah kesultanan Cirebon.<ref name="mason4"/> Jan Mulder dan van der Meer pernah memberikan laporan berkaitan dengan hubungan antara keluarga bangsawan di Cirebon, mereka menyebut bahwa Sultan Anom (Kartawijaya) masih terhitung sebagai kerabat [[kesultanan Banten]] sementara Pangeran Nasiruddin (Wangsakerta) sama sekali bukan kerabat [[kesultanan Banten]], menurut Sudjana (budaywan Cirebon) laporan dari Jan Mulder dan van der Meer tersebut sejalan dengan naskah ''wawacan'' yang selama ini beredar terbatas di kalangan para kerabat keraton Cirebon
Pada tahun 1684 Belanda menunjuk Jacob Couper sebagai pejabat penghubung Belanda untuk wilayah kesultanan Cirebon.<ref name="mason4"/>
Baris 153 ⟶ 161:
==== Perjanjian 1685, ''Fort Beschermingh'' dan penghancuran tembok ''Kuta Cirebon'' ====
[[Berkas:AMH-4654-NA Map of Cheribon.jpg|jmpl|Fort de Beschermingh dalam peta 1719]]
Pada tanggal 3 November 1685 (empat tahun setelah perjanjian monopoli dagang Belanda terhadap Cirebon),<ref name=rifcky/> [[Belanda]] mengirimkan pejabat penghubung Belanda yaitu
Setahun kemudian setelah ditandatangani perjanjian 1685, pada tanggal 30 Maret 1686, pada masa kepemimpinan Adriaan Williamson<ref name="hoadleyvillage2">Hoadley, Mason. 1996. The Village Concept in the Transformation of Rural Southeast Asia. [[Hove]] : Psychology Press</ref> sebagai pejabat penghubung Belanda untuk wilayah kesultanan Cirebon, berdasarkan hasil rapat pemerintahan tinggi, Gubernur Jenderal [[Johannes Camphuys]] atas usulan Francois de Tack maka akan dibangun sebuah benteng yang diberi nama ''Fort de Beschermingh,''<ref name="rifcky" /> sejak itu Belanda mulai menghancurkan tembok ''Kuta Seroja'' atau tembok ''Kuta Cirebon,'' material dari tembok yang diperkirakan telah dibangun sebelum 1596<ref name="graafbenteng2">de Graaf, Hermanus Johannes. 1985. Awal Kebangkitan Mataram Masa Pemerintahan Senapati. Jakarta: Grafitipers</ref> dengan bantuan Danang Sutawijaya dari Mataram ini kemudian dipergunakan oleh Belanda untuk membangun ''Fort de Beschermingh'' yang berlokasi di sekitar pelabuhan Cirebon. ''Fort de Beschermingh'' dipergunakan oleh [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] sebagai tempat tinggal sekaligus kantor bagi Residen Belanda untuk Cirebon.<ref name="rosita2" />
Baris 162 ⟶ 170:
==== Kasus Braja Pati dan hilangnya peran ulama dalam pengadilan di Cirebon ====
Pada awal tahun 1688 ada sebuah kasus perampokan bersenjata yang dikenal dengan nama kasus ''Braja Pati'', dalam kasus tersebut terdapat dua orang yang merupakan bawahan Sultan Sepuh Syamsuddin Martawijaya yang menjadi tersangkanya, hal ini kemudian memaksa Sultan Sepuh Syamsuddin Martawijaya dan Willem de Ruijter (pejabat penghubung Belanda untuk kesultanan Cirebon) untuk membuka dialog. Pada dasarnya Sultan Sepuh Syamsuddin Martawijaya berkeinginan agar bawahannya yang menjadi tersangka dalam kasus tersebut permasalahan hukumnya agar dilimpahkan kepada para ulama, melalui puteranya yaitu Pangeran Adi Wijaya,
Willem de Ruijter sebagai perwakilan Belanda dan [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] di Cirebon memiliki pemikirannya sendiri berkaitan dengan lembaga mana yang lebih pantas dalam mengadili kasus ''Braja Pati'' tersebut, ketika Sultan Sepuh Syamsuddin Martawijaya berpendapat agar kasus tersebut ditangani oleh para ulama, Willem de Ruijter mengemukakan bahwa
Baris 168 ⟶ 176:
Pangeran Adi Wijaya kemudian melakukan intervensi terhadap kasus ini walau bertentangan dengan keinginan ayahnya dan ketua ''mantri'', hal tersebut bertujuan untuk mencegah konflik antara [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] dengan para penguasa Cirebon dalam hal masalah yang keislaman yang sensitif. Para tersangka akhirnya dibebaskan, hal tersebut dikarenakan kurangnya bukti yang dapat digunakan untuk memberatkan mereka.<ref name="mason4"/>
Implikasi dari tinjauan kasus ''Braja Pati'' tersebut adalah dituangkannya permasalahan kompetensi dibidang pengadilan dalam Perjanjian 1688 dan Layang Ubaya 1690
Willem de Ruijter dalam laporannya pada 13 April 1688 kepada ''Hooge Regeering'' (pemerintahan tinggi)
==== Perjanjian 1688, stempel keraton dan keluarga Gamel ====
{{Utama|Perjanjian Cirebon 1688}}
Pada tahun 1688, pada masa [[Johannes Camphuys|Gubernur Jenderal Johannes Camphuys]],
Pada masalah pembuatan stempel masing-masing keraton, agar tidak terjadi kekacauan maka ''Ki'' Raksanegara dan Pangeran Suradinata mempertimbangkan seorang tua yang bijak, stempel harus dibuat serupa dengan yang ada pada Sultan Sepuh dan Sultan Anom, beratnya masing-masing satu kati dua tail dan berbentuk bulat. Sultan Sepuh dan Sultan Anom diperkenankan mengganti ahli pembuat stempel yang telah ditunjuk oleh ''Ki'' Raksanegara dan Pangeran Suradinata dengan syarat stempel yang akan dibuat sesuai dengan yang ada.<ref name="rosita2"/>
Perihal urusan syahbandar, maka disetujui untuk mengangkat ''Ki'' Raksanegara, syahbandar Cirebon akan bekerja atas nama para penguasa Cirebon
Perihal masalah pendapatan hasil tanah,
Perihal gelar untuk Pangeran Nasiruddin, Sultan Sepuh dan Sultan Anom sepakat memberi gelar ''Gusti Panembahan Cirebon'' kepada Pangeran Nasiruddin setelah sebelumnya bermusyawarah dengan utusan Belanda Johanes de Hartog dengan syarat bahwa Pangeran Nasiruddin harus tetap sebagaimana adanya dan tidak boleh mengangkat diri lebih tinggi dari Sultan Sepuh dan Sultan Anom.<ref name="rosita2"/> Pangeran Nasiruddin diberi wewenang untuk mengurus kesejahteraan rakyat, mengangkat dan menentukan hakim serta para ''mantri'' yang bertugas dalam suatu penyelidikan untuk ketiga cabang keluarga kesultanan Cirebon sesuai saran dari [[Vereenigde Oostindische Compagnie]].<ref name="rosita2"/>
Pada urusan menjalankan pemerintahan Cirebon disepakati agar diangkat 12 ''Mantri'', Kasepuhan mendapatkan hak untuk mengangkat lima orang ''mantri,'' Kanoman mendapatkan hak untuk mengangkat empat orang ''mantri'' sementara ''Gusti Panembahan'' diberikan hak untuk mengangkat tiga orang ''mantri
==== Pembatasan ''Picis'' (uang logam) Cirebon ====
Setelah adanya perjanjian Cirebon dengan Belanda tahun 1688, maka diperlukan pemberlakuan mata uang untuk berbagai transaksi perdagangan. Belanda kemudian membuat larangan agar Cirebon tidak boleh lagi membuat mata uang ''Picis'' kecuali dibuat oleh
==== Perjanjian 1699, Belanda dalam masalah ''pribawa'' ====
Pada tahun 1697 Sultan Sepuh I Sultan Sepuh Syamsudin Martawijaya meninggal dunia dengan meninggalkan dua orang putra, yaitu Pangeran Depati Anom Tajularipin Djamaludin dan Pangeran Adi Wijaya (Pangeran Arya Cirebon)
▲Belanda atas dasar ''pribawa'' dengan berbekal perjanjian 1699 menentukan derajat paling tinggi (di antara seluruh keluarga besar kesultanan Cirebon) ditempati oleh Sultan Anom I Sultan Muhammad Badrudin Kartawijaya kemudian Pangeran Nasirudin Wangsakerta menduduki tempat kedua dan kedua putra almarhum Sultan Sepuh I Sultan Sepuh Martawijaya yaitu Pangeran Depati Anom Tajularipin Djamaludin dan Pangeran Aria Cirebon Abil Mukaram Kamarudin<ref name="arsiparya2">[https://sejarah-nusantara.anri.go.id/id/search_letters/?ruler=Pangeran%20Arya%20Cirebon%20Kamaruddin Tim Arsip Nasional Republik Indonesia. 2013. Arsip Nasional - Surat Surat Diplomatik 1625-1812. ][[Jakarta]] Arsip Nasional Republik Indonesia</ref> berada di tempat ketiga. Pangeran Arya Cirebon kemudian membentuk cabang kesultanan sendiri yang disebut Kacirebonan<ref name="irianto2" />(pada era ini, kesultanan Kacirebonan yang dibentuk tidak sama dengan yang kemudian dibentuk oleh Pangeran Raja Kanoman pada tahun 1808)
==== Belanda menguasai politik Cirebon ====
Sultan Kanoman I Muhammad Badrudin Kartawijaya memiliki dua orang putera dari permaisuri yang berbeda, yaitu Pangeran Adipati Kaprabon yang merupakan putera pertama dari permaisuri kedua yaitu Ratu Sultan Panengah dan Pangeran Raja Mandurareja Muhammad Qadirudin, putera keduanya yang berasal dari permaisuri ketiga yang bernama Nyimas Ibu. Pangeran Adipati Kaprabon kemudian mendirikan Kaprabonan pada tahun 1696 sebagai tempat pendidikan agama Islam
Setelah melakukan monopoli dagang terhadap Cirebon dengan alasan perjanjian persahabatan, Belanda ikut campur memperkeruh internal kesultanan-kesultanan di Cirebon dengan turut serta dalam hal ''pribawa'' yang sebelumnya tidak terlalu meruncing. Hal tersebut dibuktikan pada saat kedatangan awal Belanda ke Cirebon tahun 1681 yang mana pada perjanjian tersebut ditandatangani oleh tiga orang penguasa yang berarti posisi ketiganya diakui. Belanda akhirnya mengangkat Jacob Palm sebagai pejabat penghubung untuk wilayah [[Kesultanan Cirebon]]. Dalam buku Sejarah Cirebon, Pangeran Sulaeman Sulendraningrat bahkan mengatakan jika kekuasaan kesultanan-kesultanan di Cirebon pada tahun 1700 telah habis sama sekali (secara politik) dengan adanya pengangkatan Letnan Jacob Palm.<ref name="ps4">P.S. Sulendraningrat. 1985. Sejarah Cirebon. Jakarta: Balai Pustaka</ref> Pada tahun 1701, Belanda kemudian menunjuk seorang pedagang bernama Jacob Heijrmanns sebagai pejabat penghubung Belanda untuk wilayah kesultanan-kesultanan Cirebon.<ref name="mason4"/>
Pada tahun 1703 Sultan Anom I Badrudin Kartawijaya wafat, maka dua tahun berikutnya yaitu pada tahun 1704 diadakan pengaturan urutan yang baru oleh Belanda. Panembahan Nasirudin Wangsakerta menempati derajat tertinggi (di antara seluruh keluarga besar [[kesultanan Cirebon]]), tempat kedua ditempati oleh kedua orang putra Sultan Sepuh I Sultan Sepuh Martawijaya yaitu Sultan Sepuh II Sultan Sepuh Tajularipin Djamaludin dan Sultan Kacirebonan I Sultan Cirebon Arya Cirebon Abil Mukaram Kamarudin<ref name="arsiparya2"/> dan tempat ketiga ditempati putra-putra Sultan Anom I Badrudin Kartawijaya yaitu Pangeran Raja Adipati Mandurareja Muhammad Qadirudin yang kemudian menjadi Sultan Anom II dan Pangeran Adipati Kaprabon yang mendirikan ''peguron'' [[Kaprabonan]] pada tahun 1696 sekaligus menjadi ''rama guru''
Kemudian Pangeran Raja Muhammad Qadirudin diresmikan sebagai Sultan Anom II keraton Kanoman
Pada tahun 1705,
Pada tahun 1708, Belanda turut campur lagi untuk menempatkan perbedaan tingkatan dari ketiga cabang keluarga kesultanan Cirebon, setelah Panembahan Wangsakerta wafat tahun 1714
Bermula dari masalah ''pribawa'' inilah Belanda turut campur masalah internal keluarga besar [[kesultanan Cirebon]], masalah ''pribawa'' mengenai dari cabang keluarga yang mana yang berhak menduduki tingkat tertinggi dalam keluarga besar [[kesultanan Cirebon]] selalu menimbulkan pertikaian yang berlarut-larut dan menimbulkan perselisihan yang terus menerus
==== ''Besluit'' 1706 dan Jabatan ''Overseer'' Pangeran Adi Wijaya ====
{{Utama|Kepangeranan Kacirebonan}}
Pembagian kuasa dan warisan Sultan Sepuh Syamsuddin Martawijaya kepada kedua putranya yakni Pangeran Depati Anom Tajularipin dan Pangeran Adi Wijaya yang disepakati dalam perjanjian 1699
==== Permasalahan pembagian kuasa Cirebon antara Sultan Abdul Karim dan Pangeran lainnya ====
Baris 292 ⟶ 299:
==== Perjanjian Gelung Sanggul Hadi ====
Perjanjian Gelung Sanggul Hadi merupakan perjanjian antara keluarga Sultan Sepuh Aluda dengan keluarga Pangeran Raja Jayawikarta yang merupakan keturunan langsung [[Sunan Gunung Jati|Syarief Hidayatullah]]. Perjanjian Gelung sanggung hadi berisi klausul mengenai hak
== Pengadilan ''Kerta'' ==
Pada proses pengadilan ''kerta'' melalui institusi [[jaksa pepitu]], Kesultanan Kasepuhan diwakili oleh dua orang jaksa setelah terbentuknya [[Kepangeranan Kacirebonan]]<ref name=viswandro>Viswandro, Maria Matilda, Bayu Saputra. 2018. Mengenal Profesi Penegak Hukum. [[Bantul]] : Media Presindo</ref>, sebelum terjadi perpecahan di kesultanan Kasepuhan yang ditandai dengan adanya perjanjian 1699 yang memecah kesultanan Kasepuhan menjadi Kasepuhan dan [[Kepangeranan Kacirebonan]], kesultanan Kasepuhan diwakili oleh tiga orang jaksa pada institusi [[Jaksa Pepitu]]<ref name=suparman1/>
== Perkembangan kesenian dan adat ==
Baris 298 ⟶ 309:
=== Perkembangan kesenian masa Sultan Sepuh Aluda ===
Kesenian di Kasepuhan kemudian pertumbuhannya mulai baik
Pada tahun 1886, pertunjukan wayang orang Cirebon yang dibawakan oleh para keturunan bangsawan kesultanan masih banyak diminati oleh masyarakat, namun hanya sedikit orang Eropa yang tertarik untuk menyaksikannya<ref name=peterrevisited>Nas, Peter. 2002. The Indonesian Town Revisited. [[Munster]] : LIT Verlag</ref>.
Di zaman [[Sultan Sepuh Aluda]]. Para Seniman wayang Wong tersebut kebanyakan berasal dari desa Mayung, Gegesik, Palimanan Slangit dan Suranenggala. Sebagai imbalan dari sultan kepada setiap seniman adalah pemberian tanah garapan, dan pemberian gelar kepada sejumlah dalang.<ref name="rusliana">Rusliana, Iyus. 2002. Wayang wong Priangan : kajian mengenai pertunjukan dramatari tradisional di Jawa Barat. [[Bandung]] : Kiblat Buku Utama</ref>
==== Pertunjukan kesenian Eropa ====
Pada saat acara khitanan Pangeran Mohamad Jamaludin (Sultan Sepuh Aluda) disekitar tahun 1889<ref name=peterrevisited/> diadakanlah pertunjukan tarian Eropa selepas pidato ucapan selamat yang dilakukan oleh Residen Cirebon dan Bupati Cirebon pada masa tersebut<ref name=peterrevisited/>
=== Peringatan Maulid Nabi ===
Baris 313 ⟶ 330:
{{utama|Geger Tahta Kasepuhan (2020)}}
Sepeninggal [[Sultan Sepuh Arief]] terjadi konflik internal di kalangan keluarga kesultanan Kasepuhan
Aturan yang selama ini berlaku pada masa kolonial Belanda menyatakan
=== Silsilah keluarga [[Sultan Sepuh Aluda]] ===
Baris 355 ⟶ 372:
=== Upaya rekonsiliasi ===
Pihak Raharjo Jali menjelaskan bahwa sudah bertahun-tahun upaya persuasif dijalankan kepada keluarga Sultan Sepuh yang
=== Upaya Hukum masalah tahta Kasepuhan ===
Alexander Rajaningrat menjadi Sultan Sepuh pada tahun 1942 sepeninggal Sultan Sepuh Aluda
==== Upaya hukum tahun 1958 ====
Pada tahun 1958, enam keturunan [[Sultan Sepuh Aluda]] menolak jabatan Sultan yang diserahkan kepada Alexander Rajaningrat dari enam nama yang mengajukan penolakan tersebut dua diantaranya adalah anak-anak [[Sultan Sepuh Aluda]] dengan Nyimas Rukiah yakni Ratu Mas Shopie Djohariah dan Ratu Mas Dolly Manawijah.<ref name=wamadpolemik>Wamad, Sudirman. 2020. Polemik Keraton, Klan Sultan Sepuh XI Beberkan Fakta Hukum soal Ahli Waris. [[Jakarta]] : Detik News</ref> Dalam persidangan, Alexander Rajaningrat mengajukan ''forum Previlegiatum'' ([[bahasa Indonesia]] : Dewan Adat) namun majelis hakim menolaknya, pengadilan
Keputusan pengadilan tentang ''forum Previlegiatum'' yang diajukan oleh Alexander Rajaningrat tertuang pada surat putusan bernomor 82/1958/Pn.Tjn juncto nomor 279/1963 PT.Pdt juncto nomor K/Sip/1964.<ref name="wamadpolemik" />
Baris 388 ⟶ 405:
{{cquote|Mari duduk bersama, tentukan siapa yang sanggup. Mari menjalankan amanah dan kembangkan Cirebon. Sekarang sudah terlalu bias, ini merasa punya hak, punya ini dan lainnya. Mari kita kaji, teliti dan musyawarah. Cirebon tidak seperti Jogja. (Erdi Soemantri)<ref name=wamadpolemik/>}}
Yogyakarta merupakan daerah dengan status Istimewa
=== Pelantikan Pangeran Raja Luqman Zulkaedin dan penolakannya ===
Pasca meninggalnya Sultan Sepuh [[Arief Natadiningrat]], S.E. bin Dr. H. Maulana Pakuningrat, S.H., M.M. bin Alexander Rajaningrat pada 22 Juli 2020,<ref>[https://regional.kompas.com/read/2020/07/22/11220241/ini-penyebab-kematian-sultan-kasepuhan-cirebon Romdhon, Muhamad Syahri. 2020. Ini Penyebab Kematian Sultan Kasepuhan Cirebon. [[Jakarta]] : Kompas]</ref> pihak keluarga Sultan Sepuh Arief memajukan nama Luqman Zulkaedin yang merupakan putera kedua Sultan Sepuh Arief sebagai penerus tahta di kesultanan Kasepuhan, [[Cirebon]], acara pelantikannya kemudian digelar pada tanggal 30 Agustus 2020
==== Penolakan dan alasannya ====
Pada tanggal 30 Juli 2020, Prof. Dr. H. Pangeran Raden Hempi Raja Kaprabon, Drs., M.Pd. selaku pimpinan di [[Kaprabonan]] [[Cirebon]] menuliskan surat yang ditujukan kepada para ''wargi'' dan ''pini sepuh'' keraton Kasepuhan serta sentana kesultanan Cirebon yang menyatakan bahwa penerus di Kasepuhan tidak dapat diteruskan oleh puteranya<ref name=septiadi>Septiadi, Egi. 2020. Dinilai akan Timbulkan Masalah Panjang, Hempi: Penerus Sultan Sepuh XIV Tak Bisa Diteruskan Putranya. [[Bandung]] : Pikiran Rakyat</ref>,<ref>
{{cquote|assalammu'alaikum wr wb
Baris 483 ⟶ 500:
* [[Sultan Sepuh Satria]] (memerintah dari 1872 - 1875) ''mewarisi tahta ayahnya Sultan Sepuh IX Sultan Radja Sulaeman sebagai putera tertua ''Sultan Sepuh IX'' yang sah, setelah meninggalnya walinya yaitu Pangeran Adiwijaya'' sesuai dengan ''penegasan Residen Belanda untuk Cirebon tahun 1867''
* [[Sultan Sepuh Jayawikarta]] (memerintah dari 1875 - 1880) ''menggantikan saudaranya Pangeran Raja Satria''
* [[Sultan Sepuh Atmaja|Sultan Sepuh Atmadja Rajaningrat]] (bertahta dari 1880 - 1885<ref name="List of Monarch of Java"/>) ''diangkat sebagai Sultan untuk menggantikan saudaranya yaitu Pangeran Raja Jayawikarta''
* Perwalian oleh ''[[Raden Ayu Adimah]] (Permaisuri Raja) menjadi wali bagi Pangeran Raja Adipati Jamaludin Aluda Tajularifin dari 1885 - 1899''
* [[Sultan Sepuh Aluda | Sultan Sepuh Aluda Rajanatadiningrat]] (bertahta dari 1899 - 1942)
Baris 489 ⟶ 506:
* Sultan Sepuh Pangeran Raja Adipati Dr. H. Maulana Pakuningrat, S.H. M.M. (bertahta dari 1969 - 2010)<ref>[http://news.okezone.com/read/2010/04/30/340/328204/sultan-sepuh-pakuningrat-cirebon-wafat 2010 - Okezone - Sultan Sepuh Pakuningrat Cirebon Wafat]</ref>
* [[Arief Natadiningrat|Sultan Sepuh Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat]], S.E. (2010–2020).<ref>{{Cite web |url=http://antarajawabarat.com/lihat/cetak/23851 |title=2010 - Antara Jawa Barat - Pangeran Arief Dinobatkan Jadi Sultan Sepuh X1V |access-date=2015-09-09 |archive-date=2014-12-05 |archive-url=https://web.archive.org/web/20141205000801/http://antarajawabarat.com/lihat/cetak/23851 |dead-url=yes }}</ref><ref>{{Cite web|date=2020-08-06|title=PRA Luqman Sebut Keraton Kasepuhan Cirebon dalam Kendalinya|url=https://republika.co.id/share/qeneh7377|website=Republika Online|language=id|access-date=2020-08-16}}</ref>
* Perwalian oleh Raharjo Jali (6 Agustus 2020 -
* Pelantikan Pangeran Raja Luqman Zulkaedin sebagai Sultan Sepuh (30 Agustus 2020)<ref name=miftahudin/>
* Pelantikan Raharjo Jali sebagai Sultan Sepuh Aluda II (18 Agustus 2021)<ref name=baehaqialuda>Baehaqi, Ahmad Imam. 2021. Ini Alasan Raharjo Djali Sandang Gelar Sultan Aloeda II Setelah Dinobatkan Sebagai Sultan Kasepuhan. [[Cirebon]] : Tribun Cirebon</ref>
Baris 504 ⟶ 521:
* {{cite book|last=de Graaf|first=Hermanus Johannes|year=1987|title=Runtuhnya Istana Mataram|location=[[Bogor]]|publisher=Grafiti Pers|ref=harv|isbn=9789794440360|oclc=245966437}}
* {{cite book|last=de Jonge|first=Johan Karel Jakob|year=1872|title=De opkomst van het Nederlandsch gezag over Java: verzameling van onuitgegeven stukken uit het oud-koloniaal archief|volume=4|location=[[Den Haag|s'Gravenhage]]|publisher=Martinus Nijhoff |url=https://books.google.co.id/books?id=DohWAAAAcAAJ|ref=harv}}
* {{cite thesis |last=Deviani |first=Firlianna Tiya|date=2016 |title=Perjanjian 7 Januari 1681 Dan Implikasinya Terhadap Kehidupan Sosial Politik Ekonomi di Kerajaan Cirebon (1681
* {{cite book|last=Ekajati|first=E.S.|year=2005|title=Polemik naskah Pangeran Wangsakerta|location=[[Bandung]]|publisher=Pustaka Jaya |ref=harv|isbn=9789794193297|oclc=607764871}}
* {{cite book|last=Ball|first=John Preston|year=1982|title=Indonesian Legal History 1608–1848|location=Sydney|publisher=Oughtershaw Press|ref=harv|isbn=9780959342000|oclc=8891896}}
Baris 532 ⟶ 549:
[[Kategori:Kesultanan Cirebon]]
[[Kategori:Sejarah Cirebon]]
[[Kategori:Sayyid]]
|