Kesultanan Kasepuhan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Daeng Hanif (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
(10 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 25:
| image_map_caption =
| capital = [[Kota Cirebon]]
| common_languages = [[Bahasa Cirebon|Cirebon]]
| government_type = [[
| title_leader = [[Sultan Sepuh]]
| leader1 = [[Sultan Sepuh#Sultan Sepuh Syamsudin Martawidjaja|Sultan Sepuh I]]
Baris 57:
| today = [[Kota Cirebon]], [[Jawa Barat]],
{{flag|Indonesia}}
| footnotes2 = <br>
[[Azmatkhan]] [[Walisongo]]
}}
Baris 139 ⟶ 141:
Pada keesokan harinya tanggal 6 Januari 1681, diadakanlah upacara yang dihadiri oleh para penguasa Cirebon di alun-alun yang disertai tembakan meriam sebagai bentuk penghormatan, kemudian surat keputusan pemerintahan tertinggi Belanda yang dibawa dari Batavia pada tanggal 1 Januari 1681 tersebut dibacakan.<ref name=deviani/><ref name=Molsbergen/>
Pada tanggal 7 Januari 1681 dimulailah perundingan diantara [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] dan para penguasa Cirebon serta memaksa mereka untuk menyetujuinya<ref name=Dirjenbud/> dan pada malam harinya dicapailah kesepakatan untuk memberlakukan perjanjian antara Belanda dan Cirebon
Pada tanggal 27 Februari 1681 dilakukanlah tindak lanjut berkenaan draf perjanjian 7 Januari 1681<ref name=slands1>van der Chijs, Jacobus Anne. 1882. Slands Archief Batavia 1602-1816). Batavia : Batavia Landsdrukkerij</ref>. Perjanjian tersebut kemudian ditandatangani oleh ketiga penguasa Cirebon<ref name=sartono1/>. Pada perjanjian tersebut Belanda diwakili oleh komisioner Jacob van Dijk dan kapten Joachim Michiefs Pada tanggal 31 Juli 1681 perjanjian 7 Januari 1671 tersebut kemudian diratifikasi<ref name=slands1/>. Perjanjian persahabatan yang dimaksud adalah untuk memonopoli perdagangan di wilayah Cirebon diantaranya perdagangan komoditas kayu, beras, gula,<ref name=henri/> lada serta Jati sekaligus menjadikan kesultanan-kesultanan di Cirebon protektorat Belanda (wilayah dibawah naungan Belanda).<ref name=Dirjenbud/> Perjanjian Belanda - Cirebon 1681 tersebut juga membatasi perdagangan, membatasi pelayaran penduduk dan memastikan [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] memperoleh hak di sana<ref name=Blink/> Pada tahun yang sama juga kesultanan-kesultanan di Cirebon menegaskan kembali klaimnya atas wilayah-wilayahnya di selatan yaitu Sumedang, Galuh dan Sukapura kepada Belanda<ref name="ninakota" />
Baris 153 ⟶ 161:
==== Perjanjian 1685, ''Fort Beschermingh'' dan penghancuran tembok ''Kuta Cirebon'' ====
[[Berkas:AMH-4654-NA Map of Cheribon.jpg|jmpl|Fort de Beschermingh dalam peta 1719]]
Pada tanggal 3 November 1685 (empat tahun setelah perjanjian monopoli dagang Belanda terhadap Cirebon),<ref name=rifcky/> [[Belanda]] mengirimkan pejabat penghubung Belanda yaitu
Setahun kemudian setelah ditandatangani perjanjian 1685, pada tanggal 30 Maret 1686, pada masa kepemimpinan Adriaan Williamson<ref name="hoadleyvillage2">Hoadley, Mason. 1996. The Village Concept in the Transformation of Rural Southeast Asia. [[Hove]] : Psychology Press</ref> sebagai pejabat penghubung Belanda untuk wilayah kesultanan Cirebon, berdasarkan hasil rapat pemerintahan tinggi, Gubernur Jenderal [[Johannes Camphuys]] atas usulan Francois de Tack maka akan dibangun sebuah benteng yang diberi nama ''Fort de Beschermingh,''<ref name="rifcky" /> sejak itu Belanda mulai menghancurkan tembok ''Kuta Seroja'' atau tembok ''Kuta Cirebon,'' material dari tembok yang diperkirakan telah dibangun sebelum 1596<ref name="graafbenteng2">de Graaf, Hermanus Johannes. 1985. Awal Kebangkitan Mataram Masa Pemerintahan Senapati. Jakarta: Grafitipers</ref> dengan bantuan Danang Sutawijaya dari Mataram ini kemudian dipergunakan oleh Belanda untuk membangun ''Fort de Beschermingh'' yang berlokasi di sekitar pelabuhan Cirebon. ''Fort de Beschermingh'' dipergunakan oleh [[Vereenigde Oostindische Compagnie]] sebagai tempat tinggal sekaligus kantor bagi Residen Belanda untuk Cirebon.<ref name="rosita2" />
Baris 178 ⟶ 186:
Pada masalah pembuatan stempel masing-masing keraton, agar tidak terjadi kekacauan maka ''Ki'' Raksanegara dan Pangeran Suradinata mempertimbangkan seorang tua yang bijak, stempel harus dibuat serupa dengan yang ada pada Sultan Sepuh dan Sultan Anom, beratnya masing-masing satu kati dua tail dan berbentuk bulat. Sultan Sepuh dan Sultan Anom diperkenankan mengganti ahli pembuat stempel yang telah ditunjuk oleh ''Ki'' Raksanegara dan Pangeran Suradinata dengan syarat stempel yang akan dibuat sesuai dengan yang ada.<ref name="rosita2"/>
Perihal urusan syahbandar, maka disetujui untuk mengangkat ''Ki'' Raksanegara, syahbandar Cirebon akan bekerja atas nama para penguasa Cirebon. Syahbandar bertugas untuk menerima orang-orang asing dan membuat laporan kepada Sultan Sepuh. Sultan Sepuh berkewajiban meneruskan laporan yang diterimanya kepada para penguasa lainnya yakni Sultan Anom dan Pangeran Nasiruddin.<ref name="rosita2"/>
Perihal masalah pendapatan hasil tanah, Ki Raksanegara yang telah diangkat menjadi Syahbandar Cirebon hanya boleh mengurus pendapatan hasil tanah. Setengah dari pendapatan bersih diserahkan kepada Sultan Sepuh, kemudian Suradinata mengambil hasil tanah yang lain dari orang Cina (Sinko) untuk Sultan Anom dan Panembahan Cirebon yang mendapat setengah dari hasil bersih. Pembagian hasil selanjutnya diurus VOC.<ref name="rosita2"/>
Baris 191 ⟶ 199:
==== Perjanjian 1699, Belanda dalam masalah ''pribawa'' ====
Pada tahun 1697 Sultan Sepuh I Sultan Sepuh Syamsudin Martawijaya meninggal dunia dengan meninggalkan dua orang putra, yaitu Pangeran Depati Anom Tajularipin Djamaludin dan Pangeran Adi Wijaya (Pangeran Arya Cirebon)
▲Belanda atas dasar ''pribawa'' dengan berbekal perjanjian 1699 menentukan derajat paling tinggi (di antara seluruh keluarga besar kesultanan Cirebon) ditempati oleh Sultan Anom I Sultan Muhammad Badrudin Kartawijaya kemudian Pangeran Nasirudin Wangsakerta menduduki tempat kedua dan kedua putra almarhum Sultan Sepuh I Sultan Sepuh Martawijaya yaitu Pangeran Depati Anom Tajularipin Djamaludin dan Pangeran Aria Cirebon Abil Mukaram Kamarudin<ref name="arsiparya2">[https://sejarah-nusantara.anri.go.id/id/search_letters/?ruler=Pangeran%20Arya%20Cirebon%20Kamaruddin Tim Arsip Nasional Republik Indonesia. 2013. Arsip Nasional - Surat Surat Diplomatik 1625-1812. ] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20220412170338/https://sejarah-nusantara.anri.go.id/id/search_letters/?ruler=Pangeran%20Arya%20Cirebon%20Kamaruddin |date=2022-04-12 }}[[Jakarta]] Arsip Nasional Republik Indonesia</ref> berada di tempat ketiga. Pangeran Arya Cirebon kemudian membentuk cabang kesultanan sendiri yang disebut Kacirebonan<ref name="irianto2" />(pada era ini, kesultanan Kacirebonan yang dibentuk tidak sama dengan yang kemudian dibentuk oleh Pangeran Raja Kanoman pada tahun 1808)
==== Belanda menguasai politik Cirebon ====
Sultan Kanoman I Muhammad Badrudin Kartawijaya memiliki dua orang putera dari permaisuri yang berbeda, yaitu Pangeran Adipati Kaprabon yang merupakan putera pertama dari permaisuri kedua yaitu Ratu Sultan Panengah dan Pangeran Raja Mandurareja Muhammad Qadirudin, putera keduanya yang berasal dari permaisuri ketiga yang bernama Nyimas Ibu. Pangeran Adipati Kaprabon kemudian mendirikan Kaprabonan pada tahun 1696 sebagai tempat pendidikan agama Islam
Setelah melakukan monopoli dagang terhadap Cirebon dengan alasan perjanjian persahabatan, Belanda ikut campur memperkeruh internal kesultanan-kesultanan di Cirebon dengan turut serta dalam hal ''pribawa'' yang sebelumnya tidak terlalu meruncing. Hal tersebut dibuktikan pada saat kedatangan awal Belanda ke Cirebon tahun 1681 yang mana pada perjanjian tersebut ditandatangani oleh tiga orang penguasa yang berarti posisi ketiganya diakui. Belanda akhirnya mengangkat Jacob Palm sebagai pejabat penghubung untuk wilayah [[Kesultanan Cirebon]]. Dalam buku Sejarah Cirebon, Pangeran Sulaeman Sulendraningrat bahkan mengatakan jika kekuasaan kesultanan-kesultanan di Cirebon pada tahun 1700 telah habis sama sekali (secara politik) dengan adanya pengangkatan Letnan Jacob Palm.<ref name="ps4">P.S. Sulendraningrat. 1985. Sejarah Cirebon. Jakarta: Balai Pustaka</ref> Pada tahun 1701, Belanda kemudian menunjuk seorang pedagang bernama Jacob Heijrmanns sebagai pejabat penghubung Belanda untuk wilayah kesultanan-kesultanan Cirebon.<ref name="mason4"/>
Pada tahun 1703 Sultan Anom I Badrudin Kartawijaya wafat, maka dua tahun berikutnya yaitu pada tahun 1704 diadakan pengaturan urutan yang baru oleh Belanda. Panembahan Nasirudin Wangsakerta menempati derajat tertinggi (di antara seluruh keluarga besar [[kesultanan Cirebon]]), tempat kedua ditempati oleh kedua orang putra Sultan Sepuh I Sultan Sepuh Martawijaya yaitu Sultan Sepuh II Sultan Sepuh Tajularipin Djamaludin dan Sultan Kacirebonan I Sultan Cirebon Arya Cirebon Abil Mukaram Kamarudin<ref name="arsiparya2"/> dan tempat ketiga ditempati putra-putra Sultan Anom I Badrudin Kartawijaya yaitu Pangeran Raja Adipati Mandurareja Muhammad Qadirudin yang kemudian menjadi Sultan Anom II dan Pangeran Adipati Kaprabon yang mendirikan ''peguron'' [[Kaprabonan]] pada tahun 1696 sekaligus menjadi ''rama guru'' di sana.
Kemudian Pangeran Raja Muhammad Qadirudin diresmikan sebagai Sultan Anom II keraton Kanoman
Pada tahun 1705,
Pada tahun 1708, Belanda turut campur lagi untuk menempatkan perbedaan tingkatan dari ketiga cabang keluarga kesultanan Cirebon, setelah Panembahan Wangsakerta wafat tahun 1714
Bermula dari masalah ''pribawa'' inilah Belanda turut campur masalah internal keluarga besar [[kesultanan Cirebon]], masalah ''pribawa'' mengenai dari cabang keluarga yang mana yang berhak menduduki tingkat tertinggi dalam keluarga besar [[kesultanan Cirebon]] selalu menimbulkan pertikaian yang berlarut-larut dan menimbulkan perselisihan yang terus menerus
==== ''Besluit'' 1706 dan Jabatan ''Overseer'' Pangeran Adi Wijaya ====
Baris 290 ⟶ 299:
==== Perjanjian Gelung Sanggul Hadi ====
Perjanjian Gelung Sanggul Hadi merupakan perjanjian antara keluarga Sultan Sepuh Aluda dengan keluarga Pangeran Raja Jayawikarta yang merupakan keturunan langsung [[Sunan Gunung Jati|Syarief Hidayatullah]]. Perjanjian Gelung sanggung hadi berisi klausul mengenai hak
== Pengadilan ''Kerta'' ==
Baris 300 ⟶ 309:
=== Perkembangan kesenian masa Sultan Sepuh Aluda ===
Kesenian di Kasepuhan kemudian pertumbuhannya mulai baik
Pada tahun 1886, pertunjukan wayang orang Cirebon yang dibawakan oleh para keturunan bangsawan kesultanan masih banyak diminati oleh masyarakat, namun hanya sedikit orang Eropa yang tertarik untuk menyaksikannya<ref name=peterrevisited>Nas, Peter. 2002. The Indonesian Town Revisited. [[Munster]] : LIT Verlag</ref>.
Baris 363 ⟶ 372:
=== Upaya rekonsiliasi ===
Pihak Raharjo Jali menjelaskan bahwa sudah bertahun-tahun upaya persuasif dijalankan kepada keluarga Sultan Sepuh yang
=== Upaya Hukum masalah tahta Kasepuhan ===
Alexander Rajaningrat menjadi Sultan Sepuh pada tahun 1942 sepeninggal Sultan Sepuh Aluda
==== Upaya hukum tahun 1958 ====
Pada tahun 1958, enam keturunan [[Sultan Sepuh Aluda]] menolak jabatan Sultan yang diserahkan kepada Alexander Rajaningrat dari enam nama yang mengajukan penolakan tersebut dua diantaranya adalah anak-anak [[Sultan Sepuh Aluda]] dengan Nyimas Rukiah yakni Ratu Mas Shopie Djohariah dan Ratu Mas Dolly Manawijah.<ref name=wamadpolemik>Wamad, Sudirman. 2020. Polemik Keraton, Klan Sultan Sepuh XI Beberkan Fakta Hukum soal Ahli Waris. [[Jakarta]] : Detik News</ref> Dalam persidangan, Alexander Rajaningrat mengajukan ''forum Previlegiatum'' ([[bahasa Indonesia]] : Dewan Adat) namun majelis hakim menolaknya, pengadilan
Keputusan pengadilan tentang ''forum Previlegiatum'' yang diajukan oleh Alexander Rajaningrat tertuang pada surat putusan bernomor 82/1958/Pn.Tjn juncto nomor 279/1963 PT.Pdt juncto nomor K/Sip/1964.<ref name="wamadpolemik" />
Baris 398 ⟶ 407:
Yogyakarta merupakan daerah dengan status Istimewa di mana penguasa kesultanan Yogyakarta Hadiningrat memiliki kuasa politik atas wilayahnya, pada masa awal kemerdekaan Indonesia ada beberapa wilayah Istimewa di Indonesia, diantaranya Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Istimewa Surakarta dan Daerah Istimewa Kutai<ref>Setyagama, Azis. 2017. Pembaruan Politik Hukum Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung Di Indonesia. [[Jakarta]] : Jakad Media Publishing</ref>
=== Pelantikan Pangeran Raja Luqman Zulkaedin dan penolakannya ===
Pasca meninggalnya Sultan Sepuh [[Arief Natadiningrat]], S.E. bin Dr. H. Maulana Pakuningrat, S.H., M.M. bin Alexander Rajaningrat pada 22 Juli 2020,<ref>[https://regional.kompas.com/read/2020/07/22/11220241/ini-penyebab-kematian-sultan-kasepuhan-cirebon Romdhon, Muhamad Syahri. 2020. Ini Penyebab Kematian Sultan Kasepuhan Cirebon. [[Jakarta]] : Kompas]</ref> pihak keluarga Sultan Sepuh Arief memajukan nama Luqman Zulkaedin yang merupakan putera kedua Sultan Sepuh Arief sebagai penerus tahta di kesultanan Kasepuhan, [[Cirebon]], acara pelantikannya kemudian digelar pada tanggal 30 Agustus 2020
==== Penolakan dan alasannya ====
Pada tanggal 30 Juli 2020, Prof. Dr. H. Pangeran Raden Hempi Raja Kaprabon, Drs., M.Pd. selaku pimpinan di [[Kaprabonan]] [[Cirebon]] menuliskan surat yang ditujukan kepada para ''wargi'' dan ''pini sepuh'' keraton Kasepuhan serta sentana kesultanan Cirebon yang menyatakan bahwa penerus di Kasepuhan tidak dapat diteruskan oleh puteranya<ref name=septiadi>Septiadi, Egi. 2020. Dinilai akan Timbulkan Masalah Panjang, Hempi: Penerus Sultan Sepuh XIV Tak Bisa Diteruskan Putranya. [[Bandung]] : Pikiran Rakyat</ref>,<ref>
{{cquote|assalammu'alaikum wr wb
Baris 540 ⟶ 549:
[[Kategori:Kesultanan Cirebon]]
[[Kategori:Sejarah Cirebon]]
[[Kategori:Sayyid]]
|