Abu al-Mafakhir dari Banten: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
k Mengembalikan suntingan oleh Daeng Hanif (bicara) ke revisi terakhir oleh 180.244.161.141 Tag: Pengembalian Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
(46 revisi perantara oleh 28 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox
| honorific-prefix =
| name = ''Sultan Abu Al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir''
| image =Abu al-Mafakhir of Banten.jpg
|
| caption =[[Upacara]] [[Khitanan]] Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdulkadir Menurut [[Karya]] Grafis [[Prancis]] abad ke-18
| religion = [[Islam]]
|
| known_for = [[Sultan Banten]]
|
|
| birth_place =[[Berkas:Flag of the Sultanate of Banten.svg|20px]] [[Kesultanan Banten]]
| death_date = [[10 Maret]] [[1651]]
| death_place = [[Berkas:Flag of the Sultanate of Banten.svg|25px]] [[Kesultanan Banten]]
| children = [[Abu al-Ma'ali Ahmad]] (Putera Mahkota)
| father = [[Maulana Muhammad]]
| mother = [[Nyimas Ratu Ayu Wanagiri]]
|
|predecessor=[[Maulana Hasanuddin]]|successor=[[Sultan Ageng Tirtayasa]]|office1=Sultan [[Kesultanan Banten|Banten]] Ke - 4|term_start1=1624|term_end1=1651|predecessor1=[[Maulana Muhammad]]|successor1=[[Abu Al-Ma'ali Ahmad]]|title=|region=|dynasty=Hasan al-Bantani|resting_place=Pemakaman Kenari Banten, [[Kasemen, Serang|Kasemen]]}}
'''Sultan
== Kehidupan awal ==
[[Maulana Muhammad dari Banten|Sultan Maulana Muhammad]]
Keberadaan Pangeran Camara sebagai wali sultan tidak dihiraukan oleh pejabat wilayah [[kesultanan Banten]] sehingga dikatakan bahwa kekuasaan wali sultan yang sekaligus adalah suami dari Nyi Gede Wanogiri hanya terbatas pada keraton dan wilayah sekitarnya saja. Pada tahun 1604 terdapat insiden ditahannya sebuah kapal [[Djong (kapal)|jung]] dari [[Johor]] oleh Pangeran [[Arya Mandalika]] (anak dari [[Maulana Yusuf dari Banten|Maulana Yusuf]]), seruan dari Patih untuk melepaskan jung tersebut tidak dihiraukan, bahkan Pangeran Arya Mandalika bersekutu dengan para pangeran lain dan orang-orang yang menentang kekuasaan Patih, dimana mereka kemudian membuat benteng pertahanan di luar kota Banten, Masalah ini kemudian dapat diselesaikan dengan penyerangan ke benteng pertahanan Pangeran Arya Mandalika oleh [[Pangeran Jayakarta]] yang dibantu oleh Inggris pada tahun 1605, ketika Pangeran Jayakarta datang ke Banten bersama pasukannya untuk menghadiri acara khitanan Sultan Abul Mafakhir Abdul Kadir pada saat itu Patih meminta bantuan militernya, lalu akhirnya dibuatlah perjanjian damai antara kubu istana dengan kubu Pangeran Arya Mandalika, dimana dalam perjanjian disebutkan bahwa mereka diharuskan meninggalkan wilayah Kesultanan Banten selambatnya 6 hari dan hanya boleh diikuti oleh 30 orang anggota keluarga.<ref name="djajadiningrat" />
=== Konflik Pailir ===
Pada [[8 Maret]] [[1608]] sampai [[26 Maret]] [[1609]] terjadi konflik ''pailir'' ({{Lang-id|bertempat di hilir}}) antara kubu Pangeran [[Arya Ranamanggala]] dengan kubu Pangeran Camara dikarenakan pengaruh dan kebijakan Pangeran Camara yang dianggap lebih menguntungkan para pedagang asing.<ref name="djajadiningrat" /> Melalui usaha Pangeran Jayakarta akhirnya perang dapat dihentikan dan perjanjian damai dapat disepakati bersama. Banten kembali aman, lalu diangkatlah Pangeran Arya Ranamanggala sebagai mangkubumi baru sekaligus menjadi wali Sultan Muda. Untuk menertibkan kemananan negara, Ranamanggala menghukum para pangeran atau penggawa yang melakukan penyelewengan serta mengganti peraturan yang berlaku sebelumnya antara Pangeran Camara dengan para pedagang Eropa.<ref name="Mukarrom">Mukarrom, Ahwan. 2014. Sejarah Islam Indonesia I: Dari Awal Islamisasi sampai Periode Kerajaan-Kerajaan Islam Nusantara. [[Surabaya]]: Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel</ref> Pada Januari 1624, Pangeran Arya Ranamanggala mundur dari jabatannya karena sakit. Saat itu Abul Mafakhir sudah cukup dewasa, sehingga ia pun dinobatkan sebagai raja dan kekuasaan atas Kesultanan Banten sepenuhnya dipegang olehnya. Dua tahun kemudian tepatnya 13 Mei 1626 Pangeran Arya Ranamanggala meninggal dunia, dimana sebelum wafatnya ia berpesan kepada Abul Mafakhir bahwa Kesultanan Banten tidak boleh bersahabat dengan Belanda.<ref name="djajadiningrat" /><ref name=":1">{{Cite news|url=http://www.kesultananbanten.id/sample-page/|title=SEJARAH KESULTANAN BANTEN DARI MASA KE MASA|date=2016-12-06|newspaper=Website Resmi Kesultanan Banten|language=en-US|access-date=2017-04-14|archive-date=2017-02-08|archive-url=https://web.archive.org/web/20170208040038/http://www.kesultananbanten.id/sample-page/|dead-url=yes}}</ref>
== Silsilah ==
Sultan Abu al-Mafakir mempunyai silsilah sebagai berikut :
*
*
*
*
== Hubungan luar negeri ==
=== Konflik dengan VOC ===
Di tahun 1598, Banten dikunjungi oleh [[Ekspedisi Kedua Belanda ke Hindia Timur|kapal-kapal rombongan ekspedisi Belanda]] yang dipimpin oleh [[Jacob Corneliszoon van Neck]].<ref name="Masselman">Masselman, George. 1963. The Cradle of Colonialism. [[New Haven, Connecticut|New Haven]]: Yale University Press</ref> Kedatangan para pedagang Belanda kali ini disambut baik oleh istana Kesultanan Banten, tidak seperti pendahulunya yakni [[Cornelis de Houtman]] yang tercatat bermasalah dan merendahkan keluarga sultan di Banten.{{sfn|Winchester|2003|p=17}} Para pedagang Belanda lalu mulai berdatangan ke Banten untuk berdagang. Setelah [[Perusahaan Hindia Timur Belanda|VOC]] berdiri di tahun 1602, purnawirawan AL Belanda [[Pieter Both]] lalu ditunjuk sebagai gubernur jenderal pertama untuk memudahkan urusan perdagangan Belanda di wilayah Nusantara.<ref>{{Cite book|last=Balk, G. L., dkk.|date=2007|url=https://sejarah-nusantara.anri.go.id/media/userdefined/pdf/BRILLVOCInventaris.pdf|title=Arsip-arsip Verenigde Oostindische Compagnie (VOC ) dan lembaga-lembaga pemerintahan kota Batavia (Jakarta)|location=Leiden dan Boston|publisher=Arsip Nasional Republik Indonesia dan Brill|isbn=978-90-04-16365-2|pages=88|translator-last=Robson-McKillop, R., Kasim, S. C., dan van den End, Th.|url-status=live}}</ref> Dikarenakan Pangeran Arya Ranamanggala memberlakukan peraturan baru yang dianggap memberatkan VOC, maka Pieter Booth mulai melirik daerah sekitar Jayakarta untuk dijadikan basis dagang VOC, dimana saat itu Jayakarta dikelola oleh [[Pangeran Wijayakrama]], cucu dari [[Maulana Hasanuddin dari Banten|Maulana Hasanuddin]]. pada masa Gubernur Jenderal [[Laurens Reael]] tepatnya di tahun 1617 dibangunlah sebuah rumah perkantoran bernama ''Mauritius Huis'' yang berada di sisi [[Ci Liwung|Sungai Ciliwung]], dimana pembangunan ini merupakan pelanggaran dari kesepakatan awal antara kedua belah pihak.<ref name="hembing">Wijayakusuma, Hembing. 2005. Pembantaian Massal, 1740: tragedi berdarah Angke. [[Jakarta]]: Yayasan Obor Indonesia</ref> Pada tahun 1619, gubernur jenderal baru [[Jan Pieterszoon Coen]] berhasil merebut Jayakarta dari kendali Pangeran Wijayakrama, dimana sang pangeran lantas berjuang untuk mendapatkan kembali [[Jayakarta]] namun ia terlebih dahulu meninggal di daerah yang sekarang disebut [[Jatinegara, Jakarta Timur|Jatinegara]].<ref name="suhaemi">Suhaemi, Muhammad Hamdan. 2014. Catatan Singkat Tentang Wijayakrama, Arya Ranamanggala Dan VOC Tahun 1618. [[Serang]]: Respek Banten</ref>
Keinginan [[VOC]] untuk melakukan monopoli perdagangan lada di Banten merupakan sumber konflik antara Banten dan VOC, karena sultan Abulmufakhir menolak mentah-mentah kemauan [[VOC]] tersebut yang hendak memaksakan monopoli perdagangan. Dengan kokohnya kedudukan VOC di [[Batavia]] sejak 1619 setelah berganti nama dari [[Jayakarta]], konflik antara kedua belah pihak kian memuncak.<ref>Vlekke, Bernard Hubertus Maria. 2008. Nusantara: sejarah Indonesia. [[Jakarta]]: Gramedia</ref> VOC menerapkan blokade terhadap pelabuhan niaga Banten dengan melarang dan menyerang jung-jung dari Cina dan perahu-perahu dari [[Maluku]] yang akan berdagang ke pelabuhan Banten.<ref>{{Cite book|last=M.Hum|first=Ikot Sholehat|url=https://books.google.com/books?id=N1W6DwAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA28&dq=blokade+VOC+Banten&hl=en|title=PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR ABAD XVI-XVII|publisher=Uwais Inspirasi Indonesia|isbn=978-623-227-199-9|language=id}}</ref> Blokade ini mengakibatkan pelabuhan Banten menjadi tidak berkembang sehingga mendorong orang-orang Banten untuk memprovokasi VOC. Tindakan ini dibalas oleh VOC dengan melakukan ekspedisi ke [[Tanara, Serang|Tanara,]] [[Anyar, Serang|Anyer]], dan [[Lampung]]. Bahkan [[Kota Kuno Banten|Kota Banten]] sendiri berkali-kali diblokade VOC.<ref>{{Cite book|last=Adung|url=https://books.google.com/books?id=vnagEAAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA129&dq=kota+banten+blokade&hl=en|title=Sejarah Sumur Sentul : Tapak Tilas Atau Petilasan Para Ulama Dan Pejuang Kemerdekaan|publisher=GUEPEDIA|language=id}}</ref>
Situasi ini mendorong terjadinya perang antara kedua belah pihak pada bulan November 1633. Perang tersebut menurut versi VOC dimulai karena orang Banten banyak yang melalukan pengerusakan dan perampokan kepada aset dan barang milik VOC, sehingga memicu perang besar antara Kesultanan Banten dengan VOC. Pihak Kesultanan Banten berhasil mengalahkan pasukan VOC dikarenakan pada masa itu VOC sedang melemah akibat berperang dengan Mataram.<ref name="michrob">Michrob, Halwany, A. Mudjahid Chudari. 1989. Catatan masalalu Banten. [[Serang]]: Pengurus Daerah Tingkat II Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kapubaten Serang</ref>
Di tanggal 5 Januari 1634 VOC mengirimkan lagi pasukan laut yang lebih kuat untuk mengepung Keraton Surosowan, lalu diadakan blokade menyeluruh atas wilayah perairan [[Teluk Banten]]. Pengepungan VOC di perairan Tanara dapat digagalkan oleh pasukan yang dipimpin [[Tubagus Singaraja]], bangsawan pejabat Banten di Tanara, sedangkan pengepungan di perairan pelabuhan Banten baru dapat digagalkan setelah digunakannya taktik yang baru melalui pembakaran kapal-kapal pemblokade VOC yang dipimpin kapal induk yang disebut ''Barungut''.<ref name="michrob" /> Kapal ''Barungut'' yang sebelumnya diperbaiki di [[Batavia]] pada malam harinya dibakar atas usul Wangsadipa,<ref name=":0" /> peristiwa pembakaran blokade ini dikenal dengan nama ''Pabaranang,''<ref name="titik23" /> dimana pembakaran ini terbagi dalam dua sesi, sesi pertama terjadi pada malam hari di tanggal 4 dan 5 Januari 1634 dan sesi kedua terjadi pada malam hari di tanggal 10 dan 11 Januari 1634.<ref name="djajadiningrat" /><ref name="agusp">Prasetyo, Agus. 2019. Raja Sufi dari Kesultanan Banten : Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir (1596-1651 M). [[Jakarta]] : Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah</ref> Banten dan VOC lalu sepakat menandatangani perjanjian perdamaian di masa kepemimpinan Gubernur Jenderal [[Antonio van Diemen]] di tahun 1639, meskipun selama dua dasawarsa berikutnya hubungan mereka tetap tegang.<ref name=":1" /><ref name="agusp" />
=== Konflik dengan Mataram ===
Di timur, [[Kesultanan Mataram]] yang dipimpin oleh [[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung]] sejak [[1613]] menerapkan politik ekspansi yang bertujuan untuk menyatukan seluruh [[Jawa]] di bawah kepemimpinan Mataram.<ref>{{Cite web|last=Arizal|first=Masril|title=Mataram Punya Ambisi Kuasai Jawa, tapi Selalu Gagal, karena Kerajaan di Jawa Barat Tak Pernah Bisa Dikalahkan|url=https://indramayu.pikiran-rakyat.com/nusantara/pr-114638213/mataram-punya-ambisi-kuasai-jawa-tapi-selalu-gagal-karena-kerajaan-di-jawa-barat-tak-pernah-bisa-dikalahkan|website=indramayu.pikiran-rakyat.com|language=id|access-date=2023-02-27}}</ref><ref>{{Cite web|last=Yogyakarta|first=Taman Budaya|title=Puncak Kekuasaan Mataram Politik Ekpansi Sultan Agung|url=https://tby.jogjaprov.go.id/post/buku-perpustakaan/detail/puncak-kekuasaan-mataram-politik-ekpansi-sultan-agung.html|website=Taman Budaya Yogyakarta {{!}} buku-perpustakaan|language=en|access-date=2023-02-27}}</ref> Sultan Agung menganggap Banten harus menjadi bagian dari Mataram karena Banten dahulunya adalah bagian dari [[Kesultanan Demak]] yang mendahului Mataram.<ref>{{Cite book|last=Sidiq|first=Ricu|last2=Najuah|first2=Najuah|last3=Lukitoyo|first3=Pristi Suhendro|date=2020-09-25|url=https://books.google.com/books?id=Fh3_DwAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA29&dq=Banten+bagian+Demak+%22Sultan+Agung%22&hl=en|title=Sejarah Indonesia Periode Islam|publisher=Yayasan Kita Menulis|isbn=978-623-6761-12-0|language=id}}</ref> Di tahun [[1619]], [[Kesultanan Cirebon]] menyatakan tunduk sebagai vasal Mataram.<ref>{{Cite book|date=1991|url=https://books.google.com/books?id=CIhxAAAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=Cirebon+Mataram+1619&q=Cirebon+Mataram+1619&hl=en|title=Pustaka rajya rajya i bhumi Nusantara|publisher=Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda (Sundanologi), Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|language=id}}</ref>
Di tahun 1627, anak dari bupati wedana [[Parahyangan]] [[Rangga Gempol I]] yang bernama [[Kartajiwa]] menghadap Abulmafakhir dikarenakan kekecewaannya karena jabatan bupati wedana ayahnya tidak turun kepada dirinya namun pamannya yaitu [[Rangga Gede]]. Kartajiwa mengusulkan untuk memimpin tentara Banten menyerbu daerah Parahyangan, dimana apabila Parahyangan berhasil dikuasai olehnya, maka daerah tersebut akan menggabungkan diri sebagai bagian dari Banten.<ref>{{Cite book|last=Lubis|first=Nina Herlina|date=2001|url=https://books.google.com/books?id=4RZxAAAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=Suriadiwangsa+II&q=Suriadiwangsa+II&hl=en|title=Konflik elite birokrasi: biografi politik Bupati R.A.A. Martanagara|publisher=Humaniora Utama Press|isbn=978-979-9231-52-9|language=id}}</ref> Abulmafakhir menyanggupi usulan tersebut, dimana ia memberikan Kartajiwa pasukan untuk dipimpin olehnya. Dalam penyerbuan ini daerah-daerah perbatasan di Parahyangan sebelah barat berhasil diduduki oleh Banten, meskipun hanya bersifat sementara karena pasukan Mataram di bawah pimpinan [[Dipati Ukur]] berhasil mengusir pasukan Banten keluar dari daerah Parahyangan.<ref>{{Cite book|last=Lubis|first=Nina Herlina|date=1998|url=https://books.google.com/books?id=QZBuAAAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=Dipati+Ukur+%22Suriadiwangsa+II%22&q=Dipati+Ukur+%22Suriadiwangsa+II%22&hl=en|title=Kehidupan kaum ménak Priangan, 1800-1942|publisher=Pusat Informasi Kebudayaan Sunda|language=id}}</ref>
Sultan Agung memiliki niatan untuk menaklukan Banten secara menyeluruh, namun sebelumnya ia [[Penyerbuan di Batavia|menyerbu Batavia]] terlebih dahulu agar bisa mengusir VOC kemudian menjadikan Batavia sebagai pangkalan militer sebelum menyerbu Banten secara langsung. Dua serbuan Mataram yang dilakukan tahun 1628 & 1629 ini gagal menaklukan Batavia.<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2021-06-21|title=Mengapa Serangan Sultan Agung ke Batavia Mengalami Kegagalan?|url=https://www.kompas.com/stori/read/2021/06/21/150000479/mengapa-serangan-sultan-agung-ke-batavia-mengalami-kegagalan|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-02-28}}</ref> Setelah Sultan Agung wafat dan digantikan anaknya [[Amangkurat I]], ia meminta bantuan penguasa Cirebon [[Panembahan Ratu II]] (Sultan Abdul Karim) untuk membujuk Banten agar mau bersahabat dengan Mataram.<ref name="erwantoro2" /> Utusan Banten di Mataram yang bernama Astranaya melaporkan bahwa Mataram kemungkinan akan kembali berusaha menyerang Banten dikarenakan pergerakannya di Mataram selalu dibatasi dan diawasi.<ref name="titik23" /> Oleh karenanya Abul Mafakhir kemudian memperkuat angkatan lautnya dengan membangun kapal bergaya [[Dinasti Ming|Tiongkok]] bernama ''Wangkang'' di tahun 1571 Saka atau 1649 M.<ref name="yuyun2">Juariyah, Yuyun. 2016. Jurnal al-Tsaqafa : Menelusuri Jejak Islamisasi Tatar Sunda Melalui Naskah Kuno. [[Bandung]] : Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Jati</ref>
Di tahun 1650, Cirebon mengirim kembali utusan atas perintah Mataram bernama Jiwaprana dan Nalawangsa untuk kembali membujuk Banten agar mau mengakui eksistensi dan superioritas Mataram, menurut Abul Mafakhir Jiwaprana kata-katanya manis dalam membujuk sultan untuk mengakui eksistensi Mataram di atas Banten namun sultan Abul Mafakhir tetap tidak bersedia.<ref name="titik23">Pudjiastuti, Titik. 2015. Menyusuri Jejak Kesultanan Banten. [[Jakarta]]: Wedatama Widya Sastra</ref> Kegagalan Jiwaprana dan Nalawangsa dalam membujuk Abul Mafakhir untuk mengakui eksistensi Mataram membuat Penambahan Ratu II mengirimkan langsung kerabatnya yaitu Pangeran Martasari, Pangeran Suradimarta beserta para pengiring dan pejabat Cirebon bernama Wiratantaha.<ref name="titik23" /> Pangeran Martasari menyampaikan pesan agar Abul Mafakhir mau menemui Amangkurat I, serta eksistensi Mataram dan menghentikan serangan kepada Belanda, dimana permintaan ini ditolak Abul Mafakhir.<ref name="titik23" /><ref name="erwantoro2">Erwantoro, Heru. 2012. Sejarah Singkat Kerajaan Cirebon. [[Bandung]]: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung</ref>
{{Cquote|isun ora kena den ririhi maring Mataram iki, ana ratu nisun<br><br>saya tidak bisa dibujuk untuk pergi ke Mataram, saya punya raja sendiri (sultan Mekah yaitu [[Mehmed IV]])}}Pada pertemuan itu, cucu Abul Mafakhir yaitu [[Tirtayasa dari Banten|Pangeran Surya]] mengajak para utusan Cirebon agar mereka lebih baik bersekutu dengan Banten daripada dengan Mataram, dimana ia mengingatkan bahwa pengaruh Mataram sesungguhnya dapat mengancam kedaulatan Cirebon.<ref name="erwantoro2" /> Pernyataan Banten untuk tidak memenuhi permintaan Mataram ini kemudian disampaikan Pangeran Martasari kepada Panembahan Ratu II, yang sangat marah dengan kegagalan misi para utusan tersebut.<ref name="titik23" />
==== Perang Pacirebonan ====
Setelah kegagalan Pangeran Martasari dan Pangeran Suradimarta membujuk Banten, terjadi [[Peristiwa Girilaya]], yaitu peristiwa penahanan sultan Cirebon Panembahan Ratu II oleh Mataram di tahun 1650.<ref name="iswara2">{{Cite web|title={{!}} Iswara, Prana Dwija. 2009. Sejarah Kerajaan Cirebon. [[kota Bandung{{!}}Bandung]]: Universitas Pendidikan Indonesia|url=http://iswara.staf.upi.edu/2009/07/18/sejarah-kerajaan-cirebon/|archive-url=https://web.archive.org/web/20161225115911/http://iswara.staf.upi.edu/2009/07/18/sejarah-kerajaan-cirebon/|archive-date=2016-12-25|dead-url=yes|access-date=2019-08-24}}</ref> Amangkurat I mengundang Panembahan Ratu II beserta kedua putranya untuk mengunjungi keraton Mataram di [[Keraton Plered|Plered]] sebagai penghormatan untuk penguasa baru Cirebon tersebut. Selepas acara penghormatan selesai, Panembahan Ratu II serta kedua putranya malah dilarang untuk kembali ke Cirebon<ref>Ekajati, Edi Suhardi. 2003. Sejarah Kuningan: dari masa prasejarah hingga terbentuknya kabupaten. [[Bandung]] : Kiblat Buku Utama</ref> dan tinggal di lingkungan Mataram sebagai tahanan hingga kematiannya.<ref name="iswara2"/> Penahanan ini memicu krisis di Cirebon dikarenakan kosongnya kepemimpinan. Amangkurat I lalu memerintahkan Pangeran Martasari untuk menyerang Banten, dimana perintah dari Mataram ini disanggupi sang pangeran untuk menjaga keselamatan sultan Cirebon yang berada dalam penawanan.<ref name="yuyun2"/> Ia memimpin 60 kapal perang yang dikepalai Laksamana Ngabei Panjangjiwa untuk menyerang Banten, dimana konflik antara Banten dan Cirebon ini kelak disebut [[Perang Pacirebonan]] atau Perang Pagarage yang terjadi di penghujung tahun 1650.<ref name="titik23" /><ref name=":2">{{Cite web|date=2019-06-11|title=Perang Banten-Cirebon di Akhir Ramadan|url=https://historia.id/militer/articles/perang-banten-cirebon-di-akhir-ramadan-vXjb5|website=Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia|language=id-ID|access-date=2023-10-29}}</ref>
Kabar rencana serangan Cirebon terdengar Banten, dimana Banten mempersiapkan pertahanan laut sejumlah 50 kapal.<ref name=":2" /> Banten menyiapkan pasukan yang bersembunyi di Tanjung Gede dan muara sungai [[Ci Pasilian]] (sekarang masuk daerah [[Kronjo, Tangerang]]). Serangan Cirebon pertama yang ditujukan terhadap Tanara mendapat sergapan pasukan Banten, dimana Ngabei Panjangjiwa berhasil ditangkap dan diampuni Abul Mafakhir. Sergapan dari Banten tersebut tidak diketahui oleh pasukan Cirebon yang menyerang selanjutnya, dimana Banten berhasil menguasai 50 kapal Cirebon dan Pangeran Martasari kemudian segera menarik mundur sisa pasukannya ke Cirebon.<ref name=":2" />
Banten dan Mataram lalu terus bermusuhan hingga terjadi [[Pemberontakan Trunajaya]] di tahun 1674.<ref>{{Cite book|last=Kartodirdjo|first=Sartono|date=1987|url=https://books.google.com/books?id=TYYeAAAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=Pemberontakan+Trunajaya+Banten&q=Pemberontakan+Trunajaya+Banten&hl=en|title=Pengantar sejarah Indonesia baru, 1500-1900: Dari emporium sampai imperium|publisher=Gramedia|isbn=978-979-403-129-2|language=id}}</ref>
=== Misi Diplomatik ===
Pada masa pemerintahannya, Abul Mafakhir telah mulai secara intensif melakukan hubungan diplomasi dengan kekuatan lain yang ada pada waktu itu, di antaranya kepada [[Raja Inggris]], [[James I]] tahun 1605<ref>{{Cite web|url=http://www.bantenhits.com/babad-banten/2768|title=Surat Raja Banten untuk Raja Inggris James I Tahun 1605 - Situs Berita Banten|last=Hits|first=Banten Hits {{!}} Tangerang|website=www.bantenhits.com|language=id-id|access-date=2017-04-14|archive-date=2017-04-14|archive-url=https://web.archive.org/web/20170414165226/http://www.bantenhits.com/babad-banten/2768|dead-url=yes}}</ref> dan tahun 1629 kepada [[Charles I]], terkait dengan kerugian yang diakibatkan oleh blokade laut dari Belanda.<ref name=":0">Titik Pudjiastuti, (2007), ''Perang, dagang, persahabatan: surat-surat Sultan Banten'', Yayasan Obor Indonesia, ISBN 979-461-650-8.</ref><ref>{{Cite news|url=http://www.inilahduniakita.net/2017/02/sejarah-islam-di-inggris-yang-dilupakan.html?m=0|title=Inilah dunia kita: Sejarah Islam di Inggris yang dilupakan ...|last=duniakita|newspaper=Inilah dunia kita|language=en-US|access-date=2017-04-14}}</ref> Selain itu, dia juga mengutus beberapa pembesar istana ke [[Makkah]] pada tahun 1633. Utusan ini dipimpin oleh Labe Panji, Tisnajaya dan Wangsaraja. Dalam rombongan ini ikut pula Pangeran Pekik sebagai wakil ayahnya, sambil menunaikan ibadah haji.<ref name=":1" />
== Pemberian Gelar Sultan ==
Di tahun 1638 Syarif Makkah Zaid bin Muhsin dengan kewenangan dari penguasa [[Kesultanan Utsmaniyah|Utsmaniyah]] Sultan Mehmed IV mengesahkan gelar sultan kepada Abul Mafakhir serta sang putra mahkota, [[Abu al-Ma'ali Ahmad dari Banten|Abu al-Ma'ali Ahmad]] sebagai sultan muda. Pengesahan ini menjadikan Abul Mafakhir sebagai raja Islam di Nusantara yang pertama kali menggunakan gelar sultan secara resmi.<ref>{{Cite book|last=Sudrajat|first=A. Suryana|date=2006|url=https://books.google.com/books?id=QsTPfNxnD-8C&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PR11&dq=Syarif+Mekah+sultan+Banten+Mafakhir&hl=en|title=Ulama pejuang dan ulama petualang: belajar kearifan dari Negeri Atas Angin|publisher=Erlangga|isbn=978-979-781-607-0|language=id}}</ref><ref>{{Cite web|title=Bukan Sultan Agung, Ternyata Ini Raja Jawa Pertama Yang Menerima Gelar Sultan Dari Makkah - Semua Halaman - Intisari|url=https://intisari.grid.id/read/033758107/bukan-sultan-agung-ternyata-ini-raja-jawa-pertama-yang-menerima-gelar-sultan-dari-makkah|website=intisari.grid.id|language=id|access-date=2023-10-29}}</ref>
== Wafat ==
Dikarenakan anaknya Abu al-Ma'ali Ahmad wafat terlebih dahulu di tahun 1650 dikarenakan suatu penyakit, maka cucunya Pangeran Surya menjadi putra mahkota atau sultan muda baru.<ref name=":1" /> Abul Mafakhir wafat di tanggal 10 Maret 1651, dimana kepemimpinan Banten kemudian dilanjutkan cucunya yang naik takhta dengan gelar Sultan Abdul Fattah Al-Mafaqih. Kelak Sultan Abdul Fattah Al-Mafaqih lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa sesuai dengan keraton yang ditinggalinya.<ref>{{Cite book|date=1983|url=https://books.google.com/books?id=I9IdAAAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=Sultan+Tirtayasa+Al+Mafaqih&q=Sultan+Tirtayasa+Al+Mafaqih&hl=en|title=Seminar Sejarah Nasional III|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional|language=id}}</ref>
== Rujukan ==
{{Reflist}}
== Pranala luar ==
* [http://www.kesultananbanten.id
{{S-start}}
{{s-reg}}
{{Succession box
|before = [[Maulana Muhammad dari Banten|Sultan Maulana Muhammad]]
|title = [[Daftar Sultan Banten|Sultan Banten]]
|years = 1596–1647
|after = [[Abu al-Ma'ali Ahmad dari Banten|Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad]]
}}
{{S-end}}
{{Sultan Banten}}
<!--anda dapat berkontribusi di wikipedia dalam menambahkan templat ini pada halaman tokoh muslim yang belum terhimpun di dalam --Kategori:Semua artikel biografi tokoh muslim -- Lihat Templat:Lifetime-Tokoh-Muslim -->
{{Lifetime-Tokoh-Muslim
|sort = Abu al-Mafakhir dari Banten
|hari_lahir =
|tgl_lahir_h =
|tgl_lahir_m =
|bln_lahir_h =
|bln_lahir_m =
|thn_lahir_h =
|thn_lahir_m = 1596
|tempat_lahir =
|status_hidup_wafat = WAFAT
|sebab_wafat =
|tempat_wafat =
|hari_wafat =
|tgl_wafat_h =
|tgl_wafat_m = 10
|bln_wafat_h =
|bln_wafat_m = Maret
|thn_wafat_h =
|thn_wafat_m = 1651
|tempat_makam = Pemakaman Kenari Banten
}}
<references />
[[Kategori:Sultan di Indonesia]]
[[Kategori:Sultan Banten]]
[[Kategori:Bangsawan Sunda]]
[[Kategori:Tokoh dari Serang]]
|