Abu al-Mafakhir dari Banten: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: menambah kata-kata yang berlebihan atau hiperbolis VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
k Mengembalikan suntingan oleh Daeng Hanif (bicara) ke revisi terakhir oleh 180.244.161.141
Tag: Pengembalian Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(4 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 32:
Sultan Abu al-Mafakir mempunyai silsilah sebagai berikut :
 
*
* Batara Wungkuhan
*
* [[Surya (dewa)|Batara Surya]]
*
* [[Candra|Batara Candra]]
*
* Batara Patuk
* Batara Temboro
* Batara Siwah
* Batara Kuwera
* [[Yama|Batara Yamadipati]]
* [[Kamajaya|Batara Kamajaya]]
* Batara Mahyanti
* Batari Darmanastiti
* Abu al-mafakir
 
 
Dalam naskah berbahasa [[Sanskerta]], ''Mahabharata'' disajikan sebagai [[cerita berbingkai]] (cerita di dalam cerita), dengan tiga narator: [[Ugrasrawa]], [[Wesampayana]], dan [[Sanjaya (Mahabharata)|Sanjaya]]. Dari narasi Ugrasrawa disampaikan bahwa kisah ''Mahabharata'' pernah dituturkan oleh Wesampayana kepada Maharaja [[Janamejaya]] dari [[Hastinapura]]. Pada awalnya, sang maharaja gagal mengadakan upacara pengorbanan ular. Untuk melipur duka sang maharaja, murid [[Byasa]] yang bernama [[Wesampayana]] diminta untuk menuturkan kisah kejayaan leluhur sang maharaja, yaitu raja-raja India Kuno yang berada dalam satu garis keturunan, di antaranya: [[Pururawa]], [[Yayati]], [[Puru (mitologi)|Puru]], [[Bharata (raja)|Bharata]], dan [[Kuru (raja)|Kuru]].
 
Cerita utama ''Mahabharata'' berpusat pada riwayat seratus [[Korawa]] dan lima [[Pandawa]] yang merupakan keturunan raja-raja tersebut di atas, dengan konflik utama yaitu [[Perang Kurukshetra|perang saudara]] di [[Kurukshetra]]. Baik Korawa maupun Pandawa merupakan dua kelompok pangeran dari [[Dinasti Kuru]] yang tinggal di keraton [[Hastinapura]], [[India Utara]]. Korawa merupakan putra-putra [[Dretarastra]], sedangkan Pandawa merupakan putra-putra [[Pandu]], adik Dretarastra. Meskipun Korawa merupakan putra-putra keturunan Kuru yang lebih tua, tetapi usia mereka semua—termasuk [[Duryodana]], Korawa sulung—lebih muda daripada [[Yudistira]], Pandawa sulung. Baik Duryodana maupun Yudistira mengeklaim sebagai pewaris takhta yang pertama. Pertikaian memuncak menjadi sebuah [[perang di Kurukshetra]], yang dimenangkan oleh pihak [[Pandawa]].
 
Kisah ''Mahabharata'' diakhiri dengan wafatnya [[Kresna]], kehancuran klan-klan [[Yadawa]], dan diangkatnya para Pandawa ke surga. Peristiwa tersebut juga diyakini dalam kepercayaan [[Hindu]] sebagai permulaan zaman ''[[Kaliyuga]]'', yaitu zaman peradaban manusia yang keempat sekaligus terakhir; zaman ketika nilai-nilai yang mulia dan berharga mulai luntur, dan orang-orang cenderung berlaku dengan mengabaikan kebenaran, moralitas, dan kejujuran.
 
== Hubungan luar negeri ==
 
Baris 86 ⟶ 70:
Di tahun 1638 Syarif Makkah Zaid bin Muhsin dengan kewenangan dari penguasa [[Kesultanan Utsmaniyah|Utsmaniyah]] Sultan Mehmed IV mengesahkan gelar sultan kepada Abul Mafakhir serta sang putra mahkota, [[Abu al-Ma'ali Ahmad dari Banten|Abu al-Ma'ali Ahmad]] sebagai sultan muda. Pengesahan ini menjadikan Abul Mafakhir sebagai raja Islam di Nusantara yang pertama kali menggunakan gelar sultan secara resmi.<ref>{{Cite book|last=Sudrajat|first=A. Suryana|date=2006|url=https://books.google.com/books?id=QsTPfNxnD-8C&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PR11&dq=Syarif+Mekah+sultan+Banten+Mafakhir&hl=en|title=Ulama pejuang dan ulama petualang: belajar kearifan dari Negeri Atas Angin|publisher=Erlangga|isbn=978-979-781-607-0|language=id}}</ref><ref>{{Cite web|title=Bukan Sultan Agung, Ternyata Ini Raja Jawa Pertama Yang Menerima Gelar Sultan Dari Makkah - Semua Halaman - Intisari|url=https://intisari.grid.id/read/033758107/bukan-sultan-agung-ternyata-ini-raja-jawa-pertama-yang-menerima-gelar-sultan-dari-makkah|website=intisari.grid.id|language=id|access-date=2023-10-29}}</ref>
 
== KematianWafat ==
Dikarenakan anaknya Abu al-Ma'ali Ahmad wafat terlebih dahulu di tahun 1650 dikarenakan suatu penyakit, maka cucunya Pangeran Surya menjadi putra mahkota atau sultan muda baru.<ref name=":1" /> Abul Mafakhir wafat di tanggal 10 Maret 1651, dimana kepemimpinan Banten kemudian dilanjutkan cucunya yang naik takhta dengan gelar Sultan Abdul Fattah Al-Mafaqih. Kelak Sultan Abdul Fattah Al-Mafaqih lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa sesuai dengan keraton yang ditinggalinya.<ref>{{Cite book|date=1983|url=https://books.google.com/books?id=I9IdAAAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=Sultan+Tirtayasa+Al+Mafaqih&q=Sultan+Tirtayasa+Al+Mafaqih&hl=en|title=Seminar Sejarah Nasional III|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional|language=id}}</ref>