Pengguna:Lim Natee/Bak pasir: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Lim Natee (bicara | kontrib)
bak pasir wikilatih daring
Lim Natee (bicara | kontrib)
Membalikkan revisi 26633374 oleh Lim Natee (bicara)
Tag: Penggantian Pembatalan
 
(17 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 1:
La Galigo merupakan epos terpanjang di dunia yang dituliskan ke dalam aksara Lontara dan menjadi bukti dari penciptaan dan peradaban Bugis di Sulawesi Selatan dengan catatan usia ratusan tahun lampau.
La Galigo, dikenal sebagai epos terpanjang di dunia, merupakan salah satu bukti peradaban dan budaya Bugis di Sulawesi Selatan yang telah eksis sejak ratusan tahun yang lalu. Pada tahun 2011, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) mengakui nilai sejarah dan budaya La Galigo dengan mencacatnya sebagai bagian dari ingatan kolektif dunia. Pengakuan ini menegaskan pentingnya La Galigo sebagai akar budaya dan cinta masyarakat Sulawesi Selatan terhadap sastra.
 
Karya sastra ini telah diakui oleh UNISCO dan tercatat sebagai warisan kolektif dunia pada tahun 2011. La Galigo bukan sekadar naskah kuno yang berisi cerita kehidupan manusia  saja, tetapi juga berisi kalimat indah dalam bentuk puisi yang berasal dari tradisi lisan pada abad ke-14.
Lebih dari sekadar manuskrip kuno, La Galigo adalah karya sastra epik yang mengisahkan kehidupan manusia, dengan Sawerigading sebagai tokoh sentralnya. Berdasarkan tradisi, naskah ini berasal dari tradisi lisan abad ke-14 dan disusun dalam bentuk puisi yang khas, di mana setiap bait terdiri dari lima suku kata. Oleh karena itu, La Galigo sering disebut sebagai puisi kuno atau sajak bersuku lima. Karya ini awalnya ditulis di atas daun lontar menggunakan aksara Lontara. Namun, sebagian besar naskah aslinya kini telah hilang, sementara sisanya tersebar dalam berbagai bentuk tradisi lisan, seperti nyanyian, mantra, doa, dongeng, serta lagu-lagu yang digunakan dalam berbagai ritual dan tradisi masyarakat. Melalui tradisi lisan, La Galigo diwariskan secara turun-temurun, memastikan keberlanjutannya sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas budaya Bugis.
 
Dalam penulisannya, La Galigo berbentuk sajak yang terdiri dari lima suku kata atau dapat dimasukkan ke dalam kategori naskah sastra kuno atau puisi kuno yang ditulis pada media daun lontar dalam bahasa aksara Lontara. Namun sayangnya naskah yang ditulis dengan media ini sudah banyak yang hilang.
 
Bentuk dari naskah La Galigo berupa nyanyian, mantra, doa, dongeng, dan lagu pengantar tidur hingga lagu yang digunakan dalam prosesi ritual dan tradisi. Sampai saat ini, karya sastra La Galigo dikembangkan dari generasi ke generasi dalam bentuk tradisi lisan.