Jalan Tengah: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
→Referensi: +{{Buddha Gautama}} |
|||
(35 revisi perantara oleh 20 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Buddhisme|dhamma}}
Lebih jelas, dalam [[Tipitaka|Kitab Suci Pali]] Ajaran [[Theravada]], '''Jalan Tengah''' menjelaskan jalur menuju [[Nirwana]] yang ditempuh [[Sang Buddha]] yang lebih sederhana mengenai kegemaran
== Ajaran Theravada ==
Dalam Kitab Suci Pali Agama Buddha - Ajaran Theravada, kalimat "jalan tengah" dianggap berasal dari Sang Buddha sendiri dalam penjelasannya akan [[Jalan Utama Berunsur Delapan]] sebagai sebuah jalan antara pengajaran yang keras dan lembut. Naskah berbahasa Pali juga menggunakan kalimat "jalan tengah" guna menerangkan ajaran Sang Buddha akan [[paticcasamuppada|hukum sebab musabab]] sebagai sebuah pandangan akan pendapat keras mengenai keabadian dan ketidak-adaan (nihilisme).
=== Jalan Utama Berunsur Delapan ===
{{main|Jalan Utama Berunsur Delapan}}
Dalam Tipitaka, kata "Jalan Tengah" (Pali:''majjhimā paṭipadā'') disebut pertama kali oleh Sang Buddha pada khotbah pertamanya, [[Dhammacakkappavattana Sutta]] (SN 56.11).
{{cquote|''Dua hal yang berlebihan (extrim) ini, O, para Bhikkhu, tidak patut dijalankan oleh mereka yang telah meninggalkan rumah untuk menempuh kehidupan tak berkeluarga.
''Setelah menghindari kedua hal yang berlebih-lebihan ini, O, para Bhikkhu,
|4=[[Dhammacakkappavattana Sutta]]
|5=<ref>Dhammacakkappavattana Sutta - Samyutta Nikaya 56.11 - yang merupakan khotbah pertama Sang Buddha, setelah mencapai pencerahan sempurna, dihadapan lima orang bhikkhu
Dengan
* Menjauhkan diri dari nafsu duniawi dan penyiksaan diri
* memupuk kesatuan tindakan "benar" yang dikenal pula dengan sebutan Jalan Utama Berunsur Delapan.
Dalam ceramah ini, [[Sang Buddha]] mengenali Jalan Tengah sebagai suatu jalan untuk "mereka yang berkeinginan untuk meninggalkan kehidupan awam" (Pali: ''pabbajitena'') walaupun penganut [[Agama Buddha]] biasa dapat pula menerapkan petunjuk ini dalam kehidupan mereka.
Berdasarkan nasihat Sang Buddha terhadap "kegemaran akan kesenangan indryawi" (Pali: ''kāmesu kāma-sukha-allika''), bhikkhu [[Rewata Dhamma|Dr. Rewata Dhamma]] menuliskan:
{{cquote|''... pelatihan semacam ini berhubungan dengan cara 'hidup perkotaan', yang menerima kesenangan indriyawi sebagai faktor tertinggi kebahagiaan; semakin tinggi kegemaran, semakin bahagia ....''{{br}}{{br}}
''Sang Buddha mengajarkan bahwa kegemaran akan kesenangan indriawi bukanlah pelatihan bagi yang tercerahkan, mereka yang terhormat ''(ariya). ''Para Ariya yang menjalani kehidupan duniawi tidak memiliki keterikatan akan objek indriawy. Sebagai contoh, pada tingkatan pertama dalam hidupan mulia, sotapanna, atau pemenang arus, belum lagi mengalahkan nafsu atau hasrat. Pengertian pada tahap awal akan kegemaran jasmani yang masih ditoleransi (sukhasaññā) masih lemah. Akan tetapi, seorang pemenang arus tidak akan merasa perlu untuk menggemari keinginan duniawi''.<ref>{{en}} Dhamma (1997), p. 25.</ref>
|4=
|5=}}
Berdasarkan naskah dalam kitab suci, ketika Sang Buddha menyampaikan [[Dhammacakkappavattana Sutta]], Ia menyampaikan hal ini kepada lima orang bhikkhu (
▲Berdasarkan naskah dalam kitab suci, ketika Sang Buddha menyampaikan Dhammacakkappavattana Sutta, Ia menyampaikan hal ini kepada lima orang bhikkhu ((Assajji, Vappa, Bhadiya, Kondañña, Mahanama) yang dahulu bersama-sama melakukan kehidupan pertapaan yang keras. Dengan demikian, hal ini dan juga hubungan yang lebih luas dengan ajaran Shramanic dari India yang memberikan hubungan utama dengan perbedaan pendapat akan penyiksaan diri yang keras (Pali: atta-kilamatha)
=== Hukum Sebab Musabab ===
{{main|Paticcasamuppada}}
Dalam [[Tipitaka]] [[Pali]] sendiri, pandangan ini tidak disebut dengan jelas sebagai "Jalan Tengah" (''majjhimā paṭipadā'') tetapi secara harafiah mengacu sebagai "mengajar di tengah" (''majjhena dhamma'') sebagaimana disebutkan dalama kalimat ini:
{{cquote|''’Segala sesuatu ada’: Ini adalah satu pandangan
''‘Segala sesuatu tidak ada‘: ini adalah pandangan
''Menghindari kedua pandangan
''Sang Tathagata mengajarkan Dhamma melalui jalan tengah:
:''‘Sabbaṃ atthī’ti kho, kaccāna, ayameko anto.
:''‘Sabbaṃ natthī’ti ayaṃ dutiyo anto.
:''Ete te, kaccāna, ubho ante anupagamma
:''majjhena tathāgato dhammaṃ deseti''
|4=
|5=}}
Dalam khotbah ini, Sang Buddha kemudian menjelaskan asal-mula penyebab [[Dukkha|penderitaan]] (''dukkha'') - dari [[Avijja|kebodohoan]] (''avijja'') kepada penuaan dan kematian (''jaramarana'') - dan urutan sebalik-nya yang paralel akan hilangnya faktor-faktor tersebut (lihat pula - [[Paticcasamuppada|Hukum sebab akibat]] dan [[dua belas nidana]]). Dengan demikian,
Lihat pula: [[Anatta]]
Baris 62 ⟶ 60:
* [[Jalan Utama Berunsur Delapan]]
* [[Paticcasamuppada]]
* [[Anatta]]
* [[Dua Belas Nidana]]
== Referensi ==
{{reflist}}
{{Topik Buddhisme}}
{{Buddha Gautama}}
[[Kategori:Buddhisme]]
|