Jurnalisme pacuan kuda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Perbaikan kesalahan pengetikan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
ZoelKFL (bicara | kontrib)
menambahkan data dan referensi
Tag: VisualEditor-alih pranala ke halaman disambiguasi
 
(2 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Jurnalisme pacuan kuda''' adalah jurnalisme yang membingkai pemilu tak ubahnya liputan pacuan kuda (''horse race coverage'').{{sfn|Wijayanto|26 April 2019}}{{sfn|Broh|1980}} Dalam pacuan kuda, seekor kuda bukan dinilai berdasarkan kecepatan atau keterampilan absolutnya, tetapi didasarkan atas perbandingan dengan kuda lainnya, terutama berdasarkan kemenangan dan kerugian.{{sfn|Broh|1980}}
 
Dalam [[Kewartawanan|jurnalisme]] pacuan kuda, media menghadirkan liputan aksi saling serang secara verbal di antara pendukung masing-masing kontestan untuk meramaikan perlombaan. Liputan ini tak ubahnya sedang menonton pacuan kuda.{{sfn|Wijayanto|26 April 2019}} Media mereduksi kompleksitas persoalan dalam kontestasi politik hanya menjadi siapa yang menjadi pihak yang menang dan siapa pula sosok yang bakal menjelma sebagai pecundang.{{sfn|Lukmantoro|2024}}
 
== Efek negatif jurnalisme pacuan kuda ==
Sepintas, jurnalisme pacuan kuda terlihat menarik karena menghadirkan [[politik]] yang riuh dan melibatkan masing-masing pendukung. SayangnyaTerlepas dari itu semua, jurnalisme pacuan kuda akanmenyimpan berpotensi memperuncing konflik dimasalah antara masing-masing pendukung.{{sfn|Wijayanto|26 April 2019}} lain:
 
=== Memperuncing konflik ===
Selain itu, jurnalisme pacuan kuda dianggap merendahkan politik dan menyebabkan warga negara menjadi sinis dan kurang percaya pada politisi; setidaknya pada tingkat tertentu atau untuk individu tertentu.{{sfn|Banducci|2014}}
Jurnalisme pacuan kuda akan berpotensi memperuncing konflik di antara masing-masing pendukung.{{sfn|Wijayanto|26 April 2019}} Hal ini terjadi karena media lebih fokus pada laporan siapa yang menang (''who's leading'') dan siapa yang kalah (''who's losing out''). Akibatnya perang wacana yang bersifat menyerang akan mendominasi.{{sfn|Masduki|2004}}  
 
=== Depolitisasi ===
Jurnalisme pacuan kuda dianggap merendahkan politik dan menyebabkan warga negara menjadi sinis dan kurang percaya pada politisi; setidaknya pada tingkat tertentu atau untuk individu tertentu.{{sfn|Banducci|2014}} Jurnalisme pacuan kuda menjadikan masyarakat mengalami depolitisasi. Hal ini karena masyarakat dijauhkan dari kompleksitas politik yang seharusnya ditangani secara serius. Penampilan fisik calon, luapan kedangkalan [[retorika]], dan tata busana para kandidat memang lebih mempesona daripada sekian banyak visi, misi, dan program-program.{{sfn|Lukmantoro|2024}}
 
Bagi pemilih yang terdidik, ruang publik yang hanya dipenuhi angka-angka polling terbaru dan persaingan dangkal di antara kedua kubu hanya akan melahirkan [[sinisme]] dan [[Apatis|apatisme]] terhadap proses pemilu.{{sfn|Wijayanto|26 April 2019}}
 
=== Ketidak percayaan terhadap media ===
Jurnalisme pacuan kuda yang diikuti dengan lembaga [[survei opini publik]] yang hanya mengejar [[efek bandwagon]] hanya akan melahirkan ketidak percayaan masyarakat terhadap media. Peneliti media dari Harvard Kennedy School, Thomas E.Patterson telah mengingatkan bahwa media berita hanya akan mengecewakan pemirsanya jika memprioritaskan hasil jajak pendapat dan strategi kampanye dibandingkan diskusi tentang kualifikasi kandidat, gaya kepemimpinan, dan posisi kebijakan.{{sfn|Marie Ordway|2023}}
 
Survei palsu yang diberitakan dalam sejumlah media massa masih kerap terjadi. Sejumlah lembaga yang justru dipesan untuk memanipulasi elektabilitas peserta pemilu tertentu. Yang paling menonjol, memanipulasi elektabilitas figur yang berintensi maju di pemilihan presiden (pilpres).{{sfn|Anjani|2024}}
 
== Jurnalisme pacuan kuda di Pemilu Indonesia ==
Jurnalisme pacuan kuda terjadi di semua liputan Pemilu baik pemilihan anggota legislatif (Pileg), pemilihan presiden (Pilpres), maupun pemilihan kepala daerah (Pilkada).
 
Permasalahan  politik  juga muncul  ketika  pemilik media berada dalam pusaran politik yang berpengaruh pada orientasi politik pemberitaan dari bisnis media yang dimilikinya.{{sfn|Kasman|2024}}
 
=== Pemilu 2014 ===
Pada [[Pemilu 2014]] KPU mengajak media massa untuk tidak terjebak praktik jurnalisme pacuan kuda. Pers sebaiknya mewartakan pokok pikiran dan program semua partai maupun kandidat peserta pemilu. Ini akan menempatkan posisi pers dalam pendidikan politik masyarakat.{{sfn|Prabowo|2014}} KPI pada pemilu 2014 juga meminta media massa tidak terjebak pada jurnalisme “pacuan kuda” atau persaingan antar kandidat, sebab hal ini akan mengaduk psikologis konstituen dan berpotensi melahirkan distabilitas sosial dan politik.{{sfn|KPI|2014}}
=== Pemilu 2019 ===
Pada [[Pemilu 2019]], Dewan Pers mengingatkan media agar menghindari jurnalisme pacuan kuda yang hanya fokus terhadap polling data, persepsi publik terhadap suatu kebijakan seorang kandidat dan persaingan serta perbedaan seorang kandidat dengan kandidat yang lainnya.{{sfn|Pradana|2018}} Contoh pemberitaan media di Pemilu 2019. ''Jokowi Diunggulkan 10 Lembaga Survei, Prabowo Masih Mengekor'' (CNN Indonesia, 6 Maret 2019); ''Sebulan Jelang Pemilu, Ini Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi Menurut 3 Lembaga Survei''. (Kompas, 20 Maret 2019).
 
=== Pemilu 2024 ===
Pada [[Pemilu 2024]], jurnalisme pacuan kuda terlihat pada sejumlah pemberitaan antara lain: ''Survei Indikator: Prabowo-Gibran Unggul “Head to Head” Lawan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud'' (Kompas.com, 19 Januari 2024); ''Survei CSIS Prabowo-Gibran Unggul di 8 Zona Pemilih, Ini Detailnya'' (Detik.com, 27 Desember 2023); ''Survei Indikator Politik: Prabowo-Gibran Unggul 56,2 Persen di Jatim'' (CNN Indonesia, 1 Februari 2024); ''Survei SPIN: Elektabilitas Prabowo-Gibran tembus 54,8 persen'' (Antara, 10 Februari 2024); dan, ''Quick Count PRC Sudah 100%, Prabowo-Gibran Unggul 59,22%'' (CNBC Indonesia, 18 Februari 2024).{{sfn|Lukmantoro|2024}}
 
== Semakin marak ==
Walau jurnalisme pacuan kuda banyak dikritik, tetapi pemberitaan jenis ini dianggap tidak akan berkurang bahkan semakin meningkat.{{sfn|Marie Ordway|2023}}
 
Salah satu bentuk keinginan media massa untuk tetap menggunakan jurnalisme pacuan kuda terlihat saat [[The Washington Post|Washington Post]] menugaskan wartawan baseball Chelsea Janes dalam kampanye 2020 di Amerika Serikat. Kebijakan ini dikritik profesor dari Columbia University Todd Gitlin yang menyebut bahwa “ (jurnalisme) pacuan kuda adalah hal yang terpenting bagi media besar.”{{sfn|Shafer|2019}}
 
== Catatan Kaki ==
Baris 12 ⟶ 41:
 
== Daftar Pustaka ==
*{{cite web
|url = https://www.kompas.id/baca/polhuk/2023/03/23/lembaga-survei-abal-abal-masif-bermunculan-bahaya-mengintai
|title = Lembaga Survei Abal-abal Masif Bermunculan, Bahaya Mengintai
|last = Anjani
|first = Ayu Octavi
|date = 28 Maret 2023
|website = Kompas.id
|publisher =
|access-date = 15 Desember 2024
|ref = {{sfnref|Anjani|2024}}
}}
*{{cite journal
| last1 = Banducci
Baris 47 ⟶ 87:
| access-date = 15 Desember 2024
|ref = {{sfnref|Broh|1980}}
}}
*{{cite journal
| last1 = Kasman
| first1 = Suf
| last2 = Jumarni
| first2 =
| last3 = Yanti
| first3 = Sukma Dewi
| date = 2024
| title = Problematika Keikutsertaan Media Pers Bertarung dalam Pemilu
| url = https://journal-nusantara.com/index.php/JIM/article/view/2901/2344
| journal = Ulil Albab
| volume = 3
| issue = 2
| pages =
| doi =
| access-date = 15 Desember 2024
|ref = {{sfnref|Kasman|2024}}
}}
*{{cite web
|url = https://jaring.id/membaca-jurnalisme-pacuan-kuda/
|title = Membaca Jurnalisme Pacuan Kuda
|last = Lukmantoro
|first = Triyono
|date = 28 November 2024
|website = Jaring
|publisher =
|access-date = 15 Desember 2024
|ref = {{sfnref|Lukmantoro|2024}}
}}
*{{cite web
|url = https://www.kpi.go.id/index.php/id/umum/38-dalam-negeri/31926-media-mesti-sanggup-berpuasa-dari-godaan-partisanship?detail3=23807&detail5=23751
|title = Media Mesti Sanggup Berpuasa dari Godaan Partisanship
|last = KPI
|first =
|date = 12 Maret 2014
|website = KPI
|publisher =
|access-date = 15 Desember 2024
|ref = {{sfnref|KPI|2014}}
}}
*{{cite web
|url = https://journalistsresource.org/politics-and-government/horse-race-coverage-elections-improve/
|title = ‘Horse race’ coverage of elections: What to avoid and how to get it right
|last = Marie Ordway
|first = Denise
|date = 12 Oktober 2023
|website = The Journalist Resource
|publisher =
|access-date = 15 Desember 2024
|ref = {{sfnref|Marie Ordway|2023}}
}}
*{{cite journal
| last1 = Masduki
| first1 =
| last2 =
| first2 =
| last3 =
| first3 =
| date = 1 Juli 2004
| title = Jurnalisme Politik: Keberpihakan Media dalam Pemilu 2004
| url = https://jurnal.ugm.ac.id/jsp/article/view/11059/8300
| journal = Jurnal Ilmu Sosial & Ilmu Politik
| volume = 8
| issue = 1
| pages = 83
| doi =
| access-date = 15 Desember 2024
|ref = {{sfnref|Masduki|2004}}
}}
*{{cite web
|url = https://jatimtimes.com/baca/183343/20181126/194200/dewan-pers-jangan-ikutikutan-jurnalisme-pacuan-kuda
|title = Dewan Pers: Jangan Ikut-Ikutan Jurnalisme Pacuan Kuda
|last = Pradana
|first = Pawitra Huda
|date = 27 November 2018
|website = Jatim Times
|publisher =
|access-date = 15 Desember 2024
|ref = {{sfnref|Pradana|2018}}
}}
*{{cite web
|url = https://www.tribunnews.com/pemilu-2014/2014/02/23/kpu-pers-jangan-terjebak-jurnalisme-pacuan-kuda
|title = KPU: Pers Jangan Terjebak Jurnalisme Pacuan Kuda
|last = Prabowo
|first = Danang Setiaji
|date = 23 Oktober 2014
|website = Tribunnews
|publisher =
|access-date = 15 Desember 2024
|ref = {{sfnref|Prabowo|2014}}
}}
*{{cite web
|url = https://www.politico.com/magazine/story/2019/01/09/why-horse-race-political-journalism-awesome-223867/
|title = Why Horse-Race Political Journalism Is Awesome
|last = Shafer
|first = Jack
|date = 9 Januari 2019
|website = Politico
|publisher =
|access-date = 15 Desember 2024
|ref = {{sfnref|Shafer|2019}}
}}
*{{cite web