Kabupaten Bojonegoro: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Menambah referensi
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Pengembalian manual
 
(20 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 4:
{{Dati2
| settlement_type = Kabupaten
| nama = Kabupaten Bojonegoro
| translit_lang1_type1 = [[Bahasa Jawa|Jawa]]
| nama lain =
Baris 18:
|image5=Bojonegoro bengawan solo.jpg
}}
| caption = '''Dari atas, kiri ke kanan'''; Hutan jatiJati di Bojonegoro; penambangan minyak tradisional di Kedewan; Klenteng Hok Swie Bio; Kayangan Api; Aliran Bengawan Solo
| koordinat = {{Coord|-7.150191|111.881532|display=inline, title}}
| motto = Jêr kartå raharjå måwå karyå<br />{{small|{{jv}} Bekerja keraslah untuk mewujudkan daerah yang sejahtera}}<br/>(1977 Masehi)<ref name="lambang">Lambang Kabupaten Bojonegoro, ditetapkan berdasarkan Perda Nomor 4 Tahun 1977.</ref>
| semboyan = Bojonegoro Produkif
| slogan = Pinarak Bojonegoro
| julukan = {{hlist|Tayub|Bumi Energi|<br>Bumi AnglingTanah DharmaBrahmana}}<!--untuk daerah kabupaten, tidak disebutkan julukan "kota"-->
| propinsi = [[Jawa Timur]]
| ibukota = [[Bojonegoro, Bojonegoro|Bojonegoro]]
Baris 34:
| kecamatan = [[Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Bojonegoro|28]]
| kelurahan = [[Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Bojonegoro|11]]
| desa = [[Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Bojonegoro|666419]]
| dasar hukum = UU No. 12/1950
| tanggal = 8 Agustus 1950
| hari jadi = {{start date and age|1677|10|20}}
| kepala daerah = [[Bupati]]
| nama kepala daerah = [[AnnaAdriyanto, Mu'awanahS.E., M.M., M.A., Ph.D. (Pj)]]
| wakil kepala daerah = [[Wakil Bupati]]
| nama wakil kepala daerah = [[Budi IrawantoLowong]]
| sekretaris daerah = Nurul Azizah
| ketua DPRD = Abdullah Umar
Baris 64:
| iso = ID-JI
}}
'''Kabupaten Bojonegoro''' ({{Lang-jv|[[Hanacaraka]]: ꦧꦺꦴꦗꦤꦒꦫ, [[Pegon]]: بَوجاناڮارا|Bojånagårå}}; <small>pengucapan bahasa Jawa:</small> [[Bantuan:Pengucapan|[bod͡ʒɔˈnaɡɔrɔ]]]) adalah sebuah wilayah [[kabupaten]] yang berada di [[Provinsi]] [[Jawa Timur]], [[Indonesia]]. Ibukota nya adalah [[Bojonegoro, Bojonegoro|Kecamatan Bojonegoro]]. Kabupaten ini berbatasan langsung dengan 7 kabupaten, yaitu di bagian utara dengan [[Kabupaten Tuban]], bagian timur dengan [[Kabupaten Lamongan]], bagian selatan dengan [[Kabupaten Jombang]], [[Kabupaten Nganjuk]], [[Kabupaten Madiun]], dan [[Kabupaten Ngawi]], serta bagian barat dengan [[Kabupaten Blora]] (Jawa Tengah).
 
Komoditas lokal berupa minyak bumi, sumur kuno, hingga gas alam yang cukup besar, membuat [[Kabupaten Bojonegoro]] dikenal dengan julukan Bumi Energi. Secara historis, potensi minyak bumi Bojonegoro sudah diketahui sejak ribuan tahun silam. Keberadaan minyak bumi Bojonegoro, disinyalir sudah disinggung dalam [[Prasasti Telang]] (903 M), yang menyebut kata ''lna'' (lenga /minyak bumi).
 
Sebagai gerbang masuk utama Jawa Timur dari arah barat, wilayah barat Bojonegoro (perbatasan dengan Jawa Tengah) merupakan bagian dari [[Blok Cepu]], salah satu sumber deposit minyak bumi utama di Indonesia. Per sensus penduduk [[2020]], penduduk Kabupaten Bojonegoro berjumlah 1.339.100 jiwa dengan kepadatan 580 jiwa/km<sup>2</sup>.<ref name="BOJONEGORO" />
 
== Sejarah ==
Bojonegoro semula bernama Jipang. Wilayahnya meliputi Bojonegoro saat ini, bagian selatan Blora, dan bagian selatan Tuban. WilayahTeritorial Jipang dialiri sungai Bengawan Solo dan dipagari Bukit Kendeng Utara. Tlatah Jipang sudah ada sejak era Kerajaan Singashari. Ini tercatat empiris dalam Prasasti Maribong (1248 M) yang dikeluarkan Raja Wisnuwardhana dari Kerajaan Singashari.
 
Dalam Prasasti Maribong (1248 M), disebutkan bahwa wilayah bernama Maribong (sekarang Dusun Merbong, Desa Payaman, Bojonegoro), yang merupakan bagian dari Tlatah Jipang, dijadikan tanah perdikan khusus peribadatan Para Brahmana. Anugerah ini karena Para Brahmana Jipang punya jasa besar bagi Raja Ken Arok (pendiri Singashari).
 
Jasa besar para Brahmana Jipang bagi Raja Ken Arok adalah, membantu menyatukan kembali Pulau Jawa, setelah sebelumnya terpisah menjadi dua, (Jenggala (Peradaban Pesisir) dan Panjalu (Peradaban Pegunungan). Berkat penyatuan Pulau Jawa yang dilakukan Para Brahmana Jipang itulah, Kemaharajaan Singashari bisa berdiri. Ini menjadi dasar Raja Wisnuwardhana menjadikan Jipang sebagai Tanah Para Brahmana.
 
Dari data historis di atas, Bojonegoro dikenal sebagai Tanah Brahmana. Kabupaten
 
1. Prasasti (903 M), dirilis zaman [[Dyah Balitung|Dyah Balitung Medang Kuno]]
 
2. Prasasti Pelem (929 - 947 M), dirilis zaman Raja [[Mpu Sindok|Dyah Pu Sindok Medang]] Jawa Timur.
 
3. Prasasti Pucangan (1041 M), dirilis zaman [[Airlangga|Raja Airlangga]] Medang Kahuripan
 
4. Prasasti Maribong (1246 M), dirilis zaman [[Wisnuwardhana|Raja Wisnuwardhana]] Singasari
 
5. Prasasti Adan-adan (1301 M), dirilis zaman [[Raden Wijaya]], Raja pertama Majapahit.
 
6. Prasasti Canggu (1358 M), dirilis zaman [[Hayam Wuruk|Raja Hayam Wuruk]], penguasa Terbesar Majapahit.
 
7. Prasasti Sekar (1365 M), dirilis zaman [[Hayam Wuruk|Raja Hayam Wuruk]], penguasa Terbesar Majapahit.
 
8. Prasasti Pamintihan (1473 M), dirilis zaman Raja Suraprabhawa (Bhre Pandansalas) [[Majapahit]].
Dalam Prasasti Maribong (1248 M), disebutkan bahwa wilayah bernama Maribong (sekarang Dusun Merbong, Desa Payaman, Bojonegoro), bagian dari Tlatah Jipang, dijadikan tanah perdikan khusus peribadatan Para Brahmana. Anugerah ini karena Para Brahmana Jipang punya jasa besar bagi Raja Ken Arok (pendiri Singashari).
 
Daftar prasasti di atas, belum termasuk prasasti-prasaati diduga era Medang yang masih banyak di Bojonegoro. Termasuk arca dan sejumlah artefak yang sezaman.
Jasa besar para Brahmana Jipang bagi Raja Ken Arok adalah, membantu menyatukan kembali Pulau Jawa, setelah sebelumnya terpisah menjadi dua (Jenggala dan Panjalu). Berkat penyatuan Pulau Jawa yang dilakukan Para Brahmana Jipang itulah, Kemaharajaan Singashari bisa berdiri. Ini menjadi dasar Raja Wisnuwardhana menjadikan Jipang sebagai Tanah Para Brahmana.
 
Pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk, Jipang juga menjadi vasal istimewa, penghubung pesisir dan pegunungan. Sesuai ''Prasasti Canggu'' (1358 M), penguasa terbesar Majapahit itu memberi banyak titik Naditira Pradeca (pelabuhan sungai) di sepanjang Tlatah Jipang. Seperti dicatat J. Noorduyn dalam ''Further Topographical Notes on the Ferry Charter of 1358,'' ada sebanyak 18 titik pelabuhan Naditira Pradeca di sepanjang Tlatah Jipang.
 
Naditira Pradeca itu dibuka dari Jipang Hilir (Baureno), dan ditutup hingga Jipang Hulu (Margomulyo). Secara ilmiah, Prasasti Canggu (1358 M) telah memperkuat ''trademark'' Jipang (Bojonegoro) sebagai Wangsa Bengawan. Penguasa dan pengendali transportasi sungai Bengawan.
Baris 81 ⟶ 103:
Selain memberi banyak titik pelabuhan Naditira Pradeca, Raja Hayam Wuruk juga menjadikan Tlatah Jipang sebagai vasal istimewa. Terbukti, Jipang menjadi vasal yang tak dipimpin Bhre (Bathara). Sebab, telah ditasbihkan sebagai Tanah Brahmana oleh Raja Wisnuwardhana, raja yang juga leluhur dari Raja-raja Majapahit. Keistimewaan Jipang (Bojonegoro) sebagai vasal Brahmana, terjadi hingga akhir masa Kemaharajaan Majapahit.
 
Dalam buku Sejarah Kabupaten Bojonegoro, diceritakan perjalanan sejarah Bojonegoro mulai pada abad 15 M. Literatur yang disusun pada 1988, dengan sumber Babad Tanah Jawa karya Pujangga Surakarta dan JJ. Meinsma itu, menyebut bahwa pada era Kesultanan Demak, wilayah Jipang (Bojonegoro) jadi bagian dari Kesultanan Demak yang bernama Kadipaten Jipang. Lalu pada 20 Oktober 1677, Kadipaten Jipang diubah menjadi Kabupaten Jipang, dengan bupati pertama bernama Mas Tumapel. Pusat kotanya berpindah-pindah. Dari Jipang Panolan, Jipang Padangan, hingga Jipang Rajekwesi. Nama Bojonegoro sendiri, baru dibuat pada 1828, saat terjadi Perang Jawa (1825 - 1830 M).  Sampai saat ini, tanggal 20 Oktober 1677 dikenal sebagai Hari Jadi Bojonegoro.
Seiring berdirinya [[Kesultanan Demak]], Jipang (Bojonegoro) menjadi wilayah Kesultanan Demak. Peralihan kekuasaan membawa Jipang (Bojonegoro) masuk dalam wilayah Kesultanan [[Pajang]] (1541), dan kemudian berganti Kesultanan Mataram (1587).
 
 
Pada tanggal [[20 Oktober]] [[1677]], status Jipang yang sebelumnya adalah kadipaten diubah menjadi kabupaten dengan Wedana Bupati Mancanegara Wetan, Mas Tumapel yang juga merangkap sebagai Bupati I yang berkedudukan di Jipang. Tanggal ini hingga sekarang diperingati sebagai hari jadi Kabupaten Bojonegoro. Tahun [[1725]], ketika Sunan Pakubuwono II (Kasunanan Surakarta) naik takhta, pusat pemerintahan Kabupaten Jipang dipindahkan dari Jipang ke Rajekwesi, sekitar 10&nbsp;km sebelah selatan kota Bojonegoro sekarang.
 
Pusat pemerintahan Jipang mengalami beberapa kali perpindahan lokasi dan pergantian nama. Mulai Jipang Panolan, Jipang Padangan, dan Jipang Rajekwesi. Nama Bojonegoro sendiri, baru muncul pada 1828 M. Saat pusat pemerintahannya berada di wilayah Rajekwesi (Kota Bojonegoro saat ini).
 
 
Baris 145 ⟶ 166:
'''Budaya Njipangan'''
 
Bojonegoro yang semula bernama Jipang, wilayahnya dialiri sungai Bengawan yang membentang dari Jipang Hulu (Margomulyo) hingga Jipang Hilir (Baureno). Masyarakatnya pun memiliki budaya khas bantaran Bengawan yang dikenal dengan Budaya Njipangan. Budaya yang memadukan peradabanPeradaban pesisirPesisir (Tradisi Islam) dan pegununganPegunungan (Tradisi Jawa). Tak heran masyarakat Bojonegoro memiliki keseimbangan dalam sisi religius dan kebudayaan. Seni Kentrung, Seni Jedoran, Seni Sandur, dan Seni Wayang Thengul adalah bentuk perpaduan antara Pesisir dan Pegunungan, khas Budaya Njipangan. Pertunjukan yang di dalamnya terdapat hikmah moralitas keagamaan.
 
'''Masyarakat Samin'''
 
[[Dusun]] Jepang, salah satu dusun dari 9 [[dusun]] di Desa Margomulyo yang berada di kawasan hutan memiliki luas 74,733 hektare. Jarak sekitar 4,5 kilometer dari ibu kota Kecamatan Margomulyo, 69 kilometer arah barat-selatan atau kurang lebih dengan jarak tempuh antara 2-2,5 jam perjalanan dengan kendaraan dari [[ibu kota]] Bojonegoro dan 259 kilometer dari [[ibu kota]] Provinsi [[Jawa Timur]] ([[Surabaya]]).
 
Masyarakat [[Wong Samin|Samin]] yang tinggal di dusun tersebut, adalah figur tokoh atau orang-orang tua yang gigih berjuang menentang [[Kolonial]] [[Belanda]] dengan gerakan yang dikenal dengan [[Ajaran Samin|Gerakan Saminisme]], yang dipimpin oleh Ki [[Samin Surosentiko]]. Dalam Komunitas Samin tidak ada istilah untuk membantu [[Pemerintah]] [[Belanda]] seperti menolak membayar [[pajak]], tidak mau kerja sama, tidak mau menjual apalagi memberi hasil bumi kepada [[Pemerintah]] [[Belanda]]. Prinsip dalam memerangi [[Kolonial]] [[Belanda]] melalui penanaman ajaran Saminisme yang artinya sami-sami amin (bersama-sama) yang dicerminkan dan dilandasi oleh kekuatan, kejujuran, kebersamaan dan kesederhanaan.
 
Sikap perjuangann mereka dapat dilihat dari profil orang samin yakni gaya hidup yang tidak bergelimpangan harta, tidak menjadi [[antek]] [[Belanda]], bekerja keras, berdoa, berpuasa dan berderma kepada sesama. Ungkapan-ungkapan yang sering diajarkan, antara lain: sikap lahir yang berjalan bersama batin diungkapkan yang berbunyi ''sabar, nrimo, rilo'' dan ''trokal'' (kerja keras), tidak mau merugikan orang lain diungkapkan dalam sikap ''sepi ing pamrih rame ing gawe'' dan selalu hati-hati dalam berbicara diungkapkan ''ojo waton ngomong, ning ngomong kang maton''. Lokasi masyarakat Samin (dusun Jepang) memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi objek Wisata Minat Khusus atau Wisata Budaya Masyarakat Samin melalui pengembangan paket Wisata Homestay bersama masyarakat Samin. Hal yang menarik dalam paket ini ialah para wisatawan dapat menikmati suasana dan gaya hidup kekhasan masyarakat Samin. Untuk rintisan tersebut, kebijakan yang telah dilakukan adalah melalui penataan kampung dan penyediaan fasilitas sosial dasar.
 
'''Tari Tayub'''
Baris 165 ⟶ 178:
'''Wayang Thengul'''
 
Wayang Thengul adalah kesenian wayang khas Bojonegoro yang dalam bentuk 3 dimensi dengan diiringi gamelan [[pelog]]/[[slendro]] yang kemungkinandalam besarpementasannya, mendapatmenceritakan pengaruhkisah dariMenak alatdan musikPara PonorogoWali. Wayang Thengul diciptakan Ki Dalang Samjan Padangan. Penciptaan Wayang Thengul sangat dipengaruhi metode dakwah Para Wali.
 
Walaupun wayang thengul ini jarang dipertunjukkan lagi, tetapi keberadaannya tetap dilestarikan di Kabupaten Bojonegoro, khususnya di Kecamatan Kanor yang berasalkan dari kata KANORAGAN karena pada ssat itu warok ponorogo menunjukan kekuatan kanoragaanya di sela-sela pentas reog ponorogo dan wayang thengul, daerah ini yang berjarak ± 40 Km dari Kota Bojonegoro.
Baris 176 ⟶ 189:
 
Pertunjukan Sandur dimulai oleh Panjak Ore dengan membawakan tembang pembuka yang dipimpin oleh Germo. Panjak Oré, adegan dan acting dilakukan dengan menari dan diringi tembang-tembang oleh Panjak Oré sesuai dengan adegan yang dilakukan, dan ajaranan,penyajian pertunjukan sandur ''pakem'' identik dengan penyajiannya yang sederhana, memiliki nuansa ritual dan sakral yang dibangun oleh aroma bunga, dupa, kemenyan dan ditambah lagi dengan tari ''Jaranan'' yang dilakukan dengan proses ''ndadi''. Atraksi ''Kalongking'' yang mendebarkan, atraksi ini dilakukan dengan berjumpalitan pada seutas tali atau tambang. Tali atau tambang tersebut dikaitkan pada ujung dua tiang bambu berukuran 5-10 meter. Kedua tiang dipasang di sisi timur dan barat arena pertunjukan dengan posisi berdiri atau menjulang. Atraksi ini (kalongking) merupakan pertanda berakhirnya pertunjukan Sandur.
 
'''Masyarakat Samin'''
 
[[Dusun]] Jepang, salah satu dusun dari 9 [[dusun]] di Desa Margomulyo yang berada di kawasan hutan memiliki luas 74,733 hektare. Jarak sekitar 4,5 kilometer dari ibu kota Kecamatan Margomulyo, 69 kilometer arah barat-selatan atau kurang lebih dengan jarak tempuh antara 2-2,5 jam perjalanan dengan kendaraan dari [[ibu kota]] Bojonegoro dan 259 kilometer dari [[ibu kota]] Provinsi [[Jawa Timur]] ([[Surabaya]]).
 
Masyarakat [[Wong Samin|Samin]] yang tinggal di dusun tersebut, adalah figur tokoh atau orang-orang tua yang gigih berjuang menentang [[Kolonial]] [[Belanda]] dengan gerakan yang dikenal dengan [[Ajaran Samin|Gerakan Saminisme]], yang dipimpin oleh Ki [[Samin Surosentiko]]. Dalam Komunitas Samin tidak ada istilah untuk membantu [[Pemerintah]] [[Belanda]] seperti menolak membayar [[pajak]], tidak mau kerja sama, tidak mau menjual apalagi memberi hasil bumi kepada [[Pemerintah]] [[Belanda]]. Prinsip dalam memerangi [[Kolonial]] [[Belanda]] melalui penanaman ajaran Saminisme yang artinya sami-sami amin (bersama-sama) yang dicerminkan dan dilandasi oleh kekuatan, kejujuran, kebersamaan dan kesederhanaan.
 
Sikap perjuangann mereka dapat dilihat dari profil orang samin yakni gaya hidup yang tidak bergelimpangan harta, tidak menjadi [[antek]] [[Belanda]], bekerja keras, berdoa, berpuasa dan berderma kepada sesama. Ungkapan-ungkapan yang sering diajarkan, antara lain: sikap lahir yang berjalan bersama batin diungkapkan yang berbunyi ''sabar, nrimo, rilo'' dan ''trokal'' (kerja keras), tidak mau merugikan orang lain diungkapkan dalam sikap ''sepi ing pamrih rame ing gawe'' dan selalu hati-hati dalam berbicara diungkapkan ''ojo waton ngomong, ning ngomong kang maton''. Lokasi masyarakat Samin (dusun Jepang) memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi objek Wisata Minat Khusus atau Wisata Budaya Masyarakat Samin melalui pengembangan paket Wisata Homestay bersama masyarakat Samin. Hal yang menarik dalam paket ini ialah para wisatawan dapat menikmati suasana dan gaya hidup kekhasan masyarakat Samin. Untuk rintisan tersebut, kebijakan yang telah dilakukan adalah melalui penataan kampung dan penyediaan fasilitas sosial dasar.
 
== Transportasi ==