Kejatuhan Soeharto: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Add 1 book for Wikipedia:Pemastian (20230609)) #IABot (v2.0.9.5) (GreenC bot
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Penambahan gelar ( ? ) [ * ] VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
(8 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 17:
* Mahasiswa [[Universitas Trisakti]] dan polisi pada [[Tragedi Trisakti|bentrok]]
}}
| date = 4–21 Mei {{Start date and age|1998}}
| place = [[Indonesia]]
| causes =
| result = KejatuhanJatuhnya [[Orde Baru (Indonesia)|Orde Baru]]
* Presiden [[Soeharto]] mengundurkan diri
* Peresmian [[B.J. Habibie]] sebagai presiden
* Pembentukan [[Kabinet Reformasi Pembangunan]]
Baris 29:
}}
 
[[Presiden Indonesia]] kedua, [[Soeharto]] mengundurkan diri dari jabatannya pada 21 Mei 1998 setelah runtuhnya dukungan untuk kepresidenannya yang telah berlangsung selama kurang lebih 32 tahun. Wakil Presiden [[B. J. Habibie|B.J. Habibie]] kemudian mengambil alih kursi kepresidenan.
 
Cengkeraman Soeharto pada kekuasaan melemah sejak munculnya krisis ekonomi dan politik yang parah yang berasal dari [[Krisis Keuangan Asia 1997|krisis keuangan Asia 1997]]. Pelarian modal asing, yang menyebabkan penurunan drastis nilai [[rupiah Indonesia]], sangat berdampak pada ekonomi dan mata pencaharianpencarian masyarakat.
 
Dua bulan sebelumnya, yakni pada Maret 1998, Soeharto terpilih kembali untuk masa jabatan ketujuhnya oleh [[Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia|Majelis Permusyawaratan Rakyat]]. Meningkatnya kerusuhan politik dan kekerasan menggerogoti dukungan politik dan militer yang sebelumnya kuat, yang menyebabkan pengunduran diri Soeharto pada Mei 1998. "[[Reformasi Indonesia (1998–sekarang)|Periode Reformasi]]" pun dimulai di bawah pemerintahan Presiden Habibie yang baru dilantik.
 
== Latar belakang sejarah ==
Baris 65:
Upaya Soeharto untuk membangkitkan kembali kepercayaan, seperti memerintahkan para jenderal untuk secara pribadi meyakinkan pembeli di pasar dan kampanye "[[Aku Cinta Rupiah]]", tidak banyak berpengaruh. Rencana lainnya adalah pembentukan dewan mata uang, yang diusulkan oleh konselor khusus Steve Hanke dari [[Universitas Johns Hopkins]]. Keesokan harinya, rupiah naik 28% terhadap dolar AS baik di pasar spot maupun satu tahun ke depan, mendengar rencana yang diusulkan. Namun, perkembangan ini membuat marah pemerintah AS dan [[Dana Moneter Internasional]] (IMF). Soeharto diberi tahu – baik oleh [[presiden Amerika Serikat]], [[Bill Clinton]], maupun direktur pelaksana IMF, [[Michel Camdessus]] – bahwa dia harus membatalkan gagasan dewan mata uang atau melepaskan bantuan luar negeri sebesar $43 miliar.{{sfn|Hanke|2017}}
 
Bukti menunjukkan bahwa keluarga Soeharto dan rekan-rekannya terhindar dari persyaratan paling ketat dari proses reformasi IMF, dan ada konflik terbuka antara teknokrat ekonomi yang melaksanakan rencana IMF dan kepentingan pribadi yang terkait dengan Soeharto, yang selanjutnya merusak kepercayaan terhadap ekonomi.{{sfn|Aspinall|Klinken|Feith|1999|p=v}} Anggaran pemerintah tahun 1998 yang tidak realistis dan pengumuman Habibie oleh Soeharto sebagai wakil presiden berikutnya menyebabkan ketidakstabilan mata uang lebih lanjut.{{sfn|Friend|2003|p=314}} Soeharto dengan enggan menyetujui paket reformasi struktural IMF yang jangkauannya lebih luas pada Januari 1998 dengan imbalan likuiditas $43 miliar (dengan letter of intent ketiga dengan IMF ditandatangani pada bulan April tahun itu). Namun, rupiah jatuh ke seperenam dari nilai sebelum krisis, dan desas-desus serta kepanikan menyebabkan larinya toko-toko dan mendorong harga naik.{{sfn|Friend|2003| p = 314}}{{sfn|Aspinall|Klinken|Feith|1999| p = v}} Pada Januari 1998, pemerintah terpaksa memberikan Bantuan Likuiditas Darurat (BLBI), menerbitkan penjaminan simpanan perbankan, dan membentuk [[Badan Penyehatan Perbankan Nasional]] untuk mengambil alih pengelolaan bank-bank bermasalah guna mencegah runtuhnya sistem keuangan. Berdasarkan rekomendasi IMF, pemerintah menaikkan suku bunga menjadi 70% pa pada Februari 1998 untuk mengendalikan tingginya inflasi akibat kenaikan harga impor. Namun, tindakan ini membatasi ketersediaan kredit ke sektor korporasi.{{sfn|McDonald|2008}}
 
=== Kerusuhan, kekerasan, dan huru-hara ===
Baris 73:
| image_style = border:1;
| perrow = 2/2/2
| image1 = President Suharto, 1998.pngjpg
| image2 = Bacharuddin JusufBJ Habibie official portrait1998.jpg
| footer = Pasangan Presiden [[Soeharto]] yang baru terpilih (kiri), dan Wakil Presiden [[B. J. Habibie]] (kanan), untuk periode ketujuh dan terakhir Soeharto
}}
 
Meskipun situasi ekonomi memburuk, pada Sidang Umum [[Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia|MPR]] 1998, Soeharto dengan suara bulat terpilih kembali sebagai presiden, dengan [[Try Sutrisno]] digantikan oleh menteri [[B. J. Habibie]] sebagai [[Wakil Presiden Indonesia|wakil presiden]].{{sfn|Elson|2001| p = 267}} Pilihan Soeharto atas Habibie tidak diterima dengan baik, menyebabkan rupiah terus jatuh.{{sfn|Chandra|2008| p = 103}} Sementara itu, dia menumpuk [[Kabinet Pembangunan VII|Kabinet Pembangunan Ketujuh]] yang baru dengan beberapa keluarga dan rekan bisnisnya sendiri. Kenaikan harga BBM oleh pemerintah sebesar 70% pada Mei memicu kerusuhan di [[Kota Medan|Medan]], [[SumatraSumatera Utara]].{{sfn|Purdey|2006| p = 105}} Dengan semakin dilihatnya Soeharto sebagai sumber krisis ekonomi dan politik negara yang memuncak, tokoh politik terkemuka, termasuk politikus Muslim, [[Amien Rais]], menentang kepresidenannya, dan pada Januari 1998, mahasiswa mulai mengorganisir demonstrasi nasional.{{sfn|Elson|2001| p = 267}}
 
Demonstrasi di [[Institut Teknologi Bandung]] melibatkan 500 demonstran, dan pada bulan Maret, demonstrasi yang lebih besar terjadi di universitas lain. Termasuk [[Universitas Indonesia]] dan [[Universitas Gadjah Mada]].{{sfn|Luhulima|2008| pp = 83 – 84}} Pada 9 Mei 1998, seorang anggota polisi, Dadang Rusmana, dilaporkan tewas dalam demonstrasi di [[Universitas Djuanda]].{{sfn|Luhulima|2008| p = 111}} Demonstran ini memprotes kenaikan besar-besaran harga bahan bakar dan energi, dan menuntut agar Presiden Soeharto turun.{{sfn|Schwarz|1999| p = 610}}{{sfn|Ricklefs|2008|p = 522}}