Hyang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Humboldt (bicara | kontrib)
Istilah: Iyang-Argapura
M. Adiputra (bicara | kontrib)
 
(102 revisi perantara oleh 33 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:The_word_'Hyang'_in_Sundanese_script.svg|jmpl|Kata ''hyang'' dalam [[Aksara Sunda Baku|Aksara Sunda]]]]
{{noref}}
[[File:HYANG.gif|thumb|right|250px|Asma "Hyang" dalam kaligrafi aksara Jawa]]
[[Berkas:Empty throne to the Supreme God Bali.jpg|thumb|220px|[[Padmasana]] ([[singgasana]]) kosong tempat duduk [[Sang Hyang Widhi]], [[Tuhan]] tunggal yang tak terlihat dalam [[Hinduisme]] [[Bali]].]]
'''Hyang''' ([[aksara Bali]]: {{script/Bali|ᬳ᭄ᬬᬂ}}; [[aksara Jawa]]: {{java|ꦲꦾꦁ}}; [[aksara Sunda]]: {{sund|ᮠᮡᮀ}}; {{lang-osi|Iyang}})<ref name="Iyang" /> adalah istilah atau nama [[ilahi]]ah dalam berbagai agama wadi pribumi pulau Jawa dan Bali; yakni [[Gama Buda/Budi]] bukan (Buddha), [[Kejawen]] (ꦏꦼꦗꦮꦺꦤ꧀), [[Sunda Wiwitan|Wiwitan]] (ᮝᮤᮝᮤᮒᮔ᮪), maupun Gamatirta (ᬕᬫᬢᬶᬃᬢ). Secara hakikatnya, Hyang pada mulanya merujuk kepada entitas (baik itu berupa roh maupun arwah leluhur) penghuni pegunungan di pulau Jawa yang disembah (entah itu [[Pegunungan Iyang]] di Jawa Timur ataupun [[Parahyangan]] di Jawa Barat).
 
== Terminologi ==
'''Hyang''' (dikenal dalam bahasa [[Bahasa Melayu|Melayu]], [[Bahasa Kawi|Kawi]], [[Bahasa Jawa|Jawa]], [[Bahasa Sunda|Sunda]], dan [[Bahasa Bali|Bali]]) adalah suatu keberadaan spiritual tak kasat mata yang memiliki kekuatan [[supranatural]]. Keberadaan spritual ini dapat bersifat [[Ketuhanan|ilahiah]] atau [[roh]] [[leluhur]]. Kini dalam [[bahasa Indonesia]] istilah ini cenderung disamakan dengan [[Dewa]], [[Dewata]], atau [[Tuhan]]. Tempat para hyang bersemayam disebut [[Kahyangan]], yang kini disamakan dengan konsep [[surga]].
[[File:Sanghyang Tapak inscription.jpg|thumb|250px|left|Terminologi “''Hyang''” dapat ditemukan dalam [[Prasasti Sanghyang Tapak]], prasasti yang berasal dari Jawa Barat]]
Istilah ''Hyang'' secara [[etimologi]]s berakar dari bahasa kuno [[bahasa Jawa kuno|Jawa]]–[[bahasa Sunda Kuno|Sunda]] (bahasa kuno serumpun pribumi Jawa),{{efn|dalam dokumentasi latin untuk bahasa Jawa kuno, ''Hyang'' biasanya ditulis secara diakritik sebagai ''hyaṅ'' maupun ''hyaŋ''.}} yang memiliki arti "sosok yang disembah" atau "tuhan", yang mana secara hakikatnya merujuk kepada sosok sembahan bersifat tak kasat mata yang menetap di suatu lokasi maupun obyek.<ref name="OJV">{{cite web |url=http://sealang.net/ojed/index.htm |title=Old Javanese-English Dictionary |language=kaw, en|year=1982 |website=sealang.net |publisher= [[Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde]] |quote=cari ''hyaṅ'' dalam kamus}}</ref> Lebih lanjut, istilah ''hyang'' itu sendiri dalam bahasa Jawa kuno juga dapat bermakna "[suara yang] keras" atau "bising", yang mana dapat merujuk kepada firman Hyang yang pernah disampaikan kepada umat manusia dalam rupa suara yang keras (secara pendengaran duniawi manusia).<ref name="OJV" /> Istilah tersebut masih lestari dalam bahasa [[bahasa Baduy|Baduy]], [[bahasa Bali|Bali]], [[bahasa Jawa|Jawa]], [[bahasa Osing|Osing]], [[bahasa Sunda|Sunda]], dan [[bahasa Tengger|Tengger]] yang digunakan oleh masyarakat etnis Baduy, Bali, Jawa, Osing, Sunda, dan Tengger hingga masa kini. Namun dalam bahasa Osing secara spesifik, Hyang dapat dieja sebagai "''Iyang''" atau "''Hiyang''" sesuai dengan nama [[Pegunungan Iyang]].<ref name="Iyang">{{cite web |url=https://belambangan.com/kamus/hasil_using?cari=Iyang |title=Arti “''Iyang''” dalam Kamus Bahasa Osing (Daring) |year= 2019 |website=belambangan.com |location=Banyuwangi |publisher= Sengker Kuwung – Belambangan }}</ref>
 
== Asal mulaPeribadatan ==
=== Sembahyang ===
Istilah "hyang" kini lebih sering dihubungkan dengan ajaran [[Hindu Dharma]] yang berkembang di [[Jawa]] kuna dan [[Bali]], tetapi sesungguhnya kata ini memiliki akar yang lebih tua, yakni kepercayaan [[animisme]] dan [[dinamisme]] asli masyarakat [[Austronesia]] yang memuliakan [[roh]] [[nenek moyang]] dan roh kekuatan alam yang menghuni pohon, batu, hutan, gunung, atau tempat-tempat tertentu. Konsep "hyang" berasal dari sistem kepercayaan masyarakat Indonesia asli, bukan berasal dari konsep spiritual Hindu-Buddha [[India]].
{{main|Sembahyang}}
[[File:Sembahyang di Pura.jpg|thumb|left|250px|Prosesi Sembahyang masyarakat etnis Bali]]
Bentuk peribadatan untuk memuja atau menyembah Hyang biasanya disebut sebagai [[Sembahyang]], yang mana tersusun dari dua kata [[bahasa Jawa kuno|Jawa kuno]], yakni "''sĕmbah''" dan "''Hyang''". Kosakata [[bahasa Jawa]] seperti ꦱꦶꦩ꧀ꦧꦃ (''sembah'') dan ꦲꦺꦪꦁ (''[h]yang'') yang umum digunakan pada masa kini untuk ritual agama berbakti pada Tuhan.
 
===''Angembang''===
Masyarakat di kepulauan Nusantara sebelum masuknya ajaran Hindu, Buddha dan Islam, percaya akan keberadaan suatu entitas tak kasat mata yang memiliki kekuatan gaib yang dapat mengakibatkan hal baik maupun buruk dalam kehidupan manusia. Mereka juga percaya bahwa roh leluhur yang sudah meninggal tidak menghilang dan pergi begitu saja, tetapi turut berperan serta dan memengaruhi kehidupan keturunannya yang masih hidup. Leluhur yang sudah meninggal dianggap memiliki kekuatan supranatural yang mendekati kekuatan para dewa. Karena itulah pemuliaan terhadap leluhur menjadi unsur penting dalam kepercayaan masyarakat asli Indonesia, seperti ditemukan dalam sistem kepercayaan [[suku Nias]], [[Dayak]], [[Toraja]], suku-suku di [[Papua]], dan berbagai suku lainnya di Indonesia.
''Angembang'' merupakan salah satu bentuk Sembahyang dengan menggunakan bunga (disebut sebagai ''kembyang'' dalam bahasa Osing)<ref name="Kembyang">{{cite web |url=https://belambangan.com/kamus/hasil_using?cari=kembang |title=Arti “''kembyang''” dalam Kamus Bahasa Osing (Daring) |year= 2019 |website=belambangan.com |location=Banyuwangi |publisher= Sengker Kuwung – Belambangan }}</ref> sebagai sarana atau media pemujaan terhadap Hyang. Di Bali, ''Angembang'' lebih dikenali sebagai ᬜᭂᬓᬃ (''Nyekar''), yang mana merujuk kepada hal serupa.
====Tembang====
{{main|Tembang}}
Selama prosesi ''Angembang'', dilakukan perapalan doa atau mantra yang kerap disebut sebagai ''Tembang'' (dieja sebagai ''Tembyang'' dalam bahasa Osing);<ref name="Tembyang">{{cite web |url=https://belambangan.com/kamus/hasil_using?cari=tembang |title=Arti “''tembyang''” dalam Kamus Bahasa Osing (Daring) |year= 2019 |website=belambangan.com |location=Banyuwangi |publisher= Sengker Kuwung – Belambangan }}</ref> berakar dari kata "''tĕmu''" dan "''Hyang''" dalam bahasa kuno Jawa–Sunda, yang bermakna "[pujian untuk] mendekatkan diri ke Hyang".
 
== ''Kahyangan'' ==
Pada masyarakat [[Orang Sunda|Sunda]], [[Orang Jawa|Jawa]], dan [[Orang Bali|Bali]] kuna, kekuatan alam tak kasat mata dan roh leluhur ini diidentifikasi sebagai "hyang". Roh leluhur ini menghuni tempat-tempat yang tinggi, seperti [[gunung]] dan bukit. Tempat-tempat ini disucikan dan dimuliakan sebagai tempat [[jiwa]] leluhur bersemayam.
 
Tempat dimana para Hyang bernaung atau bertempat tinggal secara umum disebut [[Kahyangan]] (dalam bahasa Osing dieja sebagai ''Kayangan''),<ref name="Kayangan">{{cite web |url=https://belambangan.com/kamus/hasil_using?cari=kayangan |title=Arti “''kayangan''” dalam Kamus Bahasa Osing (Daring) |year= 2019 |website=belambangan.com |location=Banyuwangi |publisher= Sengker Kuwung – Belambangan }}</ref> kata tersebut sejatinya berakar dari kata Hyang itu sendiri, namun telah diberi konfiks khas Jawa–Sunda ‘''ka--an''’ sehingga memiliki arti "keilahian" atau "kedewaan". [[Parahyangan]] dan [[Pegunungan Iyang]] merupakan dua areal pegunungan sakral yang dipercayai sebagai tempat dimana para Hyang bernaung, dan kata Hyang (atau juga dieja sebagai ''Iyang'' menurut bahasa Osing)<ref name="Iyang" /> diduga diserap dari nama kedua pegunungan tersebut, yang mana keduanya dianggap sebagai kahyangan ("tempat Hyang berdiam") oleh masyarakat pulau Jawa pada umumnya.
== Istilah ==
Dalam [[bahasa Sunda]] istilah ''"nga-hyang"'' berarti "menghilang" atau "tak terlihat". Diduga kata ini memiliki kaitan kebahasaan dengan kata "hilang" dalam [[bahasa Melayu]] atau [[bahasa Indonesia]]. Pada perkembangannya istilah "hyang" menjadi akar kata beberapa nama, sebutan, dan istilah yang hingga kini masih dikenal di Indonesia:
* '''Gelar'''. Jika disandingkan dengan kata panggil atau sebutan ''Sang-, Dang-, Ra-''; menjadi kata ''Sanghyang, Danghyang'', atau ''Rahyang'', kata ini menjadi sebutan kehormatan untuk memuliakan [[dewa]] atau [[leluhur]] yang sudah meninggal. Sebagai contoh kata [[Dewi Sri|Sanghyang Sri Pohaci]] dan [[Sang Hyang Widhi]] merujuk kepada [[dewa|dewa-dewi]], sedangkan gelaran Rahyang Dewa Niskala merujuk pada nama seorang raja [[Kerajaan Sunda]] yang telah meninggal. Disamping itu istilah ''Danghyang'' atau ''Danyang'' merujuk pada roh-roh penunggu tempat-tempat tertentu. Nama raja pendiri kemaharajaan [[Sriwijaya]], Dapunta Hyang Sri Jayanasa, juga mengandung nama "hyang" yang menunjukkan bahwa ia memiliki kekuatan adikodrati.
* '''Tempat'''. Ranah tempat para hyang bersemayam disebut [[Kahyangan]] yang dibentuk dari susunan kata ''ka-hyang-an''. Kini kahyangan diidentikkan dengan [[surga]]. Karena adanya kepercayaan bahwa hyang menghuni tempat-tempat yang tinggi, maka wilayah pegunungan kerap kali dianggap sebagai tempat hyang bersemayam. Nama tempat seperti [[Parahyangan]] merujuk pada jajaran pegunungan di [[Jawa Barat]]. Berasal dari gabungan kata ''para-hyang-an''; ''para'' menunjukkan bentuk jamak, sedangkan akhiran ''-an'' menunjukkan tempat, jadi Parahyangan berarti tempat para hyang bersemayam. Kata parahyangan juga dikenal sebagai salah satu jenis [[pura]] Hindu Bali, ''pura parahyangan'' adalah pura yang terletak di pegunungan sebagai sandingan ''pura segara'' yang terletak di tepi laut. Pegunungan [[Dieng]] di [[Jawa Tengah]] juga memiliki akar kata ''di-hyang'' yang juga berarti "tempat hyang". Begitu pula [[Pegunungan Iyang-Argapura]] di [[Jawa Timur]].
* '''Kerja'''. Kata ''[[sembahyang]]'' dalam bahasa Indonesia kini disamakan dengan kegiatan ibadah atau [[salat]] dalam agama [[Islam]]. Sesungguhnya istilah ini memiliki akar kata ''sembah-hyang'' yang berarti menyembah hyang. Tari Bali yang sakral [[Sanghyang]] Dedari menampilkan gadis muda yang [[kerasukan]] hyang.
 
== LihatSeni jugabudaya ==
[[File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Wajangfiguur van karbouwenhuid de godenfiguur Sang Hyang of godenbemiddelaar Tunggal voorstellend TMnr 1772-706.jpg|thumb|left|250px|Pencitraan Hyang wujud jelmaan manusia dalam bentuk kesenian [[Wayang kulit]] (foto ini merupakan digitalisasi dari salah satu koleksi benda kebudayaan Indonesia di [[Tropenmuseum]])]]
* [[Dewata]]
Selain dalam bentuk peribadatan yang khusyuk, penyembahan akan Hyang juga dapat disalurkan dalam bentuk kesenian yang kemudian berkembang menjadi budaya dan diinterpretasikan secara berbeda dalam masing-masing etnis pulau Jawa dan Bali.
* [[Apsara]]
 
* [[Ilah]]
=== Di Bali ===
* [[Leluhur]]
Di Bali, masyarakat etnis Bali (termasuk juga [[Bali Aga]]) mengembangkan beraneka ragam bentuk kesenian yang melambangkan peribadatan akan Hyang, ataupun semata-mata untuk merepresentasikan keagungan Hyang dalam berbagai bidang ke-maha-anNya. Diantaranya, yakni:
# Tari ''Sang Hyang''
# Tari ''Sang Hyang Jaran''
# Tari ''Sang Hyang Penyalin''
# Tari ''Sang Hyang Sengkrong''
# ''Mabuncing Sang Hyang Dong Ding''
 
=== Di Jawa Barat ===
Di wilayah Jawa Barat, masyarakat etnis Sunda memiliki beberapa jenis interpretasi untuk memuja dan menelisik Hyang. Diantaranya, yakni:
# ''Sasakala Curug Sang Hyang Taraje''
# ''Ngalokat Cai Situ Sang Hyang''
# ''Nyangku''
 
=== Di Jawa Tengah dan Timur ===
Di Jawa Tengah dan Timur, masyarakat etnis Jawa baik dari yang usia muda maupun tua memiliki bentuk kebudayaan unik yang berkembang sebagai bentuk wujud pengagungan akan Hyang. Diantaranya, yakni:
# ''Kembar Mayang''
# ''Sekar Puyang''
 
== Lihat pula ==
* [[DewataAllah]]
* [[ApsaraYahweh]]
 
== Referensi ==
{{reflist}}
===Catatan kaki===
{{notelist}}
 
{{Mitos supernatural Indonesia}}
{{mitos-stubFilsafat Jawa}}
{{Authority control}}
 
[[Kategori:Agama]]
[[Kategori:Animisme]]
[[Kategori:HinduKejawen]]
[[Kategori:Sunda Wiwitan]]