Rakai Panangkaran: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Antapurwa (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
KingDjepara (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(41 revisi perantara oleh 26 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{infobox royalty
'''Sri Maharaja Rakai Panangkaran Dyah Pancapana''' adalah raja kedua [[Kerajaan Medang]] ''periode Jawa Tengah'' (atau lazim disebut [[Kerajaan Mataram Kuno]]). Ia memerintah sekitar tahun [[770]]-an. Minimnya data-data sejarah Mataram Kuno menyebabkan terjadinya beberapa penafsiran di antara para sejarawan mengenai asal-usul Rakai Panangkaran. Ada yang berpendapat ia berasal dari [[Wangsa Sanjaya]], ada pula yang berpendapat ia berasal dari [[Wangsa Sailendra]].
| title = Srī Mahārāja Rakai Pānangkaran Dyaḥ Pañcapana
Dyah Pancapana<br>
| image =
| birth_name = Kalingga
| father = [[Sanjaya dari Mataram|Sanjaya]]
| mother = [[Dewi Sudhiwara]] <br> (Putri [[Dewasingha]])
| succession = Raja [[Medang]] ke-2
| reign = (4 Oktober 746 - 6 Maret 784 M)
| predecessor = [[Sanjaya dari Mataram|Sanjaya]]
| successor = [[Rakai Panaraban]]
| spouse = * [[Dewi Taraprathama]] <br> (Ibu dari Dewi Yasodhara)
* [[Satyadarmika]] <br> (Ibu dari Rakai Panunggalan)
| issue = *[[Dewi Yasodhara]] <br>(Istri [[Dharanindra]])
*[[Rakai Panunggalan]] (Raja [[Medang]] ke-3)
| religion = [[Hindu]]
| succession2 = Raja [[Sriwijaya]] ke-7
| reign2 = 746 - 784
| predecessor2 = [[Rudra Wikrama]]
| successor2 = [[Dharanindra]]
| house = [[Sailendra]]
}}
 
'''Rakai Panangkaran''' adalah Raja [[Medang]] kedua yang memerintah sekitar tahun 746 - 784 dengan gelar ''Srī Mahārāja Rakai Pānangkaran Dyaḥ Pañcapana ([[Hanacaraka]]:{{jav|ꦯꦿꦷꦩꦲꦴꦫꦴꦗꦫꦏꦻꦥꦴꦤꦔ꧀ꦏꦫꦤ꧀‌ꦢꦾꦃꦥꦚ꧀ꦕꦥꦤ}} )''
== Pembangunan Candi Kalasan ==
Maharaja Rakai Panangkaran menempati urutan kedua dalam daftar raja-raja [[Kerajaan Medang]] versi [[prasasti Mantyasih]]. Namanya ditulis setelah [[Sanjaya]], yang diyakini sebagai pendiri kerajaan tersebut. Prasasti ini dikeluarkan oleh [[Maharaja]] [[Dyah Balitung]] pada tahun [[907]], atau ratusan tahun sejak masa pemerintahan Rakai Panangkaran.
 
Namanya dikenal melalui [[Prasasti Raja Sankhara]], [[Prasasti Kalasan]], [[Prasasti Mantyasih]], dan [[Prasasti Wanua Tengah III]]
Sementara itu, Rakai Panangkaran sendiri pernah mengeluarkan [[prasasti Kalasan]] tahun [[778]]. Prasasti ini merupakan piagam peresmian pembangunan sebuah [[candi]] [[Buddha]] untuk memuja [[Tara (Bodhisattva)|Dewi Tara]]. Pembangunan ini atas permohonan para guru raja Sailendra. Dalam prasasti itu ia dipuji sebagai ''Sailendrawangsatilaka'' atau “permata Wangsa Sailendra”.
 
== Sang Pembangun Candi ==
Candi peninggalan Rakai Panangkaran tersebut sekarang dikenal dengan sebutan [[Candi Kalasan]].
Maharaja Rakai Panangkaran menempati urutan kedua dalam daftar raja-raja [[Kerajaan Medang]] versi [[prasasti Mantyasih]]. Namanya ditulis setelah [[Sanjaya]], yang diyakini sebagai pendiri kerajaan tersebut. Prasasti ini dikeluarkan oleh [[Maharaja]] [[Dyah Balitung]] pada tahun [[907]], atau ratusan tahun sejak masa pemerintahankehidupan Rakai Panangkaran.
 
Sementara itu, Rakaiprasasti Panangkaranyang sendiriberasal pernahdari zaman Rakai Panangkaran mengeluarkanadalah [[prasasti Kalasan]] tahun [[778]]. Prasasti ini merupakan piagam peresmian pembangunan sebuah [[candi]] [[Buddha]] bernama Tarabhavanam (Buana Tara) untuk memuja [[Tara (Bodhisattva)|Dewi Tara]]. Pembangunan ini atas permohonan para guru raja Sailendra. Dalam prasasti itu iaRakai Panangkaran dipuji sebagai ''Sailendrawangsatilaka'' atau “permata Wangsa Sailendra”. Candi yang didirikan oleh Rakai Panangkaran tersebut sekarang dikenal dengan sebutan [[Candi Kalasan]].
 
Periode pemerintahannya ditandai dengan giatnya pembangunan candi-candi beraliran Buddha Mahayana di kawasan [[Dataran Prambanan]]. Selain candi Kalasan, beberapa candi yang diperkirakan dibangun atas prakarsa Rakai Panangkaran antara lain [[Candi Sari]] yang dikaitkan sebagai wihara pendamping Candi Kalasan, [[Candi Lumbung]], Prasada Vajrasana Manjusrigrha ([[Candi Sewu]]), dan Abhayagiri Vihara (kompleks [[Ratu Boko]]).<ref name="Sewu">Papan Informasi di Candi Sewu, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah</ref>
 
[[Prasasti Abhayagiri Wihara]] yang berangka tahun 792 M menyebutkan tokoh bernama Tejahpurnapane Panamkarana (Rakai Panangkaran) mengundurkan diri sebagai Raja karena menginginkan ketenangan rohani dan memusatkan pikiran pada masalah keagamaan dengan mendirikan wihara yang bernama Abhayagiri Wihara, yang dikaitkan dengan kompleks [[Ratu Boko]]. Diperkirakan Raja Panangkaran telah wafat sebelum Candi Sewu dan Abhayagirivihara rampung, sehingga ia tidak sempat menyaksikan beberapa karyanya (Candi Sewu).<ref name="Sewu"/>
 
== Hubungan dengan Sanjaya dan Dharanindra ==
[[Sanjaya]] merupakan raja pertama [[Kerajaan Medang]]. Menurut [[prasasti KalasanCanggal]] ([[732]]), ia menganut agama [[Hindu]] aliran [[Siwa]]. Sementara itu Rakai Panangkaran adalah raja kedua Kerajaan Medang. Menurut [[prasasti Kalasan]] ([[778]]), ia mendirikan sebuah [[candi]] [[Buddha]] aliran [[Mahayana]]. Sehubungan dengan berita tersebut, muncul beberapa teori seputar hubungan di antara merekakedua berduaraja tersebut.
 
Teori pertama dipelopori oleh vanVan Naerssen menyebutkan bahwa, Rakai Panangkaran adalah putra Sanjaya. [[Wangsa Sanjaya]] kemudian dikalahkan oleh [[Wangsa Sailendra]] yang beragama Buddha. Pembangunan [[Candi Kalasan]] tidak lain merupakan perintah dari raja Sailendra terhadap Rakai Panangkaran yang telah tunduk sebagai bawahan. Nama raja Sailendra tersebut diperkirakan identiksama dengan [[Dharanindra]] yang ditemukan dalam [[prasasti Kelurak]] ([[782]]). Teori ini banyak dikembangkan oleh para sejarawan Barat, antara lain [[George Cœdès]], ataupun Dr. [[F.D.K. Bosch]].
 
Teori kedua dikemukakan oleh Prof. [[Poerbatjaraka]] yang menyebutkan bahwa, Rakai Panangkaran adalah putra Sanjaya namun keduanya sama-sama berasal dari Wangsa Sailendra, bukan Wangsa Sanjaya. RupanyaDalam hal ini Poerbatjaraka tidak mengakui keberadaan Wangsa Sanjaya. SebelumMenurut pendapatnya (yang juga didukung oleh sejarawan Marwati Pusponegoro dan Nugroho Notosutanto), sebelum meninggal, Sanjaya sempat berwasiat agar Rakai Panangkaran berpindah ke agama Buddha. Teori ini didasarkanberdasarkan pada tokoh Rahyang Panaraban putra Sanjayakisah dalam naskah ''[[Carita Parahyangan]]'' yangtentang jugatokoh Rahyang Panaraban putra Sanjaya yang dikisahkan pindah agama. Rahyang Panaraban ini menurut Poerbatjaraka identik dengan Rakai Panangkaran. Jadi, yang dimaksud dengan "para guru raja Sailendra" tidak lain adalah guru Rakai Panangkaran sendiri.
 
Teori ketiga dikemukakan oleh [[Slamet Muljana]] bahwa, Rakai Panangkaran bukan putra Sanjaya. Dalam daftar para raja versi [[prasasti Mantyasih]] tokohtertulis nama Sanjaya bergelar ''Sang Ratu'', sedangkan Rakai Panangkaran bergelar ''Sri Maharaja''. Perubahan gelar ini membuktikan terjadinya pergantian dinasti yang berkuasa di Kerajaan Medang. Jadi, Rakai Panangkaran adalah raja dari Wangsa Sailendra yang berhasil merebut takhta Medang serta mengalahkan Wangsa Sanjaya. MenurutnyaMenurut Slamet Muljana, Rakai Panangkaran tidak mungkin berstatus sebagai bawahan Wangsa Sailendra karena dalam prasasti Kalasan ia disebutdipuji sebagai ''Sailendrawangsatilaka'' (permata Wangsa Sailendra).
 
DenganDalam demikianhal ini, Slamet Muljana menolak teori bahwa Rakai Panangkaran adalah bawahan Dharanindra. TokohMenurutnya, Rakai Panangkaran dan Dharanindra dalamsama-sama prasastiberasal Kelurakdari ([[782]])Wangsa jugaSailendra. Meskipun demikian, ia tidak mungkinmenganggap keduanya sebagai tokoh yang sama. Menurutnya, Dharanindra tidak sama dengan Rakai Panangkaran, karenayang memiliki nama asli RakaiDyah PanangkaranPancapana dalam(sesuai pemberitaan prasasti Kalasan ([[778]]) adalah Dyah Pancapana. Slamet Muljana berpendapat, Dharanindra adalah nama asli dari [[Rakai Panunggalan]], yaitu raja ketiga Kerajaan Medang yang namanya disebut sesudah Rakai Panangkaran dalam daftar para raja Medang versi prasasti Mantyasih.
 
Dengan ditemukannya [[prasasti Wanua Tengah III]], maka misteri hubungan antara Rakai Panangkaran dengan Sanjaya telah menemukan titik terang. Prasasti tersebut dikeluarkan oleh [[Dyah Balitung|Maharaja Dyah Balitung]] tahun [[908]] masehi menyebutkan daftar raja-raja Kerajaan Medang seperti [[prasasti Mantyasih]] tahun [[907]]. Dalam prasasti Wanua Tengah III disebutkan bahwa Rakai Panangkaran adalah anak dari '''Rahyangta i Hara''', sedangkan Rahyangta i Hara adalah adik dari '''Rahyangta i Medang'''.
== Kepustakaan ==
 
Jika dalam prasasti Mantyasih disebutkan bahwa Sanjaya adalah raja pertama Kerajaan Medang, maka dapat dipastikan bahwa Rahyangta i Medang dalam prasasti Wanua Tengah III, adalah Sanjaya itu sendiri. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Rakai Panangkaran adalah keponakan dari Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.
 
== Referensi ==
* Marwati Poesponegoro & Nugroho Notosusanto. 1990. ''Sejarah Nasional Indonesia Jilid II''. Jakarta: Balai Pustaka
* Purwadi. 2007. ''Sejarah Raja-Raja Jawa''. Yogyakarta: Media Ilmu
* [[Slamet Muljana]]. 2006. ''Sriwijaya'' (terbitan ulang 1960). Yogyakarta: LKIS
 
== Pranala luar ==
{{reflist}}
 
{{kotak mulai}}
{{kotak suksesi|jabatan=Raja Kerajaan Medang (periode Jawa Tengah)|tahun=? – 778 – ? |pendahulu=[[Sanjaya, Rakai Mataram|Sanjaya]]|pengganti=[[Rakai Panunggalan]]}}
{{kotak selesai}}
{{Raja Jawa}}
 
[[Kategori:Raja Mataram Kuno|Panangkaran]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]