Suku Lauje: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Etnik |
Rumah Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(13 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''Suku Lauje''' merupakan salah satu suku di [[Indonesia]] yang sebagian besar menetap di [[Kabupaten
== Asal-Usul ==
Suku ini
Awal mulanya orang Lauje hidup dan menetap di wilayah pegunungan Desa Tinombo yang mereka namakan kampong Taipaobal. Hal ini didasarkan pada cerita mereka bahwa dahulu ada seoran pria yang bernama Sae Mandulang tinggal di wilayah Taipa Obal. Dia memperistrikan seorang wanita yang keluar dari dalam sebuah batu (polu irandu) yang bernama Yele Lumut. Wanita tersebut adalah makhluk gaib yang diutus untuk menemani Sae Mandulang agar tidak kesepian. Seiring berjalannya waktu mereka dikaruniai 7 orang anak. Ketika dewasa 6 orang anak mereka pergi mengembara ke seluruh pelosok yang bisa dijangkau. Sementara yang 1 tetap tinggal di Taipa Obal.
1. anak pertama yang bernama Yele Inulung pergi ke wilayah Tinombo dan Ampibabo
2. Anak ke dua yang bernama Yele Bolian pergi ke wilayah Sojol/Bou
3. Anak ke tiga yang bernama Yele Fulang pergi ke wilayah Palasa dan menjadi patung batu
4. Anak ke empat yang bernama yele Mumini ke wilayah Tomini
5. Anak ke lima yang bernama Yele Magana ke wilayah seberang lautan. Masyarkat Lauje meyakini bahwa dialah yang menajdi cikal bakal suku-suku di dunia
6. Anak ke enam yang bernama Yele Fulaan ke wilayah Dondo dan Lampasio
7. Anak ke tujuh yang bernama Yele Inangku tetap tinggal di Polu Irandu bersama ibu bapaknya.
Mereka berpisah di sebuah sungai. Oleh karena itu sungai tersebut diberi nama inogaat/perpisahan<ref>{{Cite web|title=Asal Muasal|url=https://brwa.or.id/wa/view/TXVfZlZiSE0wV1E|website=Badan Registrasi Wilayah Adat}}</ref>
== Agama dan Sistem Kepercayaan ==
Baris 15 ⟶ 34:
Mata pencaharian hidup orang Suku Lauje adalah berladang. Yang mereka tanam utamanya [[padi]] dan [[jagung]]. Mereka juga menanam [[Sayuran|sayur-mayur]], [[Cengkih|cengkeh]], [[bawang putih]], [[Ketela pohon|singkong]], [[ubi jalar]], [[pisang]], [[Pepaya|pepay]]<nowiki/>a dan [[mangga]]. Sebagai sambilan, pekerjaan mereka adalah mencari [[rotan]], [[damar]], [[kemiri]], membuat kerajinan tangan, [[Perburuan|berburu]] juga [[Peternakan|beternak]]. Jika masa paceklik tiba, Orang Suku Lauje sanggup bertahan hidup hanya dengan mengkonsumsi [[ubi jalar]] “unggayu”, atau [[gadung]] “ondot” yang tumbuh liar di hutan-hutan.<ref name=":0" />
Suku Lauje yang bermukim di [[Kabupaten Parigi Moutong]] bisa memiliki pendapatan rata-rata sampai Rp. 10 juta per bulan dari memanen [[Kakao|coklat]] dan cengkih, tentu saja jika harga keduanya sedang tinggi. Untuk diketahui kabupaten ini merupakan pemasok coklat terbesar di Indonesia.<ref name=":4">{{Cite web|
Awalnya Suku Lauje (khususnya di Parigi Moutong) menggunakan konsep berladang tak menetap. Namun sejak era 1980-an pola seperti itu perlahan-lahan berubah. Mereka mulai mengenal tanaman jangka menengah dan panjang, seperti cengkih, kakao dan kelapa. Orang Suku Lauje mempercayai mimpi. Jika sebelum menanam jagung dan padi secara bersamaan lalu mereka bermimpi melihat bintang, mereka yakin isi mimpi itu pertanda bagus buat mereka: ladang akan aman dari gangguan hama dan hasilnya akan melimpah.<ref name=":3" />
Baris 25 ⟶ 44:
=== Lembaga Adat ===
Lembaga adat orang Suku Lauje dinamakan
Lembaga adat ini juga bisa memberikan sanksi adat bagi para pelanggar aturan adat. Pelanggar akan diadili secara adat di balai adat. Pengadilan adat ini bersifat kekeluargaan. Sanksi yang diberikan pun disesuaikan dengan besar kecilnya kesalahan, kemampuan ekonomi dan usia si pelanggar. Contoh soal [[Beringin|pohon beringin]] (nunu). Pohon ini bagi Suku Lauje adalah pohon keramat dan warganya dilarang keras untuk menebangnya, meskipun pohon tersebut tumbuh atau berada di tanah milik sendiri. Pelanggaran untuk menebang pohon beringin akan diberikan sanksi berupa denda uang dan piring tua (salamate).
=== Tradisi Moganoi ===
Komunitas Suku Lauje terkenal hidup dari alam, oleh karena itu mereka sangat menghormati alam. Rasa cinta mereka terhadap alam salah satunya bisa dilihat dari Tradisi Moganoi yang masih berlangsung, seperti misalnya di [[
Sesajen harus berupa [[Pinang|buah pinang]] (mandulang), [[kapur]] (tilong), daun sirih tembako (taba’o), uang logam (do’i mo’oat). Setelah siap, lalu sesajen harus diletakkan di atas kain putih, ditata sedemikan rupa sehingga terlihat rapih. Selanjutnya ditinggalkan saja selama dua malam. Setelah didiamkan, orang yang hendak membuka hutan harus mengecek kembali sesajen itu. Jika tidak rapi lagi berarti tanda bahwa yang bersangkutan tidak diperbolehkan membuka lahan di wilayah yang diinginkannya. Namun jika sebaliknya, tetap rapih, maka orang tersebut boleh membuka hutan (menebang pohon) untuk ditanami.<ref name=":3" />
== Pendidikan ==
Karena masih banyak yang memakai konsep hidup berpindah-pindah dan tinggal di tempat terpencil, atau di tengah hutan, orang-orang Suku Lauje (setidaknya yang tinggal di Parigi Moutoung) kebanyakan hanya merasakan pendidikan sampai tingkat sekolah dasar saja. Selain berpindah-pindah, faktor pemahaman orang tua terhadap pendidikan juga turut menentukan. Pemahamannya, jika bersekolah tujuannya adalah mencari uang, lebih baik anak-anak mereka bekerja sekarang membantu mereka menanam coklat dan cengkih. Pemahaman ini juga yang akhirnya membuat anak-anak Suku Lauje berhenti bersekolah di tengah jalan.
== Referensi ==
|