Media abal-abal: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Added {{Cleanup}} tag (TW)
 
(24 revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Cleanup|reason=banyak penebalan huruf yang tidak perlu|date=Desember 2024}}
{{Sedang dikembangkan}}
'''Media abal-abal''' adalah istilah yang merujuk pada situs web atau publikasi yang menyajikan informasi palsu, tidak akurat, atau menyesatkan, sering kali dengan tujuan tertentu seperti propaganda, pencarian keuntungan melalui [[klikbait]], atau penyebaran berita bohong ([[hoax]]). Media abal-abal biasanya tidak mengikuti standar jurnalistik yang baik seperti verifikasi fakta, ketelitian, atau netralitas, dan sering kali menimbulkan kebingungan atau ketidakpercayaan di masyarakat. <ref>{{Cite web|last=antaranews.com|date=2019-02-22|title=Dewan Pers minta masyarakat tidak merujuk media abal-abal|url=https://www.antaranews.com/berita/801269/dewan-pers-minta-masyarakat-tidak-merujuk-media-abal-abal|website=Antara News|language=id|access-date=2024-12-19}}</ref>
 
== Maraknya Media Abal-abal ==
Jumlah media di Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 47.000, dengan sekitar 43.300 di antaranya berupa media daring, sedangkan 2.000–3.000 merupakan media cetak. Sisanya terdiri dari radio dan stasiun televisi yang menyajikan siaran berita. Namun, hingga akhir 2018, hanya sekitar 2.400 perusahaan pers yang tercatat sebagai media profesional dan berhasil lolos verifikasi.<ref name=":0">{{Cite web|title=Wayback Machine|url=https://dewanpers.or.id/assets/ebook/jurnal/1901200528_jurnal_DP_edisi_18_Desember_2018f.pdf|website=dewanpers.or.id|access-date=2024-12-19}}</ref><ref>{{Cite web|title=Kemenkominfo: Ada 43 Ribu Situs Media Abal-Abal di Indonesia|url=https://www.komdigi.go.id/berita/sorotan-media/detail/kemenkominfo-ada-43-ribu-situs-media-abal-abal-di-indonesia|website=www.komdigi.go.id|access-date=2024-12-19}}</ref> Ini berarti hampir 79% media di Indonesia dapat dikategorikan sebagai media abal-abal.<ref name=":2">{{Cite web|last=developer|first=mediaindonesia com|title=Dari 47 Ribu Media, Hampir 80 Abal-abal|url=https://mediaindonesia.com/humaniora/216289/dari-47-ribu-media-hampir-80-abal-abal|website=mediaindonesia.com|language=id|access-date=2024-12-19}}</ref>
 
Profesi wartawan yang memiliki peran strategis di mata publik dan pejabat sering kali menjadi daya tarik bagi mereka yang ingin mencari penghasilan dengan cara instan. Kondisi ini menyebabkan banyak orang, termasuk mantan wartawan atau individu tanpa pengalaman jurnalistik, nekat mendirikan perusahaan pers dengan modal terbatas, tanpa memenuhi standar legalitas maupun kriteria sebagai perusahaan pers. Fenomena ini turut memicu munculnya “media abal-abal” yang menjadi ancaman terhadap kemerdekaan pers.<ref name=":0" />
 
Setelah Reformasi 1998, perkembangan media meningkat secara signifikan. Jika pada masa [[Orde Baru]] pendirian perusahaan pers memerlukan [[Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP)]] serta persyaratan lainnya, yang jumlahnya dibatasi oleh pemerintah, maka sejak berlakunya UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, setiap warga negara Indonesia memiliki kebebasan untuk mendirikan perusahaan pers tanpa hambatan birokrasi yang ketat. Namun, kebebasan ini juga berkontribusi pada maraknya pertumbuhan media tanpa kualitas dan [[profesionalisme]] yang memadai.<ref name=":0" />
 
== Dampak Media Abal-abal ==
Media abal-abal, atau media yang tidak profesional dan tidak [[terverifikasi]], dapat menimbulkan berbagai dampak negatif dalam masyarakat. Berikut beberapa dampak yang telah diidentifikasi dalam berbagai penelitian ilmiah:
 
'''Penyebaran Informasi Palsu (Hoaks)''': Media abal-abal sering menjadi sumber penyebaran [[informasi palsu]] atau hoaks yang dapat menyesatkan masyarakat. Hal ini dapat memicu keresahan sosial dan mengancam [[kohesi sosial]]. <ref name=":1">{{Cite journal|last=Juliswara|first=Vibriza|date=2017-11-06|title=Mengembangkan Model Literasi Media yang Berkebhinnekaan dalam Menganalisis Informasi Berita Palsu (Hoax) di Media Sosial|url=https://jurnal.ugm.ac.id/jps/article/view/28586|journal=Jurnal Pemikiran Sosiologi|language=ID|volume=4|issue=2|pages=142–164|doi=10.22146/jps.v4i2.28586|issn=2502-2059}}</ref>
 
'''Pemerasan dan Praktik Tidak Etis''': Beberapa media abal-abal memanfaatkan ketidaktahuan aparat pemerintah daerah terhadap UU Pers untuk melakukan pemerasan terhadap pihak-pihak tertentu.<ref name=":2" />
 
'''Menurunnya Kepercayaan Publik terhadap Media''': Maraknya media abal-abal dapat mengikis kepercayaan publik terhadap media secara umum. Ketika masyarakat sering terpapar informasi yang tidak akurat, mereka menjadi [[skeptis]] terhadap berita, bahkan dari sumber yang [[kredibel]]. Hal ini dapat menghambat aliran informasi yang sehat dalam masyarakat.
 
'''Polarisasi dan Konflik Sosial''': Informasi yang disebarluaskan oleh media abal-abal seringkali bersifat [[provokatif]] dan dapat memicu [[polarisasi]] di tengah masyarakat. Konten yang mengandung ujaran kebencian atau bias tertentu dapat memperdalam perpecahan sosial dan memicu konflik antar kelompok. <ref name=":1" />
 
'''Menghambat Upaya Literasi Media''': Kehadiran media abal-abal menyulitkan upaya peningkatan [[literasi]] media di kalangan masyarakat. Masyarakat yang kurang teredukasi dalam memilah informasi rentan terpengaruh oleh konten yang tidak valid, sehingga sulit membedakan antara berita yang kredibel dan yang tidak. Hal ini diperparah dengan minimnya model literasi media yang efektif dalam menghadapi informasi palsu.<ref name=":1" />
 
'''Dampak Psikologis pada Pengguna Media Sosial''': Paparan terus-menerus terhadap informasi yang tidak akurat atau menyesatkan dapat menyebabkan kebingungan, kecemasan, dan stres di kalangan pengguna media sosial. Penelitian oleh Mulawarman dan Nurfitri (2017) menunjukkan bahwa perilaku pengguna media sosial dipengaruhi oleh konten yang mereka konsumsi, yang dapat berdampak pada kesehatan mental dan interaksi sosial mereka.<ref>{{Cite journal|last=Mulawarman|first=Mulawarman|last2=Nurfitri|first2=Aldila Dyas|date=2017-06-23|title=Perilaku Pengguna Media Sosial beserta Implikasinya Ditinjau dari Perspektif Psikologi Sosial Terapan|url=https://jurnal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/view/22759/pdf|journal=Buletin Psikologi|language=id|volume=25|issue=1|pages=36|issn=2528-5858}}</ref>
 
== Upaya Penanggulangan Media Abal-abal ==
Untuk mengatasi permasalahan ini, beberapa langkah telah diambil, antara lain:
 
'''Verifikasi Media oleh Dewan Pers:''' Dewan Pers melakukan verifikasi terhadap perusahaan pers untuk memastikan legalitas dan profesionalisme media yang beroperasi di Indonesia. <ref name=":0" />
 
'''Peningkatan Literasi Media''': Masyarakat didorong untuk meningkatkan literasi media agar mampu membedakan antara media yang kredibel dan abal-abal.
 
'''Penegakan Hukum''': Aparat penegak hukum bekerja sama dengan Dewan Pers untuk menindak media abal-abal yang melakukan pelanggaran hukum, seperti penyebaran hoaks dan pemerasan.<ref name=":0" />
 
== Rujukan ==
<references />
 
[[Kategori:Misinformasi]]
[[Kategori:Disinformasi]]