Pangeran Walangsungsang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Dani kurya (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Raden Salman (bicara | kontrib)
Perbaikan Data dan Tabel
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(11 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox Ulama Muslim|honorific_prefix=Pangeran Cakrabuana|image=Walang sungsang (cropped).jpg|caption=Ilustrasi Walangsungsang|title=Haji Abdullah Iman|kunya=|name=|nasab=bin [[Sri Baduga Maharaja]]|nisbah=|parents=[[Sri Baduga Maharaja]] (ayah) [[Nyai Mas Subang Larang]] (ibu)|relatives=|spouse={{plainlist |
{{Infobox royalty
| name = Cakrabuana<br/>{{sund|ᮎᮊᮢᮘᮥᮝᮔ}}
| succession = [[Tumenggung]] [[Kesultanan Cirebon|Cirebon]]{{Efn|Pangeran Cakrabuana memakai gelar [[Tumenggung]] Lihat: buku ''Meninjau Sepintas Panggung Sejarah Pemerintahan Kerajaan Cerbon 1479-1809'' karya Unang Sunardjo.}}
| reign = 1460 – 1479
| coronation = {{Start date and age|1460}}
| cor-type = Mulai berkuasa
| successor = [[Sunan Gunung Jati|Syarif Hidayatullah]]
| birth_date = 1423
| birth_name = Pangeran Walangsungsang
| birth_place = [[Pakuan Pajajaran]], [[Kerajaan Sunda]]
| death_date = 1529<br/>(umur 105–106){{sfn|Kertawibawa|2018|pp=272}}{{sfn|Sunardjo|1983|pp=109}}
| death_place = [[Kesultanan Cirebon|Nagari Cirebon]]
| posthumous name = Mbah Kuwu Sangkan Cirebon Girang
| father = [[Sri Baduga Maharaja|Prabu Siliwangi]]
| mother = [[Nyi Subang Larang]]
| native_lang1 = [[Aksara Sunda Baku]]
| native_lang1_name1 = ᮎᮊᮢᮘᮥᮝᮔ
| native_lang2 = [[Abjad Pegon|Huruf Pegon]]
| native_lang2_name1 = چاكرابووانا
| spouse = {{plainlist |
* Nyi Rasa Jati
* Nyimas Kencana Larang
}}| issue children= Dari Nyi Rasa Jati : <br>
}}
| issue = Dari Nyi Rasa Jati<br>
* Rara Konda
* Rara Jati Merta (Rara Sejati)
Baris 30 ⟶ 10:
* Nyi Jamarta (Nyi Jamaras)
* Nyi Rasamala (Nyi Rasamalasih)
Dari Nyimas Kencana Larang : <br>
* NyiNyai DalemMas Pakungwati <br> (istri [[Sunan Gunung Jati]] )
* Pangeran Kejaksan
* Pangeran Pajarakan<ref>{{Cite web|title=Daftar Keturunan Pangeran Cakrabuana Dari Istri-Istrinya|url=https://www.historyofcirebon.id/2018/03/daftar-keturunan-pangeran-cakrabuana.html|website=Sejarah Cirebon|language=id|access-date=2022-01-31}}</ref>|birth_name=Pangeran Walangsungsang|birth_date=1423|birth_place=[[Pakuan Pajajaran]], [[Kerajaan Sunda]]|death_date=1529<br/>(umur 105–106){{sfn|Kertawibawa|2018|pp=272}}{{sfn|Sunardjo|1983|pp=109}}|death_place=[[Kesultanan Cirebon]]|death_cause=|resting_place=[[Astana Gunung Sembung]]|other_names=*Ki Somadullah <br>
*Embah Kuwu Sangkan|nationality=[[Kerajaan Sunda]] <br> [[Kesultanan Cirebon]]|era=|region=|occupation=Tumenggung Cirebon Pertama|denomination=[[Sunni]]|jurisprudence=|creed=|mo
''anak angkat''
vemet=|main_interests=|notable_ideas=|notable_works=|alma_mater=|disciple_of=[[Datuk Kahfi]], [[Qurotul Ain]],
* Gandasari
[[Pangeran Cakrabuana#Guru-gurunya|Dan Guru-guru lainnya]]|awards=|influences=|influenced=[[Sunan Gunung Jati]], [[Pangeran Carbon]], [[Pangeran Cakrabuana#Murid-muridnya|Dan Murid-murid Lainnya]]|module=|signature=|office1=[[Tumenggung]] [[Kesultanan Cirebon|Cirebon]]|term1=1460 - 1479|predecessor1=Jabatan Baru|successor1=[[Sunan Gunung Jati|Syarif Hidayatullah]]}}
| religion = [[Islam]]
}}
 
'''Pangeran Walangsungsang''' ({{Lang-su|{{ruby|{{sund|ᮌᮥᮞ᮪}}|Gus}}{{ruby|{{sund|ᮒᮤ}}|ti}} {{ruby|{{sund|ᮝ}}|Wa}}{{ruby|{{sund|ᮜᮀ}}|lang}}{{ruby|{{sund|ᮞᮥᮀ}}|sung}}{{ruby|{{sund|ᮞᮀ}}|sang}}, {{ruby|والاڠسوڠساڠ|Walangsungsang}} {{ruby|ڮوستي|Gusti}}|Gusti Walangsungsang}}), (dikenal juga sebagai '''Ki Somadullah''', '''Haji Abdullah Iman''', '''Pangeran Cakrabuana''' dan '''MbahEmbah Kuwu Sangkan''')<ref>{{Cite news|date=2019-12-09|title=Mbah Kuwu Sangkan Ternyata Miliki Lima Nama|url=https://fajarsatu.com/2019/12/mbah-kuwu-sangkan-ternyata-miliki-lima-nama/|access-date=2022-02-05}}</ref> merupakan putra [[Prabu Siliwangi]] dari [[Nyi Subang Larang]].<ref name=":0" /> '''Pangeran Walangsungsang''' mempunyai dua adik yakni Nyai Mas Rara Santang dan Pangeran Raja Sagara. Ketiga [[anak]] ini diyakini yang telah membangun [[pedukuhan]] [[Cirebon]] (Caruban Nagari).<ref>{{Cite news|last=Kompasiana.com|date=2019-09-21|title=Pangeran Walangsungsang dan Sejarah Cirebon|url=https://www.kompasiana.com/masdar_masyo/5d86263c0d823016202c2b13/pangeran-walangsungsang-dan-sejarah-cirebon|website=KOMPASIANA|language=id|access-date=2022-02-01}}</ref>
 
'''Pangeran Walangsungsang''', menurut Naskah Mertasinga, keluar dari Istana karena kecewa atas perlakuan [[Sri Baduga Maharaja|Prabu Siliwangi]] kepada ibunya, Dia bersama Rara Santang, kemudian pergi dan pada akhirnya menjadi cikal bakal berdirinya [[Cirebon]], '''Pangeran Walangsungsang''' beradasarkan sejumlah sumber menikah dengan dua [[wanita]] dan memiliki 10 orang [[anak]], yakni 8 [[wanita]] dan 2 [[pria]]. Istri Walangsungsang diantaranya adalah Nyimas Indang Geulis yang melahirkan putri pakungwati Yang kemudian menikah dengan [[Sunan Gunung Jati]].<ref name=":0">{{Cite news|title=Jejak Keturunan Pangeran Walangsungsang Anak Prabu Siliwangi|url=https://www.radarcirebon.com/2022/01/17/jejak-keturunan-pangeran-walangsungsang-anak-prabu-siliwangi/|access-date=2022-01-30|archive-date=2022-01-30|archive-url=https://web.archive.org/web/20220130224439/https://www.radarcirebon.com/2022/01/17/jejak-keturunan-pangeran-walangsungsang-anak-prabu-siliwangi/|dead-url=yes}}</ref>
 
== Perjalanan ke Mekkah ==
Pada Tahun 1448{{efn|Tahun menurut perkiraan Unang Sunardjo.{{sfn|Sunardjo|1983|pp=54}}}} Atas anjuran [[Syekh Datuk Kahfi]], Walangsungsang dan Lara Santang berlayar ke [[Makkah|Mekkah]] untuk menunaikan [[ibadah haji]]. [[Makkah|Kota Mekkah]] saat itu berada di bawah naungan [[Kesultanan Mamluk (Kairo)|Kesultanan Mamluk]] yang berpusat di [[Mesir]]. Kedua [[bangsawan]] [[Sunda]] ini hidup di [[Makkah|Mekkah]] selama tiga bulan, di bawah bimbingan Syekh Bayanullah (''saudara'' [[Syekh Datuk Kahfi]]). Selama di [[Mekkah]], Walangsungsang dan Lara Santang masing-masing mengambil nama Arab, yakni Haji Abdullah Iman dan [[Syarifah Mudaim]]. Lara Santang kemudian menikah dengan seorang amir atau bangsawan setempat bernama [[Syarif Abdullah Umdatuddin|Syarif Abdullah]]{{sfn|Sunardjo|1983|pp=44}}, dan berputrakan [[Syarif Hidayatullah]] (kelak menjadi [[tokoh]] berpengaruh di [[Jawa]]) yang dipekirakan lahir pada tahun itu juga. Ia tampaknya menetap di sana bersama suami dan putranya, sementara Walangsungsang pulang ke Cirebon.
== Masa pemerintahan ==
Walangsungsang berkuasa sebagai [[Kuwu|Kuwu Cirebon]] menggantikan Ki Gede Alang-Alang. Ia kemudian memproklamirkan [[Cirebon]] sebagai sebuah Nagari{{efn|Nagari disinidi sini mengacu sebagai mungkin setara dengan provinsi sekarang yang sebelum eksistensi [[Kesultanan Cirebon]] telah ada. Istilah ini dipakai bukan hanya di Sumatra. Lihat: buku ''Meninjau Sepintas Panggung Sejarah Pemerintahan Kerajaan Cerbon 1479-1809'' karya Unang Sunardjo.}}, di mana ia meleburkan seluruh Nagari Singapura{{Efn|Singapura di sini bukan negara Singapura saat ini, tapi merujuk ke nama sebuah Nagari yang berkembang di Cirebon sebelum eksistensi [[Kesultanan Cirebon]].}} ke dalam kekuasaannya. Ia juga menyatukan Nagari di sekelilingnya, yakni Surantaka, Wanagiri, dan Japura ke dalam [[Kesultanan Cirebon]]. Sejak saat itu, Walangsungsang lebih dikenal dengan nama barunya, Pangeran Cakrabuana. Pada masa pemerintahannya, wilayah kekuasaan Cirebon berbatasan dengan Cimanuk ([[Indramayu]]) di barat, Rajagaluh ([[Majalengka]]), Saunggalah ([[Kabupaten Kuningan|Kuningan]]), Dayeuhluhur, dan Pasirluhur (Cilacap-Banyumas) di selatan, Paguhan (Tegal-Pemalang) di timur, dan Laut Jawa di utara. [[Pelabuhan]] utamanya adalah Muara Jati. Cakrabuana tetap berkuasa di bawah [[Kerajaan Galuh]]. Ia mengirimkan [[upeti]] (bulubekti) tahunan kepada ''Tohaan'' ("Yang Dipertuan") atau [[Kerajaan Galuh|Raja Galuh]] yang juga merupakan kakeknya, [[Dewa Niskala]]. Sang kakek mengirim misi perutusan ke [[Cirebon]] untuk melantik Cakrabuana secara resmi sebagai raja daerah dengan gelar Tumenggung Sri Mangana. Misi ini dipimpin oleh Tumenggung Jagabaya dan Raden Kian Santang (adik kandung Cakrabuana). Kian Santang kemudian menetap di [[Cirebon]] mendampingi kakaknya.{{sfn|Sunardjo|1983|pp=45-47}}
=== Kedatangan Syarif Hidayutullah ===
Pada tahun 1474, [[Syarif Hidayatullah]] berangkat ke [[Jawa]] untuk mendakwahkan [[agama Islam]]. Sebelumnya, ia telah banyak berguru kepada sejumlah ulama Arab di [[Kesultanan Mamluk (Kairo)|Kesultanan Mamluk]], khususnya di [[Mekkah]] dan [[Bagdad|Baghdad]]. Dalam perjalanan ke [[Jawa]], ia singgah di [[Gujarat]] dan [[Pasai]]. Di Pasai, ia bertemu dengan [[Maulana Ishaq]], ayah [[Sunan Giri]].
 
Setahun kemudian, pada tahun 1475,{{Efn|Tahun menurut perkiraan Unang Sunardjo.{{sfn|Sunardjo|1983|pp=53-54}}}} [[Syarif Hidayatullah]] tiba di [[Jawa]]. Ia mendarat di [[Banten]], dan tampaknya bertemu dengan [[Sunan Ampel]], seorang ulama anggota [[Wali Sanga|Dewan Walisanga]]. Ia mengajaknya ke pesantren yang dipimpinnya di Ampeldenta ([[Surabaya]]) dan menggemblengnya sebagai seorang [[pendakwah]]. Ia akhirnya diangkat sebagai anggota [[Wali Sanga|Walisanga]], dengan tugas menyebarkan Islam di [[Tatar Sunda]] ([[Jawa Barat]]). Setelah itu, [[Syarif Hidayatullah]] akhirnya berlayar ke [[Kesultanan Cirebon|Cirebon]], didampingi sekelompok [[pelaut]] [[India]] pimpinan Dipati Keling, yang telah memeluk [[Islam]] dan mengabdi kepadanya.{{Sfn|Sunardjo|1983|p=52-53}} Sesampainya di [[Kesultanan Cirebon|Cirebon]], ia disambut oleh pamannya, Cakrabuana. Oleh sang paman (''uwakuwa''), [[Syarif Hidayatullah]] dianugerahi gelar Syekh Maulana Jati. Ia bermukim di [[Gunungjati, Cirebon|daerah Gunungjati]], dan menjadi [[pendakwah]] [[Islam]] utama di sana menggantikan [[Syekh Datuk Kahfi]] (yang telah lama wafat). Ia juga sempat tinggal di [[Banten]], di mana ia berhasil mengislamkan Bupati Kawunganten dan menikahi putrinya, Nyai Ratu Kawunganten.{{Sfn|Kertawibawa|2018|p=274}} Pada tahun yang sama, [[Maharaja]] [[Kerajaan Sunda|Sunda]], [[Niskala Wastu Kancana|Niskala Wastukancana]] wafat setelah memerintah selama 104 tahun. Pasca kematiannya, [[Kerajaan Sunda]] kembali dibagi dua, dengan [[Kerajaan Sunda|Sunda]] (beribukota di [[Pakwan Pajajaran|Pakwan]]) di bawah [[Susuk Tunggal|Susuktunggal]] atau Sang Haliwungan dan [[Kerajaan Galuh|Galuh]] (beribukota di [[Kawali]]) di bawah [[Dewa Niskala]] atau Prabu Anggalarang.
 
=== Pernikahan Syarif Hidayatullah dengan Dewi Pakungwati ===
Baris 59 ⟶ 38:
 
== Cirebon pasca-pemerintahan Pangeran Cakrabuana ==
Setelah pengunduran diri Pangeran Cakrabuana. Pada tahun 1480, [[Syarif Hidayatullah]] mendirikan [[Masjid Agung Sang Cipta Rasa]]. Dalam pembangunannya, ia dibantu oleh beberapa [[Wali Sanga|Walisanga]] lainnya ([[Sunan Kalijaga]], [[Sunan Bonang]], [[Sunan Drajat]], dan [[Sunan Kudus]]) serta Raden Sepat, seorang [[arsitek]] [[Suku Jawa|Jawa]] dan bekas petinggi [[Majapahit]] dari [[Demak]]. Raden Sepat kemudian mengabdi kepada [[Syarif Hidayatullah]] dan membantu memajukan pembangunan di [[Kesultanan Cirebon|Cirebon]].
 
Setahun kemudian pada 1481, [[Syarif Hidayatullah]] berkunjung ke [[Dinasti Ming|Kekaisaran Cina (Dinasti Ming)]]. Di sini, [[Syarif Hidayatullah]] menikah dengan Ong Tien Nio, seorang putri setempat.{{Efn|Dalam naskah-naskah tradisional Cirebon, ia disebut sebagai putri dari Kaisar Cina. Namun, kemungkinan yang lebih mendekati adalah bahwa ia adalah putri dari seorang [[bangsawan]] atau petinggi setempat (entah [[gubernur]], [[syahbandar]], [[panglima]], atau [[saudagar]]). Penguasa [[Dinasti Ming]] sendiri saat itu adalah [[Kaisar Chenghua]] atau Zhu Jianshen (1464-1487).}} Ia membawa istri barunya itu kembali ke [[Kesultanan Cirebon|Cirebon]]. Keduanya tampaknya memiliki seorang putra, yakni Suranggajaya atau Arya Kamuning.{{Efn|Namun, versi yang lebih umum menyebutkan bahwa Arya Kamuning hanyalah anak angkat dari [[Sunan Gunung Jati]] dan Ong Tien Nio. Ia adalah putra dari Ki Gede Luragung yang kemudian diasuh dan diadopsi oleh Ong Tien. Pendapat tentang Arya Kamuning sebagai putra kandung mereka muncul dari interpretasi terhadap kisah “bokor/wadah kuningan” yang lahir dari perut Ong Tien, yang dianggap sebagai simbolisasi dari seorang [[bayi]] yang lahir dengan [[kulit]] [[kuning]] seperti [[kuningan]].}} Kedatangan Ong Tien Nio ke [[Kesultanan Cirebon|Cirebon]] memberikan pengaruh bagi [[Keraton Kasepuhan|Keraton Pakungwati]], di mana unsur-unsur [[Budaya cina|kebudayaan Cina]] seperti [[Porselen|porselin]], [[guci]], dan hiasan dinding ditempatkan di banyak sudut [[istana]], serta sejumlah bangunan penting lain seperti [[masjid]].
Baris 66 ⟶ 45:
pada tahun 1482, [[Syarif Hidayatullah]] [[Proklamasi|memproklamasikan]] [[Kesultanan Cirebon|Cirebon]] sebagai kerajaan yang merdeka dari [[Kerajaan Galuh|Galuh]] maupun [[Kerajaan Sunda|Sunda]]. Beban upeti ditambah usaha untuk memperluas pengaruh [[Islam]] tampaknya menjadi penyebabnya. Sebagai raja merdeka, [[Syarif Hidayatullah]] mengangkat dirinya dengan gelar baru, Susuhunan Jati Purbawisesa alias [[Sunan Gunung Jati]]. Ia juga mengganti nama istana kediamannya, Jalagrahan, menjadi Keraton Pakungwati, yang tetap berlokasi di daerah Kebon Pesisir atau [[Kota Cirebon]]. Ia tampaknya juga merombak pembagian wilayah kekuasaannya, dengan meleburkan nagari-nagari Surantaka, Singapura, dan Wanagiri menjadi dua [[kadipaten]] baru, [[Cirebon Girang, Talun, Cirebon|Cirebon Girang]] dan Cirebon Larang, serta membentuk nagari baru, Losari yang dipecah dari Japura. Deklarasi kemerdekaan Cirebon disambut dengan keras oleh [[Sri Baduga Maharaja]], yang segera mengirim pasukan pimpinan Tumenggung Jagabaya untuk “menertibkannya kembali”. Namun, [[pasukan]] [[Kerajaan Sunda|Sunda]] dihadang oleh seluruh [[penduduk]] [[Kesultanan Cirebon|Cirebon]] yang jumlahnya melebihi mereka. Jagabaya pun menyerah kalah, dan bersama seluruh prajuritnya akhirnya memutuskan untuk mengabdi kepada [[Sunan Gunung Jati]] dan masuk [[Islam]].
 
=== Renovasi Keraton PangkuwatiPakungwati ===
Tahun 1483, [[Sunan Gunung Jati]] melakukan renovasi [[Keraton Kasepuhan|Keraton Pakungwati]]. Ia memperluas [[kompleks]] [[istana]] itu dan menambahkan [[bangunan]]-[[bangunan]] [[pelengkap]]. Ia juga membangun [[tembok pertahanan]] setinggi 2 [[meter]] yang mengelilingi [[Ibu kota|ibukota]] [[Kesultanan Cirebon|Cirebon]], yang dilengkapi dengan pintu [[gerbang]] bernama Lawang Gada. Pembangunan [[infrastruktur]] lain juga dilakukan, seperti pembangunan pangkalan [[perahu]] di tepi Sungai Kriyan, istal (''stable'') [[kuda]] kerajaan, dan pos-pos penjagaan. [[Pelabuhan]] Muara Jati juga diperbaiki dan disempurnakan, dengan bantuan [[Tionghoa|masyarakat Cina]] yang tinggal di daerah itu.{{Sfn|Erwantoro|2012|p=174}} Di bidang [[keamanan]], [[Sunan Gunung Jati]] juga membentuk Pasukan Jagabaya, yang difungsikan sebagai penjaga dan pemelihara [[keamanan]] di [[masyarakat]], selayaknya [[polisi]] saat ini.{{Sfn|Erwantoro|2012|p=175}}
 
Baris 82 ⟶ 61:
 
== Wafat ==
'''Pangeran Cakrabuana''' Wafat pada tahun 1529 Saat [[Pertempuran]] pecah di Pegunungan Kromong dan Gempol, yang berakhir dengan [[kemenangan]] [[pasukan]] [[Cirebon]]. Panglima perang [[Galuh]], Arya Kiban gugur menyebabkan moral pasukan [[Galuh]] turun dan dapat dikalahkan dengan mudah. Pasukan Cirebon lalu bergerak ke [[Kerajaan Talaga Manggung|Nagari Talaga]] di [[selatan]]. Mereka berhasil menundukkannya dan mengislamkan penduduknya.{{sfn|Sunardjo|1983|pp=109}}{{Sfn|Abdullah|2015|p=109}}
== Catatan ==
{{notelist}}
Baris 98 ⟶ 77:
* {{Cite journal|last=Thresnawaty|first=Euis|date=2016|title=Sejarah Sosial-Budaya Kabupaten Kuningan|url=https://media.neliti.com/media/publications/291824-sejarah-sosial-budaya-kabupaten-kuningan-f211f0bc.pdf|journal=Patanjala|volume=8|issue=1|pages=85-100.|doi=10.30959/patanjala.v8i1.62|issn=2598-1242|oclc=1042240937|ref={{sfnref|Thresnawaty|2016}}}}
* {{Cite journal|last=Yani|first=Ahmad|date=2011|title=Pengaruh Islam terhadap Makna Simbolik Budaya Keraton-keraton Cirebon|url=https://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/holistik/article/download/82/85.pdf|journal=Holistik|volume=12|issue=1|pages=181-196|doi=10.24235/holistik.v12i1.82|ref={{sfnref|Yani|2011}}}}
 
{{Bio-stub}}
 
{{DEFAULTSORT:Pangeran Walangsungsang}}
Baris 108 ⟶ 85:
[[Kategori:Bangsawan Sunda]]
[[Kategori:Tokoh dari Cirebon]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Barat]]
[[Kategori:Sejarah Sunda]]
[[Kategori:Sejarah Cirebon]]