Keroncong: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: penggantian teks otomatis (-asal-usul, +asal usul |
k Membatalkan 1 suntingan by 180.253.187.232 (bicara) (TW) Tag: Pembatalan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
(33 revisi perantara oleh 21 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{refimprove}}
{{Infobox music genre
| name = Keroncong
| native_name =
| etymology =
| other_names =
| color = #ffffffyyyyyyyyyyyyy
| bgcolor = #000000
| image =
| caption =
| stylistic_origins = [[Fado]] (musik daerah Portugis)
| cultural_origins = Abad ke-16 ([[Sunda Kelapa]] dan [[Maluku]])
| instruments = {{hlist|[[Suling]]|[[gitar akustik]]|[[gitar bass]]|[[ukulele]]|[[biola]]|[[cello]]|[[kontrabas]]}}
| derivatives =
| subgenres =
| subgenrelist =
| fusiongenres =
{{hlist|[[Congdut]]|[[Langgam Jawa]]|[[campursari]]}}
| regional_scenes =
}}
{{Musik Indonesia}}
[[Berkas:Waldjinah met Orkes Keroncong Bintang Surakarta Tong Tong Fair.jpg|
[[Berkas:Keroncong Merah Putih.jpg|
'''Keroncong''' adalah jenis musik khas [[Indonesia]] yang menggunakan instrumen musik dawai, [[
== Asal usul ==
Akar keroncong berasal dari sejenis musik [[Portugal|Portugis]] yang dikenal sebagai [[fado]] yang diperkenalkan oleh para pelaut dan [[budak]] kapal niaga bangsa itu sejak abad ke-16 ke [[Nusantara]]. Dari daratan [[India]] ([[Goa]]) masuklah musik ini pertama kali di [[Melaka|Malaka]] dan kemudian dimainkan oleh para budak dari [[Maluku]]. Melemahnya pengaruh Portugis pada abad ke-17 di Nusantara tidak dengan serta-merta berarti hilang pula musik ini. Bentuk awal musik ini disebut ''moresco'' (sebuah tarian asal [[Spanyol]], seperti polka agak lamban ritmenya), di mana salah satu lagu oleh [[Kusbini]] disusun kembali kini dikenal dengan nama Kr. Muritsku, yang diiringi oleh alat musik dawai. Musik keroncong yang berasal dari [[Tugu]] disebut keroncong Tugu. Dalam perkembangannya, masuk sejumlah unsur tradisional Nusantara, seperti penggunaan [[seruling]] serta beberapa komponen [[gamelan]]. Pada sekitar abad ke-19 bentuk musik campuran ini sudah populer di banyak tempat di Nusantara, bahkan hingga ke [[Semenanjung Malaka|Semenanjung Malaya]]. Masa keemasan ini berlanjut hingga sekitar tahun 1960-an, dan kemudian meredup akibat masuknya gelombang musik populer (musik [[rock]] yang berkembang sejak 1950, dan berjayanya grup musik [[Beatles]] dan sejenisnya sejak tahun 1961 hingga sekarang). Meskipun demikian, musik keroncong masih tetap dimainkan dan dinikmati oleh berbagai lapisan masyarakat di Indonesia dan [[Malaysia]] hingga sekarang.
== Fado, Gereja Protestan dan Musik Keroncong ==
Pada
Selanjutnya pada tahun 1880 Musik Keroncong lahir, dan awal ini Musik Keroncong juga dipengaruhi lagu [[Hawai]] yang dalam tangga nada mayor, yang juga berkembang pesat di Indonesia bersamaan dengan Musik Keroncong (lihat Musik ''Suku Ambon'' atau ''The Hawaian Seniors'' pimpinan ''[[Hoegeng Imam Santoso|Jenderal Polisi
== Alat-alat musik ==
Dalam bentuknya yang paling awal, moresco diiringi oleh musik dawai, seperti [[biola]], [[ukulele]], serta [[selo]]. Perkusi juga kadang-kadang dipakai. Set orkes semacam ini masih dipakai oleh keroncong Tugu, bentuk keroncong yang masih dimainkan oleh komunitas keturunan budak Portugis dari [[Ambon]] yang tinggal di Kampung Tugu, [[Jakarta Utara]], yang kemudian berkembang ke arah selatan di [[Kemayoran, Jakarta Pusat|Kemayoran]] dan [[Gambir, Jakarta Pusat|Gambir]] oleh orang Betawi berbaur dengan musik [[Tanjidor]] (tahun 1880-1920). Tahun 1920-1960 pusat perkembangan pindah ke [[Solo]], dan beradaptasi dengan irama yang lebih lambat sesuai sifat [[Suku Jawa|orang Jawa]].
Pem-"pribumi"-an keroncong menjadikannya seni campuran, dengan alat-alat musik seperti
Baris 27 ⟶ 47:
* [[gong]].
Saat ini, alat musik yang dipakai dalam orkes keroncong mencakup:
* [[ukulele]] ''cuk'', berdawai 3 ([[nilon]]), urutan nadanya adalah G, B, dan E; sebagai alat musik utama yang menyuarakan ''crong'' - ''crong'' sehingga disebut keroncong (ditemukan tahun 1879 di [[Hawai]], dan merupakan awal tonggak mulainya musik keroncong)
* ukulele ''cak'', berdawai 4 ([[baja]]), urutan nadanya A, D, Fis, dan B. Jadi ketika alat musik lainnya memainkan [[tangga nada]] C, cak bermain pada tangga nada F (dikenal dengan sebutan ''in F'');
* [[gitar]] akustik sebagai gitar melodi, dimainkan dengan gaya kontrapuntis (anti melodi);
* [[biola]] (menggantikan Rebab); sejak dibuat oleh ''Amati'' atau ''Stradivarius'' dari ''Cremona Itali'' sekitar tahun ''1600'' tidak pernah berubah modelnya hingga sekarang;
* [[flute]] (mengantikan Suling Bambu), pada ''Era Tempo Doeloe'' memakai ''Suling Albert'' (suling kayu hitam dengan lubang dan klep, suara agak patah-patah, contoh orkes Lief Java), sedangkan pada ''Era Keroncong Abadi'' telah memakai ''Suling Bohm'' (suling metal semua dengan klep, suara lebih halus dengan ornamen nada yang indah, contoh flutis ''Sunarno dari Solo'' atau ''Beny Waluyo dari Jakarta'');
* [[selo]]; betot menggantikan kendang, juga tidak pernah berubah sejak dibuat oleh ''Amati'' dan ''Stradivarius'' dari ''Cremona
* [[kontrabas]] (menggantikan Gong), juga bas yang dipetik, tidak pernah berubah sejak ''Amati'' dan ''Stradivarius'' dari ''Cremona
Penjaga irama dipegang oleh ukulele dan bas. Gitar yang kontrapuntis dan selo yang ritmis mengatur peralihan [[akord]]. Biola berfungsi sebagai penuntun melodi, sekaligus hiasan/ornamen bawah. Flut mengisi hiasan atas, yang melayang-layang mengisi ruang melodi yang kosong.
Baris 44 ⟶ 64:
== Perkembangan musik keroncong masa kini ==
Setelah mengalami evolusi yang panjang sejak kedatangan orang Portugis di Indonesia (1522) dan permukiman para budak di daerah Kampung Tugu tahun 1661
dan ini merupakan '''masa evolusi awal musik keroncong yang panjang (1661-1880)''', hampir dua abad lamanya, namun belum memperlihatkan identitas keroncong yang sebenarnya dengan suara ''crong-crong-crong'', sehingga boleh dikatakan '''musik keroncong belum lahir tahun 1661-1880'''.
Dan akhirnya '''musik keroncong mengalami masa evolusi pendek terakhir sejak tahun 1880 hingga kini''', dengan tiga tahap perkembangan terakhir yang sudah berlangsung dan satu perkiraan perkembangan baru (keroncong millenium). Tonggak awal adalah pada tahun 1879
Empat tahap masa perkembangan tersebut adalah<ref>Sunaryo Joyopuspito, ''Ibid''</ref>
Baris 60 ⟶ 80:
Pada waktu itu lagu Stambul berirama cepat (sekitar meter 120 untuk satu ketuk seperempat nada), di mana Warga [[Kampung Tugu]] maupun [[Kusbini]] menyebut sebagai ''Keroncong Portugis'', sedangkan [[Gesang]] menyebut sebagai ''Keroncong Cepat'', dan berbaur dengan Tanjidor yang asli Betawi. Pada masa ini dikenal para musisi Indo, dan pemain biola legendaris adalah M. Sagi (perhatikan rekaman [[Idris Sardi]] main biola lagu Stambul II Jali-jali berdasarkan aransemen dari M. Sagi). Seperti diketahui bahwa panjang lagu stambul adalah 16 birama, yang terdiri atas:
==== Stambul I
Lagu ini misalnya Terang Bulan, Potong Padi, Nina Bobo, Sarinande, O Ina Ni Keke, Bolelebo, dll. dengan struktur bentuk A - B - A - B atau A - B - C - D (16 birama):
▲* |, , , , |, , , , |, , , , |I , , , |
==== Stambul II
Lagu ini misalnya Si Jampang, Jali-Jali, di mana masuk pada Akord IV sebagai ciri Stambul II dengan struktur A - B - A - C (16 birama):
* |I . . . |. . . . |. . . . |IV,
* |,
* |,
* |,
==== Stambul III
Lagu ini misalnya Kemayoran, di mana mirip dengan Keroncong A sli sehingga sering salah diucapkan dengan Kr. Kemayoran, yang seharusnya Stambul III Kemayoran, dengan struktur Prelude - A - Interlude - B - C (16 birama):
* Pr|I
* A1|,
* A2|II#,
* In|,
* B1|,
* B2|V7,
* C1|,
* C2|V7,
'''Musiq Losquin Makassar''': Dari periode tempo doeloe ini lahir pula di Makassar bentuk keroncong khas yang dikenal sebagai ''musiq losquin'. Irama keroncong ini, tanpa seruling-biola-cello, tetapi dengan melodi guitar yang kental, mirip seperti gaya ''Tjoh de Fretes'' dari ''Ambon.'' Kalau kita hubungkan kesemua ini, maka ada garis kesamaan dengan Orkes Keroncong Cafrino Tugu (Kr. Pasar Gambir) – Orkes Keroncong Lief Java (Kr. Kali Brantas) – Losquin - Orkes Hawaian Tjoh de Fretes (Pulau Ambon), yaitu gaya ''era tempo doeloe'' dengan irama yang cepat sudah dengan kendangan cello dan dengan guitar melodi yang kental.
=== Masa keroncong abadi (1920-1960) ===
Pada masa ini panjang lagu telah berubah menjadi 32 birama, akibat pengaruh musik pop Amerika yang melanda lantai dansa
==== Langgam Keroncong ====
Bentuk lagu langgam ada dua versi. Yang pertama A - A - B - A dengan pengulangan dari bagian A kedua seperti lagu standar pop: Verse A - Verse A - Bridge B - Verse A, panjang 32 birama. Beda sedikit pada versi kedua, yakni pengulangannya langsung pada bagian B. Meski sudah memiliki bentuk baku, namun pada perkembangannya irama ini lebih bebas diekspresikan. Penyanyi serba bisa [[Hetty Koes Endang]] misalnya, dia sering merekam lagu-lagu non keroncong dan langgam menggunakan irama yang sama, dan kebanyakan tetap dinamakan langgam. Alur akord-nya sebagai berikut:
* Verse A | V7
* Verse A |V7
* Bridge B |I7
* Verse A |V7
==== Stambul Keroncong
Stambul Keroncong berbentuk (A-B-A-B') x 2 = 16 birama x 2 = 32 birama, merupakan modifikasi Stambul II yang 16 birama menjadi 32 birama (menyesuaikan standar Keroncong Abadi yang 32 birama). Stambul merupakan jenis keroncong yang namanya diambil dari bentuk sandiwara yang dikenal pada akhir abad ke-19 hingga paruh awal abad ke-20 di Indonesia dengan nama ''Komedi stambul''. Nama "stambul" diambil dari [[Istambul]] di [[Turki]].
Alur akord Stambul Keroncong adalah sbb. (tanda - adalah tacet atau iringan tidak dibunyikan):
* |I - - - | - - - - | - - - - |IV
* |IV
* |I
* |V
* |I
* |IV
* |I
* |V
==== Keroncong Asli ====
Keroncong asli memiliki bentuk lagu A - B - B'. Lagu terdiri atas 8 baris, 8 baris x 4 birama = 32 birama, di mana dibuka dengan PRELUDE 4 birama yang dimainkan secara instrumental, kemudian disisipi INTERLUDE standar sebanyak 4 birama yang dimainkan secara instrumental juga. Keroncong asli diawali oleh ''voorspel'' atau ''prelude'', atau ''intro'' yang diambil dari baris 7 (B3) mengarah ke nada/akord awal lagu, yang dilakukan oleh alat musik melodi seperti seruling/flut, biola, atau gitar; dan ''tussenspel'' atau ''interlude'' atau ''intermezzo'' di tengah-tengah setelah ''modulasi/modulatie/modulation'' yang standar untuk semua keroncong asli:
Alur akordnya seperti tersusun di bawah ini:
* Pr |V
* (A1) | I
* (A2) |II#
* In |V
* (B1) | IV
* (B2) |I
* (B3) |IV
* (B2) | I
''' Kadensa Keroncong'''
Baris 138 ⟶ 154:
'''Masa Keemasan''' (The Golden Age).
Pada tahun 1952, [[Radio Republik Indonesia]] (RRI) menyelenggarakan perlombaan ''[[Bintang Radio]]'' dengan 3 jenis, Keroncong, Hiburan dan Seriosa. Di sanmping itu juga dilombakan mencipta lagu keroncong, salah satu pememnag adalah Musisi Kusbini dengan lagu Keroncong Pastoral. Pada masa akhir dari Keroncong Abadi (1920-1960) ini merupakan Masa Keemasan (Golden Age) bagi musik keroncong.
=== Masa keroncong modern (1960-2000) ===
Baris 157 ⟶ 173:
==== Campur Sari ====
Di Gunung Kidul (DI Yogyakarta) pada tahun 1968 [[Manthous]] memperkenalkan gabungan alat gamelan dan musik keroncong, yang kemudian dikenal sebagai Campursari. Kini daerah [[Yogya]], [[Solo]], [[Sragen]], [[Ngawi]], dan sekitarnya, terkenal sebagai pusat para artis musik [[campursari]].
==== Keroncong Koes-Plus ====
Baris 167 ⟶ 183:
'''Masa Kejayaan''' Musik Keroncong.
Pada Masa Keroncong Modern adalah Masa Kejayaan Musik Keroncong, di mana terdengar di mana-mana musik Langgam Jawa, Keroncong Beat, Campursari, koes Plus dan terakhir dengan Congdut dari Didi Kempot, hingga ke Suriname dan Belanda (
=== Masa keroncong millenium (2000-kini) ===
Walaupun musik keroncong
Pada tahun 2008 @ Solo International Keroncong Festival, [[Harmony Chinese Music Group]] membuat suasana lain dengan memasukan unsur alat musik tradisional Tionghoa dan menamainya sebagai Keroncong Mandarin
== Tokoh keroncong ==
Salah satu tokoh Indonesia yang memiliki kontribusi cukup besar dalam membesarkan musik keroncong adalah bapak [[Gesang]]. Lelaki asal kota Surakarta (Solo) ini bahkan mendapatkan santunan setiap tahun dari pemerintah [[Jepang]] karena berhasil memperkenalkan musik keroncong di sana. Salah satu lagunya yang paling terkenal adalah
Asal muasal sebutan "Buaya Keroncong" untuk Gesang berkisar pada lagu ciptaannya, "Bengawan Solo". [[Bengawan Solo]] adalah nama sungai yang berada di wilayah Surakarta. Seperti diketahui, [[buaya]] memiliki habitat di rawa dan sungai. [[Reptil]] terbesar itu di habitanya nyaris tak terkalahkan, karena menjadi pemangsa yang ganas. Pengandaian semacam itulah yang mendasari mengapa Gesang disebut sebagai "Buaya Keroncong".
Di sisi lain nama [[Andjar Any]] (Solo, pencipta Langgam Jawa lebih dari 2000 lagu yang meninggal tahun 2008) juga mempunyai andil dalam keroncong untuk Langgam Jawa beserta [[Waldjinah99 (Solo), sedangkan ''R. Pirngadie'' (Jakarta) untuk Keroncong Beat, ''Manthous'' (Gunung Kidul, Yogyakarta) untuk Campursari dan ''Koes Plus'' (Solo/Jakarta) untuk Keroncong Rock, serta ''Didi Kempot'' (Solo) untuk Congdut.
== Publikasi Tentang Musik Keroncong ==
=== Masa Penolakan ===
Publikasi tentang musik Indonesia banyak dipublikasikan sejak awal abad ke-20.<ref name="DMIDKR1">{{Cite book|last=Suadi|first=Haryadi|date=November 2017|title=Djiwa Manis Indoeng Disajang|location=Bandung|publisher=Kiblat Buku Utama|isbn=978-979-8004-06-3|pages=13|url-status=live}}</ref> Diantaranya ada yang berbentuk tesis, disertasi, artikel, atau buku.<ref name="DMIDKR1"/> Terbitan-terbitan ini biasanya dibuat oleh para musikolog asal Belanda.<ref name="DMIDKR1"/> Antara tahun 1900-1930 tercatat ada beberapa artikel di majalah ilmu pengetahuan atau majalah umum yang memuat pembahasan tentang musik tradisional Indonesia.<ref name="DMIDKR1"/> Misalnya "''Muziekale bechouwingen over's Poetra's Javaansch muziekskschrift''" (1917), "''De Soendanesche Angkloeng''" (Biangca, 1938), "''Javaansche gending 's bij land en bij seeling''" (J.S. Brandt Buys, 1936), "''Omtrent de Rebab''" (1939), "De Toonkunst bij de Madoera''" (1928), "''Over Balische houten tromen, op wielen (koel-koel)''" (L.C. Heyting, 1926), "''Si Datas, de Bataksche Beethoven''" (J. Koning, 1920), dan "''Het Eiland Nias en zijne Bewoners: muziek instrumenttendans''" (1909).<ref name="DMIDKR1"/> Majalah-majalah yang memuat artikel-artikel tersebut antara lain seperti ''Bijdragen tot de Taal Land en Volkekunde'', ''Cultureel Nieuws'', ''Indie'', ''Indische Gids'', ''De Taak Nederlandsch Indie Oud en Niew'', ''d'Orient'', ''Djawa'', ''Tijdschrift van Bataviaasch Genootschappe'', dan ''Indisch Comite voor Wetenschappelijk onder zoekingen Batavia: publicatie''.<ref name="DMIDKR1"/>
Namun, paling tidak sampai pecahnya Perang Dunia II, baru ada musikolog-musikolog yang membahas musik Keroncong.<ref name="DMIDKR2">{{Cite book|last=Suadi|first=Haryadi|date=November 2017|title=Djiwa Manis Indoeng Disajang|location=Bandung|publisher=Kiblat Buku Utama|isbn=978-979-8004-06-3|pages=14|url-status=live}}</ref> Alasannya antara lain adalah karena musik keroncong, sebelumnya, tidak dianggap sebagai musik asli Indonesia, tidak seperti musik-musik tradisional asli daerah Sunda, Jawa, Bali, Sumatera, dan Kepulauan Maluku.<ref name="DMIDKR1"/><ref name="DMIDKR2"/> Jenis musik ini dianggap sebagai musik bangsa peranakan Indo-Eropa yang tinggal di Indonesia.<ref name="DMIDKR2"/> Dalam kata lain musik ini disebut sebagai musik bastaard.<ref name="DMIDKR2"/> Musik yang diciptakan dengan perpaduan corak musik Eropa, Melayu, dan Polinesia.<ref name="DMIDKR2"/> Selain itu juga terdapat sentimen tersendiri terhadap masyarakat peranakan Indo-Eropa yang dianggap rendah derajatnya karena mewarisi perilaku buruk dari para pendahulunya.<ref name="DMIDKR2"/> Alasan kedua ialah karena keroncong dinilai sebagai musik hiburan yang memiliki citra tidak terhormat.<ref name="DMIDKR2"/> Bersama dengan musik stambul, musik ini pernah dianggap sebagai seni murahan, vulgar, dan erat hubungannya dengan kemaksiaatan.<ref name="DMIDKR2"/> Seorang penulis dan sejarawan, Lumbang Tobing, mengutip salah satu pendapat musikolog Belanda yang menyatakan bahwa musik keroncong penuh dengan sentimen tidak sehat dan melankolis yang bisa mengakibatkan kemalasan.<ref name="DMIDKR2"/>
=== Riwayat Publikasi ===
Diantara para penulis asing, nama-nama seperti De Haan, Manusama, dan Piegaud dikenal sebagai penulis asing yang pernah membahas musik Keroncong.<ref name="DMIDKR3">{{Cite book|last=Suadi|first=Haryadi|date=November 2017|title=Djiwa Manis Indoeng Disajang|location=Bandung|publisher=Kiblat Buku Utama|isbn=978-979-8004-06-3|pages=15|url-status=live}}</ref> Sebagai pelopor, Manusama menuangkan pandangannya terkait musik ini melalui terbitan buku berjudul "''Kerontjong als muziek instrument als melodie en als gezang'' (Keroncong: sebagai waditra musik, sebagai melodi, dan sebagai nyanyian)" pada tahun 1919.<ref name="DMIDKR3"/> Di buku ini ia membahas tentang asal-usul musik Keroncong dan juga Stambul.<ref name="DMIDKR3"/> Manusama memandang bahhwa musik ini merupakan jenis musik yang populer dan hidup subur di Pulau Jawa.<ref name="DMIDKR3"/> Ia juga menuangkan pandangannya bahwa musik ini memiliki mutu yang tinggi, keindahan, dan serasi dengan suasana belahan dunia Timur.<ref name="DMIDKR3"/> Pigeaud melalui artikelnya, "''Over Den Huidigen Stand van De Toonel en Danskunts an de Muziek Beoveningen op Java''" (Djawa, 1932) pernah secara singkat membahas jeni musik ini.<ref name="DMIDKR3"/> Melalui buku "''Oud Batavia''" (1923), De Haan membahas musik Keroncong dengan lebih luas, misalnya bagaimana perubahannya dari jenis aslinya yang dibawa dari Portugis hingga menjelma sebagai Keroncong, Stambul, dan Irama Melayu.<ref name="DMIDKR3"/> Hal-hal yang kurang dibahas oleh terbitan-terbitan ini ialah para pelaku musik Keroncong pada masa itu, seperti penyanyi, pencipta lagu, dan perkumpulan-perkumpulan orkesnya.<ref name="DMIDKR3"/>
Pada tahun 1940 buku berjudul "Djempolan Radio" terbit.<ref name="DMIDKR4">{{Cite book|last=Suadi|first=Haryadi|date=November 2017|title=Djiwa Manis Indoeng Disajang|location=Bandung|publisher=Kiblat Buku Utama|isbn=978-979-8004-06-3|pages=16|url-status=live}}</ref> Buku yang diterbitkan oleh Penerbit Kabe Yogyakarta ini menuliskan juga riwayat para seniman yang namanya lekat dengan musik Keroncong, misalnya Miss Netty, Miss Sulami, Miss Rukiah, Kartolo, Miss Titing, Miss Annie Landouw, juga grup orkes Keroncong bernama Lief Java.<ref name="DMIDKR4"/> Selain itu, ada pula jenis terbitan yang memuat lirik dan partitur nyanyian lagu-lagu Keroncong dan Stambul.<ref name="DMIDKR5">{{Cite book|last=Suadi|first=Haryadi|date=November 2017|title=Djiwa Manis Indoeng Disajang|location=Bandung|publisher=Kiblat Buku Utama|isbn=978-979-8004-06-3|pages=17|url-status=live}}</ref> Buku berjudul "Buku penoentoen ja'itoe jang terpakai akan njanjian peroenga dan moeriskoe dari anak bestari" karangan H. Krafft yang terbit pada tahun 1893 diperkirakan sebagai terbitan bermuatan lagu paling tua.<ref name="DMIDKR5"/> Kemudian ada pula buku "TTH's Kerontjong dan Stamboel Album" (1927) terbitan Toko "Tio Tek Hong". Buku yang teridri dari 8 jilid ini memuat 35 lagu keroncong dan stambul lama serta baru di jilid 1-4.<ref name="DMIDKR5"/> Lalu, "Lagoe-Lagoe Fur Pianoforte componirt von Paul J. Seelig" (tahun tidak diketahui) memuat 6 buah lagu hiburan, yaitu "Stamboel", "Rangoe-rangoe", "Glatik Nineer", "Lagoe Parsie", "Abdoelmoeloek", dan "Sipat Mo".<ref name="DMIDKR5"/> Terakhir, "''Verzameling van diverse krontjong liederen''" yang diterbitkan oleh Musik Handel Naesens & Co Tujungan Surabaya memuat lagu Keroncong daerah seperti "Kole-kole", "O Ina Ni Keke", "Patokaan", "Hura Cincin", "Sayang Kane", serta 2 lagu Portugis yakni "Terang Bulan" dan "Nina Bobo".<ref name="DMIDKR5"/>
Selain itu, setidaknya dari tahun 1970-an hingga setelah tahun 2000, tercatat beberapa buku penelitan tentang musik Keroncong.<ref name="DMIDKR5"/> Penelitian-penelitian ini dilaksanakan baik oleh peneliti asing maupun lokal.<ref name="DMIDKR5"/> Buku-buku dari peneliti asing antara lain adalah "In Defence of Keroncong" (Bronia Kornhaurser, 1978), Keroncong and Tanjidor - Two Cases of Urban Folk Music in Jakarta (Ernst Heins, 1975), dan Keroncong Indonesian Populer Music (Judith Becker, 1975).<ref name="DMIDKR5"/> Kontribusi peneliti lokal dapat dilihat dengan terbitnya buku seperti Disemisansi Musik Barat di Timur (Triyono Bramantyo, 2004) dan Bunga Angin Portugis di Nusantara (Paramita R. Abdurachman, 2008).<ref name="DMIDKR5"/>
== Referensi ==
{{reflist}}
== Bacaan lanjutan ==
* ''[https://folkways.si.edu/music-of-indonesia-series Music of Indonesia] [Series].'' Ed. by Philip Yampolsky. Washington, DC: Smithsonian/Folkways, 1990–1999. 20 Compact Discs with Liner Notes. Bibliography.
** Vol. 2 (1991): Indonesian Popular Music: Kroncong, Dangdut, & Langgam Jawa.
== Pranala luar ==
* {{id}} [http://www.gitaris.com/riwayatkeroncong.p Situs web artikel sejarah keroncong]
* {{id}} [http://oplet.blogspot.com/2007/06/maestro-keroncong-dari-solo.html Maestro Keroncong dari Solo]
* {{id}} [http://www.wisatanet.com/travel_review.php?kode=1&id=21 Budaya Betawi, Eksotisme Aset Wisata Tersembunyi] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070928111740/http://www.wisatanet.com/travel_review.php?kode=1&id=21 |date=2007-09-28 }}
* {{id}} [http://www.bengkelmusik.com/forum/archive/index.php?t-6947.html Forum tentang keroncong di BengkelMusik.com]
<!--
Baris 193 ⟶ 226:
http://www.wahrweb.org/_songs/windisch1/indexnl11.php?en/ Indische Liedjes: Kronchong -->
[[Kategori:Keroncong| ]]▼
[[Kategori:Genre musik]]
[[Kategori:
▲[[Kategori:Keroncong]]
|